Big Bang bak sebuah fajar bagi alam semesta. Namun seperti apakah "fajar" perdana di seluruh jagad raya tersebut? |
Nah, jika kalian membayangkan proses
Penciptaan, apakah yang kalian bayangkan? Dalam Kitab Suci disebutkan
Tuhan menciptakan dunia dalam 7 hari. Apakah 7 hari itu berarti
ribuan bahkan jutaan (atau bahkan miliaran) tahun? Ataukah beberapa
detik? Karena kita tahu jelas (bahkan tanpa bukti sekalipun) bahwa
waktu yang dirasakan Tuhan takkan sama dengan yang dialami makhluk
fana seperti kita.
Melalui Fisika, kita bisa tahu bahwa
jawabannya bisa keduanya.
THE ORIGIN OF EVERYTHING
Perlu diingat bahwa semua yang akan gue
ceritakan ini baru sebatas spekulasi dan perhitungan ilmiah. Manusia
belum bisa (dan mungkin takkan bisa) mengamati Big Bang yang
sesungguhnya. Jadi marilah kita menilik pertanyaan pertama, apa itu
“Big Bang”?
Kita kembali ke pemikiran Georges
Lemaître ketika pertama kali mencetuskan Teori Big Bang. Kala itu
Edwin Hubble sudah membuktikan bahwa alam semesta kita terus
mengembang dari masa ke masa. Jika proses itu dibalik, apa yang akan
terjadi? Bisakah kalian membayangkannya?
Yup benar, alam semesta akan menyusut.
Jadi misalkan saja kita bisa memutar kembali waktu sehingga alam
semesta yang mahaluas ini menyusut dan menyusut hingga ukurannya bisa
kita pahami. Semisal, alam semesta ini menyusut hingga sebesar
galaksi kita Bima Sakti. Kemudian ia menyusut lagi hingga seukuran
Tata Surya kita (anggap saja diameternya adalah jarak Pluto ke
Matahari). Kemudian ia menyusut lagi hingga seukuran Matahari.
Kemudian ia menyusut lagi hingga seukuran Bumi. Kemudian ia menyusut
lagi hingga seukuran bola basket. Kemudian ia menyusut lagi hingga
seukuran kelereng. Kemudian ia menyusut lagi hingga seukuran sebutir
pasir.
Bayangkan ukuran alam semesta yang maha-luas ini dulunya hanya sebesar butiran pasir di jam pasir ini |
Hingga terakhir, bayangkan alam semesta
seukuran sebutir partikel sub-atomik yang menyerupai sebuah “titik”.
Itulah ukuran alam semesta pada awal Penciptaan.
Georges Lemaître menyebut titik
tersebut sebagai “Cosmic Egg” dimana dari “telur”
tersebut-lah menetas seluruh jagad raya. Namun karena pemikiran
Georges yang masih dibekali mistisisme, para ilmuwan mencoba memberi
pendekatan lebih saintifik pada “telur kosmos” ini dan memberinya
nama lain.
Alam semesta yang sebesar butiran
partikel itu (dibayangkan oleh para ilmuwan sebagai bola mahakecil
yang memiliki ukuran hampir 0, namun tidak sampai mencapai 0 mutlak)
disebut sebagai SINGULARITY. Di seri artikel ini, gue akan
menyebutnya dengan istilah bikinan gue sendiri: “Kemanunggalan”.
Bagaimana Kemanunggalan itu bisa ada di
situ, sejak kapan dia ada di situ, dan siapa yang menciptakannya,
kita tak tahu. Yang bisa kita prediksi adalah apa yang terjadi
setelah Kemanunggalan itu mengalami Big Bang.
Sebelum Big Bang, Kemanunggalan itu
berukuran amat kecil, namun amat berat dan amat panas. Bayangkan
saja, Kemanunggalan yang sekecil titik itu memiliki suhu sepanas
seluruh bintang yang ada di jagad raya ini digabung. Beratnya juga
merupakan berat seluruh benda langit yang ada di alam semesta ini
dikombinasikan.
Hingga suatu saat, entah kenapa,
Kemanunggalan itu memutuskan untuk “meledak”. Ukurannya tiba-tiba
membesar dengan teramat cepat dan alam semesta inipun tercipta. Namun
bagaimana prosesnya? Untuk mempermudahnya, ilmuwan membagi Big Bang
menjadi berbagai tahap yang disebut “epos”.
Epos Planck
Epos pertama adalah “Epos Planck”
yang terjadi pada detik ke-0 Penciptaan hingga detik ke 10-43
(yap, itu artinya 0,00000000000000000000000000000000000000000043
detik). Pada fase ini, keempat force fundamental tadi (gravitasi,
elektromagnet, weak force, dan strong force) semuanya masih bergabung
menjadi satu (gue sebut saja “maha-gaya”). Hukum Fisika yang kita
kenal saat ini (mulai dari hukum gravitasi, hukum kekekalan
energi/termodinamika, hingga mekanika kuantum) belumlah berlaku.
Pada tahap ini, diduga alam semesta
masihlah “embrio” alias baru seukuran 10-35 meter
(0,0000000000000000000000000000000043 centimeter) namun dengan suhu
maha-panas mencapai 1023 derajat Celcius (atau
100.000.000.000.000.000.000.000 derajat Celcius, padahal suhu
permukaan Matahari saja sekitar 6.000 derajat Celcius).
Epos Grand Unification
Pada detik ke 10-43 hingga
detik ke 10-37, terjadilah Epos Penyatuan Akbar (Grand
Unification) dimana force gravitasi akhirnya terlahir.
Epos Cosmic Inflation
Dimulai dari detik ke 10-37
barulah alam semesta mengembang dengan kecepatan luar biasa, yakni
dengan kecepatan cahaya. Tahap ini disebut sebagai “Cosmic
Inflation” dan suhunya pun menurun dengan cepat. Diduga Dunia
Kuantum lahir pada detik ini sebab terbitlah “Asas Ketidakpastian
Heisenberg”, salah satu hukum alam pertama yang lahir ke jagad
anyar ini.
Epos Electroweak
Sekitar detik ke 10-36
perubahan lain terjadi dimana pada tahap ini, strong force terlahir.
Epos ini dinamakan “Electroweak” sebab hanya tertinggal dua force
yang masih menyatu, yakni elektromagnet dan weak force.
Epos Inflationary
Proses inflasi
kosmis berhenti sekitar antara detik ke 10-33
hingga 10-32.
Pada kala itu, alam semesta sudah mengembang hingga 1078
kali lebih besar. Seberapa besar itu? Well, dalam waktu hanya sekitar
0,0001 detik, alam semesta sudah mengembang dari ukuran 1 nanometer
(sekitar setengah partikel DNA) menjadi 10,6 tahun cahaya (100
triliun kilometer) atau sekitar 20 ribu kali ukuran Tata Surya kita!
Namun pada tahap ini, secara misterius proses inflasi tiba-tiba
memelan.
Epos Quark
Massa dan suhu alam
semesta terus menurun dan pada detik ke 10-12,
gaya elektromagnetik dan weak force akhirnya lahir. Masa ini disebut
“Epos Quark”. Sebabnya jelas. Partikel pertama, yakni quark,
lepton, dan gluon tercipta pada tahap ini. Di sini pulalah lahir
anti-materi yang menyebabkan quark dan anti-quark serta lepton dan
para anti-lepton saling memusnahkan. Tentu ini menyebabkan jumlah
partikel di alam semesta menjadi nol dong, karena materi yang
tercipta akan bertemu dengan anti-materi dengan jumlah yang sama dan
akan saling menghancurkan?
Nah, di sinilah keajaiban terjadi.
Entah mengapa, sebuah proses misterius
yang disebut “Baryogenesis” terjadi, menyebabkan jumlah quark dan
lepton menjadi jauh lebih banyak ketimbang anti-quark dan
anti-lepton. Jika “mukjizat” ini tidak terjadi, bisa dibayangkan
alam semesta kita bakalan kosong melompong karena tak ada satupun
materi di dalamnya.
Sebuah bintang seperti ini belumlah tercipta hingga jutaan tahun semenjak Big Bang, namun bahan-bahannya, termasuk foton dan partikel sub-atomic lainnya, sudah ada semenjak detik pertama Penciptaan |
Epos Hadron
Setelah 10-6
detik, quark dan gluon bergabung untuk membentuk proton dan neutron
pertama. Proses ini disebut “Epos Hadron” dan pada tahap ini
pula, elektron dan anti-materinya, yakni positron bertemu dan saling
memusnahkan. Hasil dari proses yang disebut “Annihilation” ini
menghasilkan foton, partikel cahaya pertama. Bisa dibilang, pada
seper-sekian detik inilah cahaya tercipta. Partikel misterius bernama
neutrino (yang hingga kini belum diketahui fungsinya) juga akhirnya
muncul.
Ingat, semua proses menakjubkan itu,
dimana seluruh force yang mengatur alam semesta dan semua butiran
partikel yang akhirnya mengisi dan membentuk segenap jagad raya,
bahkan cahaya pertama, semuanya tercipta dalam jangka waktu kurang
dari 0,000001 detik setelah Big Bang terjadi.
Lalu apa yang terjadi 1 detik setelah
Big Bang terjadi? Sesuatu yang sangat misterius dan kelam terjadi.
Jika sebelum detik pertama Big Bang cahaya terlahir suci, maka pada 1
detik setelah Big Bang, kegelapan-pun tercipta. Pada tahap ini
ilmuwan berteori bahwa Lubang Hitam Purba (Primordial Black Hole)
mulai terlahir untuk meneror jagad raya.
Epos Lepton dan Epos Photon
Setelah detik pertama berlalu hingga 10
detik berikutnya, berlangsunglah Epos Lepton. Namun di sinilah masa
dimana epos-epos yang berlangsung amat cepat akhirnya berakhir. Epos
berikutnya, yakni Epos Photon berlangsung amat lama, yakni antara
detik ke-10 hingga 370 ribu tahun berikutnya. Tak hanya berlangsung
hingga ribuan abad, namun keanehan lain dari fase ini adalah karena
dikuasai foton, jagad raya justru menjadi “transparan”. Pada masa
ini juga radiasi CMB tercipta dan menjadi bukti valid tak
terbantahkan bahwa Big Bang benar-benar terjadi.
Beberapa menit (sekitar 2-20 menit)
setelah Penciptaan, barulah elemen-elemen pertama di jagad ini
terbentuk, yakni Deuterium (isotop dari Hidrogen) dan Helium. Proses
ini disebut “Nucleosynthesis” atau “penciptaan inti”.
Selanjutnya, unsur-unsur lain juga mulai mengejawantah, seperti
Berylium, Boron, Karbon, Nitrogen, dan Oksigen, walaupun masih amat
langka pada waktu itu.
Dark Ages
Antara 370 ribu tahun hingga 1 miliar
tahun setelah Penciptaan, alam semesta mengalami apa yang disebut
“Dark Ages” atau “Masa Kegelapan”. Ironis memang, sebab pada
masa sebelumnya, alam semesta dikuasai oleh foton yang merupakan
partikel cahaya. Namun hal ini mudah dilogika. Pada masa itu, hanya
ada dua jenis foton, yakni berupa CMB dan foton yang dilepaskan atom
Hidrogen dalam bentuk “21 Centimeter Radiation” (udah mirip kayak
judul anime aja). Partikel-partikel cahaya yang amat kecil itu
amatlah tidak signifikan bila dibandingkan dengan luasnya jagad raya
kala itu (ingat, jagad raya terus mengalami pengembangan sejak Big
bang dirintis, sehingga ukurannya-pun semakin membesar). Maka tak
heran, hanya ada kehampaan, kesunyian, dan kekelaman pekat yang
menelan jagad raya pada era kegelapan itu.
Uniknya, seorang kosmolog bernama
Abraham Loeb berhipotesis bahwa pada masa ini, kehidupan di jagad
raya mungkin sudah dimulai. Di tahap sebelumnya sudah terbentuk
karbon dan kebetulan juga pada tahap ini, air semestinya sudah
terbentuk karena suhu alam semesta kala itu cukup kondusif, yakni
antara 0-100 derajat Celcius. Walaupun belum ada bintang dan planet,
tapi mungkin saja terbentuk “kantung-kantung kehidupan” dimana
makhluk hidup mulai muncul. Ingat, ini terjadi antara 10-17 miliar
tahun yang lalu dan kehidupan di Bumi baru diperkirakan ada sekitar
3,5 miliar tahun lalu). Sehingga ada kemungkinan, kehidupan perdana
itu mungkin menjadi nenek moyang kehidupan di seluruh alam semesta.
Epos Reionisasi
Dark Ages tentu resmi berakhir setelah
bintang pertama terlahir di jagad raya ini, diikuti munculnya
galaksi. Setelah 1 miliar tahun, alam semesta pun terlihat seperti
sekarang ini dan seperti takdirnya, terus mengembang semenjak Big
Bang. Namun di sini terletak satu misteri yang hingga kini masih
belum bisa dipecahkan. Kecepatan mengembangnya alam semesta (Hubble
Expansion) awalnya berlangsung konstan (tetap). Hingga sesuatu
terjadi ketika jagad raya berumur 9,8 miliar tahun (sebagai catatan,
jagad kita sekarang berumur 13,8 miliar tahun). Kecepatan Hubble
Expansion kala itu tiba-tiba saja bertambah.
Penyebabnya hingga kini tak jelas. Para
ilmuwan hanya menduga bahwa pada masa itu, sesuatu terjadi hingga
alam semesta ini tiba-tiba didominasi oleh suatu force misterius
(force kelima) yang dijuluki sebagai “Dark Energy” atau “energi
kegelapan”. Apa yang menyebabkannya atau bahkan pertanyaan paling
dasar, apa itu sesungguhnya “Dark Energy” itu, belum ada yang
tahu pasti.
KEMANUNGGALAN ADALAH KITA?
Saatnya merenung guys |
Gue ingat salah satu kisah science
fiction yang pernah gue baca (lupa judulnya) dimana para tokoh
utamanya datang ke sebuah lokasi yang disebut “cauldron” dimana
penciptaan alam semesta dilakukan. Nah muncul pertanyaan kala gue
membaca kisah itu, apa mungkin kita pergi dimana Big Bang pernah
terjadi (semisal pusat alam semesta), mungkin untuk berziarah ke
tempat suci tersebut? Well, jika kalian ingin berziarah, kalian bisa
melakukannya di dalam hati kalian. Sebab jika kalian memperhatikan
penjelasan gue dari awal, kalian pasti memahami bahwa kita-lah
Big Bang itu.
Big Bang diawali dengan Singularitas
(Kemanunggalan). Setelah Kemanunggalan itu mengembang, tentu saja
bisa disimpulkan seluruh alam semesta ini-lah Kemanunggalan itu. Jika
sebuah balon ditiup hingga besar, ukurannya jelas berbeda dan kita
mungkin tak mengenali bentuknya lagi, namun tetap, itu adalah balon
yang sama. Semua bintang, planet, bahkan Bulan dan Bumi kita, hingga
semua partikel yang ada di dalam tubuh kita, semuanya berasal dari
satu Kemanunggalan yang sama dan adalah Kemanunggalan itu sendiri.
Jika benar Kemanunggalan adalah sebuah
partikel dan partikel (menurut Teori Kuantum) memiliki kesadaran,
maka tak aneh jika seluruh alam semesta ini memiliki Kesadaran
Tunggal dan kita, bersama dengan semua makhluk yang ada, hidup maupun
tak hidup, segala partikel yang ada di jagad raya, semua berbagi
kesadaran sang Kemanunggalan itu, karena kita-lah Kemanunggalan itu.
Tapi sebelum kita beralih terlalu
metafisik, gue ingin menceritakan juga salah satu keanehan di jagad
raya ini, yakni Lubang Hitam.
DARKNESS; THE BASTARD SON
Walaupun tak begitu jelas (dan kurang seksi ketimbang ilustrasi imajinatif-nya di film "Interstellar". foto Lubang Hitam seperti ini akan membawa kita semakin dekat pada Kebenaran |
Lubang Hitam, semenjak pertama kali
ditemukan oleh para astronom, merupakan objek yang memukau imajinasi
karena jutaan misteri yang disimpannya. Bahkan misteri yang
dirahasiakan Lubang Hitam mungkin saja berkaitan dengan keberadaan
kita.
Pertama gue ceritakan dulu apa Lubang
Hitam itu. Semua Lubang Hitam berasal dari bintang yang meledak
(terkecuali Lubang Hitam Primordial yang gue sendiri nggak tahu
datang darimana). Semua bintang pastilah memiliki umur. Seterang
apapun sebuah bintang, pada akhirnya bahan bakar hidrogen yang berada
dalam intinya akan habis. Jika usianya telah tamat, maka bintang
tersebut akan meledak menjadi supernova dan yang tertinggal hanyalah
gravitasinya.
Jika kalian menilik dengan logika, maka
pernyataan gue di atas akan kedengaran aneh. Gravitasi tertinggal?
Bukannya gravitasi itu gaya? Jika kita menilik Hukum Newton, aksi
timbul karena reaksi. Begitu pula gaya. Semisal kita mendorong
dinding, maka kita memberikan gaya dorong kepada dinding itu. Tak
masuk akal jika kita berhenti mendorong lalu pergi, namun gaya dorong
itu masih ada hingga lama-lama dinding itu akhirnya rubuh. Jika kita
pergi, gaya dorongnya harusnya juga hilang. Sama halnya jika
bintangnya hancur, harusnya gravitasinya juga ikut lenyap dong?
Nah di sinilah anehnya! Fisika Modern,
seperti gue kisahkan di bab sebelumnya, percaya bahwa gaya (ups lupa,
ayo kita balik lagi ke istilah yang lebih seksi, yakni “force”)
sesungguhnya disebabkan (atau lebih tepatnya “dibawa”) oleh
partikel. Force elektromagnet dibawa oleh foton, weak force dibawa
boson W dan Z, serta strong force dibawa gluon. Gravitasi, sebagai
force terakhir, seharusnya juga dibawa oleh partikel (hipotetis)
bernama graviton, yang hingga kini belum bisa dipastikan
kebenarannya.
Jika sebuah bintang musnah, maka
gravitasi dalam bintang tersebut akan tertinggal dan runtuh (kolaps)
karena beratnya sendiri, sehingga membentuk sebuah Lubang Hitam. Nah,
disinilah menariknya. Force gravitasi tersebut akan runtuh hingga
seukuran sebuah partikel, dengan kata lain, membentuk Singularitas
atau Kemanunggalan baru.
Yap, Lubang Hitam bisa kita namakan
sebagai “anak haram” sang alam semesta, sebab dengan kekuatan
destruktifnya yang luar biasa, sesungguhnya ia sama seperti prekurosr
Big Bang sendiri, yakni sebuah Kemanunggalan.
Walaupun dianggap "monster", namun keberadaan Lubang Hitam amatlah mempesona para astronom akan "Kebenaran" yang tersimpan di dalamnya |
Nah, jika kalian pernah menonton
“Interstellar”, film jenius besutan Christopher Nolan, kalian
mungkin masih ingat seluruh kisah film itu berpusat pada sebuah
Lubang Hitam. Demi menyelamatkan umat manusia dan menemukan teknologi
anti-gravitasi, sang tokoh utama rela masuk ke dalam sebuah Lubang
Hitam. Hal ini amatlah relevan dengan fakta sains yang digelontorkan
para ilmuwan.
Kemanunggalan, seperti yang seharusnya
kalian sadari kini, mungkin merupakan objek paling sakti di jagad
raya ini. Jika kita mengamatinya, maka mungkin kita akan bisa
memecahkan semua misteri di alam semesta ini. Kemanunggalan dalam
Lubang Hitam semisal, amat berkaitan erat dengan gravitasi sehingga
jika kita mengamatinya, mungkin kita bisa menemukan graviton dan
memanipulasinya untuk teknologi anti-gravitasi. Bagi yang
mempertanyakan asal-usul alam semesta atau bahkan siapakah Tuhan itu,
bisa saja pertanyaan itu dijawab pula oleh Sang Kemanunggalan.
Namun di sini masalahnya. Roger Penrose
pada 1969 menyatakan hipotesis “Cosmic Censorship” yang berbunyi
bahwa pengetahuan mengenai Kemanunggalan amatlah suci dan terlarang
hingga alam semesta (kosmos) akan sengaja menyembunyikannya dari
makhluk fana seperti kita. Caranya teramat jelas. Kemanunggalan
sebuah Lubang Hitam terlindung oleh sebuah wilayah yang disebut
“Event Horizon”. Segala sesuatu yang melewati batas Event Horizon
akan terhisap masuk ke dalam Lubang Hitam dan takkan pernah bisa
keluar. Sehingga pengetahuan apapun yang ia dapatkan ketika ia
bertemu dengan Kemanunggalan takkan pernah bisa ia sampaikan kepada
manusia lain. Dengan kata lain, Lubang Hitam sengaja “menyensor”
dirinya sendiri.
Ilustrasi sebuah "naked singularity" apabila memang benar ada di alam semesta ini |
Beberapa ahli Teori Kuantum berpendapat
bahwa di alam semesta ini mungkin saja terdapat “naked singularity”
atau “Kemanunggalan telanjang”. Apa artinya? Artinya
Kemanunggalan ini bisa saja tidak disensor alias tidak berupa Lubang
Hitam ganas yang akan memangsa semua yang berani mendekatinya.
Keberadaannya diprediksi oleh teori “Loop Quantum Gravity” dan
berhasil dibuktikan secara matematis oleh Demetrios Christodoulou.
Hingga kini, banyak pula yang meragukan keberadaan Kemanunggalan
telanjang tersebut. Namun jika benar ada dan kita bisa mengamatinya
tanpa berkorban nyawa seperti pergi ke Lubang Hitam, bayangkan
pengetahuan macam apa yang bisa kita dapatkan.
Jika kalian bertemu suatu saat dengan
Kemanunggalan itu (mungkin saja ia punya kesadaran hingga bisa
menjawab pertanyaan kita, atau jika tidak bisa berkomunikasi
dengannya, paling tidak kita bisa “mengekstrak” informasi
darinya), apakah yang akan kalian tanyakan.
Well, gue akan menanyakan pertanyaan
menggelitik. Apa yang terjadi sebelum Big Bang?
Big crunch bang
ReplyDeleteKalo gw bisa bertanya, Pertanyaan gw cuma satu, alam semesta ada batasnya apa enggak? Kalo ada, apa yg ada diluar batas alam semesta?
ReplyDeletePuas bgt gila...
ReplyDeleteHipotesa gw, kesadaran kita emang berasal dari kesadaran satu partikel di dalam tubuh kita, sedangkan otak hanyalah "control room" buat partikel tsb, mengontrol tubuh