Istri: "Pastii dia lagi mikirin awewe lain." Suami: "Apa ya yang terjadi sebelum Big Bang?" |
Sekitar abad ke-4 Masehi, seorang orang suci Katolik bernama Saint Augustine yang lahir di Aljazair, Afrika Utara, mengajukan sebuah pertanyaan filosofis. “Apa yang Tuhan lakukan sebelum Penciptaan?”. Uniknya, pertanyaan ini, bahkan setelah 2 milenium berlalu, masih saja diutarakan oleh para fisikawan. Bahkan ilmuwan atheis-pun akan bertanya-tanya, apa yang terjadi sebelum Big Bang? Apa yang terjadi sebelum waktu dimulai? Pertanyaan-pertanyaan itu tentu saja menggelitik nalar dan jawabannya, seperti diutarakan oleh para ilmuwan-ilmuwan ini menggunakan prediksi saintifik, mungkin lebih aneh ketimbang yang kalian pikirkan.
TEORI 1: STEADY STATE UNIVERSE
Apa benar alam semesta ini 'endless"? |
“Alam semesta itu kekal”, begitulah
mungkin bunyi singkat doktrin “Steady State Universe”. Teori ini
dikemukakan oleh Sir James Jeans pada 1920 serta Hermann Bondi dan
Thomas Gold pada 1948. Teori ini, ketika pertama kali dikemukakan,
sangatlah berlawanan dengan Big Bang. Jika Big Bang mengatakan bahwa
alam semesta memiliki permulaan (bahkan ilmuwan juga berpendapat alam
semesta akan berakhir melalui salah satu dari 4 skenario, yakni Big
Rip, Big Freeze, Big Crunch, dan Big Slurp), maka Teori “Steady
State” menyatakan alam semesta tak memiliki awal dan akhir. Alam
semesta sekedar “ada”, abadi.
Tentu saja teori ini tentu sudah usang
dan tak lagi dianggap serius oleh para fisikawan. Toh mereka mafhum
benar bahwa alam semesta sesungguhnya memiliki awal dan akhir. Akan
tetapi di abad ke-21, fisikawan Inggris bernama Sir Roger Penrose
membangkitkan kembali ide ini dengan sentuhan yang lebih “kekinian”.
Gue pernah menyinggung tentang teori
“Big Crunch” di salah satu postingan gue terdahulu. Ide dari Big
Crunch ini adalah alam semesta terus menerus bereinkarnasi mengikuti
siklus kosmologis. Big Bang terjadi dan menciptakan alam semesta ini,
lalu jagad raya yang tercipta terus mengembang hingga pada suatu
titik maksimal dimana jagad berhenti mengembang. Kemudian, hal
sebaliknya terjadi. Jagad raya, seperti balon yang kempes, kemudian
menyusut, kembali ke ukurannya semula (kembali ke Kemanunggalan-nya).
Kemudian, Kemanunggalan itu kembali mengalami Big Bang dan proses
yang serupa pun dimulai lagi dari awal.
Nah, kita bisa bayangkan, proses “daur
ulang” ini terjadi terus-menerus dan mungkin saja, alam semesta
yang kita tempati ini adalah alam semesta yang kesekian kali yang
diciptakan. Silakan imajinasikan bahwa alam semesta ini sudah
mengalami siklus sejak waktu yang tak terbatas dan akan terus
mengalaminya hingga waktu tak terbatas.
Dengan kata lain, siklus ini tak
memiliki awal dan memiliki akhir. Alam semesta hanyalah “ada”,
tanpa perlu permulaan dan kesudahan.
Tapi tentu saja kebenaran teori ini
sangat sulit, atau bahkan mustahil untuk dibuktikan.
SUMBER: INTERESTING ENGINEERING
TEORI 2: FECUND UNIVERSE
Ilustrasi sebuah Lubang Hitam |
Untuk teori-teori berikutnya, kita akan
menginjak teori alternatif “Big Bang” dimana bukan berarti Big
Bang itu dianggap nggak ada, namun kita akan melihat beberapa
variasinya. Salah satu teori teraneh adalah teori bahwa alam semesta
kita ini sesungguhnya berada di dalam Lubang Hitam.
Lee Smolin pada tahun 1992 melalui
bukunya “The Life in The Cosmos”, diikuti Fisikawan dari indiana
University bernama Nikodem Poplawski, serta paper dari Razieh
Pourhasan et al pada 2013 mengajukan teori fantastis bahwa di dalam
Lubang Hitam, sesungguhnya terletak sebuah alam semesta yang
benar-benar baru. Jadi bayangkan saja, alam semesta kita memiliki
miliaran Lubang Hitam dan di dalamnya, tersembunyi jagad raya yang
lain. Dengan kata lain, alam semesta kita sesungguhnya rumah dari
sebuah Multiverse.
Namun ide itu juga bisa kita terapkan
pada kita. Bagaimana jika kita sendiri juga berada di dalam sebuah
Lubang Hitam yang berada di sebuah alam semesta lain? Jika benar kita
berada di dalam Lubang Hitam, maka itu menjelaskan mengapa kita tak
bisa menembusnya keluar dan pergi ke dunia paralel lain. Lalu
bagaimana alam semesta lain dimana Lubang Hitam kita berada kita
tercipta? Apakah melalui Big Bang juga?
Tentu saja, karena “Cosmic Censorhip”
yang gue jelaskan di episode sebelumnya, teori ini juga mustahil
untuk dibuktikan.
SUMBER: INTERESTING ENGINEERING
TEORI 3: MOTHER UNIVERSE
Jika kalian sudah melihat ending video yang mind-blowing di atas, maka kalian pasti telah menyadari
bahwa (secara teoritis) alam semesta kita merupakah salah satu dari
banyak universe yang berada di dalam Multiverse. Universe-universe
tersebut (bersama dengan alam semesta kita) mengapung dalam ketiadaan
dalam bentuk gelembung-gelembung.
Nah, darimana asal gelembung-gelembung
Multiverse itu?
Sean Carroll, seorang fisikawan asal
California Institute of Technology bersama dengan rekannya, Jennifer
Chen memiliki ide tentang apa yang terjadi sebelum Big Bang yang
mereka tuangkan dalam sebuah paper pada 2016. Mereka berteori
tentang keberadaan sebuah Mother Universe yang kemudian “meledak”
menghasilkan “Singularitas-Singularitas” atau banyak
“Kemanunggalan”. Salah satu “Kemanunggalan” inilah yang akan
menjadi alam semesta yang kita kenal saat ini. Namun kita tak
sendiri. Mother Universe menghasilkan banyak “Kemanunggalan”,
maka iapun melahirkan banyak jagad raya. Dengan kata lain, sebuah
“Multiverse”
Tapi darimana asal Mother Universe itu?
Tentu saja itu menjadi pertanyaan baru yang harus kita jawab.
SUMBER: LIVE SCIENCE, YOUTUBE (Joe Scott)
TEORI 4: EKPYROTIC UNIVERSE
Paul Steinhardt, seorang fisikawan dari
Princeton University memperkenalkan sebuah teori alternatif Big Bang
yang cukup kontroversial yang ia namakan “Ekpyrotic” (dari kata
“pyro” yang artinya api atau terbakar). Di teori kosmologis yang
diproposalkan tahun 2001 ini, ia mencoba menggabungkan Teori Big Bang
dengan String Theory. Seperti kita tahu, String Theory merupakan
teori yang “mengharuskan” keberadaan 10 dimensi untuk menjelaskan
keberadaan kita sendiri. Kita, beserta seluruh alam semesta ini,
terjebak di “dimensi ketiga” sehingga kita tak bisa merasakan
keberadaan dimensi yang lebih tinggi.
Nah, kembali sejenak ke teori “Mother
Universe” di atas. Disebutkan bahwa alam semesta kita bersama
alam-alam semesta lain berada dalam bentuk gelembung yang
melayang-layang. Nah, pernahkah kalian berpikir dimana alam semesta
kita melayang? Apa yang ada di luar gelembung alam semesta kita?
Paul menjelaskan, dalam teorinya, bahwa
alam semesta kita melayang dalam sebuah alam dimensi keempat yang ia
sebut sebagai “bulk”. Namun di sinilah teorinya agak berbeda. Di
dalam bulk ini, terdapat jejeran “brane” (singkatan dari
“membrane” atau membran/selaput) yang bergerak atau bergetar
selamanya. Tiap brane ini terpisah satu sama lain, namun karena
gerakan tersebut, ada saat dimana brane tersebut saling bergesekan.
Sentuhan antar brane itulah yang kemudian disebut dengan “Big Bang”
yang akhirnya menciptakan alam semesta yang kita tempati ini.
Uniknya, teori ini, jika benar, mengharuskan bahwa alam semesta kita
ini tidaklah berbentuk bola (gelembung), melainkan berbentuk datar.
Tak heran, teori tentang “flat universe” ini disebut sebagai
“flat-earth”-nya teori kosmologi Big Bang.
Namun jika teori ini benar, lagi-lagi
muncul pertanyaan yang sukar terjawab, semisal dari mana asalnya
brane? Apa yang menciptakannya? Sejak kapan ia ada di sana? Apakah
brane dan bulk juga tak memiliki awal dan akhir?
SUMBER: PRINCETON, PHYSICS WORLD
TEORI 5: WHITE HOLE THEORY
Penjelasan paling sederhana tentang apa itu White Hole, nanti kalian akan memahaminya setelah membaca paradigma di bawah |
Di teori pamungkas ini, kita akan
kembali ke entitas misterius yang disebut Lubang Hitam. Ketika
Einstein mencoba menjelaskan mengenai gravitasi, ia memberi gambaran
mudah menggunakan daya pikirnya yang senantiasa “out of box”. Ia
menggambarkan alam semesta kita ini tersusun atas helaian “kain
realitas” yang ia sebut sebagai “fabric space and time”. Sebuah
benda bermassa besar (katakanlah Bintang) yang bermukim di fabric
jagad raya akan membuatnya melengkung.
Bayangkan aja kalian menghamparkan
sebuah kain lebar, lalu melemparkan sebuah bola tenis ke atasnya.
Tentu kain tersebut akan melengkung ke bawah, bukan? Nah, dengan cara
inilah Einstein mencoba menjelaskan gravitasi. Karena adanya
lengkungan ini, apabila ada benda lain yang mendekati benda bermassa
besar itu, maka benda kedua itu akan tertarik.
Katakanlah di hamparan kain itu, kita
melempar sebuah bola ping pong atau kelereng (yang massa dan
ukurannya lebih kecil), maka bola itu akan meluncur ke arah bola
tenis yang tadi kita lemparkan ke situ. Ini juga sebabnya
planet-planet dan benda langit lainnya seperti komet, meteor, dan
asteroid, akan tertarik oleh gravitasi sebuah bintang.
Nah, coba kita ganti Bintang itu dengan
Kemanunggalan dalam sebuah Lubang Hitam. Berbeda dengan Bintang yang
mendapatkan massa besar karena ukurannya yang raksasa, sebuah
Singularitas yang membentuk Lubang Hitam justru berukuran maha-kecil,
namun teramat berat. Akibatnya pada fabric alam semesta adalah ini:
Tak heran, apapun yang berada terlalu
dekat dengan Lubang Hitam (istilahnya melewati “Event Horizon”)
akan terhisap masuk ke dalamnya. Pertanyaannya sekarang, apa yang
akan terjadi dengan benda-benda yang terhisap masuk ke dalam Lubang
Hitam? Jika benar Lubang Hitam terjadi seperti deskripsi Einstein,
harusnya Lubang Hitam itu lama-lama akan penuh dong? “Makanan”
Lubang Hitam tak main-main lho, ia bisa menelan planet hingga Bintang
yang ukurannya jutaan kali lebih besar darinya. Lalu kemana semua
massa raksasa itu pergi?
Ilmuwan pun kemudian kembali berpikir
“out of box” untuk memecahkan misteri itu, yakni bagaimana jika
Lubang Hitam sesungguhnya berbentuk terowongan? Jika benar, maka apa
yang berada di ujung terowongan tersebut. Jelas ujung satunya
bukanlah Lubang Hitam yang lain. Sebab jika ya, maka semua massa yang
mereka telan akan tertumpuk di bagian tengah. Maka ilmuwan-pun mulai
mencetuskan istilah baru: “White Hole”.
Jika sebuah benda masuk ke dalam Black
Hole, maka ilmuwan berhipotesis bahwa apapun yang ia telan akan
keluar ke lubang di sisi terowongan lain yang disebut “White Hole”.
“White Hole” tak mesti berwarna putih, istilah tersebut hanya
untuk menunjukkan bahwa sifatnya berlawanan dengan “Lubang Hitam”.
Jika tak ada sesuatupun bisa keluar dari Lubang Hitam, maka teorinya,
tak ada sesuatupun bisa masuk ke dalam Lubang Putih.
Jika ditelusuri, teori ini amatlah
menarik. Jika Lubang Hitam benar adalah pintu masuk sebuah
terowongan, maka pintu keluarnya tak mesti berdekatan. Seperti gua
yang memanjang di bawah permukaan Bumi, terowongan tersebut bisa saja
menelisip di “fabric of space and time” (kain jagad raya tadi).
Bila saja ia muncul di tempat yang luar biasa jauh, semisal jutaan
tahun cahaya jaraknya. Bisa saja segala yang ditelan Black Hole akan
muncul di sisi alam semesta yang lain.
Bahkan, “White Hole” tak mesti
harus berada di “waktu” yang sama dengan Black Hole. Bisa saja ia
ada jauh di masa lalu atau mungkin berada di masa depan. Mengapa?
Karena menurut Teori Relativitas Einstein, keberadaan gravitasi bisa
“mempermainkan waktu”. Gravitasi saja bisa mengulur waktu.
Apabila sebuah planet semisal berada di orbit tepat di luar Event
Horizon, maka force gravitasi dari Lubang Hitam itu akan membuat
planet itu bergerak amat cepat hingga menyebabkan waktu melambat,
atau disebut dengan “dilatasi waktu”. Bisa saja satu menit di
planet itu setara dengan 1 tahun bagi kita yang berada di Bumi.
Gravitasi memang force yang paling
misterius dibandingkan 3 force fundamental lainnya. Jika gravitasi
begitu mahadaya hingga bisa membengkokkan ruang seperti yang
dicetuskan Einstein, maka bukan hal yang mengejutkan jika gravitasi
juga mampu membelokkan waktu. Dengan kemampuannya memanipulasi waktu
itu, maka tak heran Black Hole dan White Hole (dan terowongan di
antaranya) menjadi kandidat kuat sebuah “wormhole” atau mesin
waktu.
Ilustrasi sebuah "wormhole" dimana ujung masuknya adalah Black Hole dan ujung keluarnya adalah White Hole |
Namun White Hole sebagai sebuah mesin
waktu masihlah hal yang remeh temeh jika dibandingkan dengan misteri
maha-besar lain yang disimpannya.
Sebuah paper dari Alon Retter dan
Shlomo Heller pada 2012 menyebut bahwa “White Hole” adalah “Big
Bang”. Teori ini bisa menjadi alternatif teori Big Bang dimana Big
Bang sesungguhnya bukanlah disebabkan sebuah Kemanunggalan yang
meledak. Jika kalian telah mempelajari proses Big Bang, maka kalian
akan paham bahwa tiba-tiba saja seluruh force dan semua jenis
partikel (quark, gluon, elektron, anti-materi, dll) muncul dalam
waktu sepersekian detik. Bagaimana jika semua force dan materi yang
tiba-tiba “terlahir” pada saat Big Bang sebenarnya dikeluarkan
oleh sebuah White Hole? Bagaimana jika semua force dan materi yang
membentuk alam semesta kita berasal dari materi-materi dari alam
semesta lain yang dihisap oleh sebuah Black Hole?
Teori ini tak hanya akan mengubah
prinsip fundamental Kosmologi secara fundamental sebab menolak
keberadaan Kemanunggalan dan Big Bang (Alon dan Shlomo bahkan
menyebut peristiwa ini sebagai “Small Bang”), namun juga akan
membuktikan adanya Multiverse. Bahkan teori ini berkaitan erat dengan
teori “Fecund Universe” mengenai semesta baru di dalam Lubang
Hitam tadi. Tiap materi yang terhisap di dalam Lubang Hitam akan
menciptakan semesta baru (disebut “baby universe”), dimana setiap
materi tersebut bisa dikatakan berasal dari “parent universe”-nya.
Ini tentu membawa pertanyaan baru,
siapakah “parent universe” kita? Bagaimana ia tercipta? Apakah ia
berasal dari Lubang Hitam lain dari “grandparent universe” kita?
Lalu apakah proses itu memiliki awal dan akhir?
Teori ini juga memiliki implikasi lain.
Alih-alih menjadi sebuah “wormhole” yang bisa membawa kita ke
waktu lain di dalam alam semesta kita, apakah Lubang Hitam
sesungguhnya adalah gerbang menuju alam semesta lain?
Terus kita asalnya darimana dong ASTAGAAAA??? |
Tentu semua teori tersebut tak kunjung
memuaskan kita. Setiap jawaban yang kita coba kemukakan untuk
pertanyaan “apa yang terjadi sebelum Penciptaan” seakan malah
membawa kita menuju pertanyaan-pertanyaan filosofis yang lebih
mendalam. Ilmuwan kini tengah mengerjakan sebuah teori yang dinamakan
“Theory of Everything” yang akan menggabungkan dua realita yang
seakan berlawanan, yakni Teori Relativitas Einstein yang berkaitan
dengan dunia makro (dunia kita, bintang-bintang, dan alam semesta)
dengan Teori Kuantum yang mengurus dunia mikro (yakni perilaku
partikel yang maha-kecil). Salah satu kandidat Theory of Everything
adalah “String Theory” yang kini sedang didalami para fisikawan.
Entah, apabila kita menemukan teori
yang bisa menjelaskan segalanya, mungkin kita akan menemukan semua
jawaban atas pertanyaan kita. Yang bisa kita lakukan kini hanya
menunggu.
SUMBER: ASTRONAUT
aku pusing tapi aku puas:D
ReplyDelete