Penampakan bintang misterius yang akan kita bahas kali ini |
Hingga kini kita telah banyak membahas banyak hal tentang alam semesta, namun mari kita kembali ke pertanyaan paling basic. Apakah bintang tertua di alam semesta ini? Pada 1912, seorang astronom Amerika bernama Walter Adams menemukan apa yang sepertinya menjadi bintang tertua di alam semesta ini. Bintang itu terdapat di Konstelasi Libra (Timbangan), di dalam galaksi kita sendiri, Bima Sakti. Uniknya, bintang yang diberi kode HD 140283 itu terletak lumayan dekat dengan kita, yakni berjarak 200 tahun cahaya. Berapa umurnya? Ilmuwan memperkirakan umurnya sekitar 16 miliar tahun, sangat tua bila dibandingkan dengan Matahari kita yang masih berumur 4,5 miliar tahun).
Masalahnya adalah, alam semesta kita
berumur 13,799 miliar tahun.
Dengan kata lain, bintang tersebut
lebih tua ketimbang alam semesta kita.
Namun bagaimana mungkin?
Karena nama HD 140283 jelas kurang
“sexy” di telinga untuk bintang sekontroversial ini, para
ilmuwan-pun memberinya nama tak resmi, yakni “Bintang Methuselah”.
Dalam kitab suci agama Kristen dan Yahudi, Methuselah adalah nama
kakek dari Nabi Nuh dan merupakan figur tertua dalam Kitab Suci.
Umurnya diperkirakan mencapai 1000 tahun (Adam saja berdasarkan Kitab
Kejadian mencapai umur 930 tahun). Tapi bagaimana sebuah bintang bisa
lebih tua ketimbang alam semesta ini? Bukankah Big Bang menciptakan
segala yang ada di alam semesta ini? Apakah bintang itu sudah ada
sebelum terjadinya Big Bang atau Penciptaan? Hal tersebut jelas
mustahil, akan gue ceritakan sebabnya.
Semenjak 1926, seorang astronom Belanda
bernama Jan Hendrik Oort, diikuti oleh Walter Blade pada 1944,
membagi bintang-bintang di alam semesta menjadi dua berdasarkan
populasinya. Ada Bintang Populasi I yang mendiami bagian tepi (lengan
spiral) galaksi dan Bintang Populasi II yang mendiami pusat galaksi.
Para peneliti menemukan fakta lain bahwa pembagian tersebut tidak
hanya berdasarkan lokasi dimana populasi bintang-bintang itu
ditemukan, namun juga sejalan dengan umur mereka.
Bintang Populasi I intinya mengandung
lebih banyak logam (disebut “metal-rich stars”) dan berumur lebih
muda (contohnya Matahari kita sendiri). Sedangkan Bintang Populasi II
intinya mengandung lebih sedikit logam (“metal-poor stars”) dan
berumur lebih tua. Melihat bahwa umur kedua bintang itu sejalan
dengan kandungan logamnya, maka ilmuwan berhipotesis bahwa ada jenis
ketiga, yakni Bintang Populasi III. Mereka dapat memperkirakan
cirinya, yakni Bintang Populasi III ini pastilah intinya tidak
mengandung logam sama sekali (“zero-metal stars”).
Maka bisa ditebak, bahwa Bintang Populasi III jelaslah bintang-bintang tertua di alam semesta ini. Ini sejalan dengan fakta kandungan metal tiap jenis bintang. Pada awal terbentuknya alam semesta ini, pastilah berbagai jenis logam belumlah terbentuk. Sehingga logis apabila bintang-bintang pertama ini belum memiliki logam. Sejalan dengan menuanya alam semesta, logam-logam mulai terbentuk, mulai dari sedikit hingga lama-lama banyak, sehingga bintang-bintang yang lahir pada masa ini mulai memiliki kandungan logam.
Nah, dimana bintang-bintang Populasi
III ini? Hingga kini keberadaan bintang-bintang ini belumlah
ditemukan. Diperkirakan saking tuanya, bintang-bintang ini sudah
keburu musnah dan sisa-sisanya “didaur ulang” menjadi
bintang-bintang yang lebih anyar. Masalahnya sekarang, bintang
Bintang Methuselah merupakan Bintang Populasi II (termasuk
“metal-poor star”). Jika benar Bintang Methuselah merupakan
bintang tertua, maka harusnya tak terdeteksi logam dalam intinya.
Namun nyatanya, terdeteksi adanya logam seperti besi dan lithium
dalam bintang tersebut.
Bagaimana cara para ilmuwan memecahkan
misteri ini? Hanya ada dua jawaban logis menurut mereka, yakni antara
mereka salah memperkirakan umur bintang itu atau mereka selama ini
salah memperkirakan umur jagad raya ini. Dengan kata lain, antara
umur bintang itu harusnya lebih muda atau umur alam semesta ini
harusnya lebih tua.
Tak heran, para ilmuwan kembali mencoba
mengukur usia Bintang Methuselah dengan menggunakan peralatan yang
lebih canggih (mungkin aja pas itu alatnya error-error, yekan?).
Astronom Howard Bond pada 2011 memberi estimasi baru yang
“mengkorting” umur Bintang Methuselah dari 16 miliar tahun
menjadi 14,46 miliar tahun. Namun “diskon” itu sepertinya belum
cukup memuaskan, sebab masih lebih tua ketimbang umur jagad raya yang
seperti gue bilang tadi mencapai 13,8 miliar tahun.
Sebuah studi “follow up” yang
dilakukan kembali pada 2014 memberi angka baru bagi usia bintang
misterius itu sebesar 14,27 miliar tahun. Angka itu sekilas masih
lebih besar ketimbang usia alam semesta. Namun perlu diingat, bahwa
semua pengukuran pastilah memiliki margin error. Angka 14,27 miliar
tahun tersebut semisal, bisa ditulis sebagai 14,27 miliar ± 800 juta
tahun. Dengan kata lain, margin errornya sekitar 800 juta tahun.
Apa artinya itu? Artinya menurut
perkiraan para ilmuwan, usia bintang tersebut di antara batas
terendah 13,47 miliar tahun (14,27 miliar – 800 juta) hingga 15,07
miliar tahun (14,27 miliar + 800 juta). Dengan kata lain, estimasi
terendah usia Bintang Methuselah (13,47 miliar tahun) masihlah berada
di bahwa kisaran usia alam semesta (13,8 miliar tahun).
Masalah terpecahkan?
Well, sebenarnya tidak. Malah lebih
rumit lagi.
"Terus umurnya Bintang Methuselah berapa dong???" |
Penemuan teleskop European Planck yang
mengukur radiasi kosmis alam semesta pada 2013 justru memperburuk
keadaan. Kita semua telah megenal apa yang dinamakan Hubble
Expansion, yakni alam semesta ini terus mengembang semenjak
terjadinya Penciptaan (Big Bang). Dengan mengukur kecepatan ekspansi
alam semesta inilah kita bisa memperkirakan usianya. Namun kini
muncul masalah lain. Penemuan terbaru menyebutkan bahwa ternyata
kecepatan Hubble Expansion lebih tinggi 10% daripada yang sebelumnya
diperkirakan. Dengan kata lain, usia alam semesta ini sesungguhnya
lebih muda ketimbang yang telah diprediksi para ilmuwan.
Hasil perhitungan mengkalkulasikan usia
baru alam semesta ini jatuh di angka 11,4 miliar tahun.
Lagi-lagi, usia jagad raya ini lebih
muda ketimbang Bintang Methuselah.
Apa yang sebenarnya terjadi? Apakah
perkara Bintang Methuselah yang membingungkan ini hanyalah kesalahan
kalkulasi semata? Ataukah ada misteri yang lebih besar lagi?
Bagaimana bisa sebuah bintang lebih tua ketimbang jagad raya yang
menaunginya, seakan sebuah janin yang dikandung bisa lebih tua
umurnya ketimbang ibunya sendiri? Apakah Bintang Methuselah
sesungguhnya tak berasal dari alam semesta ini dan “tiba-tiba”
saja muncul, seakan menembus dimensi lain? Lalu darimanakah ia
berasal?
Siapa sebenarnya bintang ini? Apakah ia
merupakan “penyintas” dari alam semesta yang sebelumnya?
Jika saja kita bisa bertanya padanya,
mungkinkah seluruh misteri ini akan terpecahkan?
Pesawat nya galactus tuh bang
ReplyDeleteIni merupakan hal yang menarik, Bang Dave. Saya mengikuti blog Enten sejak kuliah sampek kawin dan sekarang saya makin kagum dengan tulisan Ente.
ReplyDeleteMasalahnya adalah, seperti yang Ente katakan, metode pengukuran plus penghitungan baik mengenai alam semesta dan si bintang itu bisa saja salah.
Kita tahu Sains sangat terbuka untuk kesalahan. Well, siapa tahu akan ada penemuan baru lainnya esok hari.
"Bintang Methuselah merupakan bintang tertua, maka harusnya tak terdeteksi logam dalam intinya."
ReplyDeleteKok saya agak bingung ya, sebelumnya kan katanya populasi 2 itu sedikit logam, bukan tidak ada sama sekali
"Apakah Bintang Methuselah sesungguhnya tak berasal dari alam semesta ini dan “tiba-tiba” saja muncul, seakan menembus dimensi lain?"
ReplyDeleteSaya jadi teringat komik hellstar remina nya junji ito tentang ilmuan yang nemuin planet yang keluar dari wormhole