Thursday, July 2, 2020

NUN JAUH DI SANA, ADA SEBUAH BINTANG YANG LEBIH TUA KETIMBANG ALAM SEMESTA



Penampakan bintang misterius yang akan kita bahas kali ini

Hingga kini kita telah banyak membahas banyak hal tentang alam semesta, namun mari kita kembali ke pertanyaan paling basic. Apakah bintang tertua di alam semesta ini? Pada 1912, seorang astronom Amerika bernama Walter Adams menemukan apa yang sepertinya menjadi bintang tertua di alam semesta ini. Bintang itu terdapat di Konstelasi Libra (Timbangan), di dalam galaksi kita sendiri, Bima Sakti. Uniknya, bintang yang diberi kode HD 140283 itu terletak lumayan dekat dengan kita, yakni berjarak 200 tahun cahaya. Berapa umurnya? Ilmuwan memperkirakan umurnya sekitar 16 miliar tahun, sangat tua bila dibandingkan dengan Matahari kita yang masih berumur 4,5 miliar tahun).

Masalahnya adalah, alam semesta kita berumur 13,799 miliar tahun.

Dengan kata lain, bintang tersebut lebih tua ketimbang alam semesta kita.

Namun bagaimana mungkin?


Karena nama HD 140283 jelas kurang “sexy” di telinga untuk bintang sekontroversial ini, para ilmuwan-pun memberinya nama tak resmi, yakni “Bintang Methuselah”. Dalam kitab suci agama Kristen dan Yahudi, Methuselah adalah nama kakek dari Nabi Nuh dan merupakan figur tertua dalam Kitab Suci. Umurnya diperkirakan mencapai 1000 tahun (Adam saja berdasarkan Kitab Kejadian mencapai umur 930 tahun). Tapi bagaimana sebuah bintang bisa lebih tua ketimbang alam semesta ini? Bukankah Big Bang menciptakan segala yang ada di alam semesta ini? Apakah bintang itu sudah ada sebelum terjadinya Big Bang atau Penciptaan? Hal tersebut jelas mustahil, akan gue ceritakan sebabnya.

Semenjak 1926, seorang astronom Belanda bernama Jan Hendrik Oort, diikuti oleh Walter Blade pada 1944, membagi bintang-bintang di alam semesta menjadi dua berdasarkan populasinya. Ada Bintang Populasi I yang mendiami bagian tepi (lengan spiral) galaksi dan Bintang Populasi II yang mendiami pusat galaksi. Para peneliti menemukan fakta lain bahwa pembagian tersebut tidak hanya berdasarkan lokasi dimana populasi bintang-bintang itu ditemukan, namun juga sejalan dengan umur mereka.

Bintang Populasi I intinya mengandung lebih banyak logam (disebut “metal-rich stars”) dan berumur lebih muda (contohnya Matahari kita sendiri). Sedangkan Bintang Populasi II intinya mengandung lebih sedikit logam (“metal-poor stars”) dan berumur lebih tua. Melihat bahwa umur kedua bintang itu sejalan dengan kandungan logamnya, maka ilmuwan berhipotesis bahwa ada jenis ketiga, yakni Bintang Populasi III. Mereka dapat memperkirakan cirinya, yakni Bintang Populasi III ini pastilah intinya tidak mengandung logam sama sekali (“zero-metal stars”).

Bintang di pusat galaksi bertipe Populasi II dan berumur lebih tua, sedangkan bintang di tepi galaksi (lengan spiralnya) termasuk Matahari kita, bertipe Populasi I yang berumur lebih muda. Sedangkan bintang jenis tertua, Populasi III, kemungkinan sudah musnah dari jagad raya ini

Maka bisa ditebak, bahwa Bintang Populasi III jelaslah bintang-bintang tertua di alam semesta ini. Ini sejalan dengan fakta kandungan metal tiap jenis bintang. Pada awal terbentuknya alam semesta ini, pastilah berbagai jenis logam belumlah terbentuk. Sehingga logis apabila bintang-bintang pertama ini belum memiliki logam. Sejalan dengan menuanya alam semesta, logam-logam mulai terbentuk, mulai dari sedikit hingga lama-lama banyak, sehingga bintang-bintang yang lahir pada masa ini mulai memiliki kandungan logam.

Nah, dimana bintang-bintang Populasi III ini? Hingga kini keberadaan bintang-bintang ini belumlah ditemukan. Diperkirakan saking tuanya, bintang-bintang ini sudah keburu musnah dan sisa-sisanya “didaur ulang” menjadi bintang-bintang yang lebih anyar. Masalahnya sekarang, bintang Bintang Methuselah merupakan Bintang Populasi II (termasuk “metal-poor star”). Jika benar Bintang Methuselah merupakan bintang tertua, maka harusnya tak terdeteksi logam dalam intinya. Namun nyatanya, terdeteksi adanya logam seperti besi dan lithium dalam bintang tersebut.

Bagaimana cara para ilmuwan memecahkan misteri ini? Hanya ada dua jawaban logis menurut mereka, yakni antara mereka salah memperkirakan umur bintang itu atau mereka selama ini salah memperkirakan umur jagad raya ini. Dengan kata lain, antara umur bintang itu harusnya lebih muda atau umur alam semesta ini harusnya lebih tua.

Tak heran, para ilmuwan kembali mencoba mengukur usia Bintang Methuselah dengan menggunakan peralatan yang lebih canggih (mungkin aja pas itu alatnya error-error, yekan?). Astronom Howard Bond pada 2011 memberi estimasi baru yang “mengkorting” umur Bintang Methuselah dari 16 miliar tahun menjadi 14,46 miliar tahun. Namun “diskon” itu sepertinya belum cukup memuaskan, sebab masih lebih tua ketimbang umur jagad raya yang seperti gue bilang tadi mencapai 13,8 miliar tahun.

Sebuah studi “follow up” yang dilakukan kembali pada 2014 memberi angka baru bagi usia bintang misterius itu sebesar 14,27 miliar tahun. Angka itu sekilas masih lebih besar ketimbang usia alam semesta. Namun perlu diingat, bahwa semua pengukuran pastilah memiliki margin error. Angka 14,27 miliar tahun tersebut semisal, bisa ditulis sebagai 14,27 miliar ± 800 juta tahun. Dengan kata lain, margin errornya sekitar 800 juta tahun.

Apa artinya itu? Artinya menurut perkiraan para ilmuwan, usia bintang tersebut di antara batas terendah 13,47 miliar tahun (14,27 miliar – 800 juta) hingga 15,07 miliar tahun (14,27 miliar + 800 juta). Dengan kata lain, estimasi terendah usia Bintang Methuselah (13,47 miliar tahun) masihlah berada di bahwa kisaran usia alam semesta (13,8 miliar tahun).

Masalah terpecahkan?

Well, sebenarnya tidak. Malah lebih rumit lagi.

"Terus umurnya Bintang Methuselah berapa dong???"


Penemuan teleskop European Planck yang mengukur radiasi kosmis alam semesta pada 2013 justru memperburuk keadaan. Kita semua telah megenal apa yang dinamakan Hubble Expansion, yakni alam semesta ini terus mengembang semenjak terjadinya Penciptaan (Big Bang). Dengan mengukur kecepatan ekspansi alam semesta inilah kita bisa memperkirakan usianya. Namun kini muncul masalah lain. Penemuan terbaru menyebutkan bahwa ternyata kecepatan Hubble Expansion lebih tinggi 10% daripada yang sebelumnya diperkirakan. Dengan kata lain, usia alam semesta ini sesungguhnya lebih muda ketimbang yang telah diprediksi para ilmuwan.

Hasil perhitungan mengkalkulasikan usia baru alam semesta ini jatuh di angka 11,4 miliar tahun.

Lagi-lagi, usia jagad raya ini lebih muda ketimbang Bintang Methuselah.

Apa yang sebenarnya terjadi? Apakah perkara Bintang Methuselah yang membingungkan ini hanyalah kesalahan kalkulasi semata? Ataukah ada misteri yang lebih besar lagi? Bagaimana bisa sebuah bintang lebih tua ketimbang jagad raya yang menaunginya, seakan sebuah janin yang dikandung bisa lebih tua umurnya ketimbang ibunya sendiri? Apakah Bintang Methuselah sesungguhnya tak berasal dari alam semesta ini dan “tiba-tiba” saja muncul, seakan menembus dimensi lain? Lalu darimanakah ia berasal?

Siapa sebenarnya bintang ini? Apakah ia merupakan “penyintas” dari alam semesta yang sebelumnya?

Jika saja kita bisa bertanya padanya, mungkinkah seluruh misteri ini akan terpecahkan?


4 comments:

  1. Ini merupakan hal yang menarik, Bang Dave. Saya mengikuti blog Enten sejak kuliah sampek kawin dan sekarang saya makin kagum dengan tulisan Ente.

    Masalahnya adalah, seperti yang Ente katakan, metode pengukuran plus penghitungan baik mengenai alam semesta dan si bintang itu bisa saja salah.

    Kita tahu Sains sangat terbuka untuk kesalahan. Well, siapa tahu akan ada penemuan baru lainnya esok hari.

    ReplyDelete
  2. "Bintang Methuselah merupakan bintang tertua, maka harusnya tak terdeteksi logam dalam intinya."
    Kok saya agak bingung ya, sebelumnya kan katanya populasi 2 itu sedikit logam, bukan tidak ada sama sekali

    ReplyDelete
  3. "Apakah Bintang Methuselah sesungguhnya tak berasal dari alam semesta ini dan “tiba-tiba” saja muncul, seakan menembus dimensi lain?"

    Saya jadi teringat komik hellstar remina nya junji ito tentang ilmuan yang nemuin planet yang keluar dari wormhole

    ReplyDelete