Kembali ke seri para pembunuh termuda. Nah, kini tak hanya kita menghadapi pembunuh dengan korban satu orang saja, kita akan beralih pada pembunuh berantai termuda. Yak, bisakah kalian bayangkan, masih SD tapi sudah jadi pembunuh berantai? Nah inilah beberapa kisahnya.
KISAH KELIMA:
MARY BELL
SANG PSIKOPAT BELIA
Kalian mungkin pernah mendengar tentang kasus Mary Bell karena kasusnya sering diperbincangkan dan muncul di situs-situs internet yang membahas tentang urban legend. Mary Bell dikenal sebagai salah satu pembunuh berantai termuda di dunia, dimana pada usia 10 dan 11 tahun ia sudah membunuh dua bocah di Inggris.
Mary Bell lahir pada tahun 1968 dari seorang ibu
yang merupakan seorang pekerja seks di mana karena kondisi kehidupan yang
sangat miris, tak bisa dipungkiri hal tersebut mempengaruhi psikologisnya
menjadi amat bengis. Pada 25 Mei 1968, sehari sebelum ulang tahunnya yang ke
11, Mary Bell mencekik seorang anak berusia 4 tahun bernama Martin Brown di sebuah
rumah kosong. Mary kemudian mendapat seorang partner yang sama kejamnya, yakni
seorang teman bernama Norma yang masih berusia 13 tahun.
Pada 31 Juli 1968, kedua gadis tersebut menghabisi
seorang anak berusia 3 tahun bernama Brian Howe di lokasi yang hampir
berdekatan dengan lokasi kejahatan pertamanya. Tak hanya itu, kesadisan kedua
gadis tersebut terbukti ketika Norma mengukir huruf “N” yang merupakan
inisialnya di perut korbannya tersebut. Mereka juga menggunakan gunting untuk
memotong memutilasi alat kelamin dari bocah tak berdosa tersebut.
Kejahatan Mary terungkap ketika pada polisi yang
mewawancarainya, ia mengatakan bahwa ia melihat sang korban Brian di sebuah
area bersama dengan seorang anak lain yang tengah membawa sebuah sebilah gunting.
Ketika polisi mengejar informasi tersebut, mereka menemukan bahwa anak yang
disebut oleh Mary tersebut berada di bandara pada saat kejahatan itu terjadi
dan tak mungkin membunuhnya. Karena Mary menyebutkan gunting yang berupa
senjata pembunuhan tersebut, polisi menjadi curiga dan akhirnya menangkapnya.
Pengadilan pada 17 Desember 1968 memutuskan
bahwa Mary bersalah dalam dakwaan pembunuhan, namun Norma, rekannya, dibebaskan
karena tidak cukup bukti. Para pisikiater yang memeriksa kejiwaan Mary Bell
menyebut bahwa garis tersebut walaupun belia, namun sudah menunjukkan
gejala-gejala psikopat. Karena terlalu berbahaya untuk dilepaskan ke tengah
masyarakat, tak peduli pada usianya masih belia, pegadilan mendakwa Meri untuk
mendekam di dalam rumah sakit jiwa
Pada tahun 1977 ia sempat kabur, namun segera
berhasil ditangkap. Pada 1980, Mary yang sudah berusia 23 tahun akhirnya
dilepaskan dari rumah sakit jiwa setelah mendekam selama 12 tahun. Sama seperti
kasus sebelumnya, ia kemudian diberi nama baru untuk memulai kehidupan baru, lepas
dari kejahatannya yang dulu pernah dia lakukan. Empat tahun setelah dibebaskan,
Mary kemudian melahirkan seorang putri. Kita berdoa aja ya semoga kehidupan
mereka kini menjadi lebih baik setelah ia menikmati kebebasannya.
Sumber: Wikipedia
KASUS KEENAM:
PEMBANTAIAN SASEBO DAN MISTERI NEVADA-TAN
Kota Sasebo di Prefektur Nagasaki, Jepang
mencatat sebuah sejarah kelam. Pasalnya di kota tersebut, walaupun kecil, namun
terjadi dua kali terjadi pembunuhan sadis yang melibatkan anak-anak. Tak hanya
korbannya anak-anak, namun pembunuhnya juga sama belianya seperti sang korban. Pembunuhan
pertama terjadi pada 1 Juni 2004 dimana seorang gadis berusia 11 tahun yang
disebut sebagai “Gadis A” membunuh teman sekelasnya yang bernama Satomi Mitarai
di ruangan kelas yang kosong saat jam makan siang. Pembunuhan di sebuah SD
bernama Okubo Elementary School tersebut terungkap setelah salah satu guru
memergoki Gadis A kembali ke ruang kelasnya dengan seragam berlumuran darah.
Setelah ditangkap oleh polisi, Gadis A kemudian
mengaku bahwa ia sudah membunuh teman sekelasnya tersebut dan berkata “Aku minta
maaf, aku minta maaf” berulang-ulang kali. Ia kemudian menghabiskan malam
tersebut di kantor polisi sambil menangis dan menolak untuk makan. Gadis A mengaku
bahwa ia membunuh temannya itu setelah bertengkar akibat pembullyan di
internet. Gadis A mengaku bahwa korbannya itu mengomentari berat tubuhnya dan
memberikan julukan yang kurang sedap didengar untuknya.
Pada 15 September 2004, pengadilan Jepang akhirnya
memutuskan untuk menginstitusionalisasi (buset) Gadis A. Ia tentu tak bisa
dihukum karena usianya yang masih belia. Ia hanya bisa dipidana selama 2 tahun
untuk mengikuti evaluasi psikologi.
Kasus itu tentu saja membuat publik menjadi
takut karena kasus itu bisa terjadi kepada siapa saja. Gadis A sendiri
merupakan gadis yang biasa-biasa saja dan tak pernah memiliki masalah apapun,
sehingga tak bisa dipungkiri mungkin saja kejadian sama bisa terjadi pada anak
mereka yang berada di bawah umur.
Kisah sang Gadis A dan pembantaian dilakukannya
di kota Sasebo menjadi semacam urban legend yang beredar di internet. Ia kemudian
dipanggil dengan sebutan “Nevada-Tan” karena sebuah foto yang beredar menampakkan
dirinya tengah mengenakan sebuah baju bertuliskan “University of Nevada”.
"Red Room" diduga menginspirasi pembunuhan Sasebo |
Lalu apa yang memotivasi terjadinya pembunuhan
tersebut? Gadis A diketahui sebagai penggemar berat sebuah animasi flash
berjudul “Red Room”. Diduga bahwa itulah yang memicunya untuk melakukan pembunuhan
sadis tersebut. Tak hanya itu, Gadis A juga diketahui telah membaca novel “Battle
Royale” dan juga menyaksikan film adaptasinya. Seperti kita tahu, “Battle
Royale” merupakan sebuah film terkenal dari Jepang yang menceritakan para
siswa-siswi SMA yang dipaksa membunuh satu sama lain. Dengan kata lain,
lagi-lagi media disalahkan atas perilaku Gadis A tersebut
Pembunuhan lain terjadi pada 26 Juli 2014 dimana
salah itu seorang siswi berusia 15 tahun bernama Aiwa Matsuo dibunuh oleh teman
sekelasnya yang lagi-lagi berusia sama belianya. Lokasinya sama, yakni di kota Sasebo
di Prefektur Nagasaki. Bedanya, sang korban dibunuh dengan cara dipukul dengan batang
besi, dicekik, bahkan tubuhnya dimutilasi dan kepalanya dipenggal.
Kasus sadis yang melibatkan pelaku yang masih
berusia di bawah umur ini tentu saja mengejutkan publik Jepang. Berbeda dengan
sang Gadis A, sang pelaku justru sama sekali tak menunjukkan rasa penyesalan
sedikitpun ketika diinterogasi polisi. Ia bahkan mengatakan” Aku ingin membunuh
seseorang. Bahkan aku membawa alat untuk pembunuhan itu.”
Sebelum kejadian itu, sang tersangka diketahui
menyerang ayah dan ibu tirinya sendirinya sendiri dengan sebuah tongkat
baseball karena kecewa ayahnya menikah lagi setelah sang Ibu meninggal setahun
sebelum kejadian tersebut terjadi. Tak hanya itu, sang gadis juga diketahui
membunuh hewan-hewan bahkan mengoperasi seekor kucing, serta memiliki buku-buku
tentang ilmu bedah
Ayah sang pelaku kemudian meminta maaf kepada
keluarga korban dan mengaku bahwa putrinya memiliki kelainan mental. Pada tahun
yang sama, sang ayah kemudian ditemukan bunuh diri, mungkin karena penyesalannya
yang begitu mendalam. Fakta lain terungkap bahwa sebelum kejadian tersebut, seorang
psikiater telah memeriksa kondisi kejiwaan gadis itu, bahkan kemudian
menghubungi pihak berwajib di Nagasaki dan mengatakan bahwa jika dibiarkan
begitu saja, maka suatu saat ia akan membunuh seseorang. Namun peringatan ini
sama sekali tidak diindahkan. Akibat dari peristiwa ini, pada 2015 tiga pegawai
dari pemerintah Nagasaki yang mendapat laporan tersebut kemudian dipecat karena
gagal untuk melakukan tugasnya.
KASUS KETUJUH:
TRAGEDI CHRISTOPHER PITTMAN
Pembunuhan yang dilakukan anak di bawah umur juga terjadi di negara bagian Massachusetts di Amerika Serikat. Kala itu pada 2005
seorang anak bernama Christopher Frank Pittman dituduh membunuh kakek dan
neneknya sendiri pada 28 November 2001, ketika ia masih berumur 12 tahun.
Tentu saja usianya yang masih belia menimbulkan
banyak kontroversi karena akhirnya ia dihukum sebanyak 30 tahun di penjara.
Padahal, mungkin saja pembunuhan ini bukanlah sepenuhnya kesalahan sang bocah. Pada
usia 12 tahun, sang anak yang sejak kecil dikenal bermasalah ini lari dari
rumahnya sebanyak 2 kali, bahkan mengancam untuk bunuh diri. Namun bukannya
mendapat perlindungan dan limpahan kasih sayang dari kedua orangtuanya, ia
malah ditaruh di rumah tahanan khusus anak-anak nakal selama 6 hari dan diberi
obat bernama Paxil untuk mengatasi depresi.
Sekeluarnya dari sana, sang ayah kemudian
mengirimnya ke rumah kakek neneknya karena tak sanggup lagi mengurusnya.
Tercatat, sebelumnya sang ayah sering memukul anaknya. Dokter yang merawat Chris
kemudian meneruskan perawatan yang sebelumnya diberikan di rumah sakit khusus
anak-anak tersebut. Namun alih-alih memberikan obat yang sama, sang dokter
justru memberikan obat lain bernama Zoloft.
Sang bocah kemudian mengalami efek samping negatif dari pengobatan
barunya itu, dimana bahkan orang-orang terdekatnya menyebut ia hampir menjadi
gila.
Namun bukannya dihentikan, dokter yang
merawatnya malah menaikkan dosisnya dari yang semula 25 mg sehari menjadi 50 mg
sehari. Kemudian diketahui bahwa obat yang diberikan tersebut memiliki efek
samping apabila diberikan kepada anak-anak, yakni depresi, timbulnya
mimpi-mimpi yang abnormal, reaksi yang paranoid, halusinasi dan perilaku yang
agresif, dan juga diikuti dengan delusi. Akibatnya, perilaku semakin
menjadi-jadi. Ia mengamuk di dalam bus sekolah yang mengakibatkan ia menerima
hukuman berupa pukulan dari kakeknya.
Pada malam itu, 28 November 2001, Chris akhirnya
marah besar dan membunuh kakek neneknya dengan senjata api yang disimpan di
dalam rumah. Tak hanya itu, setelah kejadian itu ia kemudian berusaha
menyembunyikan jejak kejahatannya dengan membakar rumahnya, lalu kabur dengan menggunakan
mobil milik kakek neneknya, membawa anjing peliharaannya. Namun setelah
ditangkap polisi, ia justru membuat kisah baru, yakni ia bercerita bahwa ada
seorang pria kulit hitam yang menculiknya dan membunuh kedua kakek neneknya
serta membakar rumah mereka. Pengakuan itu tak segera dipercaya polisi hingga
sang akhirnya bocah mengaku bahwa ialah pelaku semua pembunuhan itu. Hingga kini
sang anak masih mendekam di penjara ini ia masih ia berusia 32 tahun dan diprediksi
akan dilepaskan dari penjara pada tahun 2023.
Sumber: Wikipedia
KASUS KEDELAPAN:
SANG PEMBUNUH BERANTAI TERMUDA DALAM SEJARAH
(DAN KITA
TIDAK TAHU DIMANA DIA SEKARANG!)
Sosok pembunuh berantai Ini pertama kali gua
ketahui dari sebuah film India yang berjudul “Forensic”. Kisah tentang sang
pembunuh berantai yang disebut-sebut sebagai pembunuh berantai termuda di dunia
ini memang kurang diketahui oleh publik, bahkan berbeda dengan anak-anak sadis
di list in,i ia sama sekali tidak memiliki halaman Wikipedia sendiri (which is
a shame!). Karena itulah gue berpikir untuk mengenalkannya pada kalian (yah
Bang, model ginian aja dikenalin ke kita).
Namanya adalah Amarjeet Sada. Antara tahun 2006 dan
2007, pada usia 10 tahun, Sada telah membantai tiga anak secara berturut-turut
dalam rentang waktu 12 bulan. Bahkan salah satunya adalah adik perempuannya
sendiri yang masih bayi. Sada lahir pada tahun 1998 dari sebuah keluarga miskin
di negara bagian Bihar, India. Tak banyak yang diketahui tentang keluarga Sada,
yang jelas ia dibesarkan di keluarga miskin, bahkan iapun tak pernah mengenyam
pendidikan formal.
Pada 2006, anak ini melakukan aksi pertamanya,
yaitu memukuli sepupunya yang berusia 6 tahun dan adiknya yang berusia 8 bulan
hingga tewas. Pada 2007, ia membunuh anak tetangganya sendiri yang masih
berusia 6 bulan. Yang mengejutkan, keluarga Sada sendiri mengetahui aksi-aksi
pembunuhan yang dilakukan sang anak, namun lebih memilih untuk
menyembunyikannya dan menganggapnya sebagai masalah pribadi untuk melindungi
sang anak.
Namun mereka tak mampu lagi melindunginya ketika
ia membunuh seorang bayi berusia 6 bulan yang merupakan anak tetanggannya. Sang
ibu korban mengatakan bahwa anaknya yang tadinya tidur tiba-tiba lenyap tanpa
jejak. Tetangga-tetangga tersebut segera mencurigai Sada, pasalnya anak itu
diketahui memiliki sisi gelap yang sangat menakutkan, bahkan sudah lama
dicurigai sebagai pelaku di balik kematian misterius anak-anak di dalam
keluarganya.
Pada akhirnya, kedua orang tuanya Sada mengaku
bahwa memang benar Sada yang mencekik dan membunuh anak tersebut, bahkan Sada
kemudian menuntun mereka ke sebuah galian tanah di mana ia mengubur sang bayi. Dilaporkan
bahwa ia hanya meminta biskuit dan sama sekali tidak terlihat menyesal atas
perbuatannya saat diinterogasi polisi. Ia juga menunjukkan emosi apapun saat
menceritakan kematian bayi tersebut.
Majalah “The Times of India” melaporkan bahwa
psikolog yang kemudian memeriksa kondisi kejiwaan Sada mendiagnosisnya dengan kelainan
psikopat dan menyebutnya sebagai anak sadis yang mendapat kenikmatan dari
penderitaan sesamanya. Sada kemudian ditahan di rumah tahanan khusus anak-anak
karena hukum India, sama seperti kebanyakan hukum di negara lain, tidak
memperbolehkan untuk menahan seorang anak.
Sada ditahan di penjara khusus anak-anak hingga
usia 18 tahun, dimana ia akhirnya dibebaskan, namun tentu setelah mendapatkan
perawatan dan pengobatan yang diperlukan untuk meredam aksi sadisnya. Pada 2016
ia dilepaskan dan menurut laporan, kini ia sudah berusia 22 tahun. Namun
celakanya tak ada yang tahu manakah Sada sekarang berada.
Sumber: Mamamia
Hmmm, yg terakhir kok... Kok mirip bang Dave 😂😱
ReplyDeleteWkwkwk parah lu tp bener juga sih, jgn jgan....
DeletePerasaan sebagian besar udah pernah diposting sebelumnya
ReplyDeleteBang, agak kurang nyaman bacanya. Gak kayak biasanya... Ada kata yg berulang dan agak rancu.
ReplyDeleteTolong kembalikan Bang Dave yg lama...
Sekian dan terima kasih.
Kakak, suka banget sama tulisan-tulisan di blog ini dari dulu. Dari sma juga sering baca karena penulisannya bagus dan rapi. Kalau aku boleh kritik dikit, kayaknya akhir-akhir ini penulisannya banyak typo. Tapi aku tetep enjoy blog kakak
ReplyDeleteSerem anjim kelakuan anak2 yang gak dapet perhatian dan kasih sayang yang layak dari orangtuanya, bikin mereka jadi liar 🤧🤧🤧🤧🤧🤧🤧🤧🤧
ReplyDeleteBoleh saya tambahin gk bang soalnya saya Nemu banyak pembunuh berantai muda lainnya.
ReplyDelete1.Honorine Pellois, usia sepuluh tahun, melemparkan dua gadis muda - masing-masing tidak lebih dari dua tahun - ke dalam sumur pada tanggal 16 dan 18 Juni 1834. Pada tanggal 20 dia mencoba untuk menenggelamkan seorang anak laki-laki berusia sebelas tahun tapi gagal.
2. Marie-Françoise Bougaran, seorang pembunuh berantai berusia 15 tahun dari Prancis, metode pembunuhannya menurut saya adalah salah satu yang paling sadis. Sebagai pembantu rumah tangga dia membunuh empat anak di bawah asuhannya dan dua korban diselamatkan setelah dikeluarkan dari pengawasannya sebelum terlambat. Marie akan memaksa korban nya makan kotoran manusia dan kemudian, memasukkan pisau ke tenggorokan mereka dan memotong pembuluh darah, menyebabkan infeksi septik.
3. Retta McCabe, seorang gadis berusia empat tahun yang membunuh adik laki-laki nya sendiri terus juga menyerang anak-anak lainnya hingga terluka ditahun 1897, dia juga mencoba bunuh diri di rel kereta api, untungnya berhasil diselamatkan.
4. Mary Maher, gadis Irlandia berusia sebelas tahun yang membunuh 3 adik perempuannya sendiri serta mencoba membunuh adiknya yang lain, sebelum akhirnya ketahuan dan memutuskan bunuh diri seminggu kemudian dengan melompat dari jembatan.
5. Katharina Riefer, gadis Jerman berusia 12 tahun yang membunuh seorang gadis berusia empat tahun dengan cara menusuk mata sang gadis dengan jarinya. dia juga mencoba membunuh 4 anak lainnya, untungnya semua selamat.
Yang membuat saya miris, Katharina terlahir dari keluarga kaya dan terhormat di Jerman.
Sumber: http://unknownmisandry.blogspot.com/2012/10/serial-killer-girls.html?m=1