Kanada mungkin dikenal sebagai negara yang kalem
dan jarang membuat berita yang menghebohkan dunia yang heboh seperti Amerika
Serikat, negeri tetangganya. Namun siapa sangka Kanada yang terkenal akan
keliberalannya dan juga menjadi pejuang hak asasi manusia rupanya menyimpan
rahasia yang sangat mengerikan. Kanada memang sempat menjadi seteru utama China
mengkritik keras negara tersebut atas kamp konsentrasi yang menimpa kaum Uighur
di negara tirai bambu tersebut.
Namun kritikan tersebut dibalas dengan julukan
“hipocryte” alias munafik karena di Kanada sendiri terjadi kasus pelanggaran
hak asasi manusia yang menimpa anak-anak kaum Indian atau penduduk asli benua
Amerika, dimana sekitar puluhan ribu diantaranya tewas pada abad ke-19 dan abad
ke-20 setelah diculik dari keluarga mereka dan dimasukkan ke sekolah-sekolah
mirip kamp konsentrasi untuk menghapus budaya mereka. Bahkan kematian anak-anak
tersebut disebut sebagai genosida budaya atau “cultural genocide”.
Bahkan salah satu berita paling mengejutkan menyebutkan bahwa Ratu Inggris yang kala itu memimpin negara-negara persemakmuran (salah satunya adalah Kanada) juga dianggap terlibat dalam kasus tersebut. Seperti apakah kasus ya? Mari kita simak kisahnya berikut ini.
Pada Mei 2021 lalu sekitar 215 jenazah ditemukan
di sebuah bekas sekolah khusus untuk kaum indigenous atau kaum penduduk asli
Amerika. Makam-makam tersebut sama sekali tidak ditandai atau diberi nisan.
Mengapa makam-makam itu tidak ditandai seperti layaknya budaya Eropa? Well,
sebabnya mungkin karena kematian itu selayaknya dirahasiakan? Mengapa harus
dirahasiakan? Well, mungkin karena penyebab kematian mereka tidaklah alami.
Bahkan, jenazah-jenazah itu barulah ditemukan di abad ke-21 karena suku
penduduk asli setempat menggunakan GPR (Ground Penetrating Radar).
Penemuan ratusan jenazah anak-anak tersebut ini
menjadi skandal yang sangat besar di Kanada, bahkan membuat perdana menteri
Kanada saat ini, Justin Trudeau meminta maaf kepada kaum penduduk asli Amerika
yang bermukim di Kanada. Peristiwa ini terjadi di Kamloops, sebuah wilayah di
British Columbia, daerah sebelah barat Kanada yang berbatasan dengan Alaska.
Seakan tak cukup, pada bulan berikutnya yakni
pada Juni 2021, ditemukan kuburan lain di wilayah Saskatchewan dimana 751
jenazah anak-anak keturunan pribumi juga ditemukan terkubur dalam makam tanpa
penanda. Peristiwa penemuan kuburan massal ini membuat penduduk Kanada
terhenyak, terutama karena mereka sejak lama telah “memperjuangkan” hak asasi
manusia. Namun nyatanya, pelanggaran HAM terjadi di tanah mereka sendiri.
Anak-anak malang itu disebut-sebut menjadi
korban kekerasan dan juga epidemi yang terjadi pada sekolah untuk pribumi
tersebut. Anak-anak dari suku asli Indian konon disekolahkan dengan paksa di
sekolah-sekolah dengan cara direbut dari orang tua mereka. yang disebut dengan
sekolah sekolah pribumi tersebut. Kala itu sekitar 150 ribu anak-anak pribumi
menjadi korban, bahkan diisukan sekitar 6.000 anak yang meninggal ketika
dipaksa bersekolah di sekolah-sekolah tersebut. Dari jumlah tersebut, baru
4.100 anak-anak yang mampu diidentifikasi.
Mengapa pemerintah Kanada kala itu sebegitu
getolnya menculik anak-anak tersebut? Sekolah-sekolah tersebut digunakan untuk
mencuci otak para anak-anak suku Indian agar mereka melupakan agama,
kepercayaan, dan juga adat istiadat mereka karena dianggap primitif. Mereka
kemudian dipaksa untuk belajar bahasa Inggris dan berbaur dengan penduduk kulit
putih yang notabene adalah kaum pendatang dan penjajah.
Namun malang, anak-anak tersebut seringkali
terpaksa hidup di wilayah kondisi yang sangat menggenaskan dimana
fasilitas-fasilitas perumahan yang mereka diami sangatlah jauh dari kata
higienis dan tak memiliki sanitasi yang
layak. Bahkan tak jarang, anak-anak tersebut mengalami abis berupa siksaan dan
pemukulan ketika mereka berani berbicara dalam bahasa asli mereka sendiri.
Pihak-pihak tak bertanggung jawab juga seringkali mengambil kesempatan dengan
melecehkan para anak-anak tersebut secara seksual. Tak heran, ribuan anak-anak
kemudian meninggal ketika disekolahkan dalam kondisi miris tersebut.
Namun bukan itu saja alasan “horor” gue membuat
postingan ini. Sebuah rumor lain menguar, bahkan lebih heboh daripada
pembunuhan pembunuhan anak-anak pribumi di sekolah-sekolah tersebut
keterlibatan. Ratu Elizabeth yang merupakan penguasa monarki Inggris di kala
itu Kanada masih berada di bawah pendudukan Inggris juga dianggap terlibat
dalam aksi sadis ini.
Sebuah email mengemuka dan menyebutkan bahwa
seorang pria bernama William
Arnold Combes yang merupakan penduduk
asli Amerika mengaku bahwa Ratu Inggris Elizabeth Winstead bertanggung jawab
atas kematian anak-anak aboriginal tersebut. Ia mengaku bahwa ia adalah salah
satu anak yang disekolahkan secara paksa di sekolah-sekolah tersebut. Ia mengaku
mengalami siksaan fisik, bahkan sempat melihat bagaimana seorang anak dibunuh
dengan keji dengan cara dilemparkan dari balkon. Ia juga menyaksikan seorang
anak dikubur di halaman belakang sekolah secara sembunyi-sembunyi malam-malam.
Namun kesaksiannya yang paling menghebohkan
adalah pengakuannya bahwa pada September 1964, ketika ia berusia 12 tahun,
sekolah mereka dikunjungi oleh Ratu Inggris dan juga suaminya, Pangeran Philip.
Ia saat itu mengaku heran karena walaupun seorang penguasa monarki tiba di
sekolah tersebut, namun sama sekali tak ada penyambutan yang meriah. Bahkan
seolah-olah tak ada yang tahu bahwa Ratu data tersebut akan berkunjung ke situ.
Ia juga mengaku bahwa sang kepala sekolah kala itu memberitahu anak-anak bahwa
mereka akan diberi baju baru dan makanan oleh sang ratu.
Ratu kemudian mengajak beberapa anak untuk
piknik sebuah danau disebut dengan “Dead Man's Creek”. Kala itu sang saksi mata
melihat bahwa sang raja dan ratu mengajak 10 anak dari sekolah tersebut untuk
pergi ke hutan, namun mereka tak pernah kembali. Mereka terdiri atas tujuh anak
laki-laki dan tiga anak perempuan berumur enam sampai 14 tahun. Ia menduga
bahwa anak-anak tersebut menjadi korban pembunuhan oleh Ratu Inggris dan
suaminya dengan cara diburu.
Namun tentu saja rumor perburuan manusia yang
dilakukan oleh raja dan ratu Inggris tersembut ditampik pihak kerajaan. Salah
satunya adalah Megan Markle yang pada salah satu wawancaranya dengan Oprah
Winfrey menolak klaim tersebut. Ratu dan raja Inggris tercatat tak pernah
mengunjungi Kamploops pada tahun 1964 dan menuding bahwa gosip tersebut
hanyalah sebuah Teori Konspirasi semata. Pada Oktober 1964 sang ratu memang
mengunjungi Kanada, namun mengaku hanya mengunjungi bagian timur negara
tersebut, antara lain Ottawa, Ontario, dan kuaQuebec. Mereka mengaku sama
sekali tak menginjak wilayah British Columbia yang notabene terletak di Kanada
barat. Sang ratu memang pernah mengunjungi Kamploops, namun pada tahun 1959 dan
1983 dimana pada dua kunjungan itu, sama sekali tak terjadi insiden apapun.
Kamploops sendiri baru ditutup pada tahun 1990 setelah desakan dari masyarakat,
terutama kaum penduduk asli Amerika.
Benarkah raja dan ratu Inggris tega melakukan
perburuan keji kepada anak-anak kaum penduduk asli Indian seolah-olah mereka
adalah binatang buruan? Yang jelas perlu kita ingat, bersalah atau tidak, sama
sekali tak bisa ditampik bahwa kolonialisme Inggris memang memakan banyak
korban. Tak hanya di Kanada, namun banyak sekali penduduk-penduduk asli di
India dan negara-negara jajahannya lainnya meregang nyawa di tangan para kaum
kolonial. Ratu Inggris yang menjadi kepala monarki Inggris tentu saja
bertanggung jawab atas semua kekejaman yang dilakukan pemerintah kolonial
Inggris.
So, it’s guilty as charged!
SUMBER:
DAILY KOS, REUTERS, BBC
Kirain mrk dilenyapkan pada zaman petualang samudera, tahun 1600an, ternyata seorang saksi masih hidup, kok bisa ya ck ck ck
ReplyDeleteBrati RATU LIZZY yg ngebunuh orang2 pribumi tsb
ReplyDelete🤐
ReplyDeleteInggris bunuh 29 juta jiwa cm di india saja blm jerman di namibia,kerajaan prusia( jerman ) kejam loh dan belum perancis dengan negara boneka nya belanda,keliatan malah italia ya yg ga suka colonialisme
ReplyDeleteINI pasti ulah para manusia kidal ..eh kadal
ReplyDeleteDan mirisnya guru sejarah gua selalu ngebandingin penjajahan inggris sm belanda dan jepang. katanya bedanya inggris dia memajukan dan kasih ilmu and ngajarin negara yang dijajahnya (i.e malaysia dll) seakan2 gaslighting kita kalau inggris lebih baik (dan mngkin hasilnya banyak anak, termasuk gua yg berpikiran gtu awalnya(
ReplyDeletei was ;ike "WTF?" mau gmna juga penjajah ya penjajah aj, no shit sherlock