Sunday, September 26, 2021

SINETRON KUMENANGIS (3): ADIKKU TERNYATA SELINGKUHAN SUAMIKU

Imagine sinetron “Ku Menangis” digabungkan dengan “Black Mirror” dan “American Horror Story”. Selamat datang di “Sinetron Kumenangis” series yakni sebuah cerita berjilid empat yang bergenre horor dengan balutan dark comedy bergaya satire. Dalam kisah ketiga ini, seorang istri mendapati bahwa adiknya yang baru saja ia temukan setelah terpisah selama puluhan tahun tega menggoda suaminya. Bagaimanakah jeritan hati seorang istri ini akan berakhir? Simak saja kisah lengkapnya.

“Hadiah 500 juta bagi yang berhasil menemukan adik saya.”

Ia membaca kembali iklan di surat kabar itu dan memastikan apakah alamat rumah di hadapannya itu sudah sesuai dengan alamat yang ada iklan tersebut. Sama, berarti memang di sinilah rumahnya.

“Wah, besar sekali rumahnya.” pikir gadis itu, “Pantas dia menawarkan uang hadiah yang begitu banyak. Mereka pastilah orang kaya.”

“Siapa ya?” tanya seorang wanita, “Apa ada yang bisa saya bantu?”

“Kak Febri?” gadis itu langsung menjatuhkan tasnya dan memeluk wanita tersebut, “Ini aku, Kak! Septien!”

“Septien?” Febri langsung terkejut, “Be ... benarkah kau adikku yang sudah lama hilang itu?”


*** 


Bu Chusnul, pembantu di rumah itu, menghidangkan minuman di atas meja.

“Kemana aja kamu, Sep? Kenapa kau menghilang selama puluhan tahun?” tanya Febri. 

Septien masih menatap ke atas, terperangah dengan kemewahan rumah itu.

“Oh, aku, Kak? Aku tak ingat apapun. Aku mengalami amnesia. Bahkan, aku berharap Kakak bisa menjelaskan masa laluku kepadaku.”

“Hilang ingatan? Itu pasti karena kecelakaan itu.”

“Kecelakaan apa, Kak?”

“Kau masih terlalu muda untuk mengingatnya ...”


*** 


Septien tengah asyik bersepeda di depan rumahnya. Sementara itu, kakaknya, Febri, yang masih berusia 12 tahun, tengah menyirami tanaman di halaman rumah mereka.

“Hati-hati, Dek. Jangan jauh-jauh mainnya, nanti tertabrak.

Tiba-tiba saja, dari kejauhan muncul sebuah mobil melaju dengan cepat.

“DEK! AWAAAAAS!” 

Mendengar teriakan kakaknya, Septien pun menoleh. Melihat sebuah mobil tengah melaju ke arahnya, iapun segera berteriak dan mengangkat tangannya untuk menutupi mukanya.

“AAAAAAAA!!!”

“SEPTIEN! TIDAAAAAAK!!!”

“AAAAAAAAAAAA!!!”

Itulah teriakan terakhir Septien sebelum ia menabrakkan diri ke mobil itu dan langsung terpental ke arah sungai yang berada di samping rumah mereka.

“Septien!” Febri segera mencari tubuh adiknya yang tercebur di sungai itu, namun tak terlihat apapun.


*** 


“Saat itu kamu hanyut dan tak pernah ditemukan, walaupun aku terus mencarimu dan memanggil-manggil namamu. Apa yang terjadi setelah itu, Sep?”

“A ... aku terbangun di rumah sakit dan tak bisa mengingat apapun. Akupun kemudian masuk panti asuhan dan baru beberapa hari yang lalu aku membaca iklan di koran tersebut dan yakin bahwa gadis yang dicari di iklan tersebut adalah aku.”

“Aku pulang, Feb. Lho siapa ini?” seorang pria berjas dan berdasi masuk ke dalam rumah dan menghampiri Febri. Febri pun bangkit dan mereka berduapun cipika-cipiki.

“Hah, siapa lelaki yang amat ganteng itu?” tanya Septien dalam hati.

“Oh, kenalkan Mas, ini adalah Septien, adikku yang sudah lama hilang. Rupanya, selama ini dia amnesia dan tidak ingat apapun setelah kecelakaan yang menimpanya.”

“Kenalkan, nama saya Fino. Suami dari Febri.” lelaki berpenampilan perlente itupun menyalaminya.

“Mas Fino ya?” bisik Septien dalam hati sambil tersenyum, “Lelaki tampan seperti ini harusnya lebih cocok menjadi pasangan hidupku.”

“Sa ... Saya Septien, Kak.” jawab Septien sambil memasang wajah malu-malu.

“Mas Fino ini pebisnis sukses lho, Sep. Bahkan, harta warisannya amatlah banyak. Berkat dia kami bisa memiliki rumah semegah ini.” Febri membanggakan suaminya itu.

“Apa? Punya banyak harta warisan?” Septien tersenyum dalam hati, “Menarik sekali.”

“Kalian pasangan yang amat serasi. Omong-omong, dimana anak-anak kalian? Aku ingin sekali bertemu dengan keponakanku.” ujar Septien bermulut manis.

Namun begitu mendengarnya, wajah mereka berdua berubah menjadi raut muka sedih.

“Sampai 7 tahun menikah, kami sama sekali belum dikaruiniai anak.” jawab Febri.

“Apa? Sampai sekarang mereka belum diberi momongan? Bagus, ini adalah kesempatanku.” Septien bermonolog sambil tersenyum, “Aku yakin aku akan bisa memberikan keturunan bagi Mas Fino dan setelah menyingkirkan kakakku, maka seluruh harta warisan keluarga mereka akan jatuh ke tanganku, hahahaha!”

“Kok jadi sedih sih, jangan khawatir, Kak. Walaupun belum menikmati rasanya punya momongan, tapi saat ini kita bisa kok menikmati enaknya Momogi!” Septien langsung menunjukkan dua bungkus makanan ringan tersebut.

“Momogi? Wah jangan-jangan ini snack yang lagi viral itu ya?” sahut Fino.

“Benar, Kak! Ada rasa jagung bakar dan juga coklat, pastinya enak deh!”

“Mana aku coba?”

“Ini, coba deh Kak Fino. Ini ada rasa rumput laut juga.

'Wah, benar kata kau! Rasanya enak sekali!”

“Tapi, aku kan vegetarian.” ujar Febri dengan cemas, “Aku agak takut memakannya.”

“Jangan khawatir Kak, Momogi 100% dibuat dari bahan-bahan nabati jadi pastinya aman dikonsumsi vegetarian.”

“Wah, menarik sekali! Kalau begitu aku juga mau dong!” pinta Febri.

“Momogi? Enaknya, mau mau lagi!” ujar Septien, Febri, dan Fino dengan serempak.


*** 


Septien mendengar deru mobil melaju keluar pekarangan rumah. Tak salah lagi, jam segini biasanya kakaknya sedang asyik bersalon ria. Ia takkan pulang selama beberapa jam ke depan. “Ini adalah kesempatanku!” bisik Septien dalam hati.

Segera Septien menuruni tangga dengan langkah gemulai. Fino tengah membaca koran di kamar tamu. Namun, mendengar langkah kaki di tangga, iapun mendongak dan terperangah begitu melihat penampilan Septien.

“Wow, kau kelihatan sexy sekali, Sep!” celetuk Fino kagum.

“Makasih, Kak.” wajah Septien bersemu merah. Namun pujian itu memang tak jauh dari kenyataan. Gaun malam strapless yang ia kenakan memang dengan jelas memperlihatkan lekuk tubuhnya yang indah, belum lagi warnanya yang merah menyala seolah membakar membangkitkan gairah siapapun yang memandangnya.

“Tapi, kalau tidak salah bukannya gaun itu milik kakakmu?”

“Benar, Kak. Aku ingin membeli satu yang seperti ini tapi aku mencobanya dulu supaya tahu cocok apa nggak.”

“Membelinya? Wah, ini kan sedang pandemi? Kayaknya nggak baik kalau kita pergi berbelanja ke mall di saat seperti ini.”

“Ini udah zaman modern, Kak! Daripada desak-desakan di mall, belum lagi macet-macetan keluar rumah, mending belanja di toko online yang sedang viral itu, Kak!”

“Toko online yang sedang viral? Eh, aman nggak?”

“Aman dong, Kak! Pembayarannya ya Kak ya, nggak cuman bisa dari kartu kredit aja, melainkan bisa memakai online banking. Itu lho Kak, mode pembayaran yang sekarang sedang viral!”

“Wah, pastinya juga mudah dan aman ya?”

“Iya dong Kak, pengirimannya juga dijamin cepat. Nggak hanya itu Kak, ada banyak promo diskon dan cashback lho di sana. Menguntungkan, bukan?”

“Belanja di Toko Online, mudah cepat dan aman! Ayo tunggu apa lagi!” ujar Septien dan Fino dengan serentak.

“Tenang aja, Sep.” ujar Fino lagi, “Akan kubelikan gaun-gaun sexy itu sebanyak apapun yang kamu mau, asal kau mengenakannya untukku.”

“Benarkah, Kak?” ujar Septien dengan girang.

“Bagus.” mendengarnya, Septien pun monolog dalam batinnya, “Rencanaku mulai berhasil. Sebentar lagi Mas Fino akan jatuh ke dalam cengkeramanku. Hahaha!”

“Lho, kalian sedang ngobrolin apa?” tiba-tiba terlihat sosok Febri berdiri di ambang pintu.

“Lho, Feb? Kok kamu pulang cepet?” tanya Fino gelagapan.

“Salonnya ditutup karena wabah Corona. Lho, Septien! Itu kan baju aku!” lirik Febri curiga.

“I ... iya, Kak. Sep ... Septien hanya ingin mencobanya sebentar ...” dengan kikuk, Septien-pun kembali naik ke kamarnya.

“Ya Tuhan, kenapa perasaanku tidak enak? Firasat apakah ini ya Tuhan?” monolog Febri dalam hati. “Kenapa suamiku dan adikku terlihat mesra sekali? Apa ini pertanda buruk?”

Sementara itu di atas, Septien menutup pintu kamarnya supaya tak ada yang mendengarnya.

“Huh, hampir aja ketahuan! Tapi tenang, masih ada kesempatan lain! Lain kali aku pasti akan berhasil menyingkirkan kakakku dan seluruh harta warisannya akan jatuh ke tanganku, hahaha!”


*** 


Septien tiba-tiba terbangun malam itu. Ia merasa haus, kemudian memutuskan turun ke dapur untuk mengambil minuman dari dalam kulkas. 

“Wah, beruntung ada jus yang sedang viral ini!” Septien mengambil sebotol minuman ringan dari dalam kulkas, “Rasanya enak, menyegarkan, dan juga sehat karena mengandung bahan-bahan alami. Tapi kok nggak afdol rasanya kalau ngiklan sendirian.”

Septien kemudian kembali ke kamarnya sembari membawa segelas jus yang belum dihabiskannya. Di ruang tamu, ia melewati berbagai hiasan kepala binatang yang sudah diawetkan. Tak hanya itu, ia juga melihat beberapa senapan dipajang sebagai hiasan dinding di ruang tamu.

“Wah, pasti Mas Fino gemar berburu. Itu kan memang hobi orang-orang kaya.”

Namun pada saat hendak naik ke kamarnya, ia mendengar suara pertengkaran dari arah kamar kakaknya. Tergelitik, iapun menghampiri pintu kamar itu dan menguping.

“Aku melihat caramu menatap adikku, Mas! Aku tahu, kau pasti mau menjadikannya istri kedua, iya kan!”

“Memang benar apa katamu, Feb! Tapi aku melakukannya karena aku sudah lelah denganmu!”

“Lelah? Kenapa Mas? Apa Mas sudah bosan denganku?”

“Aku sudah lelah kau selama bertahun-tahun tak bisa memberikanku keturunan!”

“Huh,” terdengar suara tawa sinis Febri, “Kau tidak tahu saja, aku memang sengaja melakukannya.”

“Apa? Apa maksudmu?” tanya Fino keheranan.

“Sebenarnya aku sudah beberapa kali mengandung anakmu, Mas. Namun diam-diam aku menggugurkan semuanya.”

“APA?” teriak Fino geram, “Kenapa kau tega melakukannya?”

“Karena aku tahu kau akan lebih menyayangi anak-anak itu ketimbang aku, Mas! Aku tak mau kau menduakan cintamu padaku, bahkan demi anak-anakku sendiri!”

“Dasar kau perempuan laknat!”

“Ja ... jangan lakukan itu, Mas! Jangaaaaan!” terdengar teriakan Febri dari dalam kamar dan tiba-tiba saja ...

“DOR DOR DOR!”

Terdengar suara letusan senjata. Saking kagetnya, tanpa sengaja Septien mendorong pintu di depannya hingga terbuka. Di dalam, tampak tubuh kakaknya tergeletak berlumuran darah di ranjang. Sementara itu, Fino tengah berdiri, terengah-engah sembari masih memegang senapannya. Tak hanya itu, wajahnya yang dulu bening kini terlumuri oleh darah istrinya yang terciprat di mukanya.

Tiba-tiba saja, Fino menoleh dan langsung menatap Septien.

“Apa yang kau lakukan di sini!” bentak Fino marah, “Kau melihatnya ya?”

Septien langsung tersentak ketakutan, tapi kemudian ia mendengar suara dari belakangnya.

“Sa ... saya cuma sekedar lewat, Pak!” terlihat Bu Chusnul, pembantu di rumah itu, terlihat ketakutan, “Sa ... saya tidak sengaja melihatnya ...”

“Hei, jangan kabur kau! Kembali ke sini!”

“AAAAAAA!!!” Bu Chusnul-pun berusaha melarikan diri. Septien kemudian menyingkir dan Fino-pun mengejar pembantu tua renta itu. Anehnya, Fino mengabaikan Septien, seolah-olah tak melihatnya.

“JANGAN, PAK! JANGAN!”

Namun terlambat. Fino keburu membidik dan melepaskan pelurunya.

“DOR!”

“AAAAAA!!!” Bu Chusnul pun ambruk berlumuran darah dan menggelinjang sekarat di atas lantai.

“As ... astaga!” Septien menutup mulutnya karena shock.

“Bagaimana, Sep? Akhirnya kau melihat semuanya, kan?

Septien tersentak mendengar suara kakaknya.

“Ka ... Kak Febri?” ucap Septien gemetar sembari tak percaya. Di hadapannya, kini berdiri Febri masih dengan pakaian berlumuran darah. Sebuah lubang bekas luka tembak terlihat jelas di dadanya. Namun anehnya, kakaknya itu masih bisa berdiri, bahkan berbicara dengannya, selayaknya orang yang masih hidup.

“A ... apa yang sebenarnya sedang terjadi?” Septien terlihat kebingungan..

“Apa yang kau lihat malam ini adalah kejadian lima bulan lalu. Semenjak itu, peristiwa malam itu terus saja berulang-ulang, seakan tak ada akhirnya.”

“Ke ... kejadian malam itu? Be ... berarti Mas Fino membunuh kalian?”

“Dan membunuh dirinya sendiri. Ia akan segera melakukannya, lihat saja nanti.”

“Be ... berarti rumah ini juga ...” tiba-tiba ia menyadari bahwa semua interior rumah mewah itu tiba-tiba berubah menjadi dinding yang berjamur dan lapuk. Tak hanya itu, atapnya-pun sebagian besar sudah runtuh, meninggalkan lubang menganga di atas. Lantainyapun amat kotor dan keramiknya-pun telah retak ditumbuhi tanaman liar yang menggelayuti tak hanya lantai, namun juga hingga ke dinding. 

Septien menengok ke segelas jus yang tadi berada di tangannya. Kini jus itu telah membusuk dan diisi ratusan belatung yang menggeliat-geliat.

“Ti ... tidaaaaak!” Septien-pun menjatuhkan gelas itu hingga pecah dan berlari pontang-panting.

Tiba-tiba ia tersandung dan jatuh terjerembap. Iapun bangun, mencoba melihat apa yang baru saja ia tabrak. Namun ia langsung tercengang begitu melihat apa yang kini bergelimpangan di sekitarnya.

Mayat-mayat perempuan muda, semuanya bertumpuk di sana dan mulai membusuk, seolah-olah mereka telah teronggok selama berbulan-bulan.

“AAAAAAAA!!!” jerit Septien dengan panik.

“Si ... siapa mereka?” Septien berusaha bangkit dengan panik, namun ia terjatuh berkali-kali karena tergelincir oleh licinnya darah yang bergelimang di lantai.

“Apa kau pikir cuma kau sendiri yang datang ke sini dan mengaku-aku sebagai adikku yang telah lama hilang?” 

“A ... apa maksudmu, Kak? Aku ini adikmu!” jerit Septien.

“Kamu juga sama saja seperti mereka! Pembohong! Penipu! Perebut suami orang! Sekarang lihat mukaku baik-baik, apa aku ini masih kakakmu ha?” Febri lalu mengelupas wajahnya bak sebuah topeng dan yang terlihat kini hanyalah tengkorak berbalut daging yang sudah membusuk, bahkan tengah digerogoti belatung.

“Inilah wajahku setelah membusuk selama 5 bulan! Apa kita terlihat bersaudara hah! Walaupun aku tahu di balik wajah manismu, kau jugadalaha perempuan busuk!”

“Maafkan aku, Feb!” tangis Septien. Ia akhirnya mengaku. “A ... aku hanya kebetulan membaca iklan itu di surat kabar dan mencoba peruntunganku. Aku lelah hidup miskin dan serba kekurangan, karena itu ... karena itu aku memberanikan diri mengaku-aku sebagai adikmu, Feb. Aku benar-benar minta maaf ...”

“Uhuk .. uhuk ...”

Terdengar suara seperti seseorang yang seolah-olah tengah bernapas, namun tersedak oleh darahnya sendiri.

Septien menoleh dan melihat tubuh Bu Chusnul tengah merangkak ke arahnya, separuh membusuk. Tangannya yang kini hanya tulang berbalut robekan daging terangkat dan berusaha menggapainya.

“TIDAAAAAAK!” Septien akhirnya berhasil bangkit dan berlari.


*** 


“Jadi Mbak terus berlari sampai akhirnya tiba di kantor polisi ini?” tanya polisi itu sembari mencatat pernyataan Septien yang masih ketakutan. Kini ia meringkuk kedinginan di atas kursi dengan selimut membungkus tubuhnya.

“Be ... benar, pak! Di ... di rumah Pak Fino dan Bu Febri.”

“Astaga, kasus pembunuhan itu ya? Mengerikan sekali.”

“Ba ... bapak percaya kan sama saya?”

Polisi itu menghela napasnya lagi. 

“Yah, mau bagaimana lagi. Rumah itu memang angker sekali. Mbak beruntung sekali bisa lolos?”

“Ba ... Bapak juga tahu rumah itu kan?”

“Tentu saja. Kami yang pertama menangani kasus pembunuhan di rumah itu. Bahkan, Pak Fino akhirnya berhasil kami ringkus dan kami bawa ke sini.”

“A ... apa? Jadi Kak Fino masih hidup? Ka ... kata hantu itu, Kak Fino akhirnya bunuh diri, Pak. Apa Bapak yakin?”

“Iya, saat itu memang Pak Fino masih hidup dan kami membawanya ke sini untuk ditahan. Namun lalu ia berhasil merebut pistol saya lalu membunuh saya dan para polisi lain di sini. Kemudian, setelah itu, baru dia bunuh diri.”

“A ... apa yang Bapak maksud?” Septien tercengang mendengar penuturan polisi itu.

“Itu benar kok.” polisi itu segera menunduk dan memperlihatkan lubang di kepalanya yang kini masih mengucurkan darah, “Lihat, di sini dia menembak saya!”

Septien langsung bergidik ngeri dan menoleh. Kini, para polisi yang ada di kantor itu berubah bak zombie dan berjalan dengan langkah terseret-seret ke arahnya, seolah ingin menggapainya.

“TI ... TIDAAAAAAAK!!!”


*** 


“Hmmm ... gimana ya tadi dialognya? Aku harus latihan lagi!” gadis itu menghela napas, lalu mulai berakting, “Kak ... ini aku, Kak! Ini aku, adik kandung kakak yang telah lama hilang. A ... aku amnesia setelah tertabrak mobil, Kak. Namun kini, aku berhasil menemukan Kakak!”

“Sudah meyakinkan belum ya?” gadis itu terkikik dalam hati.

Tiba-tiba saja pintu gerbang rumah itu terbuka.

“Astaga, a ... apa kau adikku?” ujar Febri.



9 comments:

  1. Itu bagian akhir. Kaya Urban Legend yg soal orang nginap di Hotel Berhantu, ketemu hantu anak kecil dan kemudian ngobrol sama resepsionis dan bagian terkampret nya : "Lihat? Disinilah dia dulu menembak saya" Sambil nunjukkin lubang di Badannya.

    ReplyDelete
  2. Pesan moralnya, endorse membuat bencana.

    -BN

    ReplyDelete
  3. Tolong dah ini ceritanya astaga naga banget 🤧🤧🤧🤧🤧🤧🤧🤧🤧🤧

    ReplyDelete
  4. coba bang dave scriptnya dikirim ke stasiun tv. Coba alur sinetron ku menangis asli kaya gini pasti gue tonton mulu

    ReplyDelete
  5. genjutsunya sangat meresahkan ya bund

    ReplyDelete
  6. gilak banget ye, kudu ngakak pas ngendorse barang

    ReplyDelete
  7. gua tau ini horror dan creepy, TAPI GUA GABISA GA BENGEK WOY ENDORSNYA SEABREK 😭😭 mana detail bgt aselole emg sangat khas naga terbang 😂😂

    ReplyDelete
  8. Bang dave, ini sumpah keren banget sih konsepnya. Selalu ngakak pas bagian iklannya wkwk. Yang cerita ojol juga keren. Idenya bagus

    ReplyDelete
  9. Iklannya banyak bgt niii, berarti laku sinetronnya. 🤣

    ReplyDelete