Sunday, September 26, 2021

SINETRON KUMENANGIS (4): KEMUNCULAN JANDA MISTERIUS DI KOMPLEKS

Imagine sinetron “Ku Menangis” digabungkan dengan “Black Mirror” dan “American Horror Story”. Selamat datang di “Sinetron Kumenangis” series yakni sebuah cerita berjilid empat yang bergenre horor dengan balutan dark comedy bergaya satire. Dalam kisah keempat sekaligus pamungkas ini, para ibu-ibu yang gemar bergosip tengah menggunjingkan janda misterius yang baru saja datang ke kompleks perumahan tempat mereka tinggal. Namun ketika kejadian-kejadian menakutkan mulai terjadi pada mereka, benarkah itu semua azab karena mereka gemar menebar fitnah? Ataukah ada sesuatu yang lain tengah terjadi di kompleks tersebut?

“Sayuuuur! Sayuuuuuur!” Pak Machmuri, penjual sayur yang biasa menjajakan dagangannya di sekitar kompleks mendorong gerobaknya. Biasanya pagi-pagi begini, ibu-ibu yang tinggal di kompleks akan berbondong-bondong membeli dagangannya, apalagi di masa pandemi Covid-19 ini dimana mereka terlalu takut untuk pergi ke pasar.

Ternyata memang benar, baru beberapa menit ia berjalan, tiga ibu-ibu langsung menghentikannya dan sibuk memilih sayuran. Mereka adalah Bu Hervina, Bu Zalika, dan Bu Tasya.

“Eh, ibu-ibu! Ibu-ibu udah denger belum sih kita tetangga baru. Katanya dia janda lho.” ujar Bu Hervina yang gemar sekali bergosip.

“Janda? Janda apa dulu nih? Janda ditinggal mati suami atau janda gara-gara diceraiin?” Bu Tasya menyahut.

“Katanya sih dulu dia diceraiin suaminya gara-gara dia mandul, nggak bisa memberikan keturunan.” jawab Bu Hervina.

“Weh, jo-jo l*nte!” sahut Bu Zalika, “Inyong yo tau weruh dheweke motoran bengi-bengi mbek wong lanang.”

“Ih, aing teh orang Sunda, nggak ngerti bahasa Jawa. Tadi Bu Zalika ngomong apa ya?” tanya Tasya kebingungan.

“Ya ampun Bu Zalika ini jangan suka mengada-ada.” sahut Pak Machmuri, “Mentang-mentang dia motoran malam-malam diboncengin laki-laki, masa langsung didaulat sebagai l*nte. Mungkin saja beliau naik gojek.”

“Eh tapi kata Bu Zalika ada benarnya lho. Biasanya sih yang mandul gitu sewaktu mudanya suka menggugurkan kandungannya, makanya rahimnya rusak. Pasti dia dulu perempuan gampangan sampai suka hamil. Atau jangan-jangan, emang itu pekerjaannya?” cibir Bu Hervina.

“Benar Bu, saya setuju. Mana ada perempuan baik-baik boncengan ama laki-laki malam-malam? Lagian kalo bener itu gojek, dianter darimana coba? Pasti dia sehabis dari diskotik menjajakan diri.” jawab Bu Tasya.

“Lho, ibu-ibu ini lagi ngomongin apa sih? Kok kelihatannya asyik sekali?” seorang wanita berkerudung menghampiri mereka dengan ramah.

“Eeeeeh ada Ibu Ustadzah Ratna.” mereka bertiga langsung sungkem. “Ini lho Bu, kita lagi ngomongin janda yang baru pindah ke kompleks kita.”

“Iya, Bu!” Bu Zalika langsung menyahut, “Menurut pengamatan nyong, dia pasti PSK online!”

“Astagfirullah al adzim!” Bu Ratna langsung tersentak, “Nggak baik, Bu, mengambil kesimpulan seperti itu. Kalau salah, bisa-bisa jadi fitnah!”

“Tapi Bu, kita nggak bergosip kok. Kebanyakan yang kita bicarakan itu jadi kenyataan.” bela Bu Tasya.

“Benar, Bu! Lihat saja, kita dulu suka ngomongin Pak Batara kalau dia itu suami yang nggak setia. Buktinya bener kan? Lalu tetangga kita yang lain, itu istrinya Pak Nurhadi. Ternyata beneran kan dia gila?”

Bu Ratna geleng-geleng kepala. “Tapi tetap saja, sebelum berkata seperti itu kita harus ada buktinya.”

“Nyoh, mulakno jo asal njeplak! Dengerin tuh kata Bu Ustadzah.” kata Bu Zalika.

“Lho, kok jadi kita?? Kan Bu Zalika duluan yang bilang dia l*nte?” balas Bu Hervina.

“Dudu ...” Bu Zalika berusaha ngeles, “Tapi Bu Ustadzah kudu ngati-ati. Menurut nyong ya, Bu Ratna harus waspada jangan sampai suami Bu Ratna direbut sama janda misterius itu!” 

Bu Ratna hanya geleng-geleng kepala, “Ibu ibu ini. Nanti akan saya coba buktikan. Saya akan mengunjungi rumah tetangga baru kita itu. Nanti ibu-ibu akan lihat, dia sama sekali nggak seperti yang ibu-ibu ceritakan.”

“DUDU!” cegah Bu Tasya.

“Ih, Bu Tasya! Harusnya 'ojo' bukan 'dudu'!” koreksi Bu Zalika.

“Be ... benar Bu! Sebaiknya jangan!” tukas Bu Hervina, “Bukannya rumah yang sekarang didiami janda itu angker karena pernah menjadi lokasi pembunuhan?”

“Iya benar! Itu kan rumah dimana Pak Fino pengusaha sukses itu menghabisi istri dan pembantunya!” tambah Pak Macmuri yang kali ini ikut-ikutan nimbrung.

“Ya ampun, nyong kok baru kepikiran! Jangan-jangan alasannya memilih tinggal di rumah  bekas pembunuhan itu karena dia belajar ilmu hitam!”

“Iya benar!” cetus Bu Hervina, “Pasti dia dukun santet atau semacamnya, makanya dia mencari tempat angker seperti itu!”

“Ya ampun ibu-ibu ini!” Bu Ratna mengelus dada, “Ibu-ibu ini jangan berpikir negatif seperti itu. Bisa jadi ibu tersebut memilih rumah itu karena harga sewanya amat murah setelah tragedi tersebut. Jangan berpikir yang macam-macam dulu.”

“Inggih, Bu!” ujar ketiganya dengan manut. Sementara itu Bu Tasya berpikir, “Eh, aku kan orang Sunda, ngapain ya aku ikutan bilang 'nggih'?”

“Sudah ya, ibu-ibu, saya permisi dulu mau ke masjid. Oya jangan lupa, selama masa pandemi ini patuhi protokol kesehatan. Pakai selalu masker dan jangan lupa, selalu cuci tangan sehabis berpergian dan jaga jarak minimal 2 meter. Mari kita bantu pemerintah untuk memutus rantai penyebaran virus ini.”

“Baik, Bu!”


*** 


“Ada apa sih Mah, kok tadi sepertinya asyik sekali ngobrol sama ibu-ibu di luar? Emang gosipin apa sih?” tanya Pak Ikhsan, suami Bu Hervina yang tengah membaca koran.

“Itu lho Pah, kita lagi menggunjingkan tetangga baru di kompleks kita itu.”

“Ooooh janda muda yang cantik dan sexy itu ya, ups!” Pak Ikhsan langsung menutup mulutnya begitu menyadari kesalahannya.

“Tuh kan, Papah sudah tergoda sama perempuan laknat itu!” ujar Bu Hervina kesal. 

“Lihat aja bakalan kulabrak perempuan j*l*ng itu di rumahnya. Aku akan segera menyingkirkan perempuan b*nal perebut suami orang itu dari kompleks ini, lihat saja nanti!” Bu Hervina lalu bermonolog sambil tersenyum.

“Lho, ngapain Mah senyum-senyum sendiri. Hati-hati nanti gila lho kek Bu Catrin tetangga sebelah kita hehehe.”

“Ah, bodo!” dengan kesal Bu Hervina berjalan menuju dapur sembari membawa belanjaannya yang dibeli dari gerobak Pak Machmuri tadi. Ia mengeluarkan sayuran-sayuran seperti tomat, paprika, dan labu yang tadi diborongnya. 

“Aaaaa!” Bu Hervina menjerit tertahan ketika ia melihat ada ulat keluar dari lubang di permukaan buah paprika yang dibelinya.

“Kok busuk sih? Padahal tadi pas kupilih bagus-bagus kok.” 

Bu Hervina kemudian mengambil buah labu yang tadi sudah dibelinya, namun lagi-lagi ia buru-buru membuangnya karena ulat-ulat menggeliat keluar dari buah itu. Bahkan, ukuran ulat di buah labu itu lebih besar ketimbang yang sebelumnya.

“Ih, menjijikkan sekali! Masa sih dagangannya Pak Machmuri nggak fresh? Kok tumben? Padahal Pak Machmuri selalu ambil sayurannya dari pasar yang sedang viral itu!”

“Mah!” terdengar seruan Pak Ikhsan dari arah ruang tamu, “Nggak usah promosi dulu deh!”

“Iya, iya!'” jawab Bu Hervina dengan kesal. “Tapi paling nggak buah tomatnya masih segar.” ujarnya sembari mengamati kulit buah tomat yang mulus kemerahan tersebut.

“Makan ah!” Bu Hervina menggigit buah tomat itu, namun tiba-tiba, ia merasa ada yang melesat keluar dari dalam tomat itu dan menggeliat masuk ke mulut dan tenggorokannya.

“Huek, apa ini?” ujarnya tersedak. Ia segera mengamati buah tomat yang barusan digigitnya, namun lagi-lagi terlihat buah kisut yang mulai membusuk. Bahkan ulat-ulat panjang menyerupai cacing keluar dari permukaan buah itu dan mulai menggelinjang di tangan Bu Hervina.

“AAAAAAA!!!”

“Lho, ada apa, Mah? Mamah?” Pak Ikhsan yang terkejut mendengar suara teriakan istrinya itu segera menghampirinya ke dapur. Namun ia terkejut bukan kepalang melihat istrinya itu berdiri dengan memegang sebilah pisau.

“Aaaaaaa! Apa Papah tidak lihat ulat-ulat yang keluar dari tanganku ini?” jerit Bu Hervina.

“U ... ulat apa Mah?”

Namun di mata Bu Hervina, terlihat ulat-ulat keluar dari pori-pori kulitnya.

“Ulat apa Mah? Papah tidak melihat apa-apa!”

“A ... aku harus mengeluarka ulat-ulat itu dari dalam tubuhku!” Bu Hervina yang kalap menggunakan ujung pisau itu untuk mencugkil ulat-iulat keluar. Namun yang terlihat di mata Pak Ikhsan, istrinya itu tengah menyayat-nyayat tangannya sendiri.

“MAMAH!”


*** 


“Mami! Mami belanjanya lama banget sih? Gesta udah laper nih.” anak semata wayang Bu Tasya yang masih berumur 10 tahun menghampirinya di dapur.

“Maaf ya, Nak. Tadi Mami keasyikan bergibah sama ibu-ibu kompleks.”

“Masak apa Mih, udah keroncongan nih perut Gesta.”

“Mama mau masak sop nih, tapi jadinya masih sejam lagi, Sayang. Jadi kalau Gesta mau makan sekarang, yuk Mami bikinin mie aja.”

“Mie lagi mie lagi.” keluh Gesta, “Lagian kata guru Gesta di sekolah, makan mie setiap hari nggak bagus, Mih!”

“Eh, kalau itu sih mie yang banyak bahan kimianya. Kalau mie ini aman dimakan setiap hari.”

“Mie apa sih yang Mami maksud?”

“Ini, mie yang sedang viral ini lho!” Bu Tasya segera mengeluarkan sebungkus mie instan. “Mie ini beda sama yang lain karena dibuat dengan bahan-bahan alami. Mie-nya juga tidak mengandung bahan pengawet, pewarna, atau penyedap rasa, jadi dijamin sehat.”

“Tapi enak nggak, Mih?”

“Eits jangan salah, walaupun bumbu-bumbunya alami, dijamin pasti enak. Rasanya nggak akan kalah kok sama mie-mie instan yang lain.”

“Waaaah, Gesta jadi pengen. Mamih bikinan ya buat Gesta!”

“Tentu saja dong. Apa sih yang nggak buat anak kesayangan Mami?”

“Mis instan sehat dan viral, cocok untuk keluarga dan aman dimakan setiap hari!” ujar Gesta dan ibunya serentak.

“Kebetulan Mami udah mendidihkan air nih di panci, nanti kita tinggal masukin mie viralnya ke sini ya biar matang. Tapi sebelum itu, kita harus cuci tangan dulu sesuai protokol kesehatan sesuai anjuran pemerintah.”

Bu Tasya langsung mencuci tangannya untuk memutus rantai penyebaran virus Corona. Namun melihatnya, Gesta justru menjerit ketakutan. Pasalnya, ibunya itu merendam tangannya ke dalam air mendidih yang masih menguar panas di atas kompor.

“Mami!” jerit anak semata wayangnya itu, “Apa yang Mami lakukan?”

“Cuci tangan dong, Sayang. Supaya kita selalu sehat dan membunuh kuman serta virus, hahaha.” Bu Tasya tiba-tiba mengangkat panci yang masih panas itu dengan tangannya sendiri, “Tapi nggak boleh setengah-setengah ya membersihkannya. Seluruh tubuh juga harus dibersihkan dari virus.”

Serta merta Gesta menjerit histeris ketika melihat ibunya menyiramkan sepanci penuh air panas itu ke atas kepalanya. Segera kulit di sekujur tubuhnya mengelupas karena panasnya air yang mengguyurnya itu.

“AAAAAAAAAAAAA!!!”


*** 


“Lho, ada apa ini, kok ramai sekali ada ambulans dan polisi?” tanya Pak Bagus, salah satu penghuni kompleks, keheranan.

“Ooooh, Pak Bagus belum dengar ya? Katanya Bu Hervina dan Bu Tasya dibawa ke rumah sakit. Kita doakan saja ya Pak semoga mereka baik-baik saja.” jawab Bu Ratna.

“Alah, Bu Ustadzah, orang-orang seperti mereka nggak perlu didoain. Ibu tahu sendiri kelakuan mereka seperti apa. Pasti apa yang mereka alami saat ini adalah azab!” celetuk salah satu ibu-ibu yang berkumpul di depan rumah.

“Astaga, Ibu jangan menyebar berita yang belum jelas kepastiannya. Bisa-bisa Ibu dituduh menyebarkan hoax!” Bu Ratna mengelus dada.

“Tapi emang benar kok, Bu. Sudah rahasia umum kalau mereka itu sukanya menggunjingkan para penghuni kompleks ini dan menyebarkan berita yang tidak benar.” jawab ibu-ibu yang lainnya, “Biasanya kan mereka berdua bergibah sama ...”

Para ibu-ibu lalu menatap Pak Bagus. Pria itu langsung salah tingkah.

“Eh omong-omong dimana Bu Zalika, istri Pak Bagus?” tanya Bu Ratna. 

“Dia ada di dalam rumah kok, Bu. Biasa, sedang main whatsapp sambil menyebarkan hoax di grup keluarga.” jawabnya. “Dia lagi girang karena ada yang memujinya. Katanya istri saya itu mirip dengan artis yang sedang viral di media sosial.”

“Hah, mirip artis yang sedang viral?” para ibu-ibu itu langsung keheranan, “Memang siapa sih artisnya? Anya Geraldine? Atau Maudy Ayundya?”

“Itu lho, Bu. Cimoy Ontok! Saya juga nggak tahu sih itu siapa.”

Ibu-ibu itu langsung saling berpandangan.

“Sudahlah, Bu, Pak. Paras cantik tidaklah penting. Yang penting adalah hati yang beriman takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.” ujar Bu Ratna menasehati.

“Dih, cantik?” protes salah satu ibu-ibu tersebut, “Bu Ustadzah nggak pernah lihat ya Cimoy Ontok itu seperti apa?”

“Sudah sudah ... yang penting Bu Zalika baik-baik saja. Ini jadi bukti kan kalau ini semua bukan karena azab.” ujar Bu Ratna menenangkan.

“Iya, Bu.” jawab mereka serempak.

“Alhamdulilah ya, istri saya baik-baik saja.” Pak Bagus mengelus dadanya dengan lega. Namun baru beberapa detik ia mengatakannya, tiba-tiba Bu Zalika berlari keluar dari dalam rumah dengan tubuh terlalap api.

“AAAAAAAAAAAAK! NYONG KOBONG! NYONG KOBONG!” teriaknya.


*** 


“Huuuu ... huuuu ....” Pak Bagus menangisi jenazah istrinya yang kini tergeletak di tengah ruang tamunya. Para pelayat juga sudah berdatangan.

“Istriku ... kenapa nasibnya seperti ini? Huuuu ...”

“Sudah, Pak.” Bu Ratna berusaha menghiburnya, “Bapak harus tabah dan sabar. Semua ini adalah cobaan dari Yang Di Atas. Bapak harus tetap tawakal ya.”

“Ih, denger-denger Bu Zalika matinya kena azab ya?”

“Iya, tadi aku dengar dari yang memandikan jenazah katanya tubuh Bu Zalika hitam legam! Dih serem ya?”

Mendengar bisik-bisik dari ibu-ibu yang ada di belakangnya, Bu Ratna segera menyahut.

“Ibu-ibu ini, jangan suka membicarakan orang yang sudah meninggal. Jelas saja mayatnya hitam kan gosong karena terbakar. Masa iya warnanya merah maroon? Kita doakan saja supaya jiwa beliau diterima di sisi-Nya.”

“Tapi Bu Ustadzah, kan ini semua mencurigakan? Kemarin Bu Hervina dan Bu Tasya masuk rumah sakit. Sekarang Bu Zalika meninggal. Apa benar ini adalah azab karena mereka suka bergibah?”

“Kalau menurut penuturan polisi, katanya mereka sudah menangkap Pak Machmuri yang dianggap bertanggung jawab atas semua kejadian ini.”

“Lho, penjual sayur yang suka berjualan keliling kompleks itu? Kenapa?”

“Rupanya menurut penyelidikan polisi, sayuran yang dijual Pak Machmuri terkontaminasi dengan spora jamur yang bisa menyebabkan halusinasi. Itulah sebabnya Bu Hervina dan Bu Tasya tanpa sadar menyakiti diri mereka sendiri. Saya juga melihat sendiri kok, mereka bertiga membeli dagangan dari gerobak Pak Macmuri sebelum mereka semua mengalami nasib naas ini.”

“Be ... benar, ibu-ibu.” tukas Pak Bagus sambil terisak, “Polisi juga mengatakan hal yang sama. Kata mereka, istri saya berhalusinasi dan ingin operasi plastik supaya mirip Marion Jola. Kemudian ia membungkus kepalanya dengan plastik es merek Tomat dan masuk ke ember, lalu membakar dirinya sendiri.”

“Waduh, mengerikan ya?” bisik sang ibu-ibu, “Tapi memang benar sih, plastik cap Tomat memang kualitasnya yang terbaik. Tahan dipakai untuk membuat es dan juga cocok untuk membungkus makanan yang berminyak dan mengandung santan.”

“Ssssst, ibu-ibu ini! Jangan promosi di tengah pemakaman! Hormati dong keluarga korban yang sedang berduka!” Bu Ratna mengingatkan.

“I ... iya, Bu!” jawab para ibu-ibu itu. Namun diam-diam, mereka berbisik-bisik kembali.

“Plastik cap Tomat, memang tiada duanya!” ucap mereka berbarengan.

“Pak, mari! Jenazah sudah siap diberangkatkan ke areal pemakaman.” salah satu bapak-bapak masuk ke dalam ruang tamu.

“Ma ... mari ...” masih dengan terisak, Pak Bagus pun bangkit diikuti ibu-ibu.

Dua orang segera bersiap mengangkat jenazah dalam keranda. Namun begitu mereka mengangkatnya, merekapun kewalahan.

“Lho! Lho! Kok jenazahnya berat sekali!” keluh mereka, “Sa ... saya tak bisa mengangkatnya!”

“Hah, jenazahnya berat? Kok bisa?” para ibu-ibu kembali bergunjing, “Nggak salah lagi, Bu Zalika ini pasti kena azab!”

“Eeeeeh .. Bapak-Bapak ini bagaimana sih?” tegur Pak Bagus, “Kok Bapak-Bapak malah mengangkat saya sih? Kan jenazah istri saya ada di sana!”

“Oooooh, pantesan kok berat. Lagian Bapak sih, masa nyebatz di dalam keranda mayat sih?”

“Saya kan lagi stress karena sedang berduka atas kematian istri saya.” Pak Bagus membela dirinya. “Gimana sih?”

Setengah jam kemudian, para rombongan pelayat mengikuti jenazah Bu Zalika yang digotong ke tempat peristirahatannya yang terakhir. Ketika tiba di tanjakan tiba-tiba sebuah mobil pengangkut gas elpji 3 kiloan melewati mereka. Tanpa diduga, di puncak tanjakan, tabung-tabung gas epiji itu terjatuh dari pick-up itu dan menggelinding ke arah para penggotong mayat.

“AAAAAK! AWAS PAK, AWAS!” teriak mereka.

Tabung-tabung gas elpiji 3 kiloan itu langsung jatuh menghantam keranda tersebut hingga jenazah Bu Zalika pun terjatuh ke tanah.

“Tuh kan, tabung gas elpiji aja ampe sebegitu dendamnya pada Bu Zalika!” tukas seorang ibu-ibu pelayat, “Pasti ini adalah azab atas semua kejahatan yang dilakukan Bu Zalika semasa hidupnya.”

“Ibu-ibu jangan bergosip seperti itu dong,” Bu Ratna kembali menasehati, “Ini semua kan memang kehendak .... Aaaaaa!” tiba-tiba angin kencang berhembus. 

“Angin puting beliung!” teriak salah seorang warga, “Awas!”

“AAAAAAA!!!” semua orang pun panik dan mencoba berlindung.

“TIDAAAAK!” teriak Pak Bagus tiba-tiba. “Jenazah istriku terbang!” tunjuknya.

Ternyata benar, angin puting belung itu meniup jenazah Bu Zalika hingga terbang terbawa angin.

“Ya Tuhan, lihat itu, mau dimakamkan ada, banyak banget cobaannya!” ibu-ibu itu kembali bergunjing.

“Iya ya?” ucap yang lain dengan setuju.

“ISTRIKU! TIDAAAAK!” Pak Bagus pun pontang-panting mengejar jenazah istrinya. Tak diduga, jenazah Bu Zalika kemudian nyangkut di tali jemuran salah seorang warga. Sang pemilik jemuran kala itu menjemur kasurnya dan tengah menggebuki kasurnya itu dengan pemukul dari rotan. Tanpa sengaja, iapun memukuli jenazah Bu Zalika yang nyangkut.

“AAAAK! JANGAN PUKULI JENAZAH ISTRIKU!!!


*** 


“Akhirnya sampai juga ya di kuburan.” ucap para ibu-ibu berkeluh kesah. 

Namun begitu sampai di sana, tiba-tiba para pelayat menutup hidungnya karena bau tak enak.

“Lihat, Pak!” seru sang penggali kubur, “Dari dalam lubang kubur yang kami siapkan untuk istri bapak, keluar lava yang panas dan berbau busuk!”

“Astaga, cobaan apa lagi ini, Ya Tuhan?” Pak Bagus mengelus dadanya, “Kalau begitu, kita pindahkan saja kuburnya. Apa ada tempat yang lain?”

“Ada sih Pak, tapi kami harus menggalinya dulu.” ujar sang penggali kubur.

“Nggak apa-apa, akan kami tunggu!” Pak Bagus kemudian beristirahat di bawah sebuah pohon kamboja. Namun baru saja para penggali kubur itu mulai menyekop tanah, tiba-tiba saja bumi bergoncang dan mereka semuapun terjatuh.

“YA  AMPUN, ADA GEMPA BUMI!” para pelayatpun langsung berlindung. Namun tak hanya itu. Terdengar suara gemuruh yang amat keras dan tiba-tiba bumi terbelah. Dari dalamnya, muncul mayat-mayat yang terkubur di dalam tanah pemakaman itu, namun mereka semua telah berubah menjadi zombie.

“AAAAAAAAAAAAK!!!”


*** 


Janda muda dan cantik itu perlahan membuka pintu rumahnya.

“Selamat datang di rumah Dara.” bisiknya, “Apa yang Anda mau?”

“Apa pesananku sudah jadi?”

Dara mengangguk dan pria itupun masuk ke dalam rumah. Tak lupa, Dara mengunci dengan rapat pintu itu begitu tamunya itu masuk.

“Jadi, dimana barang pesananku?”

“Ada di bawah. Ikuti aku!”

Pria itupun mengikuti Dara ke dalam sebuah basement yang gelap dan lembap. Begitu Dara menyalakan lampu, iapun langsung terperangah.

“Ma ... mayat siapa saja ini?”

“Mayat korban rumah ini.” jawab Dara dengan enteng. “Apa kau tahu iklan yang dipasang pemilik rumah ini sebelum dia dibantai? Ia mencari adiknya yang telah lama hilang dengan imbalan uang. Makanya, banyak gadis-gadis penipu datang ke sini. Tapi, malah di sinilah mereka berakhir, jadi onggokan mayat!”

“Ja ... jadi karena itulah kau memilih rumah ini?”

“Ya, karena banyak mayat yang bisa menjadi makanan jamur-jamurku. Lihat, jamur-jamur itu mulai tumbuh di atas mayat mereka. Sebentar lagi, sporanya akan bisa kita panen dan kita edarkan.”

“Ta ... tapi apa kau tak mendengar tentang kekacauan yang terjadi di kompleksmu itu? Ada dua wanita yang kini dirawat di rumah sakit dan satu tewas. Apa itu gara-gara ...”

“Itu gara-gara penjual sayur tolol itu. Dia iseng-iseng mengintip rumah ini, mungkin untuk membuktikan rumor tentangku. Mungkin saja ada spora jamurku yang berterbangan kala itu dan hinggap di tubuhnya, lalu menular ke yang lain.”

“Kalau begitu spora ini amat berbahaya ...”

“Dan juga membuat kita kaya raya!” sahut Dara, “Ini benar-benar tempat sempurna untuk mengembangbiakkannya.”

“Na ... namun bagaimana dengan rumor tentang rumah ini? Katamu rumah ini membunuh mereka. Apa ... apa maksudmu hantu dari mereka yang terbunuh di rumah ini?”

“Huh,” cibir Dara, “Mereka tak berani mengangguku.”

“Ke ... kenapa?” tanya pria itu kebingungan.

“Karena mereka takut padaku.” tatapnya tajam sambil tersenyum.

Pria itu mengelap keringatnya. Ia sendiri merasa tak nyaman berada sendirian dengan gadis psikopat itu. Entah apa yang dilakukannya dengan mantan-mantan suaminya sebelumnya hingga ia terus menjanda, ia sama sekali tak mau tahu!

“Ka ... kalau begitu kapan semua spora jamur ini siap?”

“Sekarangpun sudah. Tapi aku perlu waktu satu hari untuk memanennya dan menaruhnya di kemasan supaya mudah dijual.”

“Ba ... baiklah. Kalau begitu aku permisi dulu. Aku akan kembali besok.”

“Jangan lupa tutup pintunya saat kau pergi!” perintah Dara saat mendengar suara langkah pria itu di atas tangga.

“Uhuk ... uhuk!” suara batuk itu bergema, diikuti suara seretan. Namun kali ini, suara seretan itu terdengar menjauh ketimbang mendekatinya. Dara juga melirik sosok arwah wanita yang semenjak tadi bersembunyi di balik pilar, seolah ketakutan melihatnya.

Dara hanya mencibirnya.

“Oh ya, Dar! Ada yang lupa kubilang!”

“Hah, angin ini ...” Dara bisa merasakan angin dari luar berhembus masuk ke arah basement-nya. “Celaka! Apa kau lupa menutup pintunya?”

Tiba-tiba saja semua spora jamur itu tertiup angin. Dara bisa melihat bintik-bintik hitam mengalir di udara terbawa angin dan terhembus keluar rumah melalui sela pintu depan yang lupa ditutup pria itu. Dara segera berlari ke atas dan melihat spora-spora itu berterbangan ke langit dan menyebar ke seluruh kompleks. Segera, terdengar suara teriakan menggema dari berbagai arah, bersahut-sahutan.

“A ... apa yang akan terjadi sekarang?” tanya pria itu dengan panik.

“Kiamat!” bisik Dara.


TAMAT



14 comments:

  1. Jago deh bang Dave nulisnya, udah cocok jadi penulis skrip sinetron

    ReplyDelete
  2. Jadiin shitnetron cakep nih.
    Judulnya "Endless Azab"

    ReplyDelete
  3. Mereka berada di universe yang sama 🤧🤧🤧🤧🤧🤧🤧🤧

    ReplyDelete
  4. Bang Dave, minta review film yang lagi rame ini dong, The Medium (2021), makasii.

    ReplyDelete
  5. Mantap...baca dari episode 1-4 serem serem gimana gitu..kalau di buat film sutradaranya mesti Joko Anwar...

    ReplyDelete
  6. Kegilaannya menyebar kayak Uzumaki

    ReplyDelete
  7. gilak sih ini, sinetron azab sama jiwa psiko menyatu. keren oy!

    ReplyDelete
  8. Katanya tiap jumpat up 😒


    ReplyDelete
  9. Keren banget. Klimax dari seri sebelumnya. Amazing. Hidayah universe nya

    ReplyDelete
  10. Ternyata mereka 1 komplek wkwk

    ReplyDelete
  11. Baca dari jilid 1-4 berasa kayak baca sinopsis film antology. Dan bagian ajapnya jauh lebih heboh daripada ajab indosiar.

    ReplyDelete