Cerita berikutnya dikirim oleh Maulida asal Samarinda. Ceritanya masih ada kaitannya dengan creepypasta pertama kita yang berjudul “Nightmare”. Selidik punya selidik, ternyata kedua penulisnya temenan. Pantesan. Silakan disimak ceritanya.
“OHAYOU”
Sapaan lembut Dhara hanya dibalas lirikan oleh Maulida. Ridho mengamati setiap gerak-gerik Maulida dan Dhara. David mendatangi Maulida dan mengobrol pendek dengannya setelah beberapa lama, David mengungkapkan perasaannya pada Maulida di depan semua orang di kelas. Maulida terkejut. Maulida hanya menganggap David sebagai sahabat. Maulida belum sempat menjawab, mata semua orang mengarah padanya dan tatapan mereka dingin. Maulida tidak menjawab perasaan David dan pergi.
Sampainya Maulida di rumah, Maulida dan Ridho mengerjakan pr bersama di ruang tamu. Ayah Maulida memanggilnya untuk jalan-jalan bersama keluarga. Kakak Maulida tinggal di rumah untuk menjaga rumah, yang ikut jalan-jalan hanya Maulida, Delia, Adam, ayah, ibu, dan Ridho. Delia dan Adam adalah adik Maulida, Ridho adalah sepupu Maulida yang kedua orang tuanya sudah meninggal dan tinggal di rumah Maulida. Suasana perjalanan sungguh menyenangkan untuk Ridho dan Maulida sudah lama mereka tidak merasakan hal seperti ini. Mereka berhenti di Taman Cerdas, Maulida dan Ridho menaiki ayunan. Mereka sangat bersenang-senang hari ini penuh canda dan tawa.
Keesokan harinya Maulida dan Ridho berangkat sekolah bersama, David menanyakan Maulida atas pengakuannya kemarin. Maulida bingung tidak bisa menjawab, Maulida meminta bantuan pada Ridho dengan memberi kode. Ridho tersenyum dan mengangguk.
“Maaf ya David, sebenarnya Maulida tidak dibolehkan berpacaran oleh orangtuanya.”
“Aku tidak peduli, jika ia mencintaiku maka ia pasti akan memilihku”
“Pfthh!” Ridho dan Maulida menahan tawa mereka bersamaan. Karena Maulida tidak menyukai siapapun.
“Baiklah David, Maulida hanya menganggapmu teman”
“Hei, mengapa kau ikut campur dengan urusan kami?! Atau jangan-jangan kau menyukai Maulida juga?!”
Ridho tersenyum, “Aku adalah sepupunya. Aku tidak akan menyukainya” Ridho merangkul pundak Maulida dan Maulida pun tersenyum.
“Maulida kenapa kau diam saja?! Cepat berikan jawabannya!”
Maulida tersenyum lebar sembari menutup matanya, “Maaf ya, aku gak tertarik sama kamu”
Tiba-tiba kelas menjadi sepi, Maulida berjalan menuju kursinya, duduk, dan membaca komik. Semua orang kaget, karena sikap Maulida yang sangat sadis, berbeda dengan biasanya. Ridho pun mendatangi Maulida dan membaca komik bersama Maulida. David menggigit bagian bawah bibirnya dan pergi duduk.
Setelah sampai di rumah, Maulida bermain bersama Adam yang masih bayi. Ridho entah ke mana ia kali ini tidak pulang bersama dengan Maulida. Maulida pergi ke teras rumah dan ternyata, Ridho baru sampai rumah dengan bercak cairan kental berwarna merah. Maulida menautkan keningnya.
“Kenapa bajumu?” tanya Maulida.
“Oh ini, ini bekas saus tomat temanku. Oh iya, kau pergi ke mana? Aku mencari-carimu tadi”
“Aku langsung pulang kok”
“Kenapa tidak menungguku?”
“Aku pikir kau sudah duluan”
Ridho membulatkan bibirnya bergumam ‘oh’ dan segera pergi mengganti pakaiannya. Maulida pergi ke halaman rumahnya dan memainkan handphone-nya. Sera, teman satu sekolah Maulida mendatangi Maulida.
“Kau menolak David di depan semua orang, apa kau tidak berpikir itu akan menyakiti hatinya?”
“Dia mengungkapkan perasaannya di depan semua orang, aku harus menjawabnya di depan semua orang juga kan?”
“Mengapa kau-“
“Kau menyukai David, bukan? Jika kau menyukainya mengapa tidak kau saja yang pacaran dengannya”
“Kau merasa kecantikan ya?!” Sera mengangkat tangannya ingin menampar Maulida.
Maulida menunduk karena takut ditampar Sera, setelah mendengar suara Ridho ia membuka matanya.
“Dia memang cantik” jawab Ridho menangkap tangan Sera.
“Lepaskan tanganku!”
Ridho meremukan tulang Sera dan melempar Sera. Sera menangis dan pergi.
Keesokan harinya, David ternyata meninggal karena adanya insiden pembunuhan kemarin. Semua siswa tampak kaget, baru pertama kalinya di Samarinda ada kasus pembunuhan.
“Aku pikir Ridho yang telah membunuh David”
Maulida tampak heran, “He? Kenapa begitu?”
“Bisa saja Ridho menyukaimu dan membunuh David”
Maulida tampak kaget, “H-he? Kenapa kau berpikir begitu?”
“Karena dari awal cara Ridho bersikap padamu memang aneh”
“Stop Dhara!” Maulida memasang wajah yang menggambarkan kata menjijikan.
Beberapa lama kemudian Maulida mengobrol dengan Dhara dan Ridho pun bergabung bersama mereka.
“Apa kau membeli komik yang baru dikirim dari Jepang kemarin?” tanya Maulida dengan senyum lebar.
“Kemarin aku belum beli komiknya” jawab Dhara.
“Kenapa? Kau di-bully lagi?" tanya Maulida tertawa.
Di sekolah, Dhara selalu di-bully hanya Maulida yang berteman dengannya.
“Tidak! Hanya saja ibuku memasakkan makanan kesukaanku kemarin!”
“Awww” ledek Maulida dan Ridho bersamaan.
Dhara terlihat kesal dan mengingat sesuatu, “Hei, Ridho”
“Apa, pendek?” Ridho masih meledek Dhara.
“Sialan kau! Temanku mengajakmu untuk nonton bareng”
“Cieee” ledek Maulida.
“Of course i want to, and after that um... if you know what i mean” ucap Ridho mengedipkan salah satu matanya.
“Woy woy!” Maulida menjitak kepala Ridho hingga muncul benjolan merah di kepalanya.
“Sakit woy! Ya gak mungkinlah aku melakukan hal rendahan seperti itu, just kidding sis~” ucap Ridho dengan wajah yang bersinar.
Sampainya di rumah Maulida heran, bukankah Ridho harusnya keluar bersama teman Dhara. Maulida hanya mengambil komiknya dan membacanya di ruang keluarga. Ridho mengambil batang remote dan menyetel film kesukaannya, Spongebob. Maulida tertawa dan menggelengkan kepalanya. Ridho pergi ke belakang Maulida dan memainkan rambut Maulida.
“Kamu ngapain?” tanya Maulida sedikit kesal.
“Gak liat?”
Maulida mengepalkan tangannya dan meraih bantal yang ada di sampingnya lalu melemparnya. “Bukankah kamu harusnya keluar sama temannya Dhara?”
“Capek ah, males. Lebih baik aku gangguin kamu ya kan?” Ridho melempar balik bantal yang dilempar Maulida.
Bantal itu mengenai wajah Maulida dan Maulida sangat kesal. Maulida melempar bantal sebanyak dan secepat mungkin, tetapi selalu saja Ridho dapat menghindarinya. Kesal, itu yang dirasakan Maulida saat ini. Maulida menyilangkan kedua tangannya di depan dada dan duduk, kelihatan sekali ia sedang merajuk saat ini. Ridho tertawa, sudah sering Maulida seperti ini. Ia akan marah jika diganggu tapi ia tidak dapat membalas. Ridho menarik-narik rambut Maulida bertujuan agar Maulida tidak marah padanya tetapi, malah sebaliknya Maulida tambah marah padanya dan menepis tangan Ridho.
“Oh ayolah, aku hanya bercanda”
Tidak dibalas oleh Maulida dan Ridho berbicara lagi. “Baiklah, aku akan menteraktirmu ice cream vanilla”
Maulida tersenyum, “Awas yang murah”
“Iya deh, kau mau yang mana? aku belikan” ucap Ridho pasrah.
Maulida tersenyum dan berpose seperti telah memenangkan sesuatu, membuat Ridho tertawa dengan posenya itu. Maulida pergi ke toko di mana ia akan memakan ice cream gratis Ridho pasrah uang tabungannya sisa seperempat.
“Maulida”
“Apa?!” tanya Maulida ketus.
Ridho menatapnya lama dan tersenyum, “Hanya saja aku baru tahu, kalau kau itu pesek”
Maulida memukul lengan Ridho, keras.
Pagi-pagi sekali Maulida pergi ke sekolah meninggalkan Ridho. Ternyata, di kelas sudah ada beberapa murid. Maulida memainkan handphone-nya setelah itu ia mencatat lirik lagu yang baru saja di download-nya. Tiba-tiba saja Sara menghampirinya dan mengambil catatan lirik lagu itu.
“Selalu melakukan hal yang berbau gembel” gumamnya merobek lirik itu, kasar.
Maulida berdiri dan menggigit bagian bawah bibirnya.
“Kalian tahu tidak, pertambangan ayahnya itu sebenarnya sedang bangkrut! Kesihan sekali” ucap Sara dilanjutkan dengan tawaan murid-murid lain.
“Memangnya apa hubungannya dengan kalian? Lagipula ayahku sedang berusaha untuk menghidupi keluargaku”
“Kesihan sekali, pasti ayahmu berusaha mati-matian ya?”
“Tentu saja” jawab Maulida tak gentar.
“Apa ayahmu bekerja dengan baik? Atau bisa saja mencuri karena sudah tidak sanggup lagi” ledek Sara sambil menertawakan Maulida.
Maulida mendorong Sara hingga Sara jatuh, “Aku tahu mengapa kau melakukan ini, aku tahu kau menyukai David kan? Aku menolaknya di depan semua orang agar dia tidak berharap lagi padaku! Dan satu lagi, ayahku tidak akan melakukan hal rendah seperti itu!”
Murid-murid lain mendorong Maulida, memukul Maulida, dan bahkan menendang wajah Maulida. Sara bangun dan menampar Maulida tetapi, Maulida tidak tinggal diam. Maulida mengambil sapu dan memukul Sara beberapa kali hingga sapu itu patah. Sara tak mau kalah, ia pun mengambil vas bunga yang terbuat dari keramik. Sara memukulkan vas bunga itu ke kepala Maulida hingga kepala Maulida berdarah. Semua orang tampak takut, bahkan guru yang dipanggil pun tidak berani maju karena Maulida terus mengejar Sara. Maulida mengejar Sara hingga ke lapangan. Sara mendorong Maulida ke tiang bendera membuat wajah Maulida tertutupi oleh darah. Kepala Maulida pusing seketika dan ia pun pingsan di tempat.
Maulida membuka matanya, ia merasa kepalanya sangat berat. Ia ada di rumah sakit. Tidak ada satu orang pun di sana. Ayahnya, ibunya, saudaranya, juga Ridho. Ia memanggil suster yang ada untuk memastikan, apa benar keluarganya tidak menjenguknya. Benar, keluarganya tidak ada yang menjenguknya. Ia merasa aneh pada wajahnya dan meminta suster untuk mengambilkannya kaca. Maulida melihat wajahnya yang dibalut oleh perban kecuali mata dan mulutnya.
Keesokan harinya, Maulida lari dari rumah sakit dan pergi ke rumahnya. Maulida menguping dibalik jendela, ayah Maulida sedang berbicara dengan keluarganya.
“Sudah kubilang biarkan saja. Itu keinginannya untuk berkelahi, bukan? Kita tidak pernah mendidik ia untuk melakukan hal seperti ini. Jika Maulida melakukan ini biarkan saja ia!”
Kakak Maulida yang paling tua menyahut, “Aku setuju dengan ayah, kita tidak perlu menjenguknya. Ia saja tidak memikirkan nama baik keluarga dengan melakukan semua ini”
Tiga hari setelah peristiwa itu, Maulida tidak pernah kelihatan lagi. Ridho bingung tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Sebuah teriakan ibu Maulida terdengar dari kamarnya, Ridho segera berlari menuju kamar. Ridho refleks memejamkan kedua matanya karena melihat mayat ayah Maulida dengan darah yang berwarna hitam.
“Let’s Make a Party!” suara itu terdengar dibalik tubuh ibu Maulida.
Maulida menusukkan obeng hitamnya ke leher ibunya berulang kali, dan tidak lupa menyuntikan cairan hitam. Ridho tidak percaya kalau itu adalah Maulida karena wajahnya penuh dengan jahitan tetapi ia tetap berusaha membuat Maulida sadar. Maulida menusukkan obengnya ke lengan Ridho dan Ridho lari. Ridho bersembunyi di kamar mandi dan untungnya ia membawa handphone-nya di saku celananya. Ridho segera menelpon polisi dan beberapa menit kemudian polisi itu datang. Setelah seorang polisi menjemput Ridho, Ridho baru ingin keluar karena ia sangat takut dengan apa yang dilakukan Maulida terhadap keluarganya sendiri. Ridho menangis, kakak Maulida mati terbunuh oleh adiknya sendiri, Delia, Adam yang masih bayi pun mati. Ridho sangat membenci sepupunya itu. Bagaimana bisa ia melakukan ini kepada keluarganya sendiri?
Keesokan harinya Ridho membongkar kamar Maulida dan mendapatkan sebuah buku hitam. Ridho membukanya dan membaca isi buku itu. Buku itu berisi tentang catatan harian Maulida Ridho menangis ia rindu suasana dulu dan mata Ridho membulat saat membaca tulisan,
Hari ini aku sangat takut, aku tidak sengaja membunuh David karena ia memaksaku untuk menjadi pacarnya. Tanpa sengaja aku mendorongnya dan kepalanya terbentur batu. Aku harap tuhan menolongku karena aku tidak sengaja!
Lembaran selanjutnya.
Aku sedih tidak ada seorangpun yang menjengukku saat aku di rumah sakit. Dan saat aku tahu sebenarnya di keluargaku tidak ada yang menyayangiku hatiku hancur, hanya pada buku ini aku dapat menceritakan isi hatiku yang sesungguhnya. Terima kasih buku.
Lembaran selanjutnya.
Let’s Make a Party!
Ridho berpikir sejenak. Seketika bulu kuduknya naik.
“Let’s Make a Party?! I-ini... ini catatan baru, bukan?” gumam Ridho.
“Let’s Make a Party!” suara serak terdengar dari balik badan Ridho dan terasa hawa dingin di sana.
Ridho berbalik dan...
Ia menyesal telah menengok ke belakang. Ia menyesal. Wajah Maulida yang biasanya ceria kini sangat mengerikan, wajahnya banyak bekas jahitan juga bercak darah.
THE END
Oke, pertama gue mau mengomentari, why is Sara still alive? Terus namanya yang bener Sera atau Sara? Whatever that is, that bitch deserves to die. Tapi yang gue suka dari cerita ini, ada plot twistnya. Pas baca, gue mengira pembunuhnya si Ridho, tapi ternyata Maulida (jreng jreng jreng). Gue menduga “Ohayou” itu nama alter egonya Maulida ya? Hmm ... cukup keren tapi nggak begitu jelas diceritain kaitan kata itu dengan ceritanya. Dan tagline “Let’s Make a Party” kayaknya muncul terlalu terburu-buru dan nggak begitu jelas kaitannya dengan jalan cerita ataupun kepribadian Maulida. Kalo gue sih saran, coba ditambahin satu adegan lagi dimana pas prom dance sekolah si Ohayou mengamuk terus menghabisi semua partygoers di sana (including Sara) tentunya dengan cara yang sadis. Pasti keren, berasa kek Carrie getoh :D
Overall gue suka sih plot twistnya, cuman kayaknya kurang dieksplore gitu. Well done, Maulida :D
ko gw bacanya berasa maraton ya, cepet bgt alurnya, trus kurang masuk akal maulida bisa jd jahat gtu tiba tiba padahal keluarganya baik baik aja kan?
ReplyDeletekeren..plot twistnya dapat banget..cuma kesannya agak buru2 sih. but it's okay..dan kenapa si bitch sara itu kayak dibiarin gimana gitu ya..
ReplyDeleteintinya, kalo cewek marah, lakukan apapun biar gak marah lagi.. ehehehe
keren juga ya
ReplyDeleteSebenernya ohayou itu bukan judulnya, ohayou itu bahasa jepangnya selamat pagi dan aku lupa kasih judulnya, maaf hehe..
ReplyDeleteKarena Dhara maksa aku supaya cepat-cpat kirim cerita ini aku lupa buat Sara-nya mati, maaf atas kekuarangannya hehe..
-Maulida
Eta Saha!!
Delete