Salut deh buat penulis yang satu ini, soalnya katanya sih lagi mondok di pesantren di Sidoarjo, tapi masih disempetin bikin dan kirim cerita ke sini hehehe. Judulnya aja dah “Indonesia” banget. Gimana ceritanya? Penasaran khan? Silakan disimak aja :D
HANYA SESEORANG YANG NORMAL
“ Normal? Ya normal, mereka bilang aku tak normal, padahal apa definisi normal? Normal adalah jika engkau tidak berbeda dengan kebanyakan orang, seperti orang buta warna, bayangkan jika semua orang hanya melihat hitam dan putih dan jika nanti ada orang yang melihat penuh warna ia akan dianggap tidak normal, ya seperti itulah aku hanya seorang dokter bedah sekaligus penjahit desa yang menyukai boneka dengan kehidupannya yang sama seperti orang lain, normal , ya normal.”
Kejadian ini dimulai 18 tahun lalu
“ yah, yah Riri dapat juara lagi lo.” Kataku
“ Wah dapat juara berapa lagi, nih?”
“ Juara 2 lomba drama yah, lumayan kalah sama golongannya Ani lagi.”
“ Wiiiih, hebat anak ayah.” Kata ayah sambil mengusap rambutku
“ udah dulu ya ayah mau berangkat kerja ya.”
“ aku gk boleh ikut?”
“ kapan2 aja ya ris, bapak ada tamu penting.”
Aku hanya cemberut menatap ayah tapi kemudian mengiyakan dan memeluk ayah
“ emang siapa tamunya, kok kayak penting banget?”
“ pak Edi, pengusaha baru itu lho anaknya mau sunat.”
“ duh anak nyebelin gitu kok dibilangi orang penting sih?”
Memang selain menjadi tukang bedah beliau juga merangkap tukang sunat desa kami sedangkan ibu bekerja sebagai tukang jahit baju, dulu mata pencaharian utama desa kami adalah petani dan pedagang, tapi saat pak Edi datang warga kami pun mulai melakoni bisnis, pak Edi sendiri merupakan pebisnis kaya yang datang dari Jakarta untuk menetap di desa kami bersama istri dan seorang putranya, meski banyak membantu sifat egois mereka sudah menjadi rahasia umum desa kami, seperti adakalanya mereka membeli tanah dengan harga yang terlalu murah, lalu marah jika kami berada didepan mereka saat mereka naik mobil, katanya kami membuat macet jalan padahal memang jalan kami agak sempit dan orang2 selalu sibuk berlalu lalang, banyak dari kami sangat sebal dengan mereka apalagi didi putra mereka, dia disekolahkan di tempatku sekolah, dan lebih buruk lagi dia sekelas denganku, tapi meski begitu kami apa namanya, sungkan?, ya kami agak malu untuk protes karena mereka menyediakan pekerjaan kami sehingga mereka takut kehilangan pekerjaannya.
“ ya udah ayah berangkat dulu ya, udah siap2 sekolah sana.”
“ ayah nanti pulang malam lagi ta, kayak kemarin?”
“ ndak tau, kalo ramai mungkin sampai malam lagi, ayah berangkat dulu ya.”
“ iya.”
Ayah pun beranjak pergi dan aku juga siap2 pergi ke sekolah.
Sampai di sekolah seperti biasa Didi selalu pasang lagak bos dihadapan anak2, apalagi pas istirahat, uuuuh sebel banget liat anak2 di suruh2 gitu, apalagi anak2 cewek itu gampang banget dirayu Didi, huh.
“eh, ni didi itu gimana menurutmu?” kataku pada Ani
Ani merupakan teman baikku sejak kecil, dan ia merupakan tempatku curhat jika ada masalah padaku.
“Gimana ya, memang dia agak nyebelin sih.”
“tapi dulu katanya kamu pernah jadian sama didi.”
“iya tapi ternyata setelah kulihat2 anaknya kayak begitu, aku jadi kesel, jadi trus tiba2 dia mutusin aku, entah kenapa.”
“RIS! Belikan es dong dikantin.” Tiba2 suara didi mengagetkanku
“duuuhhh..... emang lo pikir lo siapa?!”
“LHO?! Kamu gk kenal aku?!” suara didi kedengaran agak marah
“anak pak Edi, yang baru pindah kesini, dan tiba2 ke-2nya berlagak sok dan menyebalkan sehingga membuat orang2 terganggu!” kataku menyindir
Duk
Tiba-tiba Ani menyikutku
“eh, ris hati-hati jangan begitu, nanti..”
BRUAK
Belum selesai perkataan rini suara kursi jatuh menggema diseluruh kelas
“HEI!!! Hati2 klo lo bicara ya!”
Kursi yang sedang diduduki didi langsung jatuh karena sentakan didi saat berdiri, ia pun mendekatiku perlahan2, lalu ia berkata
“sepertinya lo harus diberi pemahaman ulang tentang siapa yang jadi ‘lakon’ disini.”
“kok kamu tiba2 kelihatan marah gitu sih kan aku menyuruh kamu biar bergerak, biar tidak duduk terus biar badan kamu sehat.”
“lo, masih berani nantang kamu, berani juga ternyata kamu ya.”
“memangnya buat apa takut sama anak yang kemana2 bawa du..”
GRABBBB
Sebuah tinju tiba2 mengarah ke perutku untung aku bisa menahan serangan itu
“kau berani juga ya ternyata sama cewek.”
“memangnya buat apa takut sama seseorang yang tugasnya Cuma melahirkan anak.”
BRUUAAAK
Tak biasa menahan emosi aku langsung membanting Didi ke matras ( kebetulan tadi habis pelajaran senam lantai dan matras nya belum dirapikan)
“AAAAAHHHH”
“ih biasa po’o gitu aja kok sampai teriak2 begitu”
“aah.. ahhh... lihat saja ris sebentar lagi kau akan sengsara!!”
“ memangnya kamu peramal, ngeramal masa depan orang seenaknya.”
Tapi mungkin itu merupakan perbuatan yang akan selalu kuingat dan kusesali
Saat itu aku dan mama sedang duduk makan di ruang keluarga, tiba-tiba papa datang kerumah padahal masih jam 6 sore dan biasanya papa pulang kerja
“ Lho, papa kok lesu kenapa, terus tumben papa kok pulang cepat?” kata mama
“nggak ma, entah itu tempa praktek papa kena gusur.” Balas papa pelan
“APAA!! Kenapa kok digusur pa?” suara mama tiba2 meninggi
“ Papa juga gk tau, tiba2 ada beberapa polisi sekitar7-8 gitu tiba2 datang dan bilang bahwa toko papa akan digusur, ya aku sudah tanya surat2nya dan tanya mau dipakai buat apa, surat2nya sih ada meski hanya sekilas papa lihat tapi tujuannya itu yang gk jelas, terus ma yang aneh itu yang mau digusur itu cuma tempat praktek papa, tapi tempat lain enggak.”
“Aneh juga ya pa kalau begitu, kalau begitu papa istirahat dulu aja ya papa pasti capek besok atau lusa kita cari tempat praktek baru buat papa.”
“makasih ma.”
Saat itu aku belum menyadari apa yang sedang terjadi kupikir itu hanya kesialan biasa, tapi setelah itu kesialan berkali2 terus menimpa kami, ibu diusir dari pekerjaannya, rumah kami entah kenapa juga akan digusur, sehingga kami harus pindah ke rumah yang lebih kecil dahulu, dan entah kenapa semua teman dan kenalanku menjauhiku hanya Ani yang tetap bersamaku, dan aku akhirnya menguatkan tekad untuk melabrak Didi lagi, saat itu hari Sabtu saat ekstra kulikuler.
“Di tolong hentikan itu.” Kataku memelas.
“Hentikan apa?” balas Didi simpel
“Kau bukannya yang mengganggu, keluargaku kan?”
“Bukan!!! Tapi yahhhhh mungkin itu karma karena menggangguku dulu.” Didi malah tersenyum sinis
Mukaku langsung merah padam, dan aku langsung pergi meninggalkannya, tapi sekilas tanpa sengaja aku melihat Ani melihat kami dari jendela ruang drama.
Saat itu aku belum tahu bahwa teman lamaku sudah berubah.
Dan akhirnya puncaknya setelah 2 minggu berlalu saat aku pulang sekolah rumahku terlihat sepi sekali, lampu gelap belum dinyalakan, pintu depan tak dikunci, aku memiliki firasat buruk dan aku bergegas masuk ke rumah, dan akhirnya firasatku terbukti, tapi aku tidak menyangka seburuk ini, dada kedua orangtuaku terlihat tertusuk berkali-kali dengan posisi yang mengenaskan, dan yang lebih parahnya lagi siluet pembunuhnya masih disana, aku yang berusaha menahan emosiku yang bercampur aduk segera menyalakan lampu dan kulihat Ani sedang menggenggam pisau.
“A..a..ani?! kenapa?”
“Ke...kenapa, kau bilang?ka..kau telah membuat didi menderita, dan a..aku sangat benci melihat itu kau tau kan.” Jawab Ani agak gagap
Tidak itu bukan aku
“ta..tapi kupi..”
“CUKUP!! Aku tidak ingin mendengar suaramu lagi selama ini aku hanya berpura-pura padamu.”
Aku tidak punya pilihan lagi
“Sekarang, tinggal menghabisimu setelah orangtuamu!”
Maafkan aku
Ani langsung menyerangku dengan pisau dan seketika aku langsung membalik dan menusuk perutnya, ani pun jatuh tersungkur, kegelapan saat itu masih menyelubungi sehingga kuambil pisau dari tangannya dan kusobek2 perut dan wajahnya, sampai tak berbentuk lagi, lalu terdengar bunyi sirine polisi, aku langsung terduduk lemas didinding, kupikir setelah ini kesialanku sudah berhenti.
“TUNGGU, kenapa keputusannya..!?”
“CUKUP, bawa dia keselnya.”
Setelah itu aku malah semakin menderita aku divonis 10 tahun karena membunuh orangtuaku dan Ani, tidak ada yang mengunjungiku sama sekali bahkan para kerabatku tidak datang padaku hingga suatu hari.
“Hai lama tak ketemu.”suatu wajah yang tidak asing mengunjungi selku
“Apa yang kamu lakukan disini Didi.” Tamyaku pelan
“yah kasihan sekali kan ada teman ku yang masuk penjara karena membunuh temannya, yah aku tahu bahwa yang membunuh orangtuamu bukan...”
DAANG
Aku langsung melompat dan tanganku menghantam jeruji selku.
“Kau! Apa yang kau tahu?!” kupikir ada harapan keluar dan mendapatkan keadilan
“Semuanya, saat aku menyelidiki rumahmu ternyata ada kamera tersembunyi yang diruangan itu, mau lihat hasilnya”
Kulihat di smartphone Didi saat itu orangtuaku sudah tergelatak seperti tadi tapi disana ada 4 orang Ani, dua orang lainnya dan.... DIDI
“KAAAAAUUU!” tanganku berusaha menggapai Didi tapi tidak sampai
“Jadi ini gara2 aku memukulmu itu!? Pak penjaga tolong periksa hp orang ini ada bukti aku tidak bersalah”
Ada 3 orang disana tapi mereka hanya tertawa melihatku
“Iya, kan sudah ku bilang kupikir aku ini siapa? Oh iya hakim kemarin dan petugas2 disini sudah dapat hadiah dariku jadi kelihatannya kamu akan diabaikan
“KURANG AJAR, dasar tidak NORMAAAL!!!!!” kemarahanku memuncak
Sambil berjalan meninggalkan selku Didi
“bukankah ini hal yang normal, banyak dari mereka di negeri ini yang memiliki banyak uang berada diatas mengendalikan yang dibawah seperti boneka, dan oh iya temanmu itu Ani dia disana karena aku menyekap orang tuanya, tapi yah akhirnya dia mati juga, akhirnya ku bunuh dan kuambil harta orang tuanya juga agar lebih bermanfaat, HA HA HA HA HA.”
BLAAAM
Pintu masuk ke ruangan sel ditutup dan para penjaga masih bercakap2 seperti tidak ada yang terjadi, semntara aku hanya bisa duduk, diam, meringkuk sendiri di kegelapan menunggu 10 tahun lagi untuk bebas.
Kembali ke masa sekarang aku berada di sebuah ruangan, aku berhasil mendapat pekerjaan sebagai dokter bedah, karir ku cukup sukses sekarang tapi aku masih belum melupakan kenangan masa lalu ku
“Dan begitulah ceritaku.”
“Da..dasar tidak normal.” Kata Didi terbata2
“bukankah ini seperti perkataan mu dulu, mereka yang ber-uang akan berada diatas yang lain mengatur mereka seperti booneka dan lagi kau harusnya tidak bicara seperti itu.”
Kujahit mulut didi agar tertutup dan kuatur ulang hpnya yang cassingnya kujahit di lehernya.
“Sungguh pertunjukkan yang luar biasa dari Riris.”
WAAAAAAAA
Suara sorak2 dan siulan berkecamuk diruangan itu, aku pun meninggalkan ruangan dengan tersenyum, baru pertama kalinya setelah ortuku meninggal aku sesenang ini, meninggalkan sang hakim yang dulu memenjarakanku, para petugas yang dulu menjaga selku, Didi, ayahnya, ibunya, teman-temanku dulu, akhir2 ini mereka kuajari untuk melenturkan sendi mereka,dan agar mereka mengikuti kata2 ku, lalu akhirnya kututp ruangan itu karena, yah... pertunjukan sudah berakhir.
2 bulan kemudian di studio metro tv
“Kembali bersama saya permisa Ika Jalanti, pemirsa pembunuhan berantai para koruptor kembali, tadi pagi anggota KPK yg terindikasi melakukan korupsi bank Kentary Budi Sanggorso bersama tersangka lainnya, dinyatakan hilang dari tempat tinggal mereka, segera polisi mengerahkan pasukan untuk mencari, polisi diperkirakan ini seperti 4 kasus tersangka koruptor sebelumnya dimana mereka menghilang lalu setelah seminggu ditemukan dalam keadaan mulut terjahit, tangan terjahit satu sama lain lalu cassing dan hp mereka terjahit di tenggorokan, dalam 4 kasus sebelumnya polisi terus mencari kemungkinan tersangka tapi masih belum mendapatkan hasil, dengan ini pelaku sudah memakan 37 korban sejak dari kejadian Edi Suasanto, berlanjut ke berita selanjutnya pemirsa Riris Andardi seorang perempuan berhati emas lagi2 melakukan pengobatan gratis massal di pedalaman indonesia, sekarang ia di papua bersama anggota timnya, kita menuju kepada rekan kita di lapangan, bagai mana keadaan disana Ando?’
“Terima kasih Ika, seperti yang kita lihat dari pagi sampai nanti malam tim dari Riris Andardi, melakukan pengobatan gratis, disini saya bersama mbak Lia sekertaris Riris, selamat pagi mbak Lia”
“Selamat pagi.”
“Bagaimana ini rencana nya mbak?’
“Seperti yang dikatakan mas Ando tadi kita akan melakukan pengobatan sampai lusa malam.”
“Omong2 mbak Ririsnya dimana ya?”
“Oooo sedang ada acara jadi tidak bisa ikut kesini.”
“Acara apa ya mbak?”
“Wah maaf mas kami juga tidak tau, biasanya kalau pergi ninggalin pasien itu pas ada acara penting.”
Sementara itu di suatu tempat dimana Budi dan kawan2nya dikumpulkan
“Siapa Kau? Lepaskan kami! Kau tidak tahu siapa aku?!!”
“Aku? Aku sepertimu, HANYA SESEORANG YANG NORMAL.” Kata Riris
THE END
Waaaaah gue suka banget ama konsep pembunuh berantai yang satu ini. Psikopat yang kerjaannya bunuhin koruptor. Yep, this is exactly what we need. Tagline-nya juga cukup keren. Walau gue sendiri merasa keterkaitan antara tagline ini ama ceritanya sendiri kurang dalam. Mungkin bisa diperdalam lagi ya ceritanya. Tapi overall, konsepnya sudah bagus.
bagus juga, tapi kurang ngerti nih
ReplyDeleteLumayan nih ceritanya, dilihat2 kalau dipanjangin lagi kelihatannya bagus, terus kalau diperhitungkan dia posisinya di pondok hebat banget
ReplyDeleteHebat
ReplyDelete