PERTEMUAN DENGAN KI DOLANAK
Sudah jatuh tertimpa tangga. Itulah yang dirasakan orang tua Dudung. Sudah harus merasakan sakit hati, jatuh miskin pula. Hal inilah yang membuat ayah Dudung mulai terganggu kejiwaannya. Dia mulai sering berperilaku kasar ke Dudung dan kepada istrinya.
Suatu malam, terjadi pertengkaran yang hebat antara kedua orang tua Dudung. Mereka mempermasalahkan soal Dudung. Dudung yang sedari tadi mendengarkan sudah sangat perih hatinya. Biasanya ia tahan dengan semua ejekan, namun kali ini orang tuanya sendiri yang menjelek jelekan anaknya. Hingga akhirnya ditutupi dengan nafsu, ayah Dudung yang sudah gelap mata menusukan pisau ke ibunya Dudung. Dudung yang mendengar jeritan ibunya dan sudah tidak tahan lagi dengan perlakuan ayahnya hanya bisa menjerit.
Melihat istrinya sudah tak bernyawa, ayah Dudung pun kalap dan langsung menyalahkan semua itu karena Dudung. Hingga akhirnya Dudung dibawa ke Sodonghilir lalu ditinggalkan disana. Sendirian, tanpa bekal apa-apa. Hanya tongkat dan pakaian yang melekat di tubuhnya.
Dicaci, dimaki dan dibuang. Dudung bertahan hidup dari mengemis dan kebaikan orang lewat saja. Sekalipun dia punya uang, dia akan kesulitan untuk mencari makan karena penglihatannya buram. Tidak jarang pula ada orang yang masih iseng dengan mengambil uang Dudung, menjual dengan harga tinggi, bahkan sampai hati mengambil tongkatnya hanya untuk mempermainkannya. Tersiksa, Dudung hanya dapat merenungi nasibnya.
Hingga suatu hari, seorang pria, berpakaian seperti seorang dalang dengan blangkon dikepalanya menghampiri Dudung. Dia lalu mengajak Dudung ke rumahnya. Karena sudah tidak kuat dengan nasibnya, tanpa berpikir panjang Dudung menerima tawaran orang tersebut.
"Dimana saya?" tanya Dudung.
"Tenanglah Dung, aku tak akan menyakitimu." jawab orang itu.
"Siapa kamu? Apa tujuanmu membawaku?"
"Perkenalkan, aku Ki Dolanak. Kita langsung ke poin utamanya. Apakah kau mau bisa melihat dengan normal dan membalas dendammu kepada gengnya Dadang?"
"Tunggu, darimana kau tau namaku?"
"Itu tidak penting Dung. Kau hanya cukup menjawab pertanyaanku. Kau mau atau tidak?"
"Tentu saja aku mau, tapi bagaimana caranya?"
"Baiklah, tapi dengan 3 syarat. Pertama, kau harus patuh dengan perintahku. Kedua, kau tidak boleh bertanya tentang aku. Ketiga, kau harus memanggilku guru. Paham?"
"Paham, Guru"
"Bagus"
Ki Dolanak lalu melakukan ritual selama berhari-hari. Selama itu pula Dudung harus mengikuti perintah Ki Dolanak. Lalu Ki Dolanak memberikan sesuatu untuk dimakan.
"Makanlah"
"Rasanya cukup lezat Guru"
Seketika itu juga, Dudung bisa melihat dengan mata kanannya. Seketika itu juga dia terkejut dan perutnya agak mual ketika dia tahu kalau yang di makan adalah bola mata manusia.
"Mulai sekarang kau akan bisa melihat dengan cara memakan bola mata manusia. Kau butuh makan sedikitnya sepasang bola mata agar bisa melihat selama 2 minggu."
"Tapi guru...."
"Kau sudah berjanji untuk tidak membantah"
"Tapi ini sangat luar biasa. Tak perlu ada kaca lagi, tak perlu meraba lagi. Ini momen paling indah dalam hidupku Guru. Terima kasih"
"Kau senang kan? Mari kulatih agar kau bisa mencarinya sendiri. Aku tak selamanya akan melayanimu."
"Baik, Guru"
~
Beberapa tahun kemudian, Dudung kembali ke kampung halamannya di Desa Muncang. Dia berjalan dengan tegap. Tanpa keraguan. Dengan misi membalaskan dendamnya.
Ketika dia kembali di desanya, beberapa orang mulai berbisik-bisik. Membicarakan dirinya yang kembali lagi.
Dia lalu pergi menghampiri salah satu disana, menanyakan keberadaan Dadang. Setelah ditunjukan keberadaanya, Dudung langsung pergi untuk menemui Dadang.
Dadang ternyata sedang berada di rumahnya, bersama kawannya, Deden, Didin, dan Rani, yang sedang menjalin hubungan dengan Dadang. Tanpa salam, tanpa permisi, Dudung langsung masuk ke rumah Dadang.
"Wah, sudah kembali rupanya si Dung Buta. Kemana saja kau selama ini? Mencari tongkatmu? Lancang sekali kau masuk kesini tanpa salam tanpa permisi." ejek Dadang.
"Bukannya, kau sudah diusir sama bapakmu itu. Sudah buta, lancang pula. Mau cari urusan lagi kau?" tantang Deden.
Tanpa menghiraukan, Dudung langsung berlari dan menendang Deden. Deden terhempas ke arah rak piring. Beberapa piring dan kuali jatuh tepat di kepala Deden sehingga kepalanya bocor dan tak sadarkan diri. Dadang, Didin dan Rani terkejut dengan hal itu. Lalu Dudung segera menghunuskan keris pemberian Ki Dolanak, menusukan tepat di perut Didin. Dudung sangat menikmatinya, memutarnya, menyobek perutnya, lalu mengeluarkannya. Didin hanya bisa histeris ketika sadar ususnya menjuntai keluar.
Dudung lalu berlari ke pintu dan mencegat Dadang yang mau kabur. Sementara Rani hanya bisa terduduk karena kaget dan takut. Perkelahian antara Dadang dan Dudung tak terelakan. Dudung berhasil menusukan kerisnya ke perut Dadang dan melakukan hal yang sama. Rani dan Didin semakin histeris.
"Sialan kau Dung Buta"
"Sst, tutuplah matamu agar kau tau apa yang selalu kurasakan"
Seketika itu juga Dudung menusukan kerisnya ke mata Dadang, melepaskan dari tempatnya dan memakannya. Dudung pun menghampiri Didin dan melakukan hal yang sama.
Warga yang mendengar keributan langsung masuk ke rumah Dadang. Begitu sampai di dalam, mereka langsung terkejut. Sebagian dari mereka muntah. Rani pucat wajahnya, dia syok dan hanya bisa menjawab "Itu Dung Buta" ketika ditanya. Deden langsung dilarikan ke rumah sakit. Dia berhasil sembuh namun kehilangan ingatannya. Sedangkan Didin dan Dadang tak tertolong.
Dudung berhasil lolos sebelum warga sempat mendobrak masuk. Tinggal satu korban lagi misinya selesai. Dia lalu datang ke rumah lamanya. Menemui ayahnya.
"Apa yang kau lakukan disini anak terkutuk. Semua orang membicarakanmu. Pergi kau dari sini."
Croot,
Keris menancap di perut ayahnya, Dudung lalu memutarnya, menyobeknya, mengeluarkannya dan menikmati setiap gerakannya.
"Apa yang kau lakukan?"
"Sst, tutuplah matamu agar kau tau apa yang selalu kurasakan."
Epilog
Sejak saat itu, orang-orang jadi mengenal tentang Dung Buta. Dung lalu mengejar semua orang yang pernah dulu anggota geng Dadang. Semua mati dalam keadaan yang sama. Dia ingin orang-orang itu merasakan apa yang selalu dirasakannya, gelap dan perih, menderita. Orang terakhir yang dia bunuh adalah Deden. Beritanya sudah menyebar 2 hari yang lalu. Polisi kesulitan mengidentifikasi karena setiap orang yang mengetahui Dung Buta sudah mati. Kecuali Rani yang kehilangan akal sehat.
Sebenarnya masih ada satu orang lagi yang akan dia incar. Dahulu dia adalah salah satu anggota gengnya Dadang. Dia juga pernah mencela Dudung. Bahkan salah satu pelaku pengeroyokan. Tapi dia pindah dari Muncang setelah kejadian pengeroyokan karena orang tuanya adalah dokter di puskesmas desa dipindahkan ke desa lain. Dia bernama Juan. Mungkin Juan tidak tau nama Dung Buta karena saat itu belum populer.
Sebenarnya Dudung ingin berhenti melakukannya setelah berhasil membunuh Juan. Tapi dia sudah terikat kontrak dengan Ki Dolanak. Dia membutuhkan minimal sepasang bola mata dalam sepasang bola mata untuk 2 minggu. Itulah kontrak yang harus dilunasi seumur hidupnya.
Itulah dia semua tentang Dung Buta."
Ardi yang sedari tadi menyimak dan terus mengetik lalu mengangkat kepalanya.
"Sangat kasihan hidupnya si Dudung, dia pasti sangat merana"
"Ya begitulah"
"Tapi apa yang dilakukannya tetap tidak dibenarkan."
"Tapi mau bagaimana lagi? Dia sudah terikat kontrak."
"Tunggu sebentar, anda tahu darimana? Anda bisa menceritakannya secara detail. Dan anda menggunakan.... Astaga!"
Croot.
"Apakah kau?"
"Sst, tutuplah matamu agar kau tau apa yang selalu kurasakan"
~
Ting.
Notifikasi email masuk ke komputer Juan. Juan yang baru saja menggelar rapat dengan dewan direksi sangat senang begitu melihat email dari Ardi. Dia segera membukanya, dan membacanya. Cerita yang sangat bagus.
"Kita bisa langsung menerbitkannya untuk akhir pekan. Pasti ratingnya akan tinggi. Benar-benar Jum'at berkah." ucap Juan.
Kriiing.
Terdengar bunyi ringtone dari hp Juan. Tertera nama Madun di layar handphone-nya
"Halo"
"Halo, anak buahmu, Ardi, ditemukan tewas di pinggir hutan di Kecamatan Sodonghilir. Keadaannya sama mengenaskannya seperti korban pembunuhan sebelumnya. Aku berjanji akan segera menemukan pelakunya."
"Apa kau bercanda dun? Ardi baru saja mengirimiku email laporan pekerjaannya."
"Ini bukan sesuatu yang patut dibercandakan. Lagi pula dia ditemukan tanpa ada barang-barangnya, hanya tubuhnya dan baju yang dikenakannya saja. Sebaiknya kau berhati-hati. Mungkin dia punya maksud lain."
Lutut Juan lemas seketika. Senyum yang tercetak di wajahnya beberapa menit yang lalu kini berganti menjadi pucat dan takut. Dia lalu menghempaskan tubuhnya ke kursinya. Lalu mulai meneruskan membaca cerita yang dikirim oleh 'Ardi'. Pikirannya mulai meracau.
Ketika sampai pada bagian akhir cerita dari Ardi, Juan terkejut. Ada catatan kecil, terlalu kecil bahkan tak terbaca. Dia lalu membesarkan fontnya dan terkejut dengan isinya.
"Aku sudah disini. - Dung Buta" ujar seseorang dari balik lemari yang menirukan tulisan kecil yang diperbesar itu.
"Hei, mau apa kau disini."
Croot.
Seketika keris menancap di perut Juan. Dudung lalu memainkannya lebih lama. Menikmati setiap sayatannya. Baru kali ini dia mendapatkan perut yang besar.
"Kau Dudung? Tidak salah lagi kau Dudung. Mungkin ini terlambat, tapi maafkan aku."
"Sst, tutuplah matamu agar kau tau apa yang selalu kurasakan"
THE END
Gue udah nggak heran sih kenapa cerita ini begitu “rapi” soalnya di grup, Dennis udah terbiasa menulis riddle dan jadi salah satu kontributor utama. Overall, hampir semua cerita creepypasta di sini agak “cliche” ya tentang anak yang dibully terus membalas dendam menjadi sosok yang mengerikan. Mungkin ini menggambarkan juga realitas yang ada di negeri ini (buset deh bahasanya). Masih banyak pebully-an terjadi nggak hanya di sekolah namun sampai ke tingkat pendidikan tinggi yang harusnya isinya orang-orang intelek semua (tau khan kasus apa yang gue maksud). Yah, gue berharap at least cerita-cerita membawa pesan moral bahwa pembully-an itu sama sekali nggak asyik, bahkan bisa menimbulkan trauma yang bisa meninggalkan bekas hingga dewasa nanti. Lagian juga nggak ada gunanya toh?
Back to the story, karakter Dung Buta ini agak “eeeeew” soalnya dia kudu makan bola mata manusia (sekali lagi EEEEEWW). Mungkin ini versi kelamnya Si Buta dari Gua Hantu ya? Lumayan sih ada plot twist di belakang hahaha. Mungkin bisa dieksplore lagi aksi Dung Buta di Jakarta membunuh artis-artis instagram nggak jelas.
Nah, dengan kelarnya cerita ini, maka kelar juga event CREEPYPASTA CREATOR. Pemenangnya akan gue umumin mingdep. Yaaay dapat buku gretongan dari gue lhooo (plus tanda tangan). Buat semua yang udah masukin entry untuk event ini, terima kasih banyak ya udah memperkaya creepyverse Indonesia! Semangat dan maju terus creepypasta Indonesia :D
Mantap, creepypasta Indonesia nyeremin juga...
ReplyDeleteane angga myers bang :v ane pengikut blog ente bahkan pas blog ini baru mencapai ribuan viewers. Accept lah permintaan pertemanan gue di fb bang :'3 akun gue diblokir terus.
ReplyDeleteYeayyyyyy ππππππ―π―ππ ππ⛤πππππ⛤ππ©π
ReplyDeleteKeren eiuh si dudung...
ReplyDeleteNjirrr tasikmalaya kota ane,wkwkwk sering juga ke rumah temen di sodonghilir :v
ReplyDeleteNjiirrrrr ada cerita serem kek gthu juga ga :v
Deletecerita no 4 kok gak ada
ReplyDeletekeren nih cerita. rada2 eeww jg sih kayak abang. hehehe
ReplyDeletedave SCP PARK kpan di update πͺπͺπͺ
ReplyDeletengeri-ngeri baca jam 1 pagi, bang dave
ReplyDeletejejak : http://adithrmwn24.blogspot.co.id/
Bagus looopp...
ReplyDeleteOiya kak,aq request donk bahas tentang stigmata.... Plissss wkwkwk
Makasih kak dev
-rs
Bagus ceritanya
ReplyDelete