Wednesday, November 20, 2019

A FROZEN HELL: KISAH TRAGIS CARL MCCUNN, TERJEBAK DI DINGINNYA ALASKA



Hidup bertahan hidup di alam liar sendirian tanpa kontak manusia bukanlah hal yang mustahil. Hal tersebut pernah dilakukan oleh survivalist Richard Proeneke yang membangun kabin dengan tangannya sendiri serta bertahan hidup selama 30 tahun dengan berburu, tanpa bantuan siapapun di liarnya alam Alaska yang belum terjamah. Akan tetapi, tentu saja prestasi semacam itu bisa diraih dengan pengalaman dan persiapan yang matang. Hal sebaliknya terjadi pada Carl McCunn, seorang fotografer alam liar yang pada 1981, tanpa rencana yang matang, berkelana sendirian ke alam Alaska yang buas. Perjalanan itu terbukti menjadi bencana dan berakhir dengan kematiannya.

Dear readers, inilah Dark Case kali ini.


Carl McCunn dilahirkan di Munich, kala itu masih menjadi bagian Jerman Barat pasca Perang Dunia II tahun 1946. Keluarganya kemudian pindah ke Amerika Serikat dan iapun dibesarkan di San Antonio, Texas. Ingin mengikuti jejak ayahnya sebagai tentara, iapun mendaftar di Angkatan Laut selama 4 tahun. Setelah keluar, Carl yang tertarik dengan alam memutuskan pindah ke Anchorage, Alaska dan menjadi fotografer.

Pada Maret 1981 ia menyewa sebuah pesawat carter untuk membawanya ke Brooks Range, suatu wilayah terpencil di pedalaman Alaska. Ia berencana tinggal di sana selama 5 bulan untuk memotret satwa liar di sana. Ia membawa serta makanan yang cukup untuk bertahan hidup selama 5 bulan, yakni seberat 640 kg. Demi pekerjaannya ia membawa serta kamera dan 500 rol film. Tak lupa, untuk menjaga diri, ia membawa dua senapan berserta amunisinya.

Namun ia tak menyadari, satu kesalahan kecil yang ia lakukan akan berujung pada ajal yang menjemputnya.

Pedalaman Alaska

Segala sesuatu berjalan lancar seperti yang ia harapkan. Selama 5 bulan ia mendapatkan banyak foto dan menikmati hidupnya di sana. Namun ketika ia mulai menunggu pesawat untuk datang menjemputnya, ia mulai merasa ada yang salah. Hingga pertengahan Agustus, pesawat itu belum juga menjemputnya.

Baru di sinilah, Carl sadar bahwa ia mungkin melakukan kesalahan yang fatal. Ia memang berencana untuk mencarter pesawat yang sama untuk kembali menjemputnya pada bulan Agustus, namun ia tak pernah mengkonfirmasinya ke sang pilot. Dengan kata lain, pesawat yang ia tunggu takkan pernah kunjung datang.

Ia sendirian di sana, tanpa jalan keluar untuk pulang.

Carl mencoba tidak panik dan menggunakan kemampuan berburunya untuk menghemat persediaan bekal yang ia bawa. Ia juga berharap bahwa keluarganya akan menyadari bahwa ia menghilang dan akan mencarinya. Walaupun ayahnya memang mengetahui ia akan pergi berkemah di pedalaman Alaska, namun Car mengatakan untuk tak usah menunggunya dan tak memberitahu waktu yang jelas kapan ia akan kembali.

Ia hanya mengatakan pada ayahnya untuk tak usah khawatir jika ia tak kembali.

Keajaiban sebenarnya muncul pada akhir Agustus dimana sebuah pesawat Alaska State Trooper (polisi) melintas tepat dimana Carl berkemah. Merasa gembira tiada tara karena mengira ia akan diselamatkan, ia mengepalkan tangan kanannya ke atas, ke arah pesawat itu.

Carl sama sekali tak sadar, isyarat tangan yang ia berikan secara universal merupakan sinyal yang menyatakan, “SAYA BAIK-BAIK SAJA. JANGAN TUNGGU SAYA.”


Musim dingin pun merayap datang dan bagi penghuni Alaska yang terletak di dekat lingkar kutub utara, bekunya suhu saat musim dingin bisa berarti kematian. Salju mulai turun dan sungai dimana Carl menggantungkan hidupnya mulai membeku. Semakin sukar untuk menemukan hewan untuk dimakan. Dan masalahnya tak hanya itu, serigala dan rubah juga mulai mengintainya.

Pada Bulan November, Carl sudah kehabisan persediaan makanan. Ia berencana untuk berjalan kaki menuju ke Fort Yukon, sekitar 121 kilometer dari tempatnya berada. Namun salju yang makin menebal serta kondisinya yang amat lemah membuat perjalanan itu tampaknya mustahil. Pada akhir November, ia mulai merasa sakit karena kelaparan dan juga hawa dingin yang merajamnya.

Pada bulan Januari, keluarga dan teman-teman Carl mulai khawatir karena sama sekali tidak ada kabar darinya selama berbulan-bulan. Pada bulan berikutnya, para anggota Alaska State Trooper akhirnya menemukan kemahnya. Dan begitu membuka tenda, mereka tercekam akan pemandangan di dalamnya.

Mayatnya yang telah kurus kering kini membeku di dalam tenda dengan luka tembak. Carl yang telah putus asa ternyata telah memutuskan untuk bunuh diri ketimbang harus mati perlahan-lahan dan mengalami penderitaan panjang yang menyakitkan.

Di samping mayatnya tergeletak sebuah SIM miliknya (untuk membantu mengidentifikasi mayatnya apabila ditemukan) dan buku diari setebal 100 halaman. Di dalam buku itu tertulis semua keputusasaannya. Diduga pada malam saat ia memutuskan bunuh diri, ia membakar semua miliknya yang tersisa untuk menciptakan api unggun yang hangat sebagai kenyamanan terakhirnya. Ia lalu menulis “Tuhan, maafkan semua dosa dan kelemahanku. Tolong jagalah keluargaku” dan juga sepucuk surat untuk ayahnya berisi instruksi cara mencetak film-filmnya.

Ia menuliskan kata terakhirnya di diari tersebut, “Mereka mengatakan bahwa ini tidak akan sakit” sebelum ia akhirnya bunuh diri, keputusan yang mungkin juga akan kita amini seandainya kita berada dalam posisinya.

Sumber: Wikipedia







7 comments:

  1. teledor parah, bersyukur di zaman ini sudah ada travel*ka

    ReplyDelete
  2. Kesalahan kecil yang berbahaya... tanpa persediaan alat komunikasi... tanpa penguasaan ilmu isyarat yang baik. Pelajaran penting

    ReplyDelete
  3. Dua kesalahan yang fatal, apalagi waktu ada pesawat yang lewat yang dia harap bisa nyelamatinya(malah ngasih isyarat all ok, do not wait).
    Gak kebayang gimana putus asanya gue kalo jadi dia :/

    ReplyDelete
  4. gimana nasib fotonya? Apa ada hasil?

    ReplyDelete
  5. gimana nasib fotonya? Apa ada hasil?

    ReplyDelete
  6. Heran, padahal tentara tp hal paling dasar aja (aba2 tangan) bisa salah. Anyway RIP

    ReplyDelete
  7. :((

    Kudunya nulis isyarat sos/help pake apapun yang ada

    ReplyDelete