Wednesday, November 20, 2019

“PEREMPUAN TANAH JAHANAM” VS “RATU ILMU HITAM”: MANAKAH YANG LEBIH JAHANAM???




Hallo guys, lagi-lagi gue akan kasih review film yang telat seperti biasa hehehe. “Perempuan Tanah Jahanam” ama “Ratu Ilmu Hitam” emang udah dirilis agak lama, tapi gara-gara kesibukan kerjaan gue, ditambah lagi gue sempet sakit selama 2 minggu, alhasil gue baru sempet nonton keduanya secara maraton akhir pekan kemarin. Karena gue juga nontonnya secara maraton, akhirnya gue putusin aja membandingkan kedua film ini dalam satu postingan biar hemat tempat hehehe. Kalo gue ada waktu lagi, akan gue bahas deh film-film versi jadul mereka seperti pas gue bahas “Pengabdi Setan”. 

Here we go!


Beberapa tahun lalu, kalo ada film horor Indonesia yang dirilis, gue nggak akan merasa se-excited, ini, tapi jatuhnya malah ilfil. Betapa tidak guys, semenjak era horor berkualitas seperti “Kuntilanak” dan “Jalangkung” pada awal masa-masa keemasan sinema Indonesia berakhir, film-film horor Indo lebih condong ke film-film “cash-grabbers” bertema erotis murahan yang “ewww” banget, mulai dari “Pocong Ngangkang” ampe “Skandal Cinta Babi Ngepet” (yup, it's a actual movie). Namun kini, makin banyak sutradara berbakat Indonesia yang mulai nunjukin taring mereka. Ada tiga sutradara yang gue percaya banget nama besarnya, yakni Joko Anwar, Timo Tjahjanto, ama Kimo Stamboel. Udah deh, pokoknya kalo ada nama mereka, gue nggak perlu tahu sinopsis ama trailernya, gue langsung cabut ke bioskop buat nonton karya mereka.

Beruntung bulan ini ada dua film horor Indo yang dirilis berurutan, yakni “Perempuan Tanah Jahanam” dan “Ratu Ilmu Hitam” yang seolah ingin mengulang kesuksesan “Pengabdi Setan”, memiliki tema yang sama, yakni remake film horor jadul. Tapi pastinya walaupun remake, tetap saja sutradara-sutradara semacam Joko Anwar dan Kimo Stamboel lebih kreatif ketimbang Disney dong. Di sini remake nggak berarti meniru jalan ceritanya persis, melainkan diberi bumbu modernitas dan disesuaikan dengan selera zaman now.


Pertama gue bahas dulu filmnya Joko Anwar. “Perempuan Tanah Jahanam” diperanin salah satu scream queen Indonesia favorit gue, Tara Basro. Film ini menceritakan seorang cewek (well two actually) yang kembali ke tanah kelahirannya untuk menuntut harta warisannya. Namun di sana ia malah mengalami teror berkat rahasia gelap yang disimpan keluarganya dan desa terkutuk tempatnya berasal. Film ini memiliki opening scene tergila dan terseram yang pernah gue lihat di film horor Indonesia manapun, which is extremely gonna work bahkan jika scene itu cuman jadi film pendek. Gue perlu acungin dua jempol juga buat scoringnya yang bener-bener kreatif dan efektif dalam membangkitkan kengerian.

Akan tetapi, gue perlu mengaku kalo gue menemukan banyak banget kelemahan di film ini. Pertama Jokan memakai terlalu banyak “cat scare” di film ini. Buat kalian yang belum tahu, “cat scare” adalah kebalikan dari “jump scare”. Jika “jump scare” menampilkan sesuatu yang menakutkan di saat yang paling nggak kalian duga, “cat scare” justru mem-build up adegan sedemikian rupa sehingga kita percaya sesuatu yang menakutkan akan terjadi, tapi malah diakhiri dengan anti-klimaks begitu kita menyadari hal tersebut sebenarnya nggak berbahaya sama sekali. Semisal udah tegang-tegangnya, eh ternyata itu bukan pembunuh tapi cuman temennya si protagonis. Itu yang dinamakan “cat scare” dan jujur gue benci banget ama teknik itu karena menurut gue nggak kreatif dan cuman buang-buang waktu penontonnya aja.

Kedua, dari temanya sendiri, gue pikir Jokan pengen mendapuk para “pribumi” Jawa yang hidup di desa terpencil sebagai sosok “redneck” seperti di film “Texas Chainsaw Massacre” atau "Hills Have Eyes". Tara Basro dan temannya di film ini (yang dikisahkan berasal di Jakarta) sedari awal dibikin nggak nyaman dengan suasana pedesaan yang “asing” dan juga para penduduknya yang hostile dan terkesan seperti pengikut sebuah cult sesat. 


Padahal kenyataannya justru sebaliknya, jika kalian ke pedalaman Jawa kalian justru akan menemui orang-orang paling ramah dan baik hati, berlawanan banget dengan sikap orang-orang kota yang udah sering gue temui selama gue menetap di Jakarta beberapa tahun. Pengalaman aja, pas #matilampu gede di Jakarta kapan lalu, sinyal hape gue sempat mati sehingga gue nggak bisa sama sekali manggil Grab atau Gojek dan gue saat itu kejebak di pedesaan terpencil di Wates, Yogya. Eh salah satu orang desa di sana malah nganter gue ke stasiun (padahal nggak kenal) dan pas gue mau kasi uang sebagai pengganti bensin, dia malah nolak.

Ini sih salah satu yang bikin gue nggak terlalu demen dengan karya Jokan kali ini. Penggambaran villagers yang sangat bertolak belakang dengan kenyataan (penganut ilmu hitam lah, xenofobia lah, lawless lah) ini mau nggak mau membuat gue yang dibesarin dalam tradisi Jawa sedikit banyak tersinggung. Walaupun gue akuin, gue menghargai banget usaha Jokan untuk mengangkat budaya Jawa seperti wayang kulit dan gamelan di film ini. Penggunaan bahasa Jawa oleh para pemeran utamanya pun masih terasa “kaku” di telinga gue, kedengeran banget mereka bukan pengguna fasih bahasa tersebut (kecuali buat Christine Hakim yang kualitas aktingnya jelas mumpuni). Contohnya, salah satu tokohnya memanggil dirinya sebagai “Ratih” dengan vokal “i” terdengar jelas. Padahal menurut dialek Jawa yang otentik, namanya seharusnya dipanggil “Rateh” dengan huruf “e”. Ortu ama temen-temen gue di Solo aja sampai sekarang kalo manggil gue “Daved” karena itu emang kayak gitu aksennya.

Solusi klimaksnya juga menurut gue amat “meh” dan nggak seru sama sekali. Kalo gue disuruh ngasi skor, gue akan kasi “Perempuan Tanah Jahanam” dengan 3 CD berdarah.



Sekarang gue akan bandingin film ini dengan “Ratu Ilmu Hitam”. Diangkat dari film jadulnya mendiang Suzanna, film ini menceritakan sebuah keluarga yang berkunjung ke panti asuhan tempat sang ayah dibesarkan. Di sana mereka berkumpul dengan anak-anak panti lain yang sudah tumbuh dewasa. Namun di sana, mereka terpaksa menguak rahasia kelam yang telah lama terkubur (pun intended) setelah kejadian-kejadian mengerikan mulai menimpa mereka.

Ini adalah film horor Kimo Stamboel kedua setelah “Dread Out” tahun lalu. Gue nggak ngerti kenapa banyak orang kecewa dengan film tersebut, padahal menurut gue oke-oke aja dan tone humor di film itu cukup menghibur gue. Mungkin itu karena sosok Linda yang menurut banyak orang nggak sesuai ama penampilannya di game ya (if u know what I mean). Dan kali ini pula aksi Kimboel sama sekali nggak membuat gue kecewa. Adegan horor di sini amatlah gore dan memuaskan (maklum, admin punya hasrat psikopat terpendam hehehe). Gue malah agak kaget melihat adegan-adegannya yang begitu sadis seperti ini dipebolehkan tayang di Indonesia, bukannya biasanya disensor KPI habis-habisan ya?


Nggak cuma sadis, adegan-adegan penyiksaan di sini juga bikin jijik abis. Salah satu favorit gue pas adegan dimana punggung Imelda Therine (pemeran salah satu istri di film ini) mengeluarkan .... ah, tonton aja deh hehehe. Penampakan hantu hingga ratu ilmu hitamnya sendiri benar-benar membuat gue bergidik ngeri di kursi gue.

Tapi sekali lagi, gue harus bahas kelemahannya. Pertama, sama seperti “Dread Out” gue agak kecewa dengan keputusan Kimboel untuk memajang banyak sosok artis Indo alias blasteran bule di sini. Bukan apa-apa sih, tapi aneh aja kalo ampe go-international dan dilihat orang luar negeri. Itu bakalan membuat impresi nggak realistis bahwa orang Indonesia seperti itu semua kali ya? Gue lebih menghargai Jokan sih yang lebih suka memajang cast asli Indonesia dengan wajah dan warna kulit mereka.

Kedua, gue lebih mengharapkan film ini bergenre slasher, tapi kenyataannya nggak. Ada banyak karakter di sini, tapi kerjaannya cuma lari ke sana kemari dan nggak punya kontribusi riil di jalan cerita (I'm talking about you, Ari Irham! Is he supposed to be a gay or something karena ada cewe sebening Shenina Cinnamon malah dianggurin, padahal karakternya Zarra JKT48 aja dibikin gatel). Paling nggak dibunuh kek. But I think I would blame that on Joko Anwar because he's the scriptwriter. Walaupun kali ini gue juga harus memuji Jokan karena plot twist yang dihadirkan di sini cukup bagus,.

So there it is. gue kasi “Ratu Ilmu Hitam” dengan 4 CD berdarah.


Jadi udah tau semua kan siapa yang lebih jahanam?

Sumber gambar: IMDB

7 comments:

  1. Menurut opini gw bang, jokwar ini terinspirasi dari film2 horror luar negeri kaya 'us' tapi salah tempat, coba aja klo latar tempatnya di daerah sumatra atau sulawesi, mungkin lebih cocok

    ReplyDelete
  2. Kangen banget gua bang ama postingan elu :"

    ReplyDelete
  3. Replies
    1. Laaah baru bilang. Gw dulu kesasar di sana 😂😂😂

      Delete
  4. aku di bioskop kemaren nyari PTJ tapi telat dong..dah abis pemutarannya..dan penggantinya RIH...but yeah it's actually good :") paling gore pas yg istri motong perut sendiri :")

    ReplyDelete
  5. Opening scene PTJ itu homage buat film korea February 29 bukan sih bang? Mirip banget soalnya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Oya? Gue dah lama banget nonton film itu jadi udah lupa. Wah berarti nggak original dong?

      Delete