Polisi berjaga di sebuah rumah yang menjadi lokasi
salah satu kejahatan paling menghebohkan di Belanda
[Yap
gue mulai coba bikin judul clickbait sekarang]
Belanda
terkenal sebagai negeri yang adem ayem dengan tingkat kriminalitas yang teramat
rendah (sama rendahnya ama wilayah negara mereka yang di bawah permukaan air
laut). Jarang ada kan kejadian heboh yang berdengung dari negara tersebut?
Maklum, penduduknya juga terkenal kalem-kalem. Namun kejadian menghebohkan yang
terkuak pada Oktober 2019 ini menghebohkan seantero negeri.
Alkisah,
seorang pria misterius muncul di sebuah kota kecil bernama Ruinerwold yang
terletak di timur laut Belanda, berbatasan dengan Jerman. Ia masuk ke dalam bar
dengan kondisi yang memprihatinkan. Jenggotnya tampak tak terawat, rambutnya
kusut dan acak-acakan, pakaiannya terlihat kuno, dan tak hanya itu, ia juga
tampak linglung dan kebingungan, bahkan sedikit ketakutan. Sang pemilik bar
sampai mengajaknya berbicara karena merasa heran. Kota itu adalah sebuah kota
kecil (hampir seperti pedesaan) sehingga semua orang saling mengenal dan ia
sendiri tak pernah melihat pria asing itu sebelumnya.
Hal
berikutnya yang terjadi, pria itu memesan 5 gelas bir dan langsung
menghabiskannya dalam beberapa tegukan. Kemudian, barulah ia berbicara. Ia
adalah yang tertua dari 6 bersaudara dimana mereka semua disekap di basement
sebuah rumah di desa itu, hanya beberapa kilometer dari bar itu. Ia berhasil kabur dan yang mengejutkan, saat
itu adalah pertama kalinya ia keluar rumah, bahkan bertemu manusia lain,
semenjak 9 tahun terakhir.
Kasus
itupun mengundang polisi dan semakin digali, makin banyak fakta aneh muncul
dari kasus yang terjadi di Belanda itu.
Begitu
mendapatkan laporan dari sang pemilik bar, polisipun langsung meluncur ke sana
dan setelah mewawancarai pemuda misterius itu, ia lalu membawanya ke rumahnya.
Rumah itu sendiri cukup mencurigakan. Sekilas, tempat itu seperti pondok impian
yang terletak di lepas pedesaan yang indah dan damai. Sebuah taman indah
terlihat tertata dengan rapi di depan dengan pepohonan rimbun mengelilinginya,
begitu hijau dan asri. Namun justru karena itulah kondisi dalam rumah itu sama
sekali tak terlihat dari jalanan di luarnya, karena tertutup oleh pepohonan
lebat yang mengelilinginya.
Begitu
mengetuk pintu, para polisi menemukan pria tua yang tak mau berkooperasi dengan
mereka. Merekapun mendobrak masuk dan sang pemuda tadi menunjuk ke arah sebuah
lemari. Ketika didorong, mengejutkan, terlihat sebuah pintu rahasia yang menuju
ke ruang bawah tanah. Mereka menyorotkan senter ke dalamnya dan di bawah
tangga, terlihat sekitar lima pria dan wanita, kesemuanya masih belia, berumur
antara 18 hingga 25 tahun. Tak hanya itu, di ranjang tergeletak pula seorang
pria lanjut usia yang mengalami stroke.
Pria
itu bernama Gerrit van Dorsten dan ia-lah ayah dari keenam anak muda
yang disekap itu. Yang mengejutkan, justru ia-lah otak di balik pemenjaraan
anak-anaknya sendiri di ruang bawah tanah rumahnya. Sedangkan pria yang menolak
membukakan pintu adalah seorang pria asal Austria bernama Josef Brunner, yang
merupakan rekan dan sahabat Gerrit. Ia bekerja mengurus rumah itu semenjak
Gerrit mengalami stroke dan tidak mampu bergerak. Sementara itu, pemuda yang
berhasil kabur dan melapor polisi adalah Jan, anak tertua Gerrit. Tak tahan
lagi dengan nasib menggenaskan adik-adiknya yang dikurung, iapun memutuskan
melarikan diri.
Tapi
apa alasan Gerrit melakukan hal-hal tersebut pada buah hatinya sendiri?
Setelah
melalui penyelidikan mendalam, polisi akhirnya mengetahui bahwa Gerrit dan
Josef adalah anggota sebuah “doomsday cult” atau sekte kiamat. Aliran ini
mempercayai bahwa akhir dunia akan segera tiba, karena itulah mereka
bersembunyi dan mengurung diri di dalam bunker bawah tanah. Mereka juga
meminimalisir kontak dengan dunia luar. Mereka mencukupi makanan mereka
menggunakan bahan pangan yang mereka tanam sendiri (ingat taman yang terletak
di depan rumah mereka?) dan hewan ternak yang mereka pelihara di halaman luas
rumah itu.
Sosok Gerrit, sang pelaku penyekapan anak-anaknya sendiri,
diambil dari akun Facebook-nya
Dan
yang menggenaskan, anak-anak muda dikurung di luar kehendak mereka. Namun
mengapa anak-anak itu tak mencoba kabur setelah dikurung selama 9 tahun, yang
jelas bukan waktu yang sebentar? Lagian mereka semua sudah dewasa, pastinya
mereka bisa dengan mudah mengalahkan Josef yang sudah sepuh, belum lagi ayah
mereka sudah terbaring tak berdaya karena stroke? Apakah mereka menderita
Stockholm Syndrome seperti korban-korban penyekapan pada umumnya? Ternyata
jawabannya tak sesederhana itu, bahkan lebih mirip seperti plot-plot film horor
Hollywood.
Baik
ayah mereka maupun Josef, yang kini mengurus mereka, tahu benar bahwa bumi
belumlah kiamat. Namun bukan itu yang mereka katakan pada anak-anak mereka.
Setahu anak-anak tersebut, dunia luar telah musnah dan mereka-lah satu-satunya
manusia yang tersisa. Mereka mengira bahwa di luar rumah mereka adalah dunia
post-apokaliptik nan tandus, sehingga satu-satunya cara bertahan hidup adalah
bersembunyi di dalam bunker. Itulah yang menjadi sebab Jan, sang anak tertua
yang berhasil kabur, terlihat begitu kebingungan ketika berada di dalam bar itu
dan melihat masih banyak orang bercengekerama. Ia pasti sama sekali tak
menduganya karena mengira semua manusia di dunia ini telah mati dan mereka
satu-satunya keluarga yang masih hidup.
Ada
satu hal lagi yang cukup membuat gue merinding. Josef, sang pria yang membantu
Gerrit mengurung anak-anaknya, berasal dari Austria. Mungkin kalian masih ingat
salah satu “Bedah Kasus” yang pernah gue bahas di blog gue yang menceritakan
seorang pria yang mengurung putrinya sendiri selama 24 tahun di ruang bawah
tanah apartemennya. Pria itu bernama Josef Fritzl dan entah kebetulan atau
bukan, tak hanya nama depan mereka sama, namun mereka juga sama-sama berasal
dari Austria.
Hingga
kini, Ruinerwold yang dulu hanya berupa titik mungil yang terabaikan di peta,
menjadi ramai dibanjiri wartawan, baik dari dalam negeri maupun internasional.
Mereka semua berbondong-bondong ke kota kecil itu karena penasaran dengan
berita menghebohkan tentang kultus sesat itu. Warga desa yang terbiasa hidup tenang
dan damaipun terpaksa harus menyesuaikan diri dengan “status selebriti” wilayah
kediaman mereka dan hal mengerikan yang selama 9 tahun tersembunyi di dalamnya.
Kini,
Jan dan kelima adiknya hidup bebas dan damai, lepas dari ayah mereka serta
pandangan religiusnya yang menyiksa dan menyesatkan. Yah, walaupun skala
proritasnya agak membuat gue geli sih, karena hal pertama yang ia lakukan
seusai melarikan diri dan berhasil bebas setelah disekap selama 9 tahun adalah
pergi ke sebuah bar dan menenggak habis 5 gelas bir, sebelum akhirnya meminta
pertolongan dan membeberkan nasib adik-adiknya kepada polisi.
Sumber:
Inform Overload, ABC News
James Wan, waktu dan tempat kami persilakan 😋
ReplyDeleteJames Wan? Yang kayak gini mah ane rasa lahannya Ari Aster
ReplyDeleteBoleh tuh. Nanti filmnya kayak gabungan 21 Cloverfield Lane ama Midsommar hehe
DeleteWaduh, jadi inget film divergent
ReplyDeleteAgak mirip film the village nya night shaymalan ya
ReplyDelete