Dengan
memakai jas dan kumisnya, aktor Ashton Kutcher terlihat seperti sedang syuting
sebuah drama kriminal ala 80-an dengan duduk di sebuah kursi pengadilan. Namun
ini bukanlah sebuah adegan film. Pemandangan ini ternyata memang terjadi di
sebuah pengadilan di Los Angeles, Amerika Serikat. Aktor terkenal tersebut
menjadi saksi atas pembunuhan berantai yang menghantui Hollywood pada awal
2000-an. Karena sepak terjangnya di pusat industri perfilman Amerika tersebut,
si pembunuh itu dijuluki sang “Hollywood Ripper”. Namun seperti apakah kisah
sang pembunuh berantai ini dan bagaimana kasusnya bisa menyeret nama artis
papan atas Hollwood sekelas Ashton Kutcher?
Pembunuhan
berantai yang mengguncang Hollywood pada awal milenium 2000 tersebut dimulai di
tempat tak terduga, yakni di kota Glenview, Illinois, ribuan kilometer jauhnya
dari California. Kala itu, seorang gadis berusia 18 tahun bernama Tricia
Paccacio ditemukan tewas tertikam di pintu depan rumahnya sendiri. Peristiwa
itu terjadi pada 1993 dan kala itu, tak ada yang menyadari bahwa pembunuhnya
tak lain adalah tetangganya sendiri.
Sang
pria, sang pembunuh itu, kemudian berusaha melarikan diri ke negara bagian
California. Seperti impian setiap orang Amerika pada umumnya, iapun menyambangi
Hollywood, sebuah surga impian yang populer dengan keglamorannya, sebab menjadi
pusat industri perfilman Amerika sekaligus tempat tinggal para bintang-bintang
pujaan tenar.
Di
sana, kiprah sang pembunuh berantai misterius itu makin menggila. Pada Februari
2001, ia kembali mengulangi aksi yang sama dengan menikam seorang gadis bernama
Ashley Ellerin sebanyak 47 kali di rumahnya di kawasan Hollywood yang
prestisius. Aksinya ini tergolong sadis, sebab salah satu luka sayatan di leher
korban hampir memutuskan kepalanya. Salah satu tikaman juga mengenai kepalanya
hingga ketika pisaunya tercabut, meninggalkan potongan bak “puzzle” di
tengkorak gadis malang itu.
Sang
gadis yang kala itu masih berusia 24 tahun, sebenarnya tengah menanti kencannya
dengan aktor muda Ashton Kutcher, tepat pada malam ia dibunuh. Kala itu nama
Ashton Kutcher belumlah setenar sekarang. Ia baru saja merintis karirnya
sebagai artis remaja berbakat di Hollywood. Namun publik telah mulai mengenal
namanya berkat aktingnya di serial komedi sukses “That 70's Show” dan film
“Dude, Where's My Car”.
Ashton
berkenalan tak sengaja dengan Ashley di suatu kesempatan dan saling tertarik
satu sama lain. Begitu mengetahui bahwa keduanya sama-sama single, mereka
berdua-pun memutuskan untuk mencoba mengenal lebih dalam dan bertemu kembali di
sebuah acara makan malam bersama pada 21 Februari. Hari itu dirasa tepat karena
hanya berselang seminggu setelah Valentine sehingga suasana romantispun masih
terasa.
Namun
sayangnya, pada malam itu bencana terjadi.
Para korban sang Hollywood Ripper
Kita
mungkin takkan pernah tahu apa yang terjadi malam itu dan bagaimana sang
pembunuh bisa masuk ke dalam rumah Ashley, mungkin dengan cara menyusup bak
film-film horor bergenre “home invasion” yang sering dibesut Hollywood. Yang
jelas, kontak terakhir Ashton dengan calon kekasihnya ini terjadi pada malam
tersebut, ketika Ashton mengatakan bahwa ia akan datang terlambat. Ketika Ashton
benar-benar tiba, ia mencoba mengetuk pintu dan menekan bel rumah gadis itu,
akan tetapi tak ada jawaban. Merasa penasaran, aktor muda itu mencoba menengok
melalui jendela. Ia tak melihat siapapun. Namun saat itu ia melihat sesuatu
yang aneh, seperti noda anggur merah yang tumpah di karpet ruang tamu.
Ia
sama sekali tak sadar kala itu, bahwa noda itu adalah darah Ashley yang
tercecer ketika ia dibunuh.
Ashton
kemudian menyerah dan akhirnya pulang. Kala itu ia mengira bahwa Ashley marah
kepadanya karena ia datang terlambat dan pergi sendiri untuk menghabiskan
malam, atau mungkin malah ngambek di dalam dan tak mau membukakan pintu. Ashton
kala itu tak terlalu ambil pikir, walaupun ia terus mencoba menghubungi Ashley
untuk meminta maaf.
Sayang
nasib berkata lain. Ia takkan pernah bertemu kembali dengan “love interest”-nya
tersebut. Di tayangan berita keesokan harinya, ia terkejut dan shock begitu
mendengar berita kematian gadis pujaannya itu. Kala itu, kasus pembunuhan
Ashley belumlah terpecahkan dan meninggalkan duka mendalam di hati Ashton.
Namun
ternyata aksi maut sang pembunuh berantai masih jauh dari selesai.
Pada
2005, pembunuh itu kembali melancarkan aksinya dengan menikam (lagi-lagi ini
menjadi modus operandi “khas”-nya) seorang ibu muda bernama Maria Bruno.
Kembali, lagi-lagi kasus ini tak terpecahkan, walaupun masih terjadi di dalam
kota Los Angeles, tak jauh dari kawasan Hollywood.
Sepak
terjang sang “penikam” di wilayah Hollywood mulai membuatnya dijuluki sebagai
“Hollywood Ripper”. Kata “Ripper” sendiri merujuk ke nama pembunuh berantai
sadis yang legendaris asal Inggris, “Jack The Ripper” yang pernah beraksi pada
abad ke-19 di London dan saat itu, sama-sama belum terpecahkan identitasnya.
Barulah
pada April 2008, identitasnya mulai tersingkap. Kali ini aksinya untuk
menghabisi seorang wanita bernama Michelle Murphy gagal karena sang korban
melawan. Tak hanya itu, di TKP tertinggal jejak darahnya yang akhirnya menjadi
barang bukti yang membuatnya tak terkutik.
Identitas
sang pembunuh sebagai pria bernama Michael Gargiulo akhirnya terungkap.
Tak
menunggu lama, pada Juni 2008 ia ditangkap kepolisian di Santa Monica, masih di
dekat LA, California. Pada awalnya, polisi hanya bisa mengaitkannya dengan
kematian Tricia Paccacio dan iapun dijatuhi hukuman pada 2011. Namun pada 2019,
kedua kasus lain, yakni kematian Ashley dan Maria juga disangkutpautkan
kepadanya. Alhasil, pada bulan Mei, Michael pun diadili atas kematian Ashley
dan Ashton Kutcher pun maju sebagai saksi atas kejahatan yang terjadi hampir 20
tahun lalu itu.
Memang
menyakitkan bagi Ashton, mungkin, untuk menguak luka lama akan kematian gadis
yang pernah ditaksirnya. Toh kini aktor itu sudah memulai lembaran hidup baru
dengan pernikahannya dengan rekan sesama artisnya, Mila Kunis, bahkan telah
memiliki dua buah hati. Namun Ashton sama sekali tak segan untuk bersaksi demi
mendapatkan keadilan dan menuding Michael sebagai malaikat maut yang telah
mencabut nyawa wanita yang pernah dikasihinya. Walaupun kasusnya terjadi dua dasawarsa
lalu, pastilah kematian Ashley meninggalkan sayatan batin yang dalam di hati
pria ini sebab ia masih mengingat dengan detail malam dimana kejadian naas itu
terjadi.
Tak
terbayangkan memang, bagaimana jika kejadian malam itu berbeda. Bagaimana jika
malam itu Ashton tidak terlambat datang? Akankah ia bisa menyelamatkan nyawa
Ashley? Ataukah justru ia bisa ikut menjadi korban sang “Hollywood Ripper”?
Mungkin terlalu naif jika kita beranggapan bisa merubah takdir, biarlah ia
mengalir sedemikian adanya. Namun entah kebetulan atau tidak, jalan hidup
Ashton Kutcher dan semua kemungkinan itu hampir mirip dengan plot cerita salah
satu film yang pernah dibintanginya, “Butterfly Effect”.
Jaksa
penutut umum menyebut kesaksian Ashton sebagai “star witness”, bukan hanya
karena statusnya sebagai selebriti, namun karena kesaksiannya bisa menjadi
kunci untuk menjebloskan Michael lebih dalam ke penjara. Jika terbukti, tak
pelak Michael akan dijatuhi hukuman mati atau minimal dikurung seumur hidup.
Namun
kasus ini mungkin belumlah selesai. Dalam salah satu pengakuannya, Michael
sempat terpeleset lidahnya dan menyebut tentang 10 wanita yang menjadi
korbannya. Di sini kita membaca bahwa baru ada 3 korban tewas (dan 1 korban
selamat) akibat aksi kejahatannya. Apakah mungkin ada korban-korban lain?
Akankah kasus-kasus itu terpecahkan jika ada saksi-saksi lain yang maju dengan
berani seperti layaknya yang dilakukan Ashton Kutcher? Kita tak tahu. Mungkin
waktu-lah yang kelak mampu menjawabnya.
selebriti biasanya bakal menghindari hal2 beginian demi nama baik.
ReplyDeleteMakanya yg dilakukan Ashton sangat dipuji