Sunday, January 29, 2017

CREEPYPASTA MADE IN INDONESIA #7: ALENA MERAH DARAH (BY AULIA HAZUKI)

 

Sampai di Creepypasta berikutnya, kali ini ada kiriman dari Budi Anduk eh salah, Aulia Hazuki, salah satu admin grup MBP. Eits, walaupun admin grup Line, bukan berarti bisa langsung menang lho. Harus berkompetisi ama yang lainnya juga. Oya, Lia ini adalah penulis bergenre horor-misteri asal Magelang dan udah nerbitin buku berjudul “Buku Harian Joanna”. Silakan simak ceritanya yang berjudul “Alena Merah Darah” (gue suka judulnya, ada rimanya).

ALENA MERAH DARAH

Sebuah grup media sosial sedang sibuk membahas cerita-cerita misteri dan horor. Entah bagaimana awalnya, mereka lalu bergosip tentang kisah seram baru yang sedang beredar.

Janessa Lim: Apakah kau pernah mendengar kisah tentang Alena Merah Darah?

Roy Febrian: Tidak, memang siapa dia?

Kirana Alisa: Alena Merah Darah? Nama macam apa itu?

Janessa Lim: Nama aslinya Alena Suryadipraja, tapi dia lebih dikenal sebagai Alena Merah Darah. Katanya dia kembali lagi, setelah 11 tahun menghilang.

Zaky Putra: 11 tahun? Serius?

Oktarina Maheswari: Ayo, ceritakan pada kami tentang Alena ini. Seperti apa dia?

Maka Janessa, salah satu anggota grup itu mulai bercerita. Malam itu grup cukup ramai, apalagi dengan adanya bahasan kisah horor. Kian lama grup akan semakin ramai, dia tahu itu. Para aggota grup itu sangat menyukai kisah horor.

“Pada 15 Desember 2002, sebuah kejadian mengerikan terjadi di jembatan layang Bandung. Sesosok mayat gadis kecil ditemukan dalam kondisi yang sangat mengenaskan. Bersimbah darah, dengan bekas pukulan di sana-sini. Matanya membelalak lebar, mulutnya membuka ketakutan. Gadis itu bernama Kinan, penyanyi cilik jalanan yang sering berkeliling di sepanjang jalan. Ada seorang saksi mata, anak laki-laki berusia 12 tahun, yang menyaksikan bagaimana gadis kecil itu tewas. Dia lalu dibawa ke kantor polisi untuk dimintai keterangan.”

‘Dia yang melakukannya! Alena Merah Darah!’

Mendengar nama yang asing itu, para polisi mengernyitkan dahi dan menganggap anak itu berbohong karena trauma setelah menyaksikan tindak pembunuhan yang mengerikan. Tapi seorang polwan yang terus memperhatikan si anak lelaki berkata,’Ceritakan tentang dia’.

‘Dia masih muda. Pendek, rambutnya panjang sepunggung dan diikat ke samping. Matanya tidak terlihat sama sekali, tertutup poni lebat. Dia memakai topi secara terbalik, kaus pendek penuh noda darah, celana jins sepanjang tiga perempat dan sepatu sneakers putih. Dan ... dan pemukul berkarat yang penuh noda darah juga,” kata si anak. Seorang polisi lalu menggambar sketsa.

‘Dia menyanyikan lagu yang aneh,’ lanjut anak itu sambil memeluk lututnya lebih erat. Matanya membulat ketakutan, bibirnya gemetar.

‘Lagu seperti apa?’ tanya seorang polisi.

‘Sejenak anak itu tampak tak sanggup mengucapkan sepatah katapun dari bibirnya. Lalu secara mengejutkan matanya seolah seperti tertarik ke atas, memandang langit-langit sambil membelalak. Dari bibirnya lalu mengalun sebuah nyanyian mengerikan yang kelak tidak akan pernah dilupakan para polisi seumur hidup mereka.

Alena Merah Darah merangkak di jalanan

Bajunya bernoda darah, merah sekali seperti kematian

Tawanya tak seperti anak lain, penuh nada-nada tak bernyawa

Ketika dia mengangkat tangannya, kau akan melihat

Pemukul penuh noda karat yang haus akan korban baru

Alena Merah Darah merangkak di jalanan

Tidak ada yang pernah melihat matanya

Pergilah segera! Sebelum dia mencapai tempatmu’”

“Anak itu mengulang lagu itu sebanyak tiga kali sampai kemudian terhenti saat si polwan menjerit ngeri sambil menutup telinganya. Kejadian itu lalu diikuti menjeritnya seorang tersangka yang sedang diinterogasi di meja lain, matanya membelalak ketakutan, mulutnya membuka lebar seperti tak pernah menjerit sebelumnya.

Setelah itu anak itu pingsan. Saat dia bangun, dia tak ingat satupun hal tentang kejadian yang menimpanya. Malah, dia nyaris tak ingat apa saja yang terjadi bahkan sebelum kejadian mengerikan itu menimpanya.

Sejak itu sepak terjang Alena mulai dikenal. Dia berkelana ke banyak jembatan layang, menebarkan teror pada anak-anak jalanan. Dia selalu mengincar anak jalanan yang berjalan sendirian, makanya sejak ada gosip penampakannya, tidak ada satupun anak jalanan yang berani bekerja sendirian. Kemunculannya juga memicu masyarakat semakin awas terhadap kejahatan yang mengancam anak jalanan sehingga sampai ada demo pada awal tahun 2003 yang menuntut pemerintah untuk melindungi anak jalanan.

Kirana Alisa: Seperti apa kejadiannya waktu dia muncul?

“Pertama-tama kau akan mendengar suara tongkatnya yang diseret di atas jalanan, lalu disusul sosoknya yang bernoda darah di sana-sini. Lalu sebelum dia membunuh korbannya dia akan berkata ‘Dengarkanlah lagu kematianmu’ kemudian membuka mulutnya dan bernyanyi. Lagu itu tak seperti lagu yang biasa dikenal orang. Nada-nadanya ... entahlah. Benar-benar seperti lagu kematian, kalian tahu kan? Suram, hampa, datar dan menyeramkan. Tapi dua kali lebih buruk dari itu. Bisa membuat kalian nyaris gila saat mendengarnya. Dan suara Alena benar-benar serak, katanya, nyaris seperti suara anak laki-laki.

Nyaris tak ada orang yang pernah bertemu dengan Alena Merah Darah dan selamat yang tidak merasa trauma. Biasanya mereka akan menjerit-jerit, lalu pingsan sebelum akhirnya lupa akan apa yang sudah mereka alami,” Janessa memungkasi ceritanya.

Oktarina Maheswari: Setidaknya mereka sempat menceritakan apa yang mereka alami

Roy Febrian: Lalu setelah itu bagaimana? Katanya setelah itu dia menghilang

Janessa Lim: Memang, katanya pada tahun 2005 tiba-tiba tidak terdengar lagi kabar beritanya. Ada yang bilang dia tertangkap, tapi tak ada yang percaya. Tidak ada yang pernah mendokumentasikan sosoknya. Satu-satunya gambaran mengenai sosoknya adalah sketsa milik kepolisian. Sampai akhirnya beberapa waktu lalu ada yang pernah melaporkan melihat dia membunuh lagi.”

Sebuah notifikasi grup muncul, memberitahukan bahwa ada anggota baru yang bergabung dengan grup. Nama member baru itu singkat: Surya

Janessa Lim: Halo, kapan diinvite? Kok aku nggak lihat ya? Omong-omong salam kenal ya. Janessa 16 tahun.

Surya: Halo, aku Surya 26 tahun.

Kirana Alisa: 26 tahun? Keren, rata-rata di sini umurnya di bawah 20 tahun. Ada sih, salah satu admin namanya Irsa, umurnya 25 tahun. Dia yang paling tua di sini

Surya: Masa? Oh iya kalian lagi bahas apa?

Roy Febrian: Bahas cerita misteri nih. Surya tahu cerita Alena Merah Darah?

Surya: Hahaha, aku lebih dari tahu. Akan kukirimkan sesuatu kepada kalian. Dengarkanlah lagu kematianmu.

(Surya mengirim sebuah pesan suara)

Janessa: Lho, itu kan lagunya Alena! Wah keren Surya! Kamu nyanyi sendiri? Keren banget! Lagunya emang bikin merinding!

Zaky Putra: Keren banget! Yang cewek-cewek bakalan pingsan nih. Oh iya lupa tanya, nama lengkap kamu siapa nih? Asal dari mana?

Surya: Alena Suryadipraja. Asal? Setiap jembatan layang kota adalah rumahku.

THE END

Hmmmm ... penyanyi yang lagunya bisa bunuh orang? Jangan-jangan Alena ini jelmaan Awkarin. Well, kalo soal teknik udah nggak perlu dipertanyakan lagi deh namanya juga udah penulis profesional. Tapi sayang ceritanya kurang panjang hahaha. Tapi asli deh, suka banget ama nama karakternya. Alena Merah darah. Enak gitu diucapin. Nama “Merah Darah” sih udah Indonesia banget, tapi nama Alena ... hmmm, masih berbau kebarat-baratan. Gimana kalo namanya diganti Painem. Painem jadi inget nama negara yang jadi setting Hunger Games ya hahaha (itu Panem bang).

Btw gue suka settingnya di dunia maya dan font saat chatting dibedakan dengan saat bercerita. I think it’s brilliant! Gue jadi berasa baca “Disconnected”, itu loh cerita terkenal dari Reddit Nosleep. Mungkin jika keseluruhan cerita diformat seperti chatting (kayak semisal cerita tentang Alena diambil dari artikel blog yang dicopas ke chatroom) bakalan lebih asyik kali ya?

3 comments:

  1. anjayyy... keren banget ceritanya! waktu itu pengen ikut event ini eh gak jadi. lanjut!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sama, sebenernya udah punya konsep karakter creepypasta versi Indonesia :'v

      Delete
  2. "seperti tak pernah menjerit sebelumnya" maksudnya apa ya?
    kok terlihat seperti hasil google translatenya?
    sorry kalo menyinggung penulis.

    ReplyDelete