Sunday, January 15, 2017

SCP PARK: BEAST PROTOCOL – CHAPTER 8

 

SECURE CONTAIN PROTECT VS LEAGUE OF CREEPYPASTA

WHICH SIDE YOU’RE ON?

 

“Sometimes the darkness knows what I feel.”

– Anonymous

***

Ternyata benar yang diucapkan Zlatan. Ada pintu menuju ke ruangan lain dari gudang dimana patung Weeping Angel tadi disimpan. Memang susah menemukannya dalam kegelapan.

Ruangan kedua tak segelap sebelumnya. Masih ada sedikit penerangan dari lubang ventilasi. Namun ruangan kali ini tampak seperti bekas basement parkir yang terbengkalai dengan grafiti dimana-mana.

Quinn membaca salah satu grafiti di sana.

“There will be no tomorrow.”

“Takkan ada hari esok.” bisik Holden sembari masih memeluk telur siput naganya, “Benar-benar menakutkan.”

“I ... ini ...” Angel terpaku melihat grafiti itu.

Quinn kemudian menoleh melihat sebuah grafiti berupa lukisan burung hantu di sebuah tembok di sampingnya.

“Hei, kau tak tertarik menambahkan ‘Go To Sleep’ di sini?” ejek Clockwork.

Jeff hanya mendengus kesal. Sally terkikik mendengarnya.

“Aku tak suka di sini,” Angel menyiapkan pedangnya, seolah ia mendapatkan firasat. “Terlalu sunyi di sini.”

“Dimana pintunya? Dan dimana SCP ganas yang dikatakan Zlatan?” pikir Quinn heran.

Tiba-tiba ia tersentak melihat grafiti burung hantu, berada tepat di pilar depannya. Bukankah tadi ia sudah melewati grafiti ini? Ia buru-buru menoleh dan terkejut. Tembok di samping tulisan ‘There will be no tomorow’ yang tadi ia lihat kini kosong. Padahal tadi ia yakin melihat grafiti itu di sana.

“Eh, guys ...” panggil Quinn. Ia menoleh kembali ke pilar di depannya dan kembali tersentak. Lukisan itu telah menghilang lagi!

Ia buru-buru menoleh dan melihat ke arah Holden. Grafiti burung hantu itu kini berada di belakangnya ...

Dan ia hidup, bersiap menorehkan cakarnya yang tajam ke tubuh anak itu ...

“Holden! Awas!” jerit Quinn.

Dengan cekatan, Zlatan menyambar tubuh anak itu sebelum tertikam oleh cakar-cakar yang bak film 3D mencuat keluar dari dalam tembok.

“Sialan! Makhluk apa itu!” seru Toby sembari menyiapkan senjatanya, diikuti para karakter Creepypasta yang lain.

“SCP 1155, Si Burung Hantu!” seru Zlatan, “Dia grafiti yang bisa berpindah tempat dan dia sangat berbahaya!”

1155

“Bagaimana cara membunuhnya?” Jeff menikamkan pisaunya, namun hanya membentur tembok. Grafiti itu dengan cepat berpindah ke tembok berikutnya.

“Tak bisa!” seru Zlatan, “Kau takkan bisa mengalahkannya!”

Clockwork dan Toby mengeluarkan senjata mereka kemudian berusaha menyerangnya, namun gagal. Burung hantu itu justru berkaok dan mengibaskan cakarnya keluar. Clockwork langsung rubuh terkena serangan itu.

“Kau tak apa-apa?” Toby dengan wajah khawatir berusaha membantunya. Natalie hanya nyengir melihat tingkahnya itu.

“Rupanya kau benar-benar mengkhawatirkanku?”

“Huh, ini bukan saatnya berpacaran!” Jeff menendang grafiti itu dengan kesal. Namun burung itu justru mengepakkan sayapnya dan terbang ke langit-langit. Jeff terjatuh karena hempasan sayapnya.

“Brengsek!” Jeff baru menyadari pipinya tergores oleh sayap burung hantu dua dimensi tersebut. “Belum pernah ada yang berhasil melukai wajahku!”

“Angel, bantu mereka!” ujar Quinn. Namun gadis itu masih terpaku pada grafiti itu.

“Keluarlah, Otis! Aku tahu kau di sini!” serunya ke ujung ruangan itu, entah kepada siapa.

“Kau bicara pada siapa?” ujar Toby, “Cepatlah bantu kami di sini!”

“Kita takkan bisa mengalahkannya,” jawab Angel sambil tetap menatap pada kegelapan yang menggantung di ujung ruangan, “Hanya dia yang bisa!”

“Dia?” tanya Quinn, “Dia siapa?”

Tiba-tiba sebilah pisau tajam melesat ke arah grafiti itu. SCP 1155 menjerit ketika pisau itu mengenainya, bahkan dindingnya basah oleh warna merah yang merembes; darahnya.

“Siapa itu?” seru Jeff, “Bagaimana bisa ia melukainya?”

Sekelibat bayangan muncul dan merobek perut burung hantu itu dengan pisau yang menancap di dinding itu. Grafiti itu berteriak begitu nyaring, hingga semua orang menutup telinganya. Perlahan-lahan grafiti burung hantu itu menghilang dan tintanya memudar. Pemuda itu mencabut pisaunya dan berbalik.

Quinn bisa melihat topeng putih dan senyum berdarah yang seolah dilukis di bagian mulutnya.

“Hai, Angel ...” bisik pria itu dengan suara menyeramkan, “Lama tak berjumpa ...”

Angel tersenyum.

Hallo, Bloody Painter.”

bloody_painter_by_delucat-d6qo43a

***

 

“Argh, bagus.” keluh Zlatan sembari melepaskan Holden yang segera berlari memeluk Quinn, “Satu lagi pembunuh gila bergabung dengan kita.”

“Otis?” Jeff terkekeh, “Benar itu namamu? Tak heran kau dibull ...”

Tanpa Jeff sadari, Bloody Painter bergerak amat cepat dan meletakkan ujung pisaunya ke lehernya.

“Ada yang ingin kau tambahkan, Jeff?”

“Walaupun aku sangat ingin melihat kalian membunuh satu sama lain,” potong Toby, “Aku harap kita bisa meneruskan perjalanan.”

“Hanya satu pintu lagi bukan menuju Slenderman?” Jeff menangkis pisau itu dan tak memperdulikan ancaman Bloody Painter, “Dan hampir semua level Thaumiel ada di sini. Ada yang mau menjelaskan apa yang akan kita lakukan setelah manusia gurita itu bangkit?”

“Menteleportasikan kita dari sini.” jawab Toby singkat.

Jeff menahan tawanya, “Itu ide paling bodoh yang pernah kudengar, bahkan darimu Ticci.”

“Aku persilakan kau berenang sampai ke kampung halamanmu di New Davenport dari pulau tropis ini, Jeff.” Toby menoleh dan gantian mencibirnya, “Namun aku yakin jaraknya ribuan mil?”

“Maksudku pasti ada kapal kan di tempat ini?” Jeff mengelus-elus pisaunya, “Aku tak ingin kembali ke sana. Apa ada kemungkinan aku bisa berwisata ke tujuan lain, katakanlah ... Thailand?”

“Dengar, jika mereka sudah menginisiasi Beast Protocol, maka SCP tak berniat untuk meloloskan siapapun atau apapun keluar dari sini hidup-hidup.” sela Zlatan, “Aku benci mengatakannya, namun sepertinya memang Slenderman hanyalah satu-satunya harapan kita saat ini.”

“Slenderman dan harapan,” tukas Bloody Painter, “Itu sepertinya dua kata yang amat berlawanan. Apa kau yakin ia akan menolong kita, mengingat reputasinya yang kurang bersahabat?”

“Tentu saja,” jawab Toby dengan tegas, “Ia akan melakukannya untukku. Ia sudah pernah menolongku ...”

Quinn melihat Toby termenung. Bagaimana ia bisa bertemu dengan Slenderman untuk pertama kalinya? Dan mengapa Slenderman, yang terkenal atas kebrutalannya pada anak-anak, justru menyelamatkannya dan menjadikannya proxy?

“Omong-omong, bagaimana kau bisa sampai di sini?” tanya Angel, “Setahuku terakhir kali kau terdengar bergabung dengan Are We Cool Yet?”

Are We Cool Yet?” Zlatan terkejut, “Kau bagian dari mereka?”

”Dulu, namun sekarang mereka tak ada lagi.”

“Apa maksudmu tak ada lagi?”

“Mereka semua sudah mati. Hanya aku yang tersisa.”

“Apa? Ba ... bagaimana bisa?” Zlatan terhenyak mendengarnya.

“Awalnya kupikir ini perbuatan SCP. Mereka menangkapku setelah mereka menggrebek markas Are We Cool Yet di Munich. Namun dari apa yang kudengar, mereka juga tak paham apa yang telah menimpa kami.”

“Tunggu ... siapa itu Cool ... atau apalah tadi yang kalian sebut?” tanya Toby.

“Mereka adalah musuh SCP,” jawab Zlatan, “Dan musuh masyarakat. Mereka adalah sekumpulan seniman, baik pelukis, pematung, yang memajang hasil karya mereka ke publik.”

“Lalu dimana salahnya?” Quinn tak mengerti, “Bagaimana mereka bisa menjadi musuh SCP?”

“Kebanyakan hasil karya mereka berbahaya. Apa kalian pernah ingat ada SCP 173? Patung yang bisa bergerak hanya jika saat kau tak memandangnya?”

“Itu hasil karya mereka?”

“Dan berbagai koleksi SCP lain. Mereka hanya memamerkan karya-karya yang aneh demi memuaskan rasa narsisme mereka dan sama sekali tak peduli apabila penonton mereka menjadi korban.”

“Aku juga mendengar bahwa Serpent’s Hand dan Herman-Muller Circus juga sudah musnah sebelum kami diserang.” tukas Bloody Painter.

Zlatan terdiam. Ada yang mengincar organisasi-organisasi pemilik objek SCP? Dan sekarang SCP Park diserang? Siapa yang melakukan ini semua?

Apa sahabatnya yang kini menjadi pemimpin Chaos Insurgency?

Apa Milos pelakunya?

***

 

Toby sempat gentar melihat gerbang ketiga. Di balik ruangan ini masih ada satu lagi entitas SCP menanti sebelum mereka berhasil mencapai Slenderman.

Seperti apa sosoknya? Ia tak bisa membayangkan sosok yang lebih mengerikan ketimbang makhluk-makhluk SCP yang mereka hadapi seharian ini.

“Kau takut?” ejek Jeff sembari mendorong pintu itu. Hanya ada kegelapan menyelimuti seluruh tempat itu.

“Argh!” tiba-tiba Sally menjerit dan menjatuhkan bonekanya.

“Apa yang terjadi denganmu?”

“Tidak ... Tidak Paman John ... jangan sakiti aku ... aku takkan memberitahu Ayah dan Ibu ...” seketika sosok Creepypasta menyeramkan itu kembali menjadi gadis kecil yang ketakutan.

“Hei, apa yang terjadi dengannya?”

Tiba-tiba Jeff menjatuhkan pisaunya. Di depannya terlihat wajah keluarganya. Ayah, ibunya, dan Liu.

“Kenapa kau membunuh kami, Jeff? Kenapa?”

“Tidak!” Jeff berusaha menghalau bayangan itu, “Itu bukan salahku! Itu salah kalian!”

“Kau pembunuh Jeff! Kau tak pantas hidup!”

Di belakangnya muncul dua sosok yang pernah ia habisi karena membullynya; Randy dan Troy, dua korban pertamanya.

“Pergi kalian! Pergi!!!”

“Tidak! Apa yang kau lakukan pada Ibu?” jerit Angel tiba-tiba, “Kenapa kau membunuhnya? Dasar kau monster!” Gadis itu tiba-tiba menyabetkan pedangnya ke arah Bloody Painter. Pemuda itu dengan cepat menghindar.

“Apa yang kau lakukan, Dina! Aku bukan ayahmu!”

Tiba-tiba rasa takut menyergap Bloody Painter. Terdengar suara teman-teman sekelasnya menuduhnya dan menudingkan jarinya ke arah mereka.

“Dasar pencuri! Dasar pencuri! Kau tak layak hidup!”

“Tidak! Bukan aku pelakunya! Tom yang mencurinya!” bantah Bloody Painter.

“Kau juga yang telah membunuh Tom! Kau sengaja mendorongnya!”

“Tidak! Bukan itu yang terjadi! Aku mencoba menolongnya!”

“A ... apa yang terjadi dengan kalian?” Quinn kebingungan.

“Tidak, Ayah! Hentikan! Jangan pukuli aku!” kali ini giliran Clockwork yang menjerit histeris. “Aku takkan melukis di dinding lagi! Tolong hentikan, Ayah!”

“Natalie, sadarlah!” seru Toby sambil mengguncang-guncangkan bahunya. Namun gadis itu terus menangis karena trauma.

“Ada sesuatu di sini ... yang membuat mereka mengingat kenangan pahit masa lalu mereka ...” bisik Zlatan.

Tiba-tiba di depannya terbayang peperangan di Bosnia. Keluarganya yang musnah terbakar ... dan Milos ... wajah sahabatnya itu kembali muncul di hadapannya.

“Kau tak bisa menyelamatkan mereka, Zlatan. Kau prajurit, seharusnya kau melindungi mereka ...”

“Tidaaaaak ...”

Ini semua salahmu!” tudingnya.

”Toby!” jerit Quinn ketika menyadari Zlatan telah ikut terpengaruh. “Kita harus melakukan sesuatu! Mereka ...”

Namun matanya membelalak ketika melihat Toby telah mengalami situasi yang sama.

“Tidak, Lyra ... jangan mati! Kumohon jangan tinggalkan aku!”

Lyra? Apa Toby pernah kehilangan seseorang juga, pikir Quinn.

Tiba-tiba bayangan hitam muncul di hadapannya. Quinn tahu, sekarang adalah gilirannya. Ia melihat saat kedua orang tua Alice memperlakukannya dengan buruk. Tidak, mereka bukan orang tuanya! Mereka adalah orang tua angkatnya, yang juga telah membunuh kedua orang tuanya kandungnya dalam suatu kebakaran. Mereka kemudian mengadopsinya setelah kejadian itu. Sama seperti mereka mengadopsi Quinn.

Kenapa aku baru mengingatnya sekarang?

Kenapa kau tak membersihkan dapur, ha?” bentak mereka sambil memukul kepala Alice.

“Tidak! Hentikan!” Quinn berusaha menghentikan mereka, namun ia sendiri tak berdaya.

Kenapa kau tak menolongnya, Quinn?” terdengar seutas suara dari kegelapan, suara yang tak pernah didengarnya sebelumnya.

“Aku tak bisa ... Aku ingin, tapi aku tak bisa menolongnya ...” Quinn ingin suara itu berhenti berdengung dalam kepalanya, namun tetap saja, sosok dalam kegelapan itu terus-menerus menyalahkannya.

Kau bukan saudara yang baik, Quinn ...” tudingnya.

Tiba-tiba bayangan hitam itu berteriak. Cahaya yang amat terang tiba-tiba muncul, mengusir kegelapan itu.

Semuanya kembali ke diri mereka masing-masing. Penglihatan yang tadi menyiksa mereka kini telah lenyap.

Mereka semua menoleh ke arah sumber cahaya itu.

Holden, kini memegang seekor siput naga yang baru saja menetas. Sisa nyala api masih terlihat di mulut siput itu.

111

“He ... hewan itu baru saja menyemburkan api?” tunjuk Jeff tak percaya.

“Uh, kau baru saja menyelamatkan kami, bocah cilik. Hanya cahaya yang mampu mengusir SCP 080 alias sang ‘Boogeyman’. Aku tak percaya barusan jatuh ke dalam perangkapnya.” Zlatan terduduk dan mengusap-usap kepalanya. Butuh waktu baginya untuk bangun dari mimpi buruk itu.

080

Boogeyman?”

“Ya, ia menciptakan mimpi buruk yang bisa membuat korbannya bunuh diri. Kebanyakan dengan cara mengingatkan mereka pada masa lalunya. Benar-benar makhluk mengerikan.”

“Jadi, di balik pintu itu ada Slenderman ...” Toby menatap pintu di depannya dan berusaha membukanya. Namun terkunci.

Tiba-tiba ia mendengar seutas suara.

“Selamat datang di istanaku ...”

Mereka semua mendongak. Sosok itu berada di atas mereka, menuruni tangga yang baru mereka lihat menjulur hingga ke dasar. Makhluk-makhluk mengerikan mengikutinya. Para SCP yang lain.

“Kalian sangat tak sopan. Seluruh SCP Park ini adalah milikku dan kalian tidak mengucapkan permisi dahulu?”

“Jadi kau-lah raja di sini?” ungkap Toby, “Akhirnya aku bertemu juga denganmu, Doctor Plague!”

Dokter bertopeng paruh itu sampai di hadapan mereka sembari menyeret jubahnya yang panjang.

Jeff menyeringai sembari mengambil pisaunya dan mengasahnya.

Ini akan jadi pertempuran yang ia nanti-nantikan.

 

TO BE CONTINUED

11 comments: