Sunday, July 11, 2021

MADAME DE MONTESPAN: SANG “PENYIHIR” YANG NYARIS MENJADI RATU PRANCIS

 

Nama Madame de Montespan mungkin tidak seterkenal Marie Antoinette, sang ratu Prancis yang bernasib tragis karena memicu Revolusi Prancis. Namun kedua nama tersebut sama-sama memiliki sejarah kelam. Madame de Montespan dikenal sebagai wanita simpanan Raja Louis XIV dimana ia mendominasi politik di istana Versailles, bahkan lebih populer ketimbang sang ratu alias istri sah dari Raja Louis sendiri. Terlahir dalam keluarga bangsawan yang borjuis, Madame de Montespan tentulah memiliki gaya hidup bergelimpang kemewahan. Tapi justru bukan gaya hidupnya mewah dan skandal seksnya yang mencuri perhatian publik kala itu, namun tuduhan serius (pada masa Eropa kuno) yang dilontarkan kepadanya.

Yakni bahwa ia mengguna-guna sang raja untuk mendapatkan posisinya tersebut, bahkan mempraktekkan ilmu gaib sebagai seorang penyihir wanita.

Apakah benar wanita yang dijuluki “the true queen of France” alias “ratu sejati Prancis” pada masa pemerintahan Louis XIV ini memang benar seorang penyihir? Ataukah itu hanya gosip miring, sama seperti yang dialami oleh Marie Antoinette, yang akhirnya berujung pada eksekusinya?

Mari kita bahas bersama-sama dalam Dark History kali ini.


Madame de Montespan dan anak-anaknya


Madame de Montespan memiliki nama asli Françoise-Athénaïs de Rochechouart. Ia lahir pada Oktober 1640 dari sang ayah yang bernama Gabriel de Rochechouart dan ibu bernama Diane. Karena namanya yang panjang, ia lebih suka dipanggil dengan nama Athenais. House de Rochechouart, yakni marga keluarga Athenais sendiri merupakan salah satu keluarga bangsawan tertua di Prancis. Bahkan darah biru mereka hingga kini karena masih diwarisi oleh kaum keturunan raja-raja, tak hanya di Prancis, namun juga di Spanyol. Italia. Bulgaria, Portugal, Belgia, dan Luxemburg.

Pada usia 20 tahun, Athenais menjadi dayang bagi Putri Henrietta Anne yang merupakan saudara ipar dari sang raja Louis XVI. Kemudian berkat koneksi yang dimiliki ibunya, Athenais akhirnya naik pangkat dengan ditunjuk sebagai dayang bagi istri sang raja, yakni Ratu Maria Teresa. Pada 1663, Athenais menikah dengan seorang pria bernama Louis Henry yang bergelar Marquis de Montespan. Setelah pernikahannya dengan bangsawan muda itupun, ia mewarisi nama belakang suaminya sehingga iapun disebut dengan sebutan Madame (Nyonya) de Montespan.

Kala itu muncul desas-desus bahwa sebenarnya Athenais tidak pernah mencintai suaminya itu. Sesungguhnya ia jatuh cinta pada seorang pria bernama Louis de La Trémoille yang juga keturunan bangsawan. Tapi sayang, kekasihnya itu kemudian melarikan diri ke Spanyol setelah kalah duel. Athenais yang patah hati ditinggalkan belahan hatinya itu kemudian dijodohkan dengan sang bangsawan muda bermarga Montespan tersebut. Mereka berdua kemudian tinggal di sebuah rumah kecil dekat dengan Istana Versailles dimana Athenais bekerja.

Karena kecantikannya, Athenais alias Madame de Montespan-pun cukup populer di kalangan para penghuni istana. Tak hanya itu, Athenais yang terjebak dalam pernikahan tanpa cinta diam-diam memiliki ambisi lain, yakni untuk merebut hati sang raja demi meraih kekuasaan. Cara yang ditempuhnya pun begitu sadis. Demi meraih tujuannya tersebut, pertama Madame de Montespan mencoba bersahabat dengan sang ratu, Maria Theresa, yang kala itu tengah hamil. Kedekatannya dengan Madame de Montespan membuat sang ratu begitu mempercayai sahabat barunya itu, bahkan Maria Theresa sampai mengundangnya untuk makan malam bersama sang raja. Namun sang ratu segera menyesali keputusannya tersebut, sebab kesempatan itu digunakan sebaik mungkin oleh Madame de Montespan untuk mendekati hati sang raja.

Raja Louis ke XIV

Menyandang nama seorang dewi Yunani sepertinya memang cocok bagi Athenais, sebab ia memang dikenal memiliki kecantikan luar biasa yang tak tertandingi pada masanya, bahkan di kalangan kaum kulit putih Eropa yang sudah dikenal rupawan. Madame de Montespan memiliki mata biru yang mempesona, rambut berwarna pirang yang terurai jatuh ke pundaknya, serta tubuh indah dengan lekuk yang menggoda. Sang raja pun segera mabuk kepayang akan pesonanya, bahkan rela melupakan istrinya sendiri yang tengah hamil.

Bahkan konon, dalam suatu kesempatan, Madame de Montespan menangkap basah sang raja tengah mengintipnya saat mandi. Namun bukannya buru-buru menutup aurat, ia malah menjatuhkan handuk yang dikenakannya untuk mengekspos keindahan tubuhnya, semua demi memancing nafsu syahwat sang raja.  Wow, benar-benar binal ya!

Rencana Madame de Montespan inipun sukses hingga sang rajapun takluk dan jatuh ke dalam pelukannya. Pada 1669, Madame de Montespan tercatat melahirkan anak pertamanya, benih dari hubungan terlarangnya dengan sang raja. Anak pertama tersebut adalah seorang anak perempuan bernama Louise-Françoise. Pada 1670, sang madam kemudian melahirkan anak keduanya yakni Louis-Auguste, sedangkan anak ketiganya lahir pada 1672 dan diberi nama Louis-César .

Kedudukannya sebagai selir kesayangan sang raja tak disia-siakan oleh Madame de Montespan. Besar dalam keluarga bangsawan tentunya membuat Athenais gemar bergelimang kemewahan. Memanfaatkan kebaikan hati sang raja, Athenais meminta “jatah” harta benda yang tak terbilang sedikit. Bahkan tercatat, Raja Louis XIV menghadiahkan istana Château de Clagny sebagai kediaman sang madam bersama anak-anaknya. Sang raja yang sudah telanjur mabuk kepayang pada sang selir, rela mengutus arsitek terkenal dan kenamaan untuk membangun rumah mewahnya tersebut. Bahkan saking megahnya, rumah tersebut dibangun oleh 1.200 pekerja dan menghabiskan biaya 2 juta livre, jumlah yang sangat mencengangkan pada masa tersebut. Tak hanya itu, pemandangan taman istana tersebut juga tak kalah memukau, sebab menghadap istana Versailles yang amat indah.

Sketsa salah satu rumah mewah yang dibangun sang raja demi istri simpanannya

Pada 1673, ketiga anak dari hubungan perselingkuhannya dengan sang raja tersebut akhirnya diberi gelar de Bourbon, yakni marga keluarga raja-raja Prancis yang berasal dari House of Bourbon. Suami resmi Madame de Montespan pun tak mampu berkutik dan tak bisa berbuat apa-apa, karena saingannya adalah sang raja. Ia hanya bisa menyaksikan dengan miris perselingkuhan istrinya di depan mata. Bahkan atas koneksi tinggi dari keluarga kerajaan, Madame de Montespan akhirnya menceraikan suami resminya. Padahal seperti kita tahu, pada masa tersebut hukum agama Katolik berlaku di kerajaan Prancis dan ajaran Katolik amat menentang perceraian, seperti terbukti saat Paus menolak perceraian Raja Henry Tudor dari Inggris.

Akan tetapi tentu saja hubungan gelap ini menimbulkan banyak kontroversi, baik dalam masyarakat Prancis maupun petinggi Gereja Katolik. Para pastur secara terang-terangan menentang asmara terlarang antara sang raja dengan selirnya ini karena jelas melanggar norma agama. Namun merekapun tak bisa berbuat apa-apa sebab sang Raja Louis XIV merupakan penguasa absolut monarki Prancis kala itu

Walaupun mendapat tantangan banyak pihak, namun Raja Louis XIV sama sekali tak malu menampakkan kemesraannya dengan sang selir. Bahkan tercatat mereka kemudian memiliki dua anak baru yakni Francois Marie dan juga Louis Alexander.

Namun tak selamanya Madame de Montespan berada di atas angin. Kejatuhannya mulai mengintai ketika pada tahun 1677 muncul kehebohan di kalangan rakyat Prancis tentang isu yang disebut dengan “L’affaire des Poisons”. Apakah itu?

Dibakar hidup-hidup adalah hukuman bagi para tertuduh penyihir di zaman Eropa kuno

L’affaire des Poisons” adalah skandal besar yang terungkap di Prancis antara tahun 1677 hingga 1682, di mana banyak laki-laki dan perempuan, bahkan yang berasal dari darah biru atau aristokrat sekalipun, ditangkap atas tuduhan ilmu sihir. Bahkan, tuduhan tersebut juga menyelusup sampai ke dalam istana Versailles. Kasus ini dimulai pada 1675 di mana seorang wanita bernama Madame de Brinvilliers dituduh membunuh ayahnya sendiri, Antonine, demi mendapatkan harta warisannya. Bahkan ia juga tega membunuh dua kakak kandungnya sendiri demi memuluskan rencananya tersebut.  

Madame de Brinvilliers sempat kabur, namun ia kemudian ditangkap dan disiksa di dalam penjara. Akibat tak tahan lagi akan siksaan yang diterimanya tersebut, ia pun mengakui kejahatannya dan kemudian dihukum mati. Hukumannya pun terbilang sadis, yakni ia disuruh untuk meminum air sebanyak 16 pint (di mana 1 pint setara dengan setengah liter), kemudian Ia pun dipenggal dan tubuhnya dibakar di atas tungku. Perlu diingat bahwa di masa Eropa kuno, hukuman mati dengan cara dibakar hidup-hidup hanya diperuntukan bagi penyihir dan memang, kasus ini amat berat kaitannya dengan ilmu sihir.

Perlu dicatat bahwa pada masa kuno, penduduk Eropa takut setengah mati akan keberadaan para penyihir tersebut. Kasus Madame de Brinvilliers sempat menimbulkan paranoia bagi masyarakat yang khawatir bahwa kasus tersebut bukanlah satu-satunya. Terungkap kasus dimana para peramal dan juga ahli alkimia (alkimia adalah sebutan bagi prekursor ilmu kimia yang masih terpaku pada ilmu sihir untuk menjelaskan reaksi-reaksi kimia) yang menjual ramuan-ramuan “magis” berbau klenik. Salah satu yang dijual adalah “inheritance powder” yaitu sebutan bagi racun yang digunakan untuk merebut harta warisan seseorang, seperti yang dibeli Madame de Brinvilliers.

Karena begitu merisaukan masyarakat, maka seorang letnan polisi bernama Gabriel Nicolas de La Reynie kemudian diutus untuk menyelidiki kasus tersebut. Dari hasil penyelidikannyalah terungkap sosok bernama Catherine Monvoisin yang menjual ramuan tersebut. Yang lebih mengejutkan, sang “penyihir” yang mendapat julukan “La Voisin” tersebut memiliki para pelanggan tetap yang berasal dari Istana Versailles.

Yakni sang Madame de Montespan, selir kesayangan sang raja.

Penyihir pada masa Eropa kuno mampu membuat ramuan dan guna-guna demi memenuhi tujuan jahat mereka

Entah memang benar ataukah hanya kabar burung semata, Madame de Montespan disebut-sebut melakukan ritual pemujaan setan demi melancarkan kesuksesannya untuk merayu sang raja. Sang selir itu konon memanggil Iblis dan kemudian berdoa kepadanya (macam Conjuring) demi mendapatkan cinta sang raja. Untuk mewujudkan rasa syukurnya, maka Madame de Montespan rela mengorbankan bayi-bayi tak berdosa yang baru lahir dan menggunakan darah mereka dalam sebuah upacara ritual setan yang amat kejam dan mengerikan.

Konon, ia akan menggorok leher sang bayi, kemudian darahnya dan juga tulang yang telah dihancurkannya akan digunakan sebagai ramuan cinta untuk menaklukan hati sang raja. Selama 13 tahun, makanan Raja Louis XIV telah diracuni dengan ramuan asmara tersebut sehingga sang raja pun mabuk kepayang kepada sang selir. Bahkan selama 13 tahun ini, ribuan bayi telah dikorbankan demi melancarkan rencana tersebut. Diisukan sekitar 2.500 jenazah bayi ditemukan di taman rumah La Voisin sebagai bukti kekejiannya. Tak hanya itu, Madame de Montespan dirumorkan mandi dengan darah bayi-bayi tersebut demi menambah kecantikannya.

Tentu saja berita tersebut kontan langsung mencengangkan publik dan memicu skandal besar. Masyarakatpun seakan setuju dengan rumor “guna-guna istri muda” yang berhembus kencang tersebut, mengingat sang raja rela mencampakkan istri sahnya, yakni sang baginda ratu yang kala itu tengah hamil, demi cintanya pada sang selir.

Skandal “L'affaire des Poisons” ini juga melibatkan seorang pria bernama Eustache Dauger  yang nanti akan kita bahas di artikel berikutnya, karena berkaitan erat dengan kisah menarik lain, yakni “The Man in the Iron Mask”.

La Voisin kemudian didakwa atas tuduhan ilmu sihir dan dibakar hidup-hidup pada tahun 1680. Isu tersebut memaksa kerajaan Prancis melakukan penyelidikan besar-besaran dan menghukum sekitar 36 orang, dimana 34 orang dihukum mati sementara dua lainnya tewas karena siksaan yang sangat mengerikan.

Akibat isu skandal yang sangat menghebohkan publik itu, pada 1691 Madame de Montespan-pun ditendang keluar dari Istana Versailles. Sang rajapun tak lagi tertarik pada dirinya bahkan ilfil mendengar berita kabar burung yang sangat mengerikan tersebut. Lalu bagaimana dengan nasib sang madam sendiri setelah terusir dari istana? Ia pun pensiun dan memberikan sebagian besar hartanya kepada rumah sakit dan badan amal, kemudian masuk ke dalam biara, mungkin sebagai bukti pertobatannya. Athenais akhirnya meninggal tahun 1707 pada umur 67 tahun, jauh dari kemewahan yang dulu menggelimpanginya. Akan tetapi tidak pernah jelas, apakah benar tuduhan “guna-guna” yang dilancarkan kepada sang madam tersebut, ataukan mungkin pengakuan La Voisin disebabkan oleh siksaan berat yang diterimanya, sehingga iapun terpaksa memberikan nama random untuk memuaskan pihak penyelidik. Hingga kini, pertanyaan itupun tak terjawab.

 

SUMBER: WIKIPEDIA

 

SPECIAL THANKS TO MY SUPPORTERS:

Rio Ali Adithia 

Junwesdy Sinaga 

Maulii Za 


THANKS TO MY SUPPORTERS (12 JUNE - 12 JULY 2021)

Kurnia Rahmad , Sinyo Kulik , Adhitya Sucipto , Ciepha Ummi , Riani Azhafa , Kay Indar , Nashki 19 , Ema Rahmawati , Aulia Pratama Putri , Jefry . Sharnila Ilha 


2 comments:

  1. Guna-guna istri muda ala Perancis jaman baheula 😖😖😖😖😖

    ReplyDelete
  2. dan mirisnya di abad 21 pola pikir tablo semacam ini masih di imani masyarakat kita🗿

    ReplyDelete