Seperti kita ketahui bersama, walaupun memiliki demografi
penduduk yang cukup mirip, namun tingkat kriminalitas di Malaysia sangatlah
rendah apabila dibandingkan dengan negeri kita Indonesia. Mungkin karena sejak
kecil mereka dididik ya sama tayangan Upin Ipin menjadi anak yang soleh dan berakhlak
baik (tapi bukan Upin Ipin versi dark yeee). Akan tetapi itu bukan berarti tak
pernah terjadi kejahatan di Malaysia. Salah satu insiden kriminal yang paling
mengejutkan di Malaysia adalah kasus yang menimpa seorang artis penyanyi pop
bernama Mona Fandey. Wanita bernama asli Maznah Ismail ini tak hanya dikenal
sebagai seorang biduanita, namun juga sebagai “penyihir”. Bahkan ia berkomplot
bersama suaminya untuk membunuh seorang politisi pada tahun 1993. Kejadian ini kontan
membuat Mona dan komplotannya dihukum mati dan kasusnya menjadi salah satu kasus
paling menghebohkan yang pernah terjadi di Negeri Jiran tersebut.
Apakah kasus Mona Fandey memang benar melibatkan
ilmu sihir dan dunia supranatural? Ataukah kejahatannya hanya ulah kriminal
biasa yang didorong oleh rasa ketamakan?
Mari kita kaji bersama kasusnya dalam Dark Case kali ini.
Pada tahun 1956 Maznah Ismail mengawali
karirnya sebagai penyanyi pop dengan nama panggung Mona Fandey. Walapun telah
merilis sebuah album berjudul “Diana” dan pernah tampil di beberapa tayangan
televisi, sayang sekali popularitasnya sama sekali tak menanjak. Boro-boro
menjadi diva selevel Siti Nurhaliza, malah bisa dibilang karirnya sebagai
seorang penyanyi muda langsung kandas di tengah jalan (kurang gimmick kali ya
kayak artis Indonesia). Mungkin karena alasan itulah ia kemudian beralih
profesi, kali ini menjadi seorang “bomoh”,
istilah di Malaysia bagi seorang dukun. Perubahan profesi yang cukup drastis
itu ditekuninya dengan menawarkan jasanya kepada para klien yang secara
mengejutkan, justru berasal dari kaum berekonomi cukup mapan.
Mona menawarkan berbagai macam jimat kepada para
politisi dengan jaminan bahwa mereka akan sukses dalam karir politik mereka. Kebanyakan
kliennya berasal dari partai UMNO yang merupakan partai berkuasa di Malaysia
kala itu. Kisah tragis ini dimulai ketika seorang politisi dari wilayah Batu Talam
di negara bagian Pahang bernama Mazlan Idris ingin meningkatkan karirnya di
bidang politik. Keinginannya untuk meminta bantuan kepada sang dukun tersebut
cukuplah mengherankan, sebab sang politisi adalah lulusan dari Amerika Serikat
yang berpendidikan tinggi.
Kalau itu, Mona bekerja sama dengan suaminya, Mohamad Nor yang berusia 44 tahun dan asistennya, Julaini Hasan yang berusia 31 tahun. Mona dan suaminya kala itu berjanji akan membantu Mazlan dengan memberikannya jimat berupa ikat kepala yang pernah dimiliki oleh Presiden Soekarno. Presiden pertama Indonesia tersebut memang dikenal sangat kharismatik hingga dikagumi pula sampai ke negeri tetangga. Di sana Mona meyakinkan korbannya bahwa apabila ia mengenakan jimat itu maka ia akan tak terlihat (jadi “invisible man” lah ceritanya). Namun sebagai gantinya, Mona meminta bayaran sebanyak 2,5 juta ringgit. Sebagai uang muka, Mazlah membayar pasangan tersebut dengan uang muka sebesar 500.000 ringgit dan berjanji untuk melunasi sisanya, sebanyak 2 juta ringgit, dalam bentuk sertifikat tanah.
Tangkapan layar salah satu video Mona Fandey di YouTube (nggak gue kasi linknya supaya kalian nggak kena kutuak) |
Mona kemudian setuju pada tawaran itu. Pada 2
Juli 1993, Mazlah tiba di rumah Mona dan suaminya untuk melakukan ritual ilmu
hitam. Ia diminta untuk tidur telungkup di atas lantai, sementara Mona menaburi
tubuhnya dengan bunga. Ia kemudian menyuruh Mazlan, yang masih tak curiga,
untuk menutup matanya dan menunggu uang untuk jatuh dari langit (emang nggak
mikir ya kalo dia bisa datengin duit kenapa dia minta bayaran?).
Namun tanpa ia sangka-sangka, Juraimi kala itu tengah
bersiap dengan kapaknya dan seketika juga memenggal kepala Mazlan. Seakan tak
cukup, mereka juga memutilasi tubuhnya menjadi 18 bagian yang sebagian besar
disimpan di rumah Mona di daerah Pahang. Tak kunjung memberikan kabar pada
keluarganya, Maznah dilaporkan menghilang. Keluarganya kala itu sangatlah
curiga sebab Maznah menarik uang dengan nominal yang sangat banyak itu, yakni
300 ribu ringgit (hampir 200 juta rupiah) dari bank sebelum ia lenyap ditelan
bumi.
Polisi akhirnya menemukan tubuh potongan-potongan
tubuh Mazhan dan segera meringkus Mona dan suaminya yang tertangkap basah tengah
menghambur-hamburkan uang milik Mazhan dengan membeli mobil Mercedes Benz, bahkan
Mona sendiri menggunakan uang haram itu untuk melakukan facelift.
Proses pengadilan Mona-pun bisa dibilang cukup ganjil.
Pasalnya bukannya menunduk malu seperti yang biasa terjadi pada para kriminal
yang kejahatannya terekspos, Mona justru malah tersenyum lebar bahkan berpose di
hadapan jepretan kamera para fotografer dan wartawan yang tengah meliput acara
persidangannya. Ia juga senantiasa memamerkan gaya glamor dengan mengenakan
busana-busana berwarna cerah dan mencolok. Bahkan ia sempat berkata, “Lihat,
aku memiliki banyak fans!” sembari melambaikan tangannya ke arah pers,
seakan-akan mereka adalah penggemar yang tengah mengaguminya keelokannya.
Mona senantiasa tersenyum ketika dirubungi wartawan |
Tapi memang tak bisa dipungkiri, berkat
kejahatan tersebut popularitas Mona memang melesat naik. Bukan sebagai seorang
penyanyi terkenal bersuara emas, namun sebagai pembunuh sadis. Mona juga
terlihat sangat menikmati popularitasnya tersebut, apalagi proses
pemberitaannya sampai ke luar negeri
Moni dan kedua kroninya kemudian dijatuhi
hukuman seberat-beratnya, yakni hukuman mati, mengingat kesadisan kejahatan
mereka. Pada tahun 2001 Mona dan kedua kroni akhirnya dihukum mati. Petugas
penjara kala itu mengatakan kepada pers bahwa hingga detik-detik eksekusi
mereka, ketiganya masih sama sekali tidak menunjukkan rasa bersalah atas
kejahatan keji mereka.
Yang mengerikan, pada saat itu eksekusinya,
sang dukun wanita itu mengutarakan sebuah kalimat yang membuat bulu kuduk siapapun
bergidik, yakni “Aku tak akan mati!” sambil masih tersenyum kala para algojonya
mengganjarnya dengan hukuman mati.
Pada tahun 2002, seorang sutradara film asal Malaysia
bernama Amir Muhammad membuat film pendek berjudul “Mona” yang kemudian diikuti oleh Dain Iskandar Said
pada tahun 2006 yang merilis film layar lebar berjudul “Dukun” yang juga
terinspirasi atas kasus Mona Fandey. Namun karena mengulik isu sensitif dan ditakutkan
akan mengingatkan publik Malaysia akan kasus yang cukup mengenaskan ini, maka film
itu dirilis dengan sangat terbatas. Kasus ini juga membuat pemerintah negeri
jiran tersebut melarang keras adanya aksi perdukunan berbau mistis dan klenik.
SUMBER: MURDERPEDIA
SPECIAL THANKS TO MY SUPPORTERS:
Rio Ali Adithia
Junwesdy Sinaga
Maulii Za
THANKS TO MY SUPPORTERS (12 JUNE - 12 JULY 2021)
Kurnia Rahmad , Sinyo Kulik , Adhitya Sucipto , Ciepha Ummi , Riani Azhafa , Kay Indar , Nashki 19 , Ema Rahmawati , Aulia Pratama Putri , Jefry . Sharnila Ilha
Sayang banget tulisannya ga keliatan
ReplyDeleteCoba web version yaaaaa
DeleteCuy, temanya lu ganti putih ya?
ReplyDeleteGa tau ni kmrn iseng2 edit html tp skrg malah error :(
DeleteKemaren sempet panik kok gak bisa buka blog ini, gak tau jaringan error atau gimana πππ
ReplyDeleteYang berbau perdukunan dipadukan dengan mental illness emang serem πππππ
Kok gak kelihatan tulisannya bang?
ReplyDeleteGambar pertama terlalu serem bang, hampir setingkat dijah yellow
ReplyDeleteDan anehnya tiap gue coba cari video tentang mona fandey ini di youtube kebanyakan komen di youtube itu orang orang malaysia yang belain dia, bilang mona fandey menjelang akhir hidupnya udah taubat,orangnya rajin sholat pas di penjara. Njir pembunuh mah pembunuh aja
ReplyDeleteTersiksa hiks, kirain WiFi tetangga di downgrade lagi, ternyata emang jd putih layarnya
ReplyDeleteBtw kalo versi web tetep item sih tp kan tak enaque hiks
°be2c°
Bang dave kok tulisannya nyaru :(
ReplyDeletelagi-lagi Mental Illnes. Penyakit yang bahayanya melebihi kanker ini.
ReplyDeleteMirip Miss Fuchi-nya Junji Ito gak sih?
ReplyDelete