Museum??? Tumben banget aku maen ke museum hehehe. Bagi sebagian besar backpacker, mungkin museum adalah tempat terakhir yang ada dalam list harus dikunjungi. Tapi karena museum ini ada di Solo, kayaknya malu2in kalo aku yang orang lokal belum pernah ngunjungin museum ini. Terakhir kali aku ke museum Radya Pustaka adalah saat aku masih SMP (itupun karena terpaksa gara2 ada tugas sekolah). Maka sehabis dari kunjunganku dari Keraton Mangkunegaran, akupun menyempatkan waktuku mampir di museum ini.
Museum Radya Pustaka adalah museum tertua di Indonesia. Museum ini didirikan 28 Oktober 1890. Pendirinya adalah kerabat keraton bernama KRA Sosrodiningrat IV. Gedung tempat museum ini berdiri dulunya adalah sebuah gedung bernama “Loji Kadipolo” yang dibeli Sultan Paku Buwono X dari seorang Belanda bernama Johannes Busselaar.
Tiket masuk museum ini cukup murah, hanya 2,5K IDR (halah gayanya hehehe). Tapi kalo bawa kamera, harus sedia kocek ekstra 5K IDR. Jadi total aku ngeluarin doku 7,5K IDR. Wah, lumayan juga ya buat kantong backpacker kere kayak aku. Tapi yah apa boleh buat, soalnya aku penasaran sih sama isi museum ini.
Begitu masuk, di kanan kiri kita akan melihat koleksi wayang Purwa dan wayang Gedhog. Lalu yang unik aku juga melihat meriam kecil yang disebut meriam lela.
Nah, di tengah ruangan kamu bisa melihat sebuah orgel atau kotak musik yang diberikan Napoleon Bonaparte buat Raja Paku Buwana IV. Wah, nggak nyangka raja Jawa dianggap penting saat itu sama tokoh sejarah setenar Napoleon. Tak hanya itu lho kado dari Napoleon buat raja Jawa. Ada juga vas bunga indah yang terbuat dari kristal pemberian Napoleon juga.
Di museum ini juga terdapat koleksi senjata kayak keris, pedang, dan tombak. Di sini juga terdapat perpustakaan berisi dokumen-dokumen kuno. Saat aku kesini, ada sepasang bule yang lagi mempelajari buku-buku kuno di sini. Oya dengar2 di sini juga sering didatangi warga Solo buat minta nasehat tentang weton atau tanggal2 baik dari para penjaga museum. Maklum, orang Solo kan masih kejawen alias kepercayaan mistisnya masih kuat.
Ini adalah koleksi gamelan di museum. Lumayan menghibur hati bisa liat seperangkat gamelan lengkap, soalnya gamelan di keraton Mangkunegaran yang baru kukunjungi ditutup kain hitam.
Koleksi lain yang menarik di sini adalah mesin ketik khusus huruf Jawa dan sebuah mangkuk tempat air dari kulit buah yang dianggap sakti dan bsia menawarkan racun. Ada juga koleksi topi zaman dulu. Nah, topi yang ini kuanggap lucu. Katanya sih songkok buat bupati, tapi kok mirip2 topi vampir cina hehehe.
Di semua koleksi museum, selalu ada tulisan “Do not touch” alias “Jangan Dipegang”. Biar nggak gampang rusak kali ya. Tapi yang agak serem yaitu mesin jam tua ini.
Soalnya ada tulisan ini dibawahnya.
Hiiy serem. Tau beracun ditaruh di sini. Taruh lemari kaca gitu napa?
Di sini juga ada koleksi maket atau miniatur gedung-gedung bersejarah seperti kompleks makam Imogiri di Bantul, Yogya dan Masjid Agung Demak. Ada pula miniatur bangunan indah ini yang ternyata miniatur tempat supitan (khitanan) anak-anak raja.
Ini adalah miniatur Menara Sangga Buwana yang ada di Keraton Kasunanan Solo. Menara ini dikenal sebagai bangunan tertinggi di Solo zaman dulu (sekarang kalah ama apartemen2 dan hotel). Menara ini juga dikenal karena kemistisannya, soalnya menara ini digunakan oleh sultan untuk berkomunikasi dengan Nyi Roro Kidul, ratu dunia gaib yang menguasai Pantai Selatan. Nah, untung banget lho ada miniatur ini. Soalnya tahun 1954, bangunan ini terbakar dan rekonstruksinya bergantung sepenuhnya sama miniatur ini.
Di sini juga ada koleksi mata uang kuno dari berbagai negara.
Koleksi patung juga tak kalah bagus. Sayangnya beberapa patung dan koleksi wayang di sini ternyata hilang gara2 ulah orang2 tak bertanggung jawab.
Di halaman belakang museum ini ternyata juga dipajang beberapa patung. Agak heran, soalnya apa nggak takut patung2 ini kehujanan terus rusak? Dari beberapa patung, ada patung yang membuatku agak serem. Ini dia.
Di sini juga ada batu-batu bertuliskan huruf Cina. Dugaanku sih ini batu nisan. Hiiy jadi tambah syerem.
Kalo menurut pendapatku sih, museum ini bagus untuk menambah pengetahuan tentang sejarah Jawa. Namun kalo dipikir2, kayaknya ngabisin duit 7,5K IDR untuk masuk museum ini belumlah setimpal. Terkesan koleksi2 di sini cuman “ditaruh” aja. Beberapa koleksi kayak wayang ditaruh di tempat2 yang nggak bisa dijangkau kayak di dinding bagian atas dekat langit2. Gimana bisa ngeliat? Beberapa malah nggak ada keterangan ini barang apa, kayak benda beroda ini. Ampe sekarang aku nggak ada “clue” ini benda apaan (mesin jahit apa wheel of fortune?").
Coba ada guide-nya yang jelasin atau LCD layar sentuh kayak di Museum Benteng Vredenburg Yogya, pasti seru. Aku yakin pasti ada banyak kisah unik yang bisa diceritain dari benda2 bersejarah di sini.
Wheel of Fortune apaan ? :v
ReplyDeletekuis zaman dulu (sekarang masih nggak ya), pesertanya muter roda, nanti rodanya berhenti nunjuk hadiahnya
DeleteEmane rek sing taruh luar :((
ReplyDelete