Tuesday, March 16, 2021

INSIDE THE MIND OF A MADMAN: RISALAH ANDERS BEHRING BREIVIK, PENJAHAT TERKEJAM DI EROPA MODERN

Mirip James Bond villain ya?

(sumber gambar)


Anders Behring Breivik. Nama itu akan menggetarkan semua orang Norwegia, ataupun penduduk Eropa lainnya, apabila mendengarnya. Namanya memang membuat mereka bergidik ngeri karena kejahatannya yang sukar terbayangkan oleh nalar sehat. Pada 22 Juli 2011, ia melancarkan aksi kejahatan yang konon terburuk dalam sejarah Norwegia setelah Perang Dunia II. Hanya dalam waktu setahun saja, persidangannya yang menghebohkan media kala itu berakhir dengan hukuman yang menurut gue sama sekali tak setimpal dengan kejahatannya.

Tanpa banyak omong lagi, gue persembahkan risalah tentang kejahatan Anders Behring Breivik dalam Dark Case kali ini.

PEMBANTAIAN DI NORWEGIA

Kondisi kota Oslo kala diguncang aksi terorisme

(sumber gambar)

Pada pukul 3 sore pada 22 Juli 2011, sebuah ledakan bom mengguncangkan kota Oslo, ibukota Norwegia. Celakanya, ledakan tersebut terdengar dari Regjeringskvartalet, sebuah wilayah elite yang dijejali gedung-gedung pemerintahan yang dihuni orang-orang terpenting di negara Skandinavia tersebut. Bahkan, ledakan tersebut berada tepat di samping rumah Perdana Menteri Norwegia kala itu, Jens Stoltenberg. Ledakan tersebut begitu dhasyat sehingga menewaskan 8 orang seketika dan melukai hingga lebih dari 200 orang.

Anehnya, ketika polisi menyelidiki rekaman CCTV, mereka menemukan sebuah penemuan mencengangkan. Ledakan tersebut berasal dari sebuah van volkswagen putih yang diparkir di situ. Namun anehnya, sang pengendara van tersebut terlihat memakai seragam polisi.

Celakanya, aksi pengeboman itu barulah awal saja. Sang pembunuh, baru saja hendak memulai aksi utamanya.

Sekitar satu setengah jam setelah ledakan tersebut, seorang pria berseragam polisi naik sebuah kapal ferry melintasi Danau Tyrifjorden yang berada sekitar 32 kilometer dari kota Oslo. Iapun tiba di Pulau Utøya, dimana sebuah acara kamp remaja tengah diadakan oleh AUF, partai buruh Norwegia. Kamp tersebut memang senantiasa rutin diadakan tiap musim panas oleh organisasi politik tersebut. Kala itu, sekitar 600 remaja, berusia antara 11 hingga 18 tahun, tengah menghadirinya.

Begitu mendarat di sana, sang pria, yang sesungguhnya beridentitas asli sebagai Anders Behring Breivik, ditemui oleh Monica Bøsei, sang pemimpin kamp tersebut. Namun tingkah laku Anders kala itu mengundang rasa kecurigaan Monica, sehingga iapun memanggil seorang petugas keamanan bernama Trond Berntsen, sebelum mengizinkan Anders masuk ke pulau itu.

Anders tak menunggu waktu lama sebelum akhirnya mengambil senjatanya dan menembak mati kedua orang tersebut. Monica dan Trond tewas seketika, dan Anders-pun bebas melenggang masuk ke dalam kamp, menghabisi siapapun yang ia lihat.

Dengan membabi buta, ia menembak semua orang yang ditemuinya di pulau itu, mayoritas adalah anak-anak dan remaja. Tercatat, dari seluruh korbannya, ia hanya mengampuni satu orang saja, yakni anak berusia 11 tahun yang kala itu ayahnya sudah Anders bunuh. Kala itu ia berpendapat bahwa sang anak masih terlalu muda untuk mati.

Para penyintas segera bersembunyi kemanapun mereka bisa, bahkan di dalam kamar mandi. Para saksi mata mendengar ketika Anders menembak dengan membabi buta, ia meneriakkan, “Matilah, para Marxis [sebutan bagi pendukung komunis]!".

Di antara para korban, tercatat yang termuda adalah 14 tahun.

Kala itu. Banyak dari penyintas adalah para remaja yang nekad menceburkan diri ke dalam air dan berusaha berenang melintasi danau. Padahal perlu dicatat, jarak antara pulau tersebut dengan daratan di tepi danau mencapai 1 kilometer. Tak hanya itu, walaupun kala itu tengah musim panas, namun cuaca saat itu mendung dan hujan rintik-rintik. Alhasil, suhu air danau kala itu cukup menggigil, mencapai 14 derajat Celcius.

Masyarakat yang tinggal di sekitar danau pun berbondong-bondong berusaha menyelamatkan para korban. Banyak dari mereka memiliki kapal sendiri karena gaya hidup mereka yang tinggal di tepi danau. Merekapun segera berlayar untuk menyelamatkan anak-anak yang hampir tenggelam. Seorang pria lokal bernama Marcel Gleffe disebut-sebut sebagai pahlawan karena berhasil menyelamatkan sekitar 30 orang dari danau tersebut. Pasangan Hege Dalen dan Toril Hansen juga berhasil menolong 40 korban. Sekitar 150 orang berhasil menyelamatkan diri dengan berenang keluar dari pulau itu.

Beberapa, termasuk yang paham benar akan pulau karena pernah datang ke sana musim sebelumnya, bersembunyi di goa-goa di tepi pulau. Sekitar 47 remaja memutuskan bersembunyi di sebuah gedung sekolah. Kala itu, Anders berusaha mendobrak masuk dengan menembakkan dua peluru ke arah pintu. Namun entah mengapa, terjadi keajaiban sehingga Anders mengurungkan niatnya itu. Ke-47 anak itupun selamat.

Kondisi pulau dimana tragedi pembantaian massal terjadi, termasuk danau yang mengelilinginya

(sumber gambar)

Mengapa ia mengincar pulau tersebut? Ternyata ia tak mengincar anak-anak tersebut. Kala itu ia amat membenci mantan perdana menteri wanita bernama Gro Harlem Brundtland. Kala itu, Gro rencananya memang akan berada di pulau tersebut untuk berpidato di hadapan para peserta kamp. Namun rupanya Brevik datang terlambat. Kala ia tiba, Gro telah meninggalkan pulau tersebut.

Kepolisian kala itu tak siap untuk menangani kasus terorisme sekelas yang dilakukan Anders karena Norwegia sendiri terkenal sebagai negeri yang damai dan jarang terjadi kejahatan. Bahkan ketika tiba, para polisi kebingungan mencari cara untuk menyeberangi danau dan mencapai pulau tersebut. Akhirnya, polisi terpaksa meminta bantuan warga lokal untuk mengantar mereka menggunakan kapal. Walaupun warga sekitar yang memiliki rasa solidaritas tinggi sama sekali tak berkeberatan dengan hal itu, tapi langkah polisi itu nantinya mendapat kritikan keras dari media karena membahayakan warga sipil.

Pada 18.25 sore, sekitar satu jam lebih setelah Anders melancarkan aksi pembantaian berdarahnya, polisi akhirnya berhasil meringkusnya. Tanpa perlawanan, Anders kemudian menyerah.

Tak seperti kebanyakan penembak massal (semisal Eric Harris dan Dylan Klebold) yang biasanya bunuh diri setelah melancarkan aksi mereka, Anders malah justru ingin dirinya ditangkap hidup-hidup oleh pihak berwajib. Bahkan, Anders sendiri tercatat menelepon 112 (nomor darurat setara 911 di Amerika Serikat) untuk melaporkan kejahatannya sendiri.

Mungkin kalian penasaran, berapa jumlah korban yang jatuh akibat aksi penjagalannya di pulau Utøya? Yang mencengangkan, tercatat ia berhasil membunuh 69 orang di pulau tersebut dan melukai 66 orang lainnya. Selain itu, dari hasil survey, terbukti bahwa paling tidak 1/4 rakyat Norwegia memiliki kenalan/keluarga yang menjadi korban dalam aksi penembakan tersebut, sehingga menimbulkan trauma mendalam bagi rakyat negara tersebut.

Ada sebuah cerita unik lain dari proses penangkapan Anders. Kala itu, polisi menduga ada penembak lain yang membantu Anders, mengingat begitu banyaknya korban jiwa. Mereka kala itu mencurigai seorang remaja Muslim asal Chechnya yang bernama Anzor Djoukaev. Hanya karena dia kebetulan Muslim dan menurut polisi kala itu, tidak bereaksi “selayaknya” melihat korban-korban tewas yang bergelimpangan, tanpa banyak tanya mereka segera menahan sang remaja. Mereka bahkan menelanjanginya dan mengurungnya di dalam sel.

Namun kenyataannya, Anzor terbukti sama sekali tak ada kaitannya dengan insiden penembakan tersebut dan membuktikan Islamophobia yang masih diidap penduduk Norwegia. Bahkan, sesungguhnya Islamophobia tersebut yang menjadi alasan utama Anders melancarkan aksi penembakan massal tersebut. Padahal, Anzor sendiri tak berekasi terhadap pembantaian yang terjadi di sekitarnya karena ia sendiri trauma pernah menyaksikan pembantaian serupa yang pernah terjadi di tanah airnya, Chechnya.

Kembali ke Anders, ada alasan rupanya mengapa ia justru ingin tertangkap. Ia ternyata ingin menyebarkan ideologinya yang terangkum dalam “kitab” berjudul “ 2083: A European Declaration of Independence”. Dalam manifefstonya itu, ia menyalahkan Islam dan gerakan feminisme sebagai penyebab “kerusakan moral” yang melanda Eropa. Uniknya, manifestonya itu terinspirasi oleh sosok teroris lainnya, kali ini seorang eco-terrorist yang pernah gue bahas sepak terjangnya di blog, yakni Ted Kazcynski.

Penyelidikan kepolisian yang menggali masa lalu Anders ternyata mencapai konklusi yang teramat mengejutkan. Ternyata, pada usia 4 tahun, Dinas Sosial Norwegia pernah memberikan saran agar Anders diambil dari ibunya yang kala itu menyiksanya. Namun, tak ada seorangpun yang menindaklanjuti usulan tersebut hingga akhirnya Anders tumbuh besar dalam naungan ibunya yang teramat abusif, sehingga membuat sisi emosionalnya cacat.


MASA LALU ANDERS

Siapa sangka bocah nan polos ini kelak akan menjadi seorang penjahat terkejam di sejarah Eropa modern?

(sumber gambar)

Jika menilik masa lalu Anders, maka kita mungkin memahami kenapa ia tumbuh menjadi pria yang teramat kejam. Anders lahir pada 13 February 1979 dari pasangan Wenche Behring dan Jens David Breivik. Sayang, kedua orang tuanya kemudian bercerai saat usianya masih setahun. Ayahnya kala itu berusaha keras untuk mendapatkan hak asuh anaknya karena tahu tabiat istrinya yang abusif. Namun usahanya itu gagal dan Anders kecilpun dirawat oleh ibunya.

Kala Anders berusia 4 tahun, seorang psikolog mengamati bahwa anak tersebut memiliki perangai yang aneh. Senyum yang diperlihatkannya sama sekali tak tulus, melainkan ditampilkannya hanya demi “menyenangkan” ibunya, bukan berasal dari emosinya sendiri. Psikolog itu juga menyimpulkan bahwa ibu Anders sering memukulinya, bahkan melecehkannya secara seksual. Sang psikolog yang merasa prihatin kemudian mengusulkan agar Anders diambil dari ibunya dan diadopsi oleh keluarga lain yang lebih penyayang. Sayang, karena urusan administrasi, usulan itu sama sekali tidak ditanggapi oleh pihak yang terkait dan Anders-pun hidup terlantar dalam asuhan ibunya.

Ketika Anders mulai tumbuh dewasa, di SMP dan SMA dikenal sebagai siswa cerdas dan betuguh tinggi besar melampaui teman-temannya. Dengan ukurannya itu, dia dikenal berani membela teman-temannya yang tengah dibully. Namun, Anders juga dikenal sebagai siswa pemberontak. Ia pernah ditangkap polisi dua kali karena melakukan vandalisme dengan mencorat-coret dinding dengan grafiti. Konon, karena kenakalannya tersebut, ayah Anders menjadi kecewa dan memutuskan hubungan dengannya.

Bisa dipahami bahwa perilaku bengal Anders berasal dari perlakuan buruk ibunya. Anders mengenal ibunya sebagai seorang wanita berpaham feminis yang tak mau tunduk pada laki-laki, sehingga ketika dewasa, Anders amatlah membenci feminisme. Mungkin bukan gerakan yang berusaha menyetarakan perempuan dengan laki-laki itu yang dibencinya, namun justru perlakuan ibunya. Namun ternyata, setelah ditelusuri lebih jauh, ternyata ibunya pun mengalami trauma semasa kecil sehingga berperilaku bengis seperti itu.

Ketika ibu Anders berusia 8 tahun, ibunya (nenek Anders) jatuh sakit dan menjadi lumpuh. Karena tak ada keluarga yang sudi merawatnya, akhirnya ibu Anders-lah yang merawatnya. Walaupun ibu Anders sudah mengorbankan masa kecilnya, namun nenek Anders justru tak berterima kasih, bahkan menyalahkan putrinya itu atas penyakit yang dideritanya.

Ibu Anders sendiri bisa dibilang juga tumbuh dalam keluarga yang abusif sehingga pada usia 17 tahun, akhirnya ia memutuskan kabur dari rumah. Pada usia yang masih muda dan belum siap untuk mengandung, ia bertemu dengan ayah Anders dan lahir di luar nikah. Ternyata, ibu Anders sama sekali tak menginginkan kehamilan itu. Ia menganggap janin yang berada dalam perutnya itu sebagai “bayi iblis” dan menendang-nendang perutnya dengan sengaja. Bahkan, ia tak sudi menyusui Anders karena percaya bahwa bayi itu “menyedot energi kehidupannya” darinya.

Perlakuan ibu Anders yang amat membenci anaknya berdampak amat mengerikan pada kepribadian bocah itu. Ia tak pernah menunjukkan emosi apapun. Ia tak tertawa ketika sedang senang ataupun menangis ketika ia sedang terluka. Ia juga amat terobsesi pada kebersihan dan berulang-ulang kali membersihkan mainannya. Rupanya, itu didorong karena ketakutannya akan dihukum oleh ibunya. Namun walaupun tak bisa menampakkan emosi dengan semestinya, emosi Anders beberapa kali akan meledak ketika marah, sebuah sifat yang terbukti amat berbahaya dan berujung pada pembantaian yang ia lakukan.

Dengan menggunakan ID polisi palsu inilah Anders melancarkan serangan bom pertamanya

(sumber gambar)

Pada usia 21 tahun, Anders ditolak masuk ke tentara sesuai cita-citanya karena ia dianggap tak memiliki mental yang stabil. Iapun bekerja di bidang costumer service dimana menurut teman-teman kerjanya, ia bersikap amat ramah, terkecuali pada orang-orang dari etnis Arab dan India yang senantiasa membuatnya kesal. Hal tersebut mungkin saja disebabkan karena perbedaan budaya, namun tak ayal, malah menyulut kebencian Anders terhadap agama yang mereka anut.

Pada usia 23, tepatnya pada tahun 2002, Anders mengaku mulai merencanakan aksi kejamnya. Ia mulai mengumpulkan uang untuk mendanai aksi terorisnya tersebut. Pada 2010, setahun sebelum serangan tersebut, Anders mencoba membeli senjata ilegal di Praha, Ceko, namun gagal. Begitu kembali ke tanah airnya, ia mengetahui bahwa ternyata ia bisa membeli senjata secara legal dengan syarat asalkan ia mengikuti klub penembak.

Uniknya, seandainya saja Anders bisa membeli senjata ilegal dari Ceko, mungkin saja jumlah korban jiwanya takkan sebanyak ini. Pasalnya, dengan ikut klub penembak, Anders justru bisa melatih kemampuan menembaknya hingga tembakannya pun semakin jitu. Tercatat 57 dari 69 korbannya di Pulau Utøya tewas akibat tembakan tepat di kepala, membuktikan kepiawaian Anders dalam membidik korbannya yang jelas terasah saat ia mengikuti klub tersebut. Bila saja Anders tak selihai itu menembak, maka bisa dipastikan jumlah korbannya pun akan lebih sedikit.

Pada 2011 pula, tercatat ia kemudian pindah ke wilayah pedesaan dan beralih profesi menjadi petani, tentu saja demi melancarkan rencananya tersebut. Lho mengapa? Sebab ia berniat membeli pupuk sebagai bahan bom yang akan ia rakit. Tercatat, ia berhasil memborong 6 ton pupuk mengandung bahan peledak amonium nitrat (bahan yang sama yang meledakkan kota Beirut, Lebanon) tanpa sedikitpun rasa curiga dari masyarakat setempat.

Setelah ditangkap dan persidangan untuk mendakwanya, para psikiater pun diturunkan untuk menyelidiki kejiwaan Anders. Awalnya mereka berkesimpulan bahwa Anders mengalami “paranoid schizophrenia”. Namun pihak pengadilan khawatir bahwa jika Anders dideklarasikan mengalami penyakit kejiwaan alias gila, maka iapun akan dijebloskan ke rumah sakit jiwa, alih-alih penjara. Anders sendiripun ternyata malah menolak hasil evalusi psikiater tersebut. Walaupun jelas hukuman yang akan diterima Anders di RSJ akan lebih ringan ketimbang di penjara (bahkan banyak penjahat yang pura-pura gila supaya bisa lolos dari hukuman penjara), namun Anders berpendapat bahwa apabila dia dianggap gila, maka takkan ada yang mendengarkan manifestonya.

Evaluasi kedua pun dilakukan oleh kelompok psikiater yang berbeda dan mendiagnosis Anders memiliki kelainan antisosial dan narsistik, keduanya merupakan ciri psikopat namun juga berarti ia masihlah waras. Anders pun diadili dan pada 24 Agustus 2012 akhirnya dijatuhi hukuman terberat yang ada dalam konstitusi Norwegia.

Yakni minimal 10 tahun penjara dan maksimal 21 tahun penjara.


Seperti inilah kondisi kamar kos-kosan sel penjara di Norwegia

(sumber gambar)

APAAAAAA??? 10 tahun??? Padahal jika Anders melakukan kejahatannya di Amerika Serikat, bisa dipastikan ia akan dijatuhi hukuman mati atau yang paling ringan, 77 kali hukuman seumur hidup sesuai jumlah nyawa yang ia lenyapkan (8 korban bom dan 69 korban penembakan). Namun hukuman berat seperti hukuman mati dan hukuman seumur hidup hanya biasa diterapkan di negara-negara dengan tingkat kriminalitas yang tinggi (tentu untuk menakut-nakuti warganya supaya tidak melakukan kejahatan). Sedangkan Norwegia sendiri merupakan negara yang damai dan kejahatan sangat jarang terjadi, sehingga hukumannya pun terbilang ringan.

Tak hanya itu, karena Norwegia mengaku negara yang “beradab” dan menjunjung tinggi HAM, maka sel penjara di negara tersebutpun sama sekali tak mirip dengan kondisi penjara di negara-negara lain (seperti yang biasa kita lihat di film-film). Kamarnya terbilang amat mewah dan nyaman, bahkan ia memiliki Xbox dan komputer sendiri (tapi tanpa akses internet). Lho kok enak? Sebab sistem penjara di Norwegia tidaklah bertujuan untuk menghukum sang narapidana, melainkan untuk merehabilitasinya sehingga kelak ketika bebas, ia tak berbuat melanggar pidana lagi.

Namun nyatanya, pada 2012, hanya beberapa bulan setelah ditahan, Anders langsung menulis surat komplain sepanjang 27 halaman yang mengatakan bahwa perlakuan yang diterimanya di penjara amatlah “tidak manusiawi” menurut sudut pandangnya. Contohnya, ia merasa selnya terlalu dingin, kamar selnya sama sekali tak dihias dan tidak memiliki pemandangan, lampunya terlalu redup, dan sipir juga mengawasinya saat sedang menggosok gigi dan bercukur sehingga membuatnya “stress” dan tertekan. Bahkan komplain utamanya adalah “kopinya dingin ketika disajikan”. Seakan tak cukup, ia juga menyatakan bahwa Xbox di kamar penjaranya gamenya kurang seru dan ia menuntut PlayStation 2. Pada intinya, Anders menganggap bahwa hak asasinya sudah dilanggar dengan kondisi selnya yang sangat “tidak manusiawi” tersebut.

*Admin ingin berkata kasar tapi masih ditahan-tahan*

Namun kita masih bersyukur sih Anders kini tak bisa lagi berkiprah dalam dunia terorisme, walau agak khawatir juga sih gimana kalo dia bebas, terdekat mungkin tahun 2022 ini (lah setahun lagi dong?). Sebenarnya bukanlah Anders yang berbahaya, melainkan ideologinya. Buktinya, manifesto Anders yang amat Islamofobic akhirnya menginspirasi sosok teroris lain, yakni warga Australia bernama Brenton Harrison Tarrant. Ia mungkin masih kalian ingat sebagai pelaku penembakan di masjid di Christchurch, Selandia Baru, yang menewaskan 51 orang.

SUMBER: WIKIPEDIA

7 comments:

  1. *Admin ingin berkata kasar tapi masih ditahan-tahan* . sama min, saya juga

    ReplyDelete
  2. Kalo di Indonesia juga ada penjara kayak gitu. Cuman itu diperuntukkan untuk koru...

    ReplyDelete
  3. Udh kpikir dr bulan januari minta bang dave bahas soal si breivik ini...eeeeh ternyata ternyata..mantap dah

    ReplyDelete
  4. Ingin berkata halus 🤬
    Bang Dave, coba berucap "kerkylos" gada yang tau artinya kecuali yang pernah baca postingan bang Dave, jadi aman 😂😂😂

    ReplyDelete
  5. para viking selaku nenek moyang mereka pasti bangga ngeliat keturunannya ngasih pelayanan hotel dengan fasilitas ekslusif selama 10 tahun gratis ke psikopat yang ngekill 69 orang. Congrats, odin menunggumu di valhalla bung

    ReplyDelete