Catatan: Resort adalah sebuah cerita yang sangat panjang, meliputi sekitar 15 episode. Kisah ini bercerita tentang tiga sahabat bernama Takumi, Shoji, dan Yuuki (sang narator). Mereka memutuskan untuk bekerja selama liburan musim panas di sebuah penginapan terpencil. Mereka menduga Makiko, sang pemilik penginapan menyembunyikan sesuatu di lantai dua penginapannya. Ketika mereka memutuskan untuk naik ke lantai dua, didorong rasa ingin tahu mereka, hal mengerikan pun terjadi.
Karena cerita ini sangat panjang, sebaiknya jangan terlalu berharap untuk langsung mengetahui endingnya. Nikmati saja tiap episodenya.
***
Peristiwa ini terjadi ketika aku masih menjadi mahasiswa baru.
Musim panas mulai mendekat. Aku dan empat temanku memutuskan untuk berlibur ke pantai. Ketika kami membahasnya, salah seorang teman kami mengusulkan untuk bekerja paruh waktu di sana. Kamipun setuju, karena toh sebulan bermain di pantai kedengarannya membosankan. Paling tidak dengan bekerja, kami akan mendapat tambahan uang saku. Sayangnya, dua orang teman kami harus mengikuti seminar, sehingga mereka tak bisa ikut. Akhirnya, hanya kami bertiga yang meneruskan rencana tersebut.
Maka kamipun mulai mencari pekerjaan musim panas secara online Lowongan di sebuah hotel menarik perhatianku. Tentu karena aku berpikir pasti mudah bertemu dengan gadis-gadis di tempat semacam ini. Sempurna!
Kami menelepon hotel tersebut dan pemiliknya melakukan wawancara melalui telepon. Semua berjalan lancar. Kami bertiga diterima bekerja di sana selama musim panas. Dengan rencana kami berjalan lancar, kamipun tak sabar menantikan musim panas, bahkan sudah berandai-andai bertemu wanita-wanita cantik di sana.
Akhirnya hari itu tiba dimana kami mulai bekerja di hotel itu. Ini adalah kali pertama aku bekerja, jadi aku merasa sedikit gugup, namun juga excited.
Ketika kami tiba di hotel itu, kami terperangah. Ternyata hotel itu bukan hotel modern seperti yang kami duga. Hotel itu ternyata adalah rumah tradisional Jepang yang sudah tua, namun sangat luas dan masih terawat baik. Namanya cukup aneh, “B&B Cottage”, sama sekali tak cocok dengan atmosfer Jepang yang sangat kental di sini.
Kami memanggil dari depan pintu dan seorang wanita berumur separuh baya menyambut kami. Ia tersenyum dan memperkenalkan dirinya sebagai Makiko-san, pemilik penginapan ini.
Hotel ini memiliki empat kamar untuk tamu, sebuah ruang makan, dan dua kamar untuk staf. Sehingga total terdapat enam kamar, tidak termasuk dapur. Kami kemudian dibawa ke ruang makan. Setelah beberapa saat, seorang gadis muda muncul dan membawakan kami teh. Ia mengatakan namanya adalah Misaki-chan dan ia bekerja di penginapan ini. Selain kami berlima, ada pula suami Makiko bernama Ryuichi.
Kami secara singkat memperkenalkan diri kami dan Makiko menjawab, “Kamar para tamu berada di lantai satu. Kamar kalian akan berada di ujung lorong ini. Nah, sekarang mari kita bawa barang-barang bawaan kalian ke kamar.”
Dua temanku, Takumi dan Shoji, tiba-tiba bertanya, “Bukankah ada kamar juga di lantai dua?”
Kami memang melihat dari luar bahwa hotel ini memiliki dua tingkat.
Makiko tertawa, “Memang ada lantai dua di rumah ini, namun kami tidak menggunakannya.”
Kami bertiga keheranan sebab saat ini adalah musim liburan. Bukankah lebih menguntungkan untuk membuka kamar-kamar di lantai dua sehingga bisa menampung lebih banyak tamu? Namun saat itu kami tak begitu memikirkannya. Mungkin saja jika tamu sudah banyak, mereka akan membukanya, pikir kami.
Kami membawa barang-barang kami ke kamar. Pemandangan yang terlihat di kamar kami sangatlah indah, dengan taman Jepang dan pegunungan di kejauhan. Maka pekerjaan musim panas kamipun dimulai. Pekerjaan itu ternyata sangat berat, namun karena orang-orang yang bekerja dengan kami sangat menyenangkan, maka kami mengerjakannya dengan senang hati.
“Wah, kita benar-benar beruntung mendapatkan pekerjaan ini, ya kan?” temanku Takumi berkata padaku setelah kami bekerja di sana selama seminggu.
“Ya, bahkan lebih keren lagi: kita akan mendapatkan uang.” kata Shoji.
“Yah tentu,” jawabku, “Namun puncak liburan akan segera datang. Kita akan sangat sibuk nantinya.”
“Nah, karena kau mengungkitnya tadi ... apakah mereka akan membuka lantai dua jika lebih banyak tamu berdatangan?”
“Kurasa tidak,” kata Shoji, “Bukankah Makiko-san dan keluarganya tinggal di sana?”
“Benarkah?” Takumi dan aku menaikkan nada suara kami. Kami baru tahu hal itu.
“Aku nggak benar-benar yakin sih. Tapi bukankah ia selalu membawa makanan ke atas?”
“Aku tak tahu.” Takumi dan aku sama-sama heran mendengarnya.
Shoji membersihkan halaman pada suatu sore dan melihat Makiko naik ke atas cukup sering. Dia membawa keranjang dengan makanan di dalamnya dan bergegas naik ke atas. Ketika Shoji mengatakannya kepada kami, kami cukup terkejut.
“Benarkah?” mungkin karena aku tak melihatnya sendiri, aku tak begitu mempercayai cerita Shoji itu.
Beberapa hari kemudian, aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri ketika sedang menyapu lorong. Makiko mengendap-endap keluar dari salah satu kamar tamu. Biasanya ia tak membersihkan kamar itu. Selalu Misaki yang mengerjakannya. Aku pikir itu agak aneh. Bahkan aku sempat meragukan penglihatanku, namun itu jelas Makiko. Aku memikirkannya sepanjang hari dan tak tahan untuk menyinggungnya di hadapan teman-temanku.
“Ya, aku melihatnya juga.” Takumi berkata ketika aku menceritakan hal itu.
“Serius? Mengapa tak kau ceritakan padaku?”
“Aku hanya berpikir ia mungkin ada keperluan di sana.” Takumi menjelaskan, “Toh dia pemilik penginapan ini kan? Ia bebas untuk berbuat apapun.”
“Memang.” aku setuju.
Hanya sebulan sebelum pekerjaan musim panas kami berakhir. Kami tak bisa menahan rasa penasaran kami.
“Kenapa kita tidak mengikutinya saja?” saran Shoji.
“Apa yang kau katakan?” Takumi heran, “Tempat ini kan sangat kecil. Jelas sekali kita bakal ketahuan.”
“Tapi ...” Shoji masih tampak penasaran.
“Sekarang bagaimana?” aku bertanya. Namun tak ada yang bisa menjawabku. Beberapa minggu lagi kami akan pergi dan kami ingin ada pengalaman berkesan sebelum meninggalkan tempat ini.
Sebuah petualangan.
“Baiklah. Jika salah satu dari kita melihat hal yang aneh, maka kita akan memberitahu satu sama lain. setuju?” kamipun sepakat sebelum pergi tidur malam itu.
Keesokan harinya, Shoji memanggil kami ke sebuah ruangan. Kami dengan enggan mengikutinya.
“Nah, kalian tahu kan saat aku mengatakan bahwa Makiko selalu naik ke lantai dua?” Shoji memulai, “Sebelumnya aku hanya melihatnya naik ke atas, namun kali ini aku menunggunya hingga ia turun. Dan ia menghabiskan waktu sekitar lima menit di atas, lalu ia turun membawa nampan makanan yang kosong.”
“Dan?” Takumi penasaran.
“Dia selalu makan dengan kita kan? Namun ia membawa makanan ke atas...bukankah itu artinya ada yang tinggal di lantai atas?”
“Aku pikir begitu, namun ....” kataku.
“Siapapun yang tinggal di atas, kita belum pernah melihatnya. Kita bahkan belum pernah mendengar ada yang tinggal di atas bukan?”
“Apa mungkin orang yang tinggal di atas sedang sakit?”
“Namun jika dia hanya membutuhkan waktu 5 menit untuk makan, bukankah itu berarti dia sangat sehat? Tidakkah kalian berpikir ini aneh? Kamu sendiri kan yang bilang untuk mengatakan pada kalian kalau aku melihat ada yang aneh. Itu sebabnya aku mengatakannya pada kalian.”
“Lalu, apa yang sebenarnya ada di atas?” kami bertiga bertanya-tanya.
TO BE CONTINUED