Sejak dulu gue berniat melancong ke Sangiran. Letaknya sebenarnya nggak jauh dari kampung halaman gue di Solo, tepatnya di Sragen. Sayangnya rencana itu selalu gagal karena gue nggak pede alias takut nyasar. Untungnya pas liburan Natal kemaren, kakak gue yang dari Tangerang mudik ke Solo dan ngajak sekeluarga pelesiran ke Sangiran. Gue langsung ngikuuuuuuuuut apalagi kata Pak SBY, situs Sangiran ini udah disulap jadi keren banget berkat kucuran dana UNESCO. Yuk tengok serunya Museum Sangiran ini.
Museum Sangiran ini adalah satu dari tiga situs World Heritage di Indonesia yang didaulat oleh UNESCO (selain Candi Borobudur dan Candi Prambanan tentunya). Keren khaaaan ... soalnya situs ini dianggap penting dalam jejak rekam sejarah evolusi manusia, karena di sinilah pertama kali ditemukan fosil Homo erectus yang diduga berkerabat dengan manusia modern dan merubah pola pikir ilmuwan dunia tentang asal-usul manusia.
Beruntung gue di sini ditemani oleh guide (dan gue udah lupa 99% apa yang dia jelasin). Well, intinya lah, pada masa dimana kita ada di sini, ratusan juta tahun yang lalu adalah dasar lautan seperti pada gambar di bawah ini.
Ini menjelaskan kenapa nggak ditemukan fosil dinosaurus di Indonesia sebab pada masa kadal raksasa tersebut menguasai dunia, Indonesia masih terendam lautan. Oya, hal pertama yang gue pelajari ketika tiba di museum ini bahwa kebanyakan fosil yang ditemukan di Sangiran ternyata tidak digali oleh para arkeolog seperti di film-film, melainkan ditemukan secara tak sengaja oleh petani lokal. Wah, baik sekali ya mereka mau menyumbangkan fosil temuan mereka untuk negara dan kemajuan ilmu pengetahuan?
Ini suasana di dalam museum. Beruntung banyak orang tua yang mengajak anak-anaknya liburan di sini untuk belajar tentang fosil dan kehidupan prehistoris di Sangiran. Mungkin karena pas liburan akhir tahun juga, suasana di dalam museum jadi ramai. Tapi pas kakak ipar gue nanya ke mas guide-nya, katanya ini masih sepi lho! Biasanya Sangiran lebih rame lagi oleh kunjungan anak-anak sekolah soalnya isi museum ini sangat berkaitan dengan ilmu geografi dan sejarah yang mereka pelajari di sekolah.
Ini gading gajah raksasa yang ditemukan di Sangiran. Keren ya.
Ini kalo ga salah fosil giginya. Wah segede itu???
Fosil buaya raksasa juga ada. Panjangnya katanya bisa mencapai 6 meter dan beratnya 1,5 ton! Hiiiiy ...
Ada juga fosil kerbau raksasa. Konon hewan ini nggak punah-punah amat. Masih ada relative-nya yang tersisa, yakni kerbau Toraja.
Ini nih fosil yang membuat gue tertarik ampe tanya-tanya ke guidenya, yakni fosil kuda nil. Ternyata pernah ada kuda nil yang hidup di tanah Jawa dan uniknya, mereka bermigrasi dari tempat asal mereka di Afrika. Waaaah jauh banget. Dan ketika gue tanya kenapa mereka akhirnya punah, katanya iklim Indonesia ternyata nggak begitu cocok buat mereka. Yaaah sayang ya? Tapi menurut gue sih walaupun nggak punah karena alam, pastilah kalo kuda nil masih hidup di Jawa, mereka pasti punah karena ulah manusia. Ya nggak?
Usia fosil ini sudah tua banget, sekitar 1,6 juta tahun lalu. Wooooot! Dan hasil rekonstruksi kerangka ini ternyata sumbangan dari museum di Prancis. Hmmm ... emang bangsa kita nggak bisa bikin sendiri ya?
Nah, selanjutnya membahas manusia purba nih. Ini salah satu diorama di sini.
Manusia purba yang menjadi nenek moyang manusia modern sekarang (Homo sapiens) adalah Homo habilis dan Homo erectus (gue di sini nggak mendukung LGBT lho, emang begitu namanya *tabok*). Keunikan kedua spesies itu (bila dibandingkan spesies manusia purba lain yang sudah punah) adalah keduanya sudah terampil dalam menggunakan alat. Namun fosil Homo habilis hanya ditemukan di Afrika. Maka dari itu, Homo erectus dianggap sudah lebih modern ketimbang saudara mereka Homo habilis sebab mereka sudah mampu bermigrasi jauh, bahkan mengarungi lautan.
Inilah beberapa alat purba yang ditemukan di Sangiran. Gimana membedakan mereka dari batu biasa, soalnya batu biasa kan juga ada yang runcing karena pengaruh alam? Well, kata guide-nya, batu yang runcing alami umumnya lancip hanya di salah satu sisinya. Namun alat buatan manusia purba umumnya runcing di kedua sisinya.
Mungkin kalian sudah tak asing ya sama kapak genggam ama kapak perimbas yang dulu kita pelajari di pelajaran Sejarah. Tapi ada kapak penetak juga. Wah semoga manusia purba zaman dulu nggak ditetak (dikhitan) mereka pake ini ya, bisa pendarahan hebat!
Uniknya ada juga senjata berupa bola ini. Konon manusia purba akan menaruhnya di dalam kulit binatang yang sudah digelar seperti kain, lalu mengikatkannya di dalamnya, kemudian memutar-mutarnya seperti gada atau melemparkannya pada hewan buruan.
Nah batu kalsedon ini juga tak kalah unik, sebab bisa digunakan pula untuk menghasilkan api.
Setelah selesai di ruang pameran I, kita beranjak ke ruang pameran II. Di sini lumayan keren (walau lebih gelap ketimbang ruangan sebelumnya), soalnya ada tayangan video tentang terbentuknya alam semesta. Asyik kok tayangannya, full special effect. Gue sarankan nonton sebentar kalo kalian ke sini.
Ada fosil meteor juga. Gue merasa seneng banget pas liat ini, berasa keren aja. Tapi pas berkunjung ke Museum Geologi Bandung, ternyata koleksi ini nggak ada apa-apanya soalnya di sana batu meteornya lebih banyak dan gede-gede hahaha.
Ada juga poster yang menceritakan perjalanan bumi ini mulai terbentuk hingga makhluk-makhluk hidup yang berkeriapan di dalamnya. Gue banyak belajar dari poster ini, desainnya juga keren. Yang membuat gue tertarik tentu saja zaman Dinosaurus yang ternyata terbagi 3, yakni zaman Triassic dimana dinosaurus baru saja muncul dan ukurannya masih kecil, diikuti Zaman Jurassic dimana dinosaurus raksasa mulai bermunculan, dan diakhiri Zaman Kapur (Cretaceous) dimana dinosaurus mencapai puncak kejayaannya (ada T-rex di sini) namun mengalami kepunahan yang naas akibat serangan meteor (walau ada juga sih teori modern yang menyatakan bahwa dino punah karena letusan supervolcano).
Ini adalah fosil H. erectus yang dulu ditemukan von Koenigswald dan Eugene Dubois tahun 1934. Walaupun cuman tengkorak dan tulang paha saja, namun kedua fosil ini memberikan petunjuk yang amat besar tentang asal-usul manusia. Fosil kepala memberikan estimasi volume otak manusia purba dan fosil tulang paha membuktikan bahwa manusia purba ini sudah berjalan tegak, hence namanya “erectus”. Eits ... namun fosil ini hanya replika lho, fosil aslinya masih bercokol di Leiden, Belanda. Duh, balikin dong ke tanah air :(
Nah, ketika pertama kali ditemukan, fosil ini oleh von Koenigswald dinamakan sebagai Pithecanthropus erectus. Namun setelah dibandingkan dengan fosil lain yang ditemukan di Peking bernama Sinanthropus pekinensis, ternyata disimpulkan bahwa keduanya berasal dari spesies yang sama, sehingga namanya digabungkan menjadi Homo erectus.
Ini bukan fosil jablay lho guys, tapi emang ada di area “fosil sentuh” (kek kolam sentuh di Sea World ajah). Fosil ini emang diletakkan di luar lemari kaca agar pengunjung bisa menyentuh seperti apa sih fosil itu. Pas gue pegang sih mirip-mirip batu rasanya, teksturnya licin dan keras banget. Yah namanya juga fosil hahaha.
Yang unik, di sini juga ada fosil gajah purba mini. Bandingin aja, ukuran gadingnya kecil banget ya?
Nah, ini nih fosil-fosil tengkorak manusia purba yang tadi gue bicarakan, Homo habilis sama Homo erectus. Ada lagi fosil Australopitechus. Nah kalo kalian kenal sama Lucy, fosil manusia purba tertua di dunia, Lucy itu termasuk spesies Australopitechus.
Di atas adalah fosil manusia purba yang kontroversial, yakni Homo florensiensis atau dikenal dengan julukan “Hobbit” karena ukuran mereka yang mini. Satu lagi fosil asal Indonesia yang mengguncang dunia ilmu pengetahuan (tapi sayangnya penemunya malah justru peneliti luar hiks).
Ada juga cover NewsWeek yang kontroversial ini. Karena manusia purba diduga berasal dari Afrika, maka penggambaran yang lebih precise tentang Adam dan Hawa adalah mereka berdua ... negro alias berkulit hitam???
Fakta unik lain juga tersaji di sini. Karena fosil manusia purba Homo erectus juga ditemukan dengan kera raksasa Gigantopithecus, maka bisa disimpulkan kalau kedua spesies tersebut hidup berdampingan. Wah kok bisa ya? Ukurannya aja beda jauh.
Ada juga poster yang menceritakan dugaan kanibalisme di kalangan populasi Homo erectus kala itu. Dugaan ini dipicu oleh penemuan fosil-fosil manusia purba yang tulang-tulangnya dipatahkan di dalam gua, tempat biasanya manusia purba bermukim. Namun ada pula teori yang menyatakan, itu adalah tulang dari korban binatang buas yang membawa mangsanya ke dalam gua untuk dimakan. Nah, apakah Homo erectus benar-benar kanibal atau tidak, itu masihlah misteri.
Selain itu di sini juga ada diorama manusia purba versus harimau Sabretooth (aseeeeeek) ama kura-kura raksasa. Sorry kakak ipar ama ponakan gue nampang di sini hahaha.
Nah, hal unik yang membedakan antara Homo sapiens dan Homo erectus adalah Homo sapiens sudah memiliki konsep agama (jiwa dan kehidupan afterlife) sehingga mereka menguburkan jenazah kerabatnya yang sudah meninggal. Hal ini dibuktikan dengan makam prasejarah seperti di Song Keplek (Pacitan), Song Braholo (Gunung Kidul, Yogya), Song Terus (Pacitan), dan Goa Tengkorak (Kalimantan Selatan). Wah, ternyata Indonesia sangat kaya dengan warisan arkeologis ya?
Ada orang iseng naruh kaca mata di sini.
Yang membuat gue impressed, museum ini nggak hanya menawarkan pengetahuan dari sudut pandang sains saja, namun juga renungan dari sudut pandang moral. Ada poster yang merefleksikan bahwa kita bisa belajar dari evolusi; apakah kita ingin menjadi Homo sapiens sang pemusnah (digambarkan dengan Hitler) ataukah Homo sapiens sang pencipta yang arif?
Nah di bagian terakhir perjalanan kita di Museum Sangiran adalah bagian dome-nya yang dibuat menyerupai kerucut volcano (jadi inget Jurassic World nih hahaha). Di sini ada diorama termasuk beberapa manekin atau model manusia purba.
Di sini diceritakan pula kiprah seorang Elizabeth Daynes yang ternyata banyak sekali jasanya bagi museum ini. Elizabeth Daynes adalah ahli dalam rekonstruksi hominid, dengan kata lain dia bisa membuat rekonstruksi wajah manusia purba hanya dengan melihat tekstur tengkoraknya.
Wow gue benar-benar terpukau ama sosok ini (apalagi dia seorang wanita). Ternyata selain cerdas dalam hal antropologi dan anatomi, wanita ini juga memiliki tangan yang terampil dan jiwa seni yang tinggi. Sosok Elizabeth Daynes membuktikan bahwa sains dan seni ternyata bisa berjalan berdampingan, bahkan bekerja sama. Dalam videonya, diperlihatkan bahwa untuk merekonstruksi Homo floriensis, dia harus menanami kulit manekinnya dengan rambut satu demi satu. Buset deeeeeh. Pekerjaan yang pastinya membutuhkan kesabaran dan ketelitian yang teramat tinggi.
Ini adalah diorama di dalam kubah yang menceritakan kehidupan di Sangiran ratusan ribu tahun lalu. Hmmm ... kalo menurut gue sih masih harus butuh sentuhan CGI biar lebih fantastik hahaha. Soalnya ruangannya (dengan atap yang amat tinggi) sebenarnya sudah menunjang suasananya. Apalagi kalo dioramanya bisa gerak ama ada suaranya sih (cuman usul doang hihihihi).
Nah sekian dulu jalan-jalannya di Sangiran. Sebenarnya sih gue kepengen beli oleh-oleh fosil di sini. tapi takutnya ilegal lagi hihihi. Jadi akhirnya gue pulang dengan tangan hampa. Eh, nggak hampa ding soalnya gue dapet banyak pengetahuan serta pengalaman menarik di sini. Silakan saja berkunjung ke Museum Sangiran ini (dengan tujuan belajar tentunya, jangan asal selfie) dan sekalian juga bisa mampir rumah gue di Solo kalo gue pas mudik hahaha. Kalian bisa kok backpackeran ke sini, tinggal naek bus jurusan Purwodadi dari Solo, kemudian turun di gerbang Sangiran dan masih harus naek ojek lagi ke lokasi museumnya (soalnya jauh banget sumpah).
See ya di liputan lainnya :D
Thanks infonya bang dave. Jadi pingin ke sono nih :v kayaknya bagus banget tempatnya
ReplyDeleteAh Kong basa basi..ngajakin mampir ny..ane udh dtg k solo n cape2 cari rmh Kong ...d suguhin air putih aj gk.. T_T
ReplyDeletetante aja datangnya pas gue masih di surabaya :p
DeleteMbak cit kirain comment tentang museum homo erectus god must be crazy, taunya waktu kemaren jalan2 ke solo ya... wkwkwk
DeleteBeda jauh ya sama Sangiran yang di Kalioso. Sragen mana sih aku malah belum pernah ke sana loh ..😯😯
ReplyDeleteitu sangiran ya sama chuu :(
DeleteKalo kata temen ku situ memang sekarang museum sangiran ada dua. Yang kamu kunjungin tu yang museum lama kali dep. Soalnya kemaren aku ke Sangiran kalioso tu tempatnya beda kok. Ga ada fosil2. Hari minggu pun sepi. Cuma pada kesana karena pemandangannya bagus trus poto2 doang. Kapan2 deh kesana. Aku dah hapal jalannya . Beneran beda kok.
DeleteAkhirnya suatu hari gue ke museum yang elu kunjungin ini. Emang beda kok. Rameeeeeeee banget kalo hari minggu. 🙄🙄 dan lebih jauuuuh.. tapi bisa nemu mi ayam yang murah cuma 5000/porsi 🙄🙄
ReplyDeleteBang izin copy gambarnya buat blog saya, nanti saya kasih alamat blog ini di caption gambarnya. Terimakasih banyak
ReplyDelete