Tujuan
gue membahas teori Kuantum sebenarnya untuk menjelaskan tentang
mungkin tidaknya perjalanan waktu. Tapi gue jadikan tema itu
pamungkas saja di episode 5. Sekarang gue akan bahas lagi dua
keanehan sifat partikel (selain bisa ngeramal kayak Roy Kiyoshi dan
baca pikiran kita). Dua sifat itu gue rangkum dengan istilah “Quantum
Tunneling” dan “Quantum Teleportation”. Bahasa kerennya, dia
bisa menembus benda padat dan teleportasi. Uniknya salah satu
“kekuatan super” partikel ini sudah biasa kita terapkan dalam
kehidupan sehari-hari lho!
THE
GHOST OF YOU
Sama
seperti isi episode sebelumnya, sifat partikel yang disebut “quantum
tunneling” ini hanya bisa berlaku bagi benda dengan panjang
gelombang de Broglie besar, jadi nggak akan bisa kita lakukan sebagai
manusia biasa. Tapi seandainya kita bisa melakukannya, mungkin
hasilnya begini. Anggap saja lu bangun kesiangan dan telat ke
sekolah. Alhasil lu lari-lari dan begitu sampai di gerbang, ternyata
sudah ditutup dan digembok. Lu nggak bisa lewat kan? Lalu apa jadinya
jika lu bisa ilmu tenaga dalam yang dinamakan “quantum tunneling”
ini? Lu mengambil aji-aji jurus tersebut kemudian voila, lu berhasil
menembus gerbang tersebut. Tapi hasilnya bukan seperti Kitty Pryde di
X-Men seperti gif di bawah ini.
Nggak.
Jika lu bisa “quantum tunneling” maka yang terjadi lu bakal lebih
mirip Ghost, villain di Ant Man 2. Hanya “hantu” lu yang bisa
masuk ke gerbang dan ikut sekolah, sementara sisa badan lu yang lain
kembali balik ke rumah, tiduran. What???
Fenomena
ini sudah diketahui ilmuwan sejak tahun 1900-an dan bikin mereka
geleng-geleng kepala. Ketika sebuah elektron dihadapkan pada
“barrier” atau penghalang, maka partikel tersebut akan berubah
menjadi gelombang untuk menebus barrier tersebut. Tapi tak hanya
semua, namun hanya “kemungkinannya” yang berbentuk seperti
“hantu” yang bisa menembusnya. Jika kalian sulit membayangkannya,
maka gambar di bawah ini mungkin akan memberi kalian bayangan
seberapa “gilanya” kemampuan elektron ini.
Namun
bagaimana “quantum tunelling” terjadi? Apakah benar elektron
sebenarnya memiliki “roh”? Eits ... kalo itu sih terlalu
metasifik ya. Ternyata penjelasannya tak jauh-jauh dari Interpetrasi
Copenhagen yang sudah kita pelajari di episode lalu.
Inti
dari Interpretasi Copenhagen hanyalah satu, yakni kemungkinan
(probabilitas). Ada sebuah hukum alam yang mungkin kita tak tahu,
namun bisa kita pelajari lewat Mekanika Kuantum, bahwa tak ada yang
namanya “probabilitas nol”. Tidak ada yang namanya “tidak
mungkin”. Segala hal mungkin, hanya saja probabilitasnya teramat
kecil. Jika elu terlahir dari keluarga miskin yang amat susah dan lu
punya cita-cita menjadi dokter, mungkin orang lain akan bilang, “Ih,
nggak mungkin! Makan aja lu susah, gimana mau jadi dokter?”. Namun
di masa depan tetap saja ada kemungkinan, walaupun amat kecil.
Kemungkinan lu mungkin nggak sebesar teman lu yang pinter dan tajir,
tapi tetap, tak ada yang namanya “probabilitas nol”. Jika lu
bekerja dengan keras (seperti kisahnya “Laskar Pelangi”) lu
mungkin bisa mencapai cita-cita itu.
Hal
inilah yang terjadi pada “quantum tunneling”. Katakanlah ada
sebuah elektron yang lagi jalan-jalan santai (nggak takut Corona
soalnya dia) tapi di depannya ada dinding. Dia mau lewat, tapi kita
mungkin mengatakan “Ah nggak mungkin lu lewat, tron. Kan dindingnya
tebel.”. Elektron balas menjawab, “Eits, kan nggak ada yang
namanya probabilitas nol. Jadi walaupun kecil, tetap ada kemungkinan
gue bisa lewat menembus dinding ini!”
Quantum tunneling lebih mudah kita pahami jika menganggap partikel berbentuk gelombang |
Dan benar, si elektron maju dan “probabilitas”-nya untuk menembus dinding itu, walaupun kecil, benar-benar bisa melewati dinding itu. Sementara probabilitas-nya untuk tidak bisa menembus dinding itu (yang lebih besar) nggak bisa melewati dinding itu, lalu kembali.
Tapi
tetap, kemampuan super si elektron ini nggak akan bisa berlaku bagi
kita, karena panjang gelombang de Broglie kita yang terlalu rendah.
Namun, hukum tak adanya “probabilitas nol” tetap bisa berlaku
untuk semua hal di seluruh jagad raya ini, nggak cuma partikel kecil
doang.
Ternyata
kemampuan “quantum tunneling” ini amatlah penting bagi
keberlangsungan kehidupan di planet kita. Tanpanya matahari takkan
bisa bersinar, fotosintesis takkan pernah terjadi, bahkan manusia
takkan bisa melakukan pernapasan (respirasi). Ilmuwan kemudian
menerapkan proses “quantum tunneling” untuk menciptakan
transistor yang amat penting bagi teknologi kita (penciptanya saja
sampai diberi hadiah Nobel). Tanpa adanya transistor, semua alat
elektronik yang kita gunakan saat ini takkan bisa berfungsi.
Aplikasi
yang lebih fenomenal lagi? Peristiwa “quantum tunneling” (dan
“quantum teleportation” yang akan gue bahas) diduga terjadi lebih
cepat daripada kecepatan cahaya, sehingga memunculkan kemungkinan
bagi kita untuk melakukan perjalanan waktu.
TELEPORTASI
KUANTUM
Prinsip "teleportasi kuantum" sangatlah bergantung pada fenomena "quantum entanglement" yang dapat diibaratkan dua anak kembar yang mampu melakukan telepati |
Jika
kalian masih ingat, di Episode 1B tentang eksperimen “Delayed
Choice” gue memperkenalkan sebuah istilah baru yang disebut
“quantum entaglement”, ketika sebuah partikel dipecah menjadi dua
partikel kembar. Kalian mungkin masih ingat si Anna dan Anny atau
Budi dan Bono? Baik Anna dan Anny adalah pasangan partikel yang
mengalami “entaglement”. Dan teorinya, pasangan partikel yang
mengalami “entaglement” bisa berteleportasi satu sama lain.
Untuk
membahas konsep ini, kita harus membuang jauh-jauh bayangan kita
tentang teleportasi fisik, sebab kita akan membahas teleportasi
informasi.
Jika
sebuah partikel dipecah dua, semisal partikel A menjadi Anny dan
Anna, keduanya mengalami “entaglement”. Artinya dua partikel
kembar itu memiliki karakter yang sama persis, bahkan bisa bertukar
informasi satu sama lain. Kalian mungkin masih ingat, Anny bisa
memberitahu kembarannya, Anna, dari masa depan untuk berperilaku
seperti partikel/gelombang dari hasil eksperimen “delayed choice”.
Anggap
saja pasangan partikel yang mengalami “entaglement” ini seperti
sepasang anak kembar yang punya kekuatan super (kita namai mereka
juga Anna dan Anny). Anna bisa membaca pikiran Anny, begitu pula
sebaliknya, walaupun mereka dipisahkan jarak ribuan kilometer. Anggap
saja ortu mereka bercerai dan ayah mereka membawa Anna ke Paris
sementara Anny masih ikut ibunya di Jakarta. Namun sejauh apapun
mereka berada, mereka masih “terhubung”.
Jika
Anny tiba-tiba pengen empek-empek, maka Anna yang ada di Paris juga
tiba-tiba ingin empek-empek. Jika Anna tiba-tiba terjatuh karena
tersandung dan kakinya sakit, maka tiba-tiba saja Anny yang ada di
Jakarta terjatuh tanpa sebab dan merasa kakinya juga ikut sakit. Jika
Anna membaca novel, semisal “Game of Thrones”, maka tiba-tiba
Anny tahu jalan cerita dan semua plot twistnya. Jika Anny belajar
tentang Mekanika Kuantum lewat blog ini, semisal, maka Anna juga
tiba-tiba paham Mekanika Kuantum.
Itulah
yang disebut “entaglement” atau gue menyebutnya, “terkait”. Kemampuan kedua partikel tersebut untuk tetap "entangled" sama sekali takkan berkurang, walaupun keduanya dipisahkan jutaan galaksi sekalipun.
Sekarang
katakanlah partikel B kita pecah jadi Budi dan Bono (biar nggak bosen
ama Anna-Anny terus). Budi tetap berada di Bumi, tapi Bono kita
luncurkan ke luar angkasa. Katakanlah kita di masa depan memiliki
koloni yang akan dikirim ke rasi bintang Sagitarius untuk menghuni
eksoplanet di sana. Katakanlah nama planet itu adalah “Terra”.
Bono ikut di Terra, sementara Budi masih di Bumi. Jarak Bumi dan
Terra sendiri sekitar 60 ribu tahun cahaya.
Jika
kita ingin mengirim informasi dari Bumi ke Terra, maka yang kita
lakukan adalah: “memberitahukan” informasi itu ke Budi sehingga
Budi mengetahuinya. Otomatis, jika Budi mengetahuinya, maka Bono di
rasi bintang Sagitarius nun jauh di sana juga mengetahuinya.
Mungkin
kalian bilang, “Lah susah banget Bang, kenapa nggak pake WhatsApp
ya?”. Yakali WhatsApp. Emang sekilas WhatsApp cepet, tapi tetap,
kecepatannya takkan bisa melebihi kecepatan cahaya (karena teknologi
kita belum bisa menciptakan apapun yang lebih cepat daripada cahaya).
Bahkan bila kita bisa mengirim informasi dengan kecepatan cahaya
sekalipun, tahu berapa lama informasi yang dikirim Bumi untuk sampai
ke Terra? 60 ribu tahun! Karena jarak Bumi dan Terra adalah 60 ribu
tahun cahaya.
Proses
“quantum entaglement” dapat merevolusi cara kita mengirim
informasi. Saking cepatnya, proses pengiriman informasi itu disebut
“teleportasi”. Mungkin nggak akan begitu terasa efeknya di Bumi
ini. Tapi jika kita udah menaklukkan bintang-bintang dengan jarak
ratusan bahkan jutaan tahun cahaya, teknologi itu akan terasa
manfaatnya.
Kita akan masih tetap bisa "berteleportasi" asalkan kita memiliki partikel yang mengalami "quantum entaglement", tak peduli jika pasangannya berada di ujung galaksi sekalipun |
Mungkin
kalian protes lagi, lah Bang, itu kan teleportasinya beda kayak yang
di Star Trek? Berarti nggak bisa dong kita teleportasi orang?
Mekanika
Kuantum memang tak bisa menteleportasikan partikel, apalagi orang.
Hanya informasi yang bisa diteleportasikan. Namun jika kita memaksa,
mungkin bisa. Akan tetapi, siap-siap saja, akan ada konsekuensi yang
tak sedap bagi kita.
Mekanika
Kuantum memiliki batasan dalam mengirimkan informasi dari satu tempat
ke tempat lain menggunakan teleportasi. Batasan itu disebut “Teorema
No-Cloning”. Inti dari teorema ini adalah kita nggak bisa “copy
paste” di dunia kuantum, kita bisanya “cut paste”.
Kita
harus membuat pengandaian agar bisa memahami teorema ini. Anggap saja
di Bumi ada cewek bernama Christina yang kangen banget ama pacarnya,
bernama Dodit, yang menjadi kapten kapal luar angkasa yang mengirim
koloni ke Terra. Kini Dodit berada di Terra, 60 ribu tahun cahaya
jauhnya dari Bumi. Suatu hari Christina berpikir, “Akutu kangen
banget ama Bang Dodit. Akutu khawatir kalo Bang Dodit selingkuh ama
alien yang ada di sana.”
Akhirnya
Christina memutuskan berteleportasi ke planet Terra untuk bertemu
Dodit. Tapi dia males naek pesawat luar angkasa (mabok katanya),
apalagi harus pake cryosleep segala, ah ribet. Dia memutuskan pakai
alat teleportasi aja. Kebetulan di Bumi ada partikel Budi yang bisa
bantu dia teleportasi ke sana dan mengirimkannya partikel Bono yang
ada di Terra. Tapi seperti bunyi teorema “No-Cloning”, kita nggak
bisa “copy paste”, karena jika begitu, akan ada dua Christina,
satu masih di Bumi, satu ada di Terra. Yang bisa dilakukan adalah
“cut paste”,
Tapi
bagaimana caranya? Bukannya tadi Budi dan Bono hanya bisa berkirim
informasi?
Caranya
adalah menguraikan terlebih dahulu Christina di Bumi menjadi
informasi. Informasi itu bisa berisi DNA sel-selnya, memorinya, dan
lain-lain. Untuk bisa mengaksesnya, tubuh Christina benar-benar harus
dilebur hingga ke partikel-partikel terkecilnya. Barulah, informasi
itu dikirim Budi ke Bono. Kemudian, informasi yang didapat Bono di
Terra kemudian digunakan untuk “merakit” kembali Christina
menggunakan partikel-partikel yang sudah ada di Terra. Hasilnya,
“terciptalah” Christina baru di Terra yang memiliki fisik dan
ingatan sama persis dengan Christina di Bumi. Sementara di Bumi,
Christina yang asli, sudah hancur lebur.
Nah
sekarang, bagaimana jika Dodit bertemu dengan Christina di Terra? Apa
dia masih mau dengannya? Christina di Terra memanglah sama persis
dengan Christina yang ia kenal. Wajahnya masih sama, suaranya masih
sama, ingatannya juga masih sama. Namun mungkin bagi Dodit, Christina
di depannya tetap bukanlah Christina yang ia kenal di Bumi.
Katakanlah
semasa mereka masih pacaran di Bumi, Dodit ama Christina pernah
sepedaan bareng di pinggir sawah sambil pegangan tangan (gimana
caranya ya?). Kenangan indah itu masih ada di dalam pikiran Christina
di Terra. Namun ketika Dodit memegang tangan Christina, bukan tangan
itu yang dulu ia pegang kala mereka pacaran di Bumi. Tangan Christina
yang ini dibuat oleh partikel-partikel yang ada di Terra. Lalu
mengetahui itu, apakah Dodit masih mau menerima Christina yang ini?
Ataukah dia berpaling ke Sandra, seorang alien cantik yang ditemuinya
di Terra (ini kenapa malah jadi sinetron sih?).
Jawabannya
tergantung pada sudut pandang Dodit. Jika Dodit menganggap Christina
yang ini sama aja dengan Christina yang dulu ia kenal, ya mungkin
nggak masalah bagi dia. Namun jika Dodit menganggapnya sebagai
Christina yang berbeda dan Christina yang asli sudah “hancur lebur”
di Bumi, ya ia akan kecewa dan takkan mau menerimanya.
Lalu bagaimana dengan konsep jiwa?
“Jiwa”
atau “roh” adalah konsep spiritualis yang dipegang teguh oleh
mereka yang memiliki agama dan kepercayaan spiritual. Jika seseorang
diteleportasi, bagaimana dengan jiwa-nya? Apakah jiwa-nya ikut lenyap
dari dunia ini dan kembali ke “surga” ketika Christina, semisal,
tubuhnya diurai di Bumi? Apakah jiwa-nya ikut berpindah ke Terra
(yang sepertinya mustahil kecuali ilmu fisika kuantum tahu caranya
“menginformasikan” jiwa yang berkonsep abstrak). Lalu apakah
Christina yang terbentuk di Terra masih memiliki jiwa? Walaupun jelas
ia masih hidup, bisa bernapas, dan otaknya masih berfungsi, namun
masihkah ia memiliki roh? Jika memang tanpa roh, lalu apakah Christina di Terra sebenarnya? Semacam robot?
Maka
jelas, bagi yang memegang teguh sisi spiritual, konsep teleportasi
adalah hal yang tabu. Bagi yang tak terlalu percaya konsep “roh”,
mungkin mereka bisa menerima baik-baik ide teleportasi. Tapi bagi
yang lain, konsep teleportasi mungkin sama tabunya seperti konsep
aborsi, semisal.
Bahkan,
jika kita mau melihat lebih dalam, teleportasi memiliki sisi yang
bahkan lebih kelam. Bayangkan jika di masa depan alat teleportasi
dibuat dengan massal dan digunakan oleh orang-orang setiap hari untuk
komuter, semisal orang-orang di Bekasi yang bekerja di Jakarta.
Alat-alat teleportasi itu setiap harinya bakal seperti Stasiun MRT,
dimana ribuan orang akan memanfaatkannya. Bagi yang peduli pada
konsep “jiwa”, alat tersebut mereka bayangkan seperti sebuah
mesin “genosida massal” yang “menguraikan” ribuan orang tiap
harinya, kemudian merakitnya kembali di tempat lain. Apa proses
“penguraian” itu sama saja dengan pembunuhan? Ataukah karena
dibuat “duplikat” yang sama persis tanpa kurang suatu apapun,
proses itu sebenarnya “fine-fine” aja?
Belum
lagi situasi horor (yang pernah gue liat di film science-fiction)
dimana alat yang seharusnya “merakit” tubuh kita di tempat lain
tiba-tiba error, sehingga yang terbentuk adalah tubuh “duplikat”
yang tidak sempurna, semisal mata kita kurang satu, usus kita malah
ada di luar, atau malahan yang terbentuk cuman gumpalan daging.
Padahal tubuh kita yang asli udah telanjur dihancurin buat
mengekstrak “informasi” di dalamnya. Kacau dong?
Bagaimana
menurut kalian? Gue pengen banget mendengar pendapat kalian tentang
teleportasi ini, apakah sah-sah aja menurut kalian, atau tidak?
Jika
teleportasi saja memiliki implikasi moral serumit ini, bagaimana
dengan perjalanan waktu?
Ada dua kemungkinan teleportasi sih bang menurut ane, satu yg di pecah jadi atom kyak yg bang Dave jelaskan,satu lagi kita 'ngelipet' ruang dan waktu,semacam wormhole. Jadi kita manipulasi dimensi ke 4 (bener kan?) Buat jadi terowongan kita ke lokasi di dimensi ke 3 :'v. Mungkin ane pernah denger ini dimana,tapi ide ane biar gak harus mecah tubuh kita sih gitu...
ReplyDelete~Venzuu~
kalo ini string theory sih
DeleteHmm menarik untuk disimak, ditunggu update lanjutan artikel tentang perjalanan waktu nya (time travel), jangan lama lama ya, sebelum pemahaman teori mekanika kuantum (cahaya, gelombang, partikel, foton, elektron dan positron) yang sudah terbayang jelas di dalam otak gue menghilang 😂
ReplyDeleteTeleportasi sama perjalanan waktu mustahil sepertinya.
ReplyDeleteTapi jika pergerakan secepat yang kamu mau mungkin masih bisa.
kok jadi ingat anime MAGIC GIRLS bang?? itu loh 2 gadis kembar yang bisa berbicara hati ke hati dan bisa teleportasi bila mereka menyatukan jarinya heheh,kalo konsep bada sama tapi orang berbeda mirip DR MANHATTAN di DC dia bisa menciptkan kehidupan baru tapi ga bisa menghidupkan orang mati, biasanya superhero terhebat ga bisa menghidupkan orang mati tp bisa menciptakan kehidupan
ReplyDeleteMe yg masih baca sekilas2 : berat berat betat
ReplyDeleteJiwa memang sesuatu yang abstrak, tetapi bukankah Mekanika Kuantum sendiri adalah sesuatu yang abstrak, walaupun dapat dijelaskan secara fisika?
ReplyDeleteBahas dark case lagi dong bang :"""
ReplyDeleteKok ada yg kontradiksi ya bang. Kmarin di delayed experiment kan si budi dan bono saling berkirim info untuk jadi partikel atau jadi gelombang. Brarti itu informasi nya ter-copy kan? Bukan ter cut? Atau gmn penjelasannya
ReplyDelete