Mungkin
setelah membaca artikel di atas kalian berpikir, “Wah berarti susah
ya Bang bikin mesin waktu. Yaaaa menurut loe??? Tapi jikapun kita
berhasil menciptakan mesin waktu, ada berbagai dilema filosofis dan
implikasi moral yang harus kita pikirkan. Salah satunya dirangkum
dengan cantik dalam “Grandfather Paradox” atau “Paradoks
Kakek”.
PARADOKS
KAKEK
Sebenarnya gue pengen pajang kakek "you-know-who" tapi yang ini ajalah |
Anggap
saja lu adalah ilmuwan kelas kakap dengan masa lalu yang muram. Saat
kecil lu tinggal sama kakek lu (inget ya kakek kandung, bukan papa
angkat) yang suka menyiksa lu semenjak kecil. Akhirnya karena
kecerdasan tingkat tinggi lu, lu menciptakan sebuah mesin waktu dan
pergi ke masa lalu dengan tujuan membunuh kakek lu untuk membalaskan
sakit hati lu. Lu berusaha membunuh kakek lu dengan tujuan agar lu
terhindar dari siksaan-siksaan dia waktu kecil. Lu tahu kakek lu jago
karate semenjak SMP, jadi lu nggak pede bisa ngalahin dia. Karena
itu, lu kembali ke masa lalu dimana kakek lu masih SD.
Akhirnya
lu tiba di masa lalu, berhadapan langsung dengan kakek lu dan bilang,
“Kake'! Kake' kau begitu jahat! Tega-teganya Kake' menyiksa aku semasa
kecil. Kini rasakan pembalasan aku huahahaha!”
Lu
pun menembak kakek lu hingga tersungkur. Namun di sinilah letak
paradoksnya. Gue tadi sudah mengatakan, kakek lu itu kakek kandung,
bukan sekedar kakek angkat ketemu gede terus lu porotin. Karena lu
sudah membunuh kakek angkat lu, akibatnya ayah lu nggak pernah ada.
Kalo ayah lu nggak pernah ada, maka lu nggak pernah ada juga. Kalo lu
nggak pernah ada, maka mesin waktu ciptaan lu juga nggak akan pernah
ada dan lu nggak pernah pergi masa lalu. Kalo lu nggak pernah ada,
apalagi pergi ke masa lalu, maka kakek lu harusnya nggak ketembak dan
hidup. Kalo kakek lu masih hidup, ayah lu dan elu-pun ada, tapi
lagi-lagi masa kecil lu tersiksa dan menginspirasi lu untuk
menciptakan mesin waktu. Setelah tercipta, elu-pun menggunakannya
untuk kembali ke masa lalu dan membunuh kakek lu. Begitu aja terus
ampe kiamat.
Wow,
bisa dibilang “Paradoks Kakek” ini merupakan “sesuatu” yang
membingungkan banget ya? Lalu apakah ada pemecahan yang cerdas akan
paradoks yang begitu “cetar membahana” ini? Well, ada dua
penjelasan yang mengambil sudut pandang yang amat berbeda.
PARADOKS
PREDESTINASI
Also known as ... timeloop! |
Nama
asli teori ini adalah “Nonikov Self-Consistency Principle” atau
“Law of Conservation of History”. Karena namanya yang panjang,
gue singkat aja dengan nama yang lebih populer: “Teori
Predestinasi”. Intinya begini: menurut konsep ini, sejarah itu
hanya satu dan takkan bisa diperbaiki. Apa yang lu lakukan di masa
lalu dengan mesin waktu, justru bagian dari sejarah tersebut dan udah
diprediksi oleh sang “Penulis Takdir”. Bisa saja, jika lu pergi
ke masa lalu untuk memperbaiki sejarah (semisal menghentikan sebuah
perang nuklir), maka yang lu lakukan di masa lalu itu justru membantu
terjadinya perang nuklir itu.
Kita
ambil contoh bagaimana teori ini menjelaskan tentang Paradoks Kakek.
Anggap aja elu kembali ke masa lalu dan membunuh kakek lu. Kemudian
lu kembali ke masa depan dan terkejut karena keadaannya sama sekali
nggak berubah. Memar-memar di tubuh lu bekas penyiksaan kakek lu
masih ada. Apa yang salah? Ternyata walaupun lu sudah menembak kakek
lu tapi ternyata kakek lu nggak wafat. Dia berhasil diselamatkan dan
semenjak itu menaruh dendam pada orang yang tiba-tiba menembaknya.
Ketika lu lahir dan tumbuh besar, kakek lu melihat bahwa lu semakin
mirip dengan orang yang dulu menembaknya. Karena itu, tiap kali
melihat lu, kakek lu menjadi kesal dan akhirnya menyiksa lu. Jadi,
bukannya memperbaiki keadaan, lu justru menyebabkan apa yang sejak
awal ingin lu hindari (yaitu disiksa kakek lu).
Dengan
kata lain, Teori Predestinasi ini menyebabkan apa yang disebut
sebagai “timeloop” yang biasanya jadi plot film-film bertema time
travel.
Walaupun
penjelasan ini masuk akal, Teori Predestinasi ini justru menimbulkan
paradoks lain yang disebut dengan “Bootstrap Paradox” atau
“Paradoks Tali Sepatu”. Kenapa dinamakan seperti itu? Bayangkan
saja elu sedang membungkuk untuk mengikat tali sepatu lu. Tapi lu
menariknya terlalu kuat sehingga lu terjungkal, masih memegang tali
sepatu lu. Posisi lu itu mirip dengan apa yang disebut “ouroboros”
atau ular yang menggigit ekornya sendiri.
“Bootstrap
Paradox” ini erat kaitannya dengan “causal loop”, yakni
peristiwa A menyebabkan B, yang selanjutnya menyebabkan A karena
adanya time travel.
Sekarang
bayangkan skenario seperti ini. Lu adalah seorang mahasiswa yang
berhasil menciptakan sebuah mesin waktu berkat sebuah sketsa yang
dibuat oleh seorang profesor yang hidup 100 tahun lalu. Terkesima
dengan kecerdasan profesor itu, lu memutuskan menggunakan mesin waktu
itu kembali ke masa lalu untuk bertemu profesor itu kala masih muda
untuk bertanya apa yang bisa menginspirasinya membuat desain mesin
waktu itu.
Namun
apa yang terjadi? Begitu lu sampai ke masa lalu, profesor itu malah
kebingungan mendengar cerita lu. Akhirnya untuk menjelaskannya, lu
memberikan kertas sketsa desain mesin waktu itu. Profesor itu
menyimpannya untuk mempelajarinya dan elu-pun kembali ke masa depan.
Namun lu shock begitu sadar lu telah menciptakan sebuah paradoks.
Berarti siapa dong yang menciptakan desain itu sejak semula? Darimana
ia berasal? Nggak mungkin kan sketsa itu nggak ada penciptanya?
Perjalanan
waktu memang bisa menciptakan paradoks semacam itu. Contoh kasus
lain, bayangkan ada sebuah bola biliard yang tadinya diam di atas
meja biliard. Tiba-tiba sebuah bola biliard yang meluncur dari masa
depan dan menabrak bola itu, hingga bola itu menggelinding dan masuk
ke dalam mesin waktu. Kemudian bola itu meluncur keluar dari mesin
waktu dan menabrak dirinya di masa lalu. Berarti ketiga bola itu sama
dong, cuman mereka maju mundur cantik (Bang, plis stop!)? Lalu apa
yang menyebabkan bola itu menggelinding untuk pertama kalinya?
Inilah
yang menyebabkan banyak fisikawan tak bisa menerima logika
Predestinasi ini dengan mudah dan berbondong-bondong lebih memilih
opsi kedua: dunia paralel.
Many
Worlds Interpretation (MWI)
Kalo
ngomongin dunia paralel pasti kalian semua udah paling jago ya, kan
udah dibahas di artikel gue sebelumnya tentang “String Theory”.
Bagaimana jika kita menggunakan pemahaman kita tentang Multiverse
ini, yang dirangkum dalam teori “Many Worlds Interpretation”,
untuk menjelaskan “Paradoks Kakek”?
Anggap
saja lu udah berhasil membunuh kakek lu. Lu ternyata nggak tiba-tiba
lenyap karena lu berasal dari dunia paralel dimana kakek lu masih
hidup. Dunia tempat asal lu itu masih ada, namun minus elu (karena lu
masih berada di masa lalu). Elu kemudian memutuskan kembali ke masa
depan. Apa yang terjadi? Lu sekarang ada di percabangan (dunia
paralel lain) dimana kakek lu terbunuh. Akibatnya, lu di dunia itu
nggak pernah ada. Nggak ada catatan tentang keberadaan ayah lu,
apalagi lu, di dunia itu, karena lu dan ayah lu nggak pernah
tercipta. Semua teman-teman lu tiba-tiba nggak mengenali elu. Akte
kelahiran lu tiba-tiba lenyap. Bahkan istri lu nggak kenal sama lu
dan malah menikah dengan orang lain. Jika lu punya anak, maka anak
itupun terhapus keberadaannya.
Namun
jika mempercayai teori ini, maka akan ada implikasi yang jauh, jauh,
lebih mengerikan ketimbang keberadaanmu terhapus, yakni “The
Butterfly Effect”.
“THE
BUTTERFLY EFFECT” & “CHAOS THEORY”
“The
Butterfly Effect” atau “Efek Kupu-Kupu” merupakan bagian dari
cabang matematika yang disebut “Chaos Theory” (“Teori
Kekacauan”). “Efek Kupu-Kupu” menyebutkan bahwa perubahan
sekecil apapun pada kondisi inisial (awal) amatlah sensitif sehingga
bisa menyebabkan perubahan ekstrim pada output akhirnya. Penemunya,
yakni Edward Lorenz (ketemu lagi ama nama ini, kenapa ya), seorang
ahli meteorologis yang menyatakan secara metaforis bahwa “kepak
sayap seekor kupu-kupu di hutan Amazon bisa menimbulkan badai tornado
di Amerika Serikat”.
Intinya,
sesuatu yang sekecil apapun, tanpa kita duga, bisa menyebabkan
konsekuensi yang sebegitu dahsyat.
Sekarang
anggap saja begini, begitu lu membunuh kakek lu dan tiba di masa
depan, lu sadar bahwa nggak hanya lu nggak pernah ada, tapi negara lu
kini nggak lagi demoratis dan dikuasai oleh pemerintahan militer yang
totaliter. Waduh buset, kok bisa? Kan elu cuma membuat perubahan yang
“kecil” dalam sejarah, yakni membunuh kakek lu sendiri?
Ternyata
begini yang terjadi. Gue tadi sebutin bahwa kakek lu jago beladiri
(karate lebih tepatnya). Karena lu udah telanjur bunuh kakek lu pas
SD, akibatnya dia nggak pernah belajar karate pas SMP (ya iyalah
orang udah mati). Ternyata saat SMA, kakek lu pernah menolong seorang
anak yang lagi dirampok dengan ilmu karatenya. Jika ditolong, anak
itu kemudian menjadi seorang pengacara dan hidup bahagia. Namun
karena lu sudah membunuh kakek lu, nggak ada yang menolong anak ini.
Anak ini kemudian ditusuk oleh perampok karena melawan dan mati
kehabisan darah. Kebetulan kasus itu viral dan merembet kemana-mana
hingga terjadi kerusuhan karena polisi tak segera menangkap
pelakunya. Kondisi negarapun menjadi rawan hingga terjadilah kudeta
militer.
Terlalu
mengada-ada? Tapi hal ini mungkin terjadi karena kita takkan bisa
menebak apa yang akan terjadi apabila kita melakukan perubahan
sekecil apapun di masa lalu. Inilah yang menyebabkan perjalanan
waktu, secara moral sebaiknya tak dilakukan. Implikasinya terlalu
dahsyat untuk kita bayangkan.
Lah
kalo tujuannya baik Bang, semacam membunuh Hitler? Kalo nggak ada
Perang Dunia (PD) II kan nggak akan Holocaust. Nggak ada Holocaust,
orang Yahudi nggak akan pindah ke Israel, jadi Palestina bisa merdeka
dan nggak dijajah? Jutaan orang juga diselamatkan karena perang nggak
terjadi, iya kan?
Tapi
perlu kalian ingat, apa penyebab PD II sebenarnya? Jika dirunut, PD
II disebabkan karena ketidakpuasan rakyat Jerman karena negara mereka
kalah di PD I, sehingga mereka memilih Hitler menjadi pemimpin
mereka. PD I sendiri disebabkan oleh kematian satu orang saja, Franz
Ferdinand. Jadi, kematiannya berujung pada “Butterfly Effect”
yang menyebabkan terjadinya PD I yang menewaskan 22 juta orang dan
berlanjut ke PD II yang menewaskan 75 juta orang (sekitar 3% dari
penduduk dunia kala itu). Bahkan, kita bisa ikut menghitung 50 juta
penduduk dunia yang meninggal akibat wabah “Spanish Flu” pada
1918 kala PD berkecamuk. Jika saja negara-negara di dunia kala itu
tidak sibuk berperang, pastilah wabah “Spanish Flu” bisa
ditangani dengan baik dan korbannya nggak akan sebanyak itu.
Jadi,
kematian satu pria saja, bisa menyebabkan hampir 150 juta penduduk
dunia tewas.
Kejadian
ini, sebenarnya cukup random, karena Franz Ferdinand berasal dari
Austria, sebuah negara kecil di Eropa Barat. Bahkan pembunuhan
terhadap John F. Kennedy, presiden negara seadidaya Amerika Serikat
saja, tak sampai menyebabkan perang mahabesar. Inilah inti dari
“Chaos Theory”, bahwa semua kemungkinan itu tampak kacau dan
hasilnya sungguh tak terduga. Sebuah peristiwa “kecil” saja
dampaknya bisa luar biasa besar dan tak bisa diramalkan.
Ingat
saja, jika benar kita kembali ke masa lalu dan menyelamatkan Franz
Ferdinand semisal, apakah kalian bisa menebak apa akibatnya bagi
negara kita? Yang jelas, Indonesia takkan merdeka pada 17 Agustus
1945 sebab tak ada peristiwa bom atom di Hiroshima dan Nagasaki yang
mengkatalisis peristiwa itu (sebab PD I dan PD II tak pernah ada).
Mungkin saja Indonesia merdeka lebih cepat (mungkin sudah merdeka
tahun 20-an), mungkin saja Indonesia membutuhkan waktu yang lebih
lama untuk merdeka (mungkin baru merdeka tahun 80-an), atau malah
kita nggak pernah merdeka, justru menjadi negara boneka jajahan
Belanda selamanya?
Apa
implikasinya dengan perjalanan waktu yang tadi kita omongin? Adanya
“Butterfly Effect” ini menyebabkan perjalanan waktu menjadi
teramat tabu. Kita tak boleh mengusik masa lalu, sesedikit apapun,
sebab itu akan menyebabkan efek yang takkan bisa kita duga.
A
GUIDE FOR TIME-TRAVELING?
Baca panduannya dulu sebelum lu time traveling |
Perlukah
kita sebuah aturan untuk para time traveler? Sama seperti traveling
biasa semisal, ada aturan “leave nothing but footprints, take
nothing but picture”?
Kita
misalkan lagi elu yang masih dalam misi membunuh kakek lu. Kali ini
lu ganti rencana dan mau bilang gini pas ketemu kakek lu biar lebih
dramatis:
Lu:
“You took everything from me!”
Supaya
nanti kakek lu bales:
Kakek:
“I don't even know who you are?”
Lu
akhirnya tiba di masa lalu tapi begitu lihat kakek lu yang masih
imut-imut, lu akhirnya nggak tega dan akhirnya membatalkan niat lu
buat nge-dor si kakek (yang masih SD). Akan tetapi ketika lu mau
balik ke masa depan, lu tanpa sengaja menginjak seekor semut merah.
Dalam hati lu berpikir, “Cuman semut khaaaan? Nggak bakal bikin
Perang Dunia III khaaaan?”
Akhirnya
lu kembali ke masa depan, namun lu langsung shock begitu membaca
berita bahwa sebuah virus mematikan telah memusnahkan separuh
penduduk dunia sementara negara-negara yang tersisa sekarang menjadi
kolaps perekonomiannya serta terjadi wabah kelaparan dan kerusuhan
dimana-mana. Lu berkata: “Laaaaaah kan cuma semut doang???”
Namun
siapa tahu, seandainya nggak lu injak, semut itu akan masuk ke sebuah
sistem rantai makanan yang rumit (semut dimakan serangga lain,
serangga dimakan laba-laba, dst) yang nantinya akan berujung pada
seekor kelelawar yang bisa menyebarkan penyakit mematikan. Karena
nggak mendapat makanan (rantai makanannya berantakan karena semutnya
lu bunuh), kelelawar itupun terbang ke pemukiman penduduk untuk
mencari makan dan menyebarkan penyakit yang kini berkecamuk di masa
depan.
Masih
ada kemungkinan-kemungkinan tak terbatas dari “hanya” seekor
semut yang elu bunuh. Semut itu bisa saja seharusnya memberi tahu
teman-temannya tentang remahan Oreo yang ia temukan. Karena semut itu
sudah mati, semut-semut lain tak bisa menggotong remahan Oreo itu
sehingga masih tergeletak di tengah jalan. Seekor burung lalu
melihatnya dan memakannya. Seekor kucing melihatnya sehingga berusaha
menerkamnya. Seorang gadis cilik pemilik kucing itu berusaha mengejar
kucing itu ke tengah jalan, namun naas, ia tertabrak.
Ada
lagi kemungkinan lain, semisal semut merah itu seharusnya jika masih
hidup (dan menuntaskan misi “Oreo”-nya) kemudian melanjutkan
mencari makanan di atas sebuah kursi taman. Gara-gara melihat semut
itu, seorang pria yang tadinya mau duduk di kursi itu akhirnya tidak
jadi duduk dan memutuskan untuk langsung pulang. Namun kini karena lu
sudah membunuh semut itu, akhirnya sang pria itu memutuskan duduk dan
membaca buku. Seorang gadis juga duduk di situ untuk mendengarkan
musik, semisal. Mereka berdua lalu berkenalan dan ternyata cocok,
sehingga akhirnya berpacaran dan menikah setahun kemudian. Namun jika
tadi si semut tidak mati, ia mungkin malah menikah dengan orang lain,
karena nggak pernah ketemu cewek itu.
Dari
sini bisa kita lihat, kita takkan bisa menebak apa yang akan
disebabkan dari kematian seekor semut. Bisa saja akibatnya amat besar
dan global (virus pandemi), bisa saja tragis tapi tidak berskala
global (gadis tertabrak), atau mungkin malah berakhir bahagia (sang
cowok ketemu calon istrinya). Semuanya “random” dan “chaotic”
sesuai “Chaos Theory”.
Lu
bisa saja menulis pedoman time traveling dan berusaha keras
menaatinya tanpa melanggar aturan apapun. Bisa saja lu super
berhati-hati sehingga nggak membunuh seekor semutpun. Ngobrol aja
nggak, sebab lu tahu setiap omongan lu bisa saja merubah masa depan
dengan drastis. Tapi tanpa sengaja lu kentut di masa lalu!
“BROOOOT!!!” begitu bunyinya. Lu pikir, ah cuma kentut apa
bahayanya? Tapi ketika kembali, ternyata masa depan sudah dikuasai
oleh monyet-monyet berintelegensi tinggi yang memperbudak manusia dan
menyuruh mereka membangun monumen berupa Piramid raksasa dan
mengawasi mereka menggunakan UFO dan senapan laser. Who knows?
Anjir ... kentut aja bisa menyebabkan The Rise of The Planet of The Apes??? |
Mungkin
lu menambah aturan baru, “JANGAN KENTUT!” di buku pedoman time
traveling lu. Namun apakah lu yakin bisa 100% menghindari “Butterfly
Effect”? Lu bernapas aja udah mengubah struktur udara di sekitar
lu. Bahkan keberadaan lu saja di masa lalu sudah mengubah semisal
lintasan partikel debu yang terbawa angin karena terhalang oleh tubuh
lu, mengubah gerakan nyamuk, terus siapa tau lu nginjek bakteri.
Semua itu bisa saja memiliki outcome yang sama sekali nggak lu duga.
KESIMPULAN
Lalu
kesimpulannya, Bang? Seperti kita lihat tadi, ada dua pandangan yang
amat berbeda tentang implikasi time traveling, yakni “Predestinasi”
dan “MWI”. Namun kedua-duanya seolah-olah mengisyaratkan: JANGAN
MELAKUKAN PERJALANAN WAKTU!
Time
traveling, dilihat dari sisi Teori Predestinasi, adalah sesuatu yang
sia-sia, karena lu nggak akan bisa merubah masa lalu, sekeras apapun
berusaha. Bahkan yang ada, nggak cuman kena zonk, lu juga malah
membantu menciptakan masa depan yang ingin lu hindari itu.
Sedangkan
dari teori yang berlawanan, yakni MWI, perjalanan waktu akan
menyebabkan efek tak terduga yang terangkum dalam teori “Butterfly
Effect”. Perubahan sekecil apapun di masa lalu bisa saja
menimbulkan kehancuran hebat di masa depan.
Maka
memang, keputusan paling bijak adalah membiarkan semua berjalan apa
adanya. Mungkin saja, apa yang kita alami saat ini adalah yang
terbaik dan tak ada gunanya menyesali, bahkan memutar kembali waktu.
gilaaa , keren banget sih bang inii...makasih udah mau ngebahas hal-hal berat dengan bahasa yg sederhana kek gini... arigato
ReplyDeletepedoman melakukan perjalanan waktu
ReplyDelete-kamu boleh melakukan perjalanan waktu kalo kalo ada lah makhluk dari dimensi ke 9 seperti dr manhattan contohnya,karena bahkan seorang dr manhattan terpaksa memperbaiki masa depan yang dirusak flash dengan flas paradox dia membutuhkan memajukan 10 tahun dan semua tokoh di DC ga kenal lagi dan jadi DC rebirth heheheh dan konsep perjalanan waktu ini memakan korban di manga jepang RAVE di mana si penyihir terkuat di dunia yang tertinggal di masa lalu tidak melakukan apapun sampai mati agar tidak menciptak paradoks waktu dan konsep yg dunia paralel itu mirip steins gate juga hehehe, juga jadi ingat tamat cerita doraemon palsu" ketika perjalanan waktu doraemon membuat masa depan ternyata diciptakan oleh nobita yang jadi profesor jenius dan cerita salah satu komik DORAEMON ketika semua temen2 nobita menanti komin baru manusia singa dan ternyata manganya udah muncul diambil dr masa dean tapi ternyata pengarang nya sakit keras dan ternyata doraemon yg buat berdasarkan komik dari masa depan jd ga tau siapa pengarangnya heheh
Ah itu mah cuma akal2annya penulis DC aja biar bisa ngereset DC universe wkwkwkwk
DeleteMungkin suatu saat, alat pelintas waktu bisa ditemukan, cuma kita gak bisa ngerubah apapun, kita cuma bisa ngeliat
ReplyDeleteMasa lalu, kaya kita ngeliat rekaman,
Mungkin di masa depan, alat kek gini lumrah di gunakan untuk menguat kasus kejahatan, sebagai alat bukti persidangan yang tak terbantahkan
Wah idenya menarik banget tuh 😀
DeleteKemungkinan yang sangat brilian, mirip kemampuan detektif Thomas Moore di game Curious Cases (kalau gak salah), bedanya bukan dari alat tapi flashback masa lalu. Juga mengingatkan saya pada kemampuan "rekonstruksi tkp" nya Connor si android untuk bisa mengetahui apa yang sebenarnya terjadi beberapa saat yang lalu di tkp tersebut.
DeleteSingkatnya apapun itu selama berhubungan dengan waktu ga akan berakhir baik makanya gua masih kesel ama series zi o karna ga bikin MC nya broken...
ReplyDeleteTime is cruel
Saya jadi inget waktu semester 6 dibuka kelas mekanika kuantum yang ngambil gaada, akhirnya gajadi dibuka wkwk. Keren bang dave, bang boleh join grupnya ga, saya mahasiswa fisika jadi kalo ada komunitas yang suka sains gini enak buat diskusi hehe
ReplyDeleteSayangnya, image groupnya aja yg keren, isinya random bgt, mulai dr mie lemonilo sampe ungkapan duka MM yg ala kadarnya buat Duke of Edinburgh
DeleteAku sebenarnya tidak suka dengan hal berbau perjalanan waktu, apalagi yang bertujuan "memperbaiki masa lalu".
ReplyDeleteGa bikin video youtube lagi dav?
ReplyDeleteDan saya cuma fokus sama kakek su-know-who
ReplyDeleteGagal muncul di blog mbp deh si kakek... -_-
DeletePadahal pengen ke masa lalu trus pergi ke Eropa ngambil lukisan 2 klasik mata uang perangko helm pedang dll dan balik lagi ke masa depan buat dijual, biar hd miliader
ReplyDeleteEitss ingat kemungkinan yang akan terjadi kalau 2 lukisan klasik (atau apapun) itu ilang. Sejagat eropa bakalan geger, dan who knows?
DeleteAnjayyy, paradoxnya amazing beud. Secanggih apapun teknologi gue yakin bang gak alan pernah bsa membuat time machine buat balik ke masa lalu atau pergi ke masa depan. Berlawanan dengan god law.
ReplyDeleteJadi, salah satu contoh butterfly effect adalah kasus roy kimochi yg diangkat media gossip bisa membuat pembaca blog ini memperluas wawasannya
ReplyDeleteBener banget, kalau misalnya gak ada kasus roy kimochi, mungkin postingan ini gak bakal eksis... 😂
DeleteAustria sekarang emang negara kecil, Bang, tapi dulu Austria juga salah satu kekaisaran yang disegani di dunia dan tentunya kematian Franz Ferdinand bukan sekadar masalah 'kecil' saat itu, terlebih lagi Franz Ferdinand adalah putra mahkota Austria saat itu.
ReplyDeletemungkin solusinya adalah time travel cuma digunakan untuk mengetahui peristiwa masa lalu yg gak diketahui dimasa sekarang, bukan untuk merubah
ReplyDeletedan si penjelajah pun akan berbentuk semacam hologram yg gak terlihat. Jd si penjelajah cuma bisa melihat peristiwa tanpa bisa menyentuh benda apapun