Benarkah segala sesuatu yang ada di alam semesta ini sesungguhnya hanyalah satu? |
Di
episode sebelumnya (yang gue bagi jadi dua part gara-gara saking
banyaknya), kita sudah mempelajari aspek metafisika dari teori
“Mekanika Kuantum”. Partikel, unsur penyusun terkecil segala
sesuatu yang ada di jagad raya ini, diduga memiliki kesadaran dan
melakukan perjalanan ke masa lalu. Namun ada teori yang lebih ekstrim
lagi, diproposalkan oleh John Archibal Wheeler tentang teori “Semesta
dengan Elektron yang Esa”
atau teori “One Electron Universe”. Teori ini sangat erat
kaitannya dengan penemuan
“anti-materi” sebuah unsur yang bisa memusnahkan jagad raya ini.
Selama
datang ke perjalanan roller coaster dunia kuantum yang akan membuat
kalian mabuk kepayang.
ANTI-MATERI
ITU BERNAMA “POSITRON”
Guratan jejak ion di plat timbal merupakan bukti pertama keberadaan partikel anti-materi bernama positron |
Pada
2 Agustus 1932, seorang ilmuwan Amerika Serikat bernama Carl David
Anderson diganjar hadiah Nobel yang bergengsi berkat jasanya
menemukan positron yang merupakan anti-materi dari elektron.
Keberadaan anti-materi sudah lama dicurigai seorang ilmuwan bernama
Paul Dirac pada 1928 dimana ia menyebut bahwa semua “partikel”
pasti memiliki “anti-partikel” yang memiliki muatan listrik
berlawanan. Awalnya diduga anti-materi itu hanya sekedar berupa
elektron vs proton. Masuk akal, sebab elektron bermuatan negatif dan
proton bermuatan positif. Namun ternyata tak segampang itu.
Anti-materi itu haruslah berupa “kembaran jahat” dari partikel
tersebut. Dipostulatkan bahwa anti-materi dari elektron bernama "anti-elektron" dan anti-materi dari proton disebut "anti-proton".
Namun
ide itu masihlah awang-awang kala itu, hingga akhirnya berhasil
dibuktikan dengan penemuan positron pada tahun 1932. Kala itu
Anderson menggunakan alat bernama Wilson Cloud Chamber yang disinari
sinar kosmis (pancaran energi yang berasal dari alam semesta,
kemungkinan besar dari sisa ledakan supernova) yang menghasilkan
sebuah partikel eksotis yang belum pernah ditemukan sebelumnya.
Partikel itulah yang dinamakan “positron”.
Positron
memiliki massa yang sama persis dengan elektron, sehingga dianggap
kembarannya, memenuhi syarat sebagai anti-materi dari elektron. Namun
bedanya, sama seperti ramalan Paul Dirac, positron memiliki muatan
positif (hence namanya), berlawanan dengan muatan negatif dari
elektron.
Nah,
apa yang membuatnya begitu spesial? Kita akan mulai membahas teori
“Semesta dengan Elektron yang Esa” seperti yang gue janjikan.
“ONE
ELECTRON UNIVERSE” THEORY
Salah
satu teka-teki yang menggelitik para fisikawan adalah mengapa seluruh
elektron di jagad raya ini serupa. Massanya selalu 9,1x10-31
kg dimanapun ia berada, bahkan sampai dijadikan konstanta (nilai
tetapan) fisika yang penting. Energi yang dihasilkannya pun selalu
sama, yakni 8,1x10-14 Joule.
Nah,
kita andaikan saja begini. Kalian bikin onde-onde, semisal 10 biji.
Nah bisa nggak kesepuluh onde-onde yang kalian bikin itu semuanya
memiliki berat yang sama persis (nggak boleh ada selisih 0,00000001
gram sekalipun), terus diameternya juga sama, tebalnya juga sama,
hingga jumlah dan posisi biji wijen di permukaannya juga harus sama.
Susah kan?
Mungkin
kalian menjawab, lah Bang kan onde-onde bikinan manusia yang penuh
salah dan khilaf (gue juga minta maaf dulu, mumpung mau Lebaran),
sedangkan elektron kan buatan Tuhan yang selalu sempurna, yekan
yekan? Namun jawaban dari para fisikawan (yang harusnya lebih
mengandalkan dunia material dan fisik) justru lebih “mistis” dari
jawaban kalian itu.
Pada
musim semi 1940, bayangkan cuaca di luar amat cerah, dengan
bunga-bunga bermekaran dan burung-burung berkicau. Seorang fisikawan
bernama Richard Feynman (yang juga nantinya bekerja di Manhattan
Project dan membantu menciptakan bom atom), menerima telepon dari
dosennya, Profesor John Wheeler. Mungkin isi percakapan mereka kala
itu:
John: “Cad, Richard, tau nggak kenapa elektron semuanya punya massa dan muatan yang sama?”
Richard: “Nggak Prof, emang kenapa?”
John: “Karena semua elektron itu satu!”
Semua
elektron itu satu? Tapi itu tidak masuk akal kan? Tubuh kita tersusun
atas trilyunan atom, dimana tiap atom terdiri atas elektron yang
mengorbit di inti atom (proton + neutron). Artinya, dalam tubuh kita
saja ada trilyunan elektron. Belum elektron dari manusia lain,
ditambah elektron dari hewan, tumbuhan, dan benda mati (pensil, meja,
lemari, rumah, gunung). Tambahkan seluruh elektron itu dengan seluruh
elektron yang menyusun jagad raya (planet, asteroid, bintang) maka
jumlahnya pasti tak terbatas kan?
Tapi
bagaimana jika seluruh elektron dalam jumlah tak terbatas itu aslinya
hanya satu elektron? Bagaimana caranya elektron yang cuma satu itu
mengganda menjadi tak terbatas? Jawabannya dengan menggunakan
kemampuan yang tiap partikel miliki, sesuai yang gue jelaskan dari
postingan terdahulu: "time traveling".
Agar
memahaminya, kita harus membuka lagi postingan ini tentang
Dimensi III dan IV dan membayangkannya terjadi di dunia kita. Bagi
kita yang ada di Dimensi III, waktu (yang merupakan penyusun dimensi
IV) tampak seperti potongan-potongan saja. Semisal gue, jika
bercermin, hanya bisa melihat “potongan” gue saat itu, yakni
wajah gue di umur gue yang saat ini. Jika gue bercermin di saat umur
gue masih 15 tahun, pastilah gue hanya bisa melihat gue di umur 15
tahun. Gue nggak akan bisa melihat gue di umur 21. 30, bahkan 60
tahun. Gue harus menunggu jika ingin melihatnya.
Bayangkan
potongan ini berlaku untuk elektron. Elektron, menurut teori Wheeler,
sesungguhnya hanya ada satu (gue akan menyebutnya “esa”
sekarang). Namun elektron itu bisa maju dan mundur ke waktu yang ia
inginkan. Ia bisa ada di sekarang, ia bisa ada di masa depan, ia bisa
ada di masa lalu, semau dia (jika kalian percaya partikel punya
kesadaran). Bayangkan jika wujud elektron sesungguhnya menyerupai
ular yang memanjang, ketika ia memutuskan berada di masa kini, yang
kita lihat hanyalah “potongannya” yakni elektron yang sedari SMA
kita pelajari berbentuk bola.
Apabila
elektron memutuskan pergi ke masa depan, ia akan bermuatan negatif.
Jika elektron memutuskan pergi ke masa lalu, ia akan menjadi
bermuatan positif, yang tadi di awal kita sebut sebagai “positron”.
Nah, elektron kan di masa kini bermuatan negatif, maka pastilah semua
elektron yang ada di masa kini adalah “potongan” elektron yang di
masa lalu, yang memutuskan pergi ke masa depan.
Dengan
kata lain, kita hanya perlu “satu” elektron tunggal saja yang
tercipta oleh Big Bang di penciptaan alam semesta, kemudian elektron
itu pergi ke masa depan, membentuk elektron-elektron yang tak
terhingga jumlahnya. Namun, sang elektron yang “esa” itu juga
perlu kembali ke masa lalu (setelah Big Bang tentunya, sebab dia tak
bisa pergi ke sebelum Big Bang) untuk menyeimbangkannya, sehingga
terciptalah positron.
Cara
mudah memahaminya (sebab gue yakin kalian pasti puyeng) adalah dengan
mengandaikan elektron sebagai sebuah sungai yang memanjang. Kalian
pasti tahu sungai nggak mungkin cuman lurus-lurus aja, pada suatu
saat ia pasti meliuk-liuk, seperti gambar di bawah ini. Perhatikan
pula arah aliran sungai (yang gue kasih dalam bentuk panah).
Anggap
saja gambar sungai di atas adalah bentuk elektron di Dimensi IV.
Karena kita ada di Dimensi III, maka yang bisa kita lihat hanya
potongannya, seperti ini.
Nah,
apa masih terlihat seperti satu sungai? Nggak kan? Sungai yang
tadinya “satu” kini berubah menjadi “tiga”, bukan karena
sungainya ada 3, tapi karena keterbatasan pemahaman kita di dimensi
ini. Sekarang perhatikan pula arahnya. Akan ada sungai yang menuju ke
bawah dan atas, sama seperti muatan elektron, ada yang negatif dan
ada positif (yakni anti-materinya: positron).
Apa
implikasi dari teori John Wheeler ini? Seluruh materi yang ada di
alam semesta ini terbuat dari atom, yang kemudian tersusun lagi atas
proton, elektron, dan neutron. Jika semua elektron pada hakikatnya
“esa”, maka elektron yang ada di atom tubuh kita, tubuh orang
lain, hewan, tumbuhan, batu, sungai, gunung, planet, bintang, dan
apapun di alam semesta ini (mungkin tubuh alien yang hidup di galaksi
lain), sesungguhnya tersusun atas materi yang sama, yakni elektron
yang “esa” tersebut.
Dan
jika benar partikel memiliki kesadaran, maka elektron yang “esa”
itu juga memiliki kesadaran. Berarti tiap elektron di seluruh jagad
raya ini terhubung dalam sebuah “kesadaran kosmis yang tunggal”.
Mengherankan,
ilmu fisika yang begitu mengedepankan logika kini berubah filosofis
seperti ini?
DILEMA
“ANTI-MATERI”
Mungkinkah di ujung jagad raya sana terdapat kumpulan anti-materi yang mengejawantah membentuk anti-atom, bahkan kehidupan? |
Namun
ada satu masalah dalam pemahaman metafisik ini. Disebutkan tadi jika
elektron pergi ke masa depan, ia jadi bermuatan negatif dan jika ia
pergi ke masa lalu, ia jadi bermuatan positif (jadi positron).
Elektron harus bergerak maju-mundur (dalam dimensi waktu) untuk
memperbanyak diri. Jika begitu, maka jumlah elektron di alam semesta
harusnya sama dengan positron dong? Kan harusnya “balance” kayak
kata Thanos yang agung?
Di
sinilah masalahnya, positron amatlah langka. Anderson, yang kita
singgung meraih Nobel di awal artikel ini saja sampai harus
mati-matian untuk bisa menemukannya. Kebalikannya dengan elektron
yang amat berlimpah, bahkan kita bisa mengamati elektron kapan saja,
semisal melalui aliran listrik. Lalu, dimanakah positron?
Wheeler
juga dibikin kebingungan oleh pertanyaan itu. Namun ada satu jawaban
yang mungkin. Alam semesta ini amatlah luas dan kita tak bisa
menemukan positron karena kita mencarinya di sini, yakni di Bumi dan
sekitarnya. Mungkin saja, di sisi lain alam semesta, justru
kebalikannya. Ada berlimpah positron, namun sangat sedikit elektron.
Jawaban
ini cukup memuaskan. Mengapa? Sebab jika kita bertemu dengan
positron, kehidupan kita akan lenyap. Lho kok serem amat? Sebab
ketika sebuah materi bertemu dengan anti-materinya, maka mereka akan
saling menghancurkan dalam suatu bentuk ledakan.
Proses
itu disebut dengan nama “annihilation”.
Ya,
bisa dibilang materi dan anti-materi adalah pasangan kembar yang
saling membenci satu sama lain dan akan berusaha saling membunuh jika
mereka bertemu. Gue saja di depan menyebut anti-materi sebagai
“kembaran jahat” dari materi. Jika materi sudah berbaik hati
menyusun kita (atom membentuk sel, dan sel membentuk makhluk hidup),
maka kehadiran anti-materi hanya memiliki satu tujuan:
menghancurkannya. Kita, yang tersusun atas materi, akan musnah jika
bertemu anti-materi.
Inilah
yang menjadi plot novel Dan Brown “Angels and Demons”. Ia
mengisahkan sebuah organisasi teroris yang menggunakan bom
anti-materi, yang jika dilepaskan, akan menghancurkan materi yang ada
(di dunia ini) dalam sebuah ledakan. Namun anti-materi hanya bisa
menghancurkan materi sesuai dengan jumlahnya. Jika dilepaskan 1 juta
positron, semisal, maka yang akan hancur juga 1 juta elektron.
Reaksi "annihilation" atau "saling menghancurkan" antara partikel elektron and anti-materinya, positron, mungkin akan berbentuk ledakan seperti ini, sebab melepaskan foton |
Jawaban
itu cukup memuaskan bagi kita. Siapapun yang menciptakan elektron dan
memberinya kemampuan “time traveling” tahu konsekuensinya bahwa
akan tercipta positron dan dengan begitu berusaha menjauhkannya
sejauh mungkin dari kita.
Tapi
itu berarti bahwa apa yang dilakukan ilmuwan sekarang serem dong,
Bang? Anderson aja udah berhasil menghadirkan positron ke lab (yang
kala itu langsung hancur karena berinteraksi dengan elektron). Jika
fasilitas supercanggih semisal CERN yang terkenal bisa menghasilkan
partikel-partikel yang seharusnya nggak ada di sisi jagad raya ini
(contohnya, “god's particle” atau “Partikel Tuhan”), gampang
dong buat mereka nyiptain anti-materi? Bisa dong mereka ngancurin
dunia ini?
Well,
gue rasa mereka adalah ilmuwan yang udah mempelajari teknologi ini
dengan matang serta memahami apa konsekuensinya. Yang lebih berbahaya
adalah jika pihak militer, atau lebih parah lagi, para investor alias
penanam modal, mulai melirik potensi anti-materi. Mungkin nasibnya
akan menjadi energi nuklir, digunakan entah sebagai senjata seperti
di Hiroshima dan Nagasaki ataupun PLTN yang nantinya berujung pada
insiden Chernobyl.
Tujuan
gue di episode hanyalah ingin memperjelas tentang konsep “kesadaran”
partikel dari episode sebelumnya dan implikasi metafisiknya. Di
episode berikutnya kita akan kembali membahas percobaan “celah
ganda”, namun dengan teori-teori yang berusaha menjelaskan fenomena
teresebut. Salah satunya mungkin pernah kalian dengar, yakni
percobaan “kucing Schrodinger”.
Yg setuju bang Dave Cahyo admin mengaku backpacker di undang Dedy Corbuzier angkat
ReplyDeleteHehe, serius gaes, cerdas bgt :((
sempet kepikiran juga begini kwkwkw
DeleteEntah kenapa aku teringat satu kalimat. Kira-kira seperti ini: "Tuhan adalah diriku".
ReplyDeleteOh ya, pernah baca cerita "The Egg" belum? Ceritanya somewhat relevan dengan ini. http://www.galactanet.com/oneoff/theegg_mod.html (maaf, nanam link)
"Manunggaling kawulo lan Gusti" bukan?
Deleteastaga saya udah nyari dari lama the egg ini, dulu pernah baca di kaskus tapi lupa judul
Deleteterimakasih gan digaRW
Oke sampe sini gue paham, keren lah penyederhanaan bahasa dan analogi yg masuk akal... Mudah dimengerti, nanti lanjut baca part berikutnya
ReplyDeleteAntimateri itu kyaknya bsalah bang dbikin cerbung baru ala ilmuwan gituuu. Ditunggu yaa bang
ReplyDelete