Hallo
guys, akhirnya tiba juga di penghujung pentalogi Mekanika Kuantum
dimana akhirnya gue akan membahas yang kalian tunggu-tunggu, yakni
perjalanan waktu atau “time traveling” (karena panjang, gue bagi
dua part lagi ya guys). Menurut Einstein, perjalanan waktu itu bisa
dilakukan dan tidak bisa dilakukan. Lah kok bisa ambigu gitu?
Menurut Teori Relativitas, kita bisa kok memutar kembali waktu,
asalkan kita bisa bergerak lebih cepat dari cahaya, atau paling
tidak, menemukan partikel yang bergerak lebih cepat dari cahaya.
Kecepatan cahaya adalah 3x108 meter/detik (disimbolkan
“c”) atau 300.000 kilometer per detik. Tapi menurut Teori
Relativitas Einstein lagi, di alam semesta ini nggak ada yang bisa
bergerak lebih cepat dari cahaya.
Berarti
nggak bisa dong? Hmmmm ... nggak begitu juga. Soalnya jika kalian
belajar “quantum tunneling” dan “quantum teleportation”,
kalian pasti tahu bahwa informasi antara dua partikel yang mengalami
“entanglement” bisa berpindah sangat instan, bahkan jauh cepat
melebihi cahaya. Bahkan eksperimen “Delayed Choice” juga
“membuktikan” bahwa informasi bisa dikirim dari masa depan ke masa lalu.
Wah,
berarti bisa dong Bang? Hmmm .... nggak juga sih hehehe. Soalnya panjang gelombang de Broglie kita rendah sekali
sehingga kita nggak bisa mengikuti Hukum Kuantum.
Astaganaga,
terus gimana dong???
Ingat,
nggak ada yang namanya “probabilitas nol”, jadi tetap saja ada
kemungkinan (mungkin jauh di masa depan) kita bisa melakukan yang
namanya “time traveling”. Masalahnya sebenarnya bukan bisa atau
tidak, melainkan apa dampaknya apabila kita melakukan perjalanan
waktu? Sama seperti mesin teleportasi di episode lalu, kita juga
harus memikirkan implikasi moral serta dampaknya terhadap
keberlangsungan dunia ini.
PERGI
KE MASA DEPAN? GAMPANG!
Yang
biasa kita sebut “time traveling” biasanya meliputi dua arah,
yakni pergi ke masa depan dan sebaliknya, pergi ke masa lalu.
Uniknya, menurut Teori Relativitas Einstein, kita bisa kok melakukan
perjalanan waktu ke masa depan tanpa menyalahi hukum alam. Bahkan
sudah ada astronot yang membuktikannya. Hah yang bener?
Einstein
menyatakan, semakin cepat suatu objek bergerak, maka waktu akan
berjalan lebih lambat bagi objek itu. Namun bagi orang yang mengamati
objek itu, waktu akan berjalan normal. Inilah yang disebut konsep
“relativitas”, yakni waktu akan bergerak “relatif” lebih
cepat atau lebih lambat tergantung pengamat.
Peristiwa
ini akan menyebabkan apa yang disebut dengan “Twin Paradox” atau
“Paradoks Kembar”. Begini ceritanya. Anggap aja ada dua saudara
kembar yang amat mirip, bak pinang dibelah dua. Nama mereka adalah
Tono dan Tino. Tono adalah seorang astronot dan saat mereka berusia
20 tahun, Tono dikirim ke sebuah misi luar angkasa. Tono akan
mengendarai sebuah pesawat luar angkasa canggih berkecepatan 0,8 c
(80% kecepatan cahaya) mengunjungi asteroid yang berjarak 4 tahun
cahaya (30 trilyun kilometer). Dengan perhitungan, kita mendapat
hasil Tono akan memerlukan waktu 10 tahun untuk menyelesaikan
misinya.
Setelah
Tono menyelesaikan misinya dan tiba kembali di Bumi, ia mengunjungi
kembarannya, umur mereka harusnya sama-sama 30 tahun. Namun ternyata
tidak. Menurut Einstein, ada yang dinamakan “time dilation” atau
“dilatasi waktu”. Dilatasi waktu terjadi apabila kita bergerak
lebih cepat daripada lingkungan sekitar kita (pengamat), akibatnya
waktu (bagi kita) akan bergerak lebih lambat. Dilatasi waktu ini
dilambangkan dengan Lorentz Factor
atau Faktor Papa
Lorentz.
Menggunakan
rumus ini, kita bisa tahu bahwa dalam kasus Tono ϵ
= 0,6 dan waktu yang dibutuhkan Tono adalah = 0,6 x 10 tahun =
6 tahun. Jadi, di dalam pesawat itu, Tono hanya menua 6 tahun,
sementara di Bumi, Tino kembarannya menua 10 tahun. Jika Tono pulang
dan bertemu kembali dengan saudaranya, Tino akan berumur 30 tahun
sementara Tono akan jauh lebih muda dan masih berumur 26 tahun.
Lupakan
perhitungan ruwetnya jika kalian tak paham. Pokoknya menurut konsep
ini, bisa dikatakan bahwa Tono pergi ke masa depan, yakni ke 4 tahun
yang akan datang. Dan itu kita baru bergerak 0,8 kali kecepatan
cahaya lho.
Anehnya,
konsep “dilatasi waktu” ini seakan bisa dimengerti oleh
kebudayaan-kebudayaan kuno. Ada sebuah dongeng kuno dari Jepang
berjudul “Urashima Taro” yang bercerita tentang seorang nelayan
muda bernama Urashima Taro yang menolong seekor penyu kecil. Tak
disangka, penyu itu adalah seorang putri cantik yang kemudian ingin
menikahi sang nelayan dan mengajaknya pergi ke “dunia”-nya.
Urashima-pun pergi dengannya dan tinggal bersamanya selama tiga hari.
Namun setelah tiga hari, Urashima ingin kembali untuk menjenguk
ibunya. Sang putri memenuhi permintaannya, namun begitu terkejutnya
Urashima begitu kembali, ternyata 300 tahun telah berlalu dan tak
seorangpun yang mengenalinya.
Dongeng Urashima Taro: seorang pria bertemu dengan wanita cantik yang mengajaknya ke "planet"-nya |
Kisah
yang sama juga ada di India, tentang dongeng raja Kakudmi yang
menemui Dewa Brahma di kahyangan. Namun begitu kembali, ternyata
ribuan tahun telah berlalu di Bumi. Sama pula, di Irlandia terkenal
pula dongeng Niamh, sang peri laut, yang sama persis dengan kisah
Urashima Taro. Hmmm ... bagaimana ya mereka tahu? Apa ada hubungannya
dengan teori “Ancient Aliens” atau hanya bukti kekreativitasan
nenek moyang manusia dalam membuat science fiction purba? Entahlah.
Yang
jelas, “dilatasi waktu” ini tak hanya teori gombal. Seorang
astronot bernama Scott Kelly sudah membuktikannya. Ia tinggal selama
11 bulan di luar angkasa dan sudah lebih muda 0,013 detik dari
saudara kembarnya di Bumi. Hmmmm ....
Mark dan Scott Kelly telah membuktikan "Twin Paradox" dimana Scott kembali dari luar angkasa dan lebih tua 0,013 detik ketimbang kembarannya di Bumi |
Selain
“time dilation”, cara termudah pergi ke masa depan ya membekukan
diri kita sendiri dengan “cryosleep” kemudian bangun puluhan,
bahkan ratusan tahun di masa depan, seperti kisah Steve Rogers sang
Captain America.
Tapi
baik “time dilation” dan “cryosleep” memiliki satu dilema,
yakni kita tak bisa kembali ke masa lalu. Well, kabar baiknya, semoga
aja di masa depan ketika kalian terbangun, sudah ada yang menemukan
mesin waktu.
PERGI
KE MASA LALU, HMMMM ... AGAK SULIT
Bayangin lu pergi ke masa lalu dan bilang ke ayahmu waktu muda, "Pah, jangan nikahin Mamah. Galak soalnya." gimana ya kekacauan yang akan terjadi? |
Intinya,
ada dua cara menurut Ilmu Fisika untuk pergi ke masa lalu. Cara
pertama adalah dengan menemukan partikel yang bergerak lebih cepat
daripada cahaya (membuat mesin waktu). But there's a catch. Walaupun
kita sudah berhasil menemukan mesin waktu, kita hanya bisa kembali ke
saat setelah mesin waktu itu diciptakan. Logikanya karena kita harus
keluar dari mesin waktu itu juga.
Semisal,
kita menemukan mesin waktu di tahun 2030, maka time traveler yang
berasal dari tahun 2100 hanya bisa mundur maksimal ke tahun dimana
mesin waktu itu diciptakan, yakni 2030 (ia bisa ke tahun 2050, 2090,
pokoknya setelah 2030). Jika ia ingin menyaksikan Perang Dunia II
atau lebih eksotis lagi, melihat dinosaurus, ia takkan bisa
melakukannya.
Jika
ia ingin pergi lebih jauh ke masa lalu, ia harus menemukan “gerbang
waktu alami” yang berada entah dimana di alam semesta ini. Secara
teori, berikut ini adalah beberapa konsep cara yang mungkin, menurut
para ilmuwan fisika, untuk pergi ke masa lalu, antara lain CTC,
Wormhole, Cosmis Strings, Tipler Cylinder, Alcubierre Drive, dan
Tachyon Antitelephone.
1.
CTC (Closed Timelike Curves)
Ilustrasi "Closed Timelike Curve" di alam semesta yang dibayangkan Kurt Godel |
Pada
1948, seorang matematikawan bernama Kurt Godel konsep “CTC” kala
ia tengah menyelesaikan persamaan “General Relativity” milik
Einstein. Ia menemukan bahwa lintasan dari sebuah objek di luar
angkasa melewati ruang dan waktu pada akhirnya akan membentuk “loop”
dan kembali ke tempat yang sama. Artinya, voila! Mesin waktu.
Namun
ada tiga kelemahan dari teori ini. Pertama, karena lintasannya tetap
sama, walaupun kita kembali ke masa lalu, maka kita takkan bisa
mengubahnya, sebab yang akan terjadi adalah “Paradoks Predestinasi”
(akan gue jelaskan nanti). Kedua, jikapun kita menggunakan CTC ini
untuk kembali ke masa lalu, kita hanya akan bisa menjadi diri kita
sendiri di masa lalu. Alasannya karena setiap objek yang mengikuti
CTC ke masa lalu hanya akan bisa merunut lintasannya sendiri. Semisal
lu usia 28 tahun kembali ke 20 tahun lalu menggunakan CTC, lu akan
menjadi diri lu sendiri saat usia 8 tahun. Ketiga, CTC tak berlaku di
alam semesta ini. Ternyata ada “kekeliruan” atau kesalahpahaman
di perumusan Godel ini sehingga konsep CTC hanya berlaku di dunia
dimana tidak terjadi “Hubble expansion”.
Apa
itu “Hubble expansion”?
Ketika
Big Bang terjadi, maka alam semesta yang awalnya hanyalah satu titik
mahakecil meledak dan mengembang menjadi alam semesta yang kita kenal
saat ini. Jadi bayangkan saja alam semesta kita seperti sebuah balon
yang ditiup sehingga yang awalnya kecil menjadi mengembang besar.
Prinsip inilah yang dinamakan “Hubble Expansion”. Sayangnya, saat
menemukan konsep CTC ini, Godel sama sekali tak mempertimbangkan
adanya “Hubble Expansion” sehingga teorinya ini tak berlaku di
alam semesta kita.
Namun
uniknya, jika kalian memahami Dimensi VII-IX di penjelasan gue
tentang “String Theory”, maka ada kemungkinan CTC benar-benar ada
di alam semesta lain yang kondisi inisialnya bukanlah Big Bang,
sehingga hukum fisika di sana benar-benar berbeda. Mungkin saja alam
semesta mereka nggak mengembang atau mengalami “Hubble Expansion”
seperti alam semesta kita. Nah, mungkin saja penghuni alam semesta
itu sudah biasa melakukan time traveling memanfaatkan CTC. Menarik
membayangkan apa implikasinya bagi kehidupan mereka jika “time
traveling” sudah menjadi norma dan keseharian.
2.
Wormhole
Nah,
konsep “Wormhole” atau “Lubang Cacing” inilah yang biasanya
banyak diciduk oleh cerita-cerita science-fiction untuk menjelaskan
perjalanan waktu. “Wormhole” atau bahasa lebih kerennya
“Einstein-Rosen Bridge” (Jembatan Einstein-Rosen, dinamai sesuai
dua penemunya) gambarannya adalah seperti ini. Bayangkan alam semesta
kita adalah sebuah kertas. Untuk sampai dari titik A ke B, manakah
jarak paling dekat?
Mungkin
kalian menjawab tinggal gambar aja garis lurus antara A ke B, beres
kan? Ya kalo kalian cuma mau pergi dari Leuwipanjang ke Bojongsoang.
Kalo kalian mau ke Galaksi Andromeda yang jaraknya 2,5 juta tahun,
maka kita perlu 25 juta tahun untuk pergi ke sana (karena teknologi
pesawat luar angkasa tercepat NASA saat ini hanya 10% kecepatan
cahaya). Tentu saja kita membutuhkan cara yang lebih cepat. Caranya?
Jleb!
Lengkungkan kertas dan tancapkan pulpen menembus poin A dan B. Inilah yang disebut Jembatan
Einstein-Rosen alias “wormhole”.
Secara
teori, jembatan ini bisa dibentuk menggunakan dua lubang hitam yang
di-”entaglement” satu sama lain. Akan tetapi tentu kalian bisa
melihat resiko perjalanan ruang dan waktu menggunakan jembatan ini.
Bayangin aja tubuh kalian masuk ke dalam lubang hitam, ya ancur lah!
Tentu sia-sia belaka nantinya perjalanan waktu kita jika kita sampai
ke masa lalu dalam bentuk serpihan-serpihan mini kaya remahan Oreo.
3.
Cosmic Strings
Oke,
apalagi nih “benang-benang kosmis”? Jika kalian memperhatikan
gambar timeline Big Bang di atas, maka kalian bisa melihat bahwa pada
waktu tak lama setelah Penciptaan, alam semesta mengembang dengan
sangat cepat, kemudian memelan setelah usia 375.000. Sekarang
misalkan saja kalian memiliki sehelai kain dan dengan cepat kalian
menariknya, apa yang terjadi? Akan robek kan? Apabila sesuatu
mengembang terlalu cepat, maka akan terbentuk “robekan”. Nah
“robekan” dalam fabrik alam semesta inilah yang disebut “cosmic
string” dan usianya teramat purba, bahkan hampir seumuran dengan
usia alam semesta ini.
Secara
teoritis, robekan-robekan ini bentuknya menyerupai benang 1 dimensi
yang disebut “benang kosmis”. Karena kekuatannya yang amat
“mistis” (dia aja sudah ada sejak permulaan waktu), benang ini
bisa kita gunakan untuk menyeberangi “wormhole” tadi dengan
selamat. Caranya dengan “mengulurkan” benang kosmis dari ujung
black hole satu ke ujung lainnya, kemudian kita menelusurinya. Yah,
mirip lah apabila kita masuk ke terowongan dengan bantuan sebuah tali
yang terjulur dari pintu masuk gua ke pintu keluar gua. Dengan tetap
berpegangan pada tali itu, kita akan bisa keluar ke ujung satunya.
Sayangnya,
keberadaan benang-benang kosmis ini barulah sebatas teori. Ditambah
lagi, karena kekuatannya yang mahadahsyat, bisa-bisa tubuh kita
keburu hancur saat mendekatinya, apalagi memegangnya dengan tangan.
4.
Tipler Cylinder
Oke,
jika kita nggak nemu wormhole atau benang kosmis, gimana kalo kita
bikin sendiri? Pada 1974, kala menganalisis persamaan matematika yang
dirumuskan Willem Jacob van Strockum empat dekade sebelumnya, seorang
fisikawan bernama Frank Tipler menemukan apa yang ia sebut sebagai
“Silinder Tipler”.
Menurut teorinya, jika kita memutar sebuah
silinder dengan panjang tak terbatas secara longitudinal, maka
silinder tersebut akan menciptakan sebuah efek “frame dragging”
yang akan menciptakan semacam gerbang waktu. Tapi Bang, ada kata
“panjang tak terbatas”, terus gimana dong kita menciptakannya?
Frank Tipler sendiri berpendapat bahwa itu bisa diakali dengan
membuat silinder yang amat panjang (tak perlu “tak terbatas”)
tapi memutarnya dengan kecepatan yang luar biasa tinggi.
Uniknya,
Stephen Hawking berpendapat, bahwa diantara konsep mesin waktu-mesin
waktu yang lain, konsep Silinder Tipler inilah yang paling
memungkinkan untuk dibuat oleh teknologi manusia. Namun ada satu hal
yang membuatnya tak bisa dibangun saat ini. Agar bisa bekerja,
Silinder Tipler tersebut harus memiliki massa minimal 10 kali massa
Matahari dengan ukuran setipis benang. Okeeee ... lewat.
5.
Alcubierre Drive
Pada
1994, seorang ilmuwan bernama Miguel Alcubierre menawarkan sebuah
cara untuk melintasi ruang dan waktu dengan sebuah alat yang bernama
“Alcubierre Drive”. Alat ini bekerjanya hampir mirip dengan “warp
drive” yang ada di “Star Trek”. Alat ini akan bekerja dengan
“memadatkan” ruang dan waktu di depannya dan dalam waktu yang
sama, “memulurkan” ruang dan waktu yang ada di belakangnya.
Dengan demikian, alat drive ini akan bisa “meluncur” lebih cepat
dari cahaya, istilahnya bisa melakukan “Superluminal Travel”.
Kita semua tahu bahwa bergerak lebih cepat dari cahaya adalah
“koentji” untuk melakukan perjalanan waktu.
Namun
alat ini tidaklah praktis. Pertama, alat seperti ini akan membutuhkan
energi yang luar biasa besar, bahkan mungkin lebih besar daripada
energi seluruh alam semesta ini. Kedua, seluruh penumpang Alcubierre
Drive ini bisa musnah karena dari perjalanan itu akan dihasilkan
panas yang luar biasa tinggi yang akan membakar mereka hingga gosong.
Tak hanya itu, tujuan mereka, yakni “masa depan/masa lalu”, bisa
hancur karena tekanan kuat yang dihasilkan Alcubierre Drive ini. Ya,
bayangin aja “drive” seperti ketapel yang melesatkan batu ke masa
depan/masa lalu.
6.
Tachyon Anti-Telephone
“Tachyon”
adalah sebuah partikel hipotetis yang diduga bisa bergerak lebih
cepat ketimbang cahaya. Tachyon ini (bukan artis Korea lho ya) belum
ditemukan, namun apabila sudah, bisa menjadi “bahan bakar” kita
untuk melakukan time traveling. Nggak perlu bikin mesin waktu deh
(yang selain sulit bikinnya, juga ada kemungkinan alat itu bikin kita
jadi gumpalan daging gosong berasap di tujuan kita). Kalau kita sudah
berhasil menemukan tachyon ini, kita bisa menciptakan apa yang
disebut “tachyon anti-telephone”. Dengan kata lain, kita bisa
membuat telepon yang bisa menghubungkan kita dengan masa depan dan
masa lalu.
Jadi
misal saja, elu sakit perut gara-gara makan gorengan kebanyakan cabe.
Lu kemudian menggunakan anti-telepon ini buat menghubungi elu di masa
lalu, “Halo, ini gue, elu. Heh jangan kebanyakan makan cabe nanti
sakit perut!”. Itulah penggunaan praktis telepon berkekuatan
tachyon ini.
Tapi
tetap, nggak bisa dong kita semisal nelepon ke 20 April 1889 di
rumah sakit di Braunau am Inn, Jerman, terus bilang ke perawatnya:
“Kalo ada bayi lahir namanya Adolf Hitler langsung cekek aja,
cekek!!!” (mungkin lu terinspirasi ya ama Rhodey di “Endgame”).
Sayang, kita nggak bisa melakukannya. Kenapa? Karena lu hanya bisa
menghubungi sesama tachyon anti-telephone. Dengan kata lain,
diperlukan dua anti-telepon untuk saling berhubungan, satu di masa
depan dan satu di masa lalu.
Tapi
uniknya, konsep “anti-telepon” ini bisa kita pakai dalam Mekanika
Kuantum. Masih ingat bahwa dua partikel yang mengalami “entanglement”
bisa mengirimkan informasi hingga ke masa lalu? Bisa saja suatu saat
kita menemukan teknologi untuk memanipulasi sebuah partikel untuk
mengirimkan informasi dari masa depan ke partikel kembarannya yang
berada di masa lalu. Jadi, konsep “time traveling” kini nggak
hanya melibatkan orang, namun berupa penyampaian berita dari masa
depan. Dan jika berita itu penting, mungkin bisa merubah masa depan.
Namun
lagi-lagi, teknologi ini bukan tak mungkin akan menimbulkan implikasi
yang tak ringan, yang akan gue bahas di episode berikutnya.
BERSAMBUNG
KE EPISODE BERIKUTNYA
Nunggu episode selanjutnya
ReplyDeleteHabis baca Berasa kya nonton interstellar njir
ReplyDeleteAku dengar ditemukan pulsar bintang neutron yang lebih cepat dari cahaya.
ReplyDeleteDari awal baca tono-tino udah mulai kepikiran sama yang lagi hot di kalangan artis tanah air, tapi mencoba mengabaikan. Eh trus muncul lagi istilah papa Lorentz , makin curiga Bang Dave ngikutin gosip terkini artis indo 😂😂😂😂
ReplyDeleteAbis baca serasa kayak nonton film wkwkwk
ReplyDeletehttp://introvertdatabase.com
Dilatasi waktu saya tau pertama kali setelah nonton Interstellar, dan kemudian nemu thread penjelasan bagus di Kaskus. Implikasi moral nya banyak banget kalo baca dari part 4 ya?
ReplyDelete