Saturday, December 25, 2021

JAPANESE DARK URBAN LEGEND #1: KOTORIBAKO PART 1


“Kotoribako” merupakan urban legend Jepang pertama yang akan gue hadirkan di blog ini (urban legend lainnya akan menyusul). Karena panjangnya cerita ini, kisahnya akan gue bagi menjadi 3 bagian. “Kotoribako” menceritakan tentang sebuah kotak yang mengandung kutukan yang melegenda di Jepang. Seperti apakah asal-usulnya dan kutukan apa yang bisa diakibatkannya?

Mari kita ikuti kisahnya bersama.

Aku tipe pria yang suka membaca blog horor di waktu luangku. Secara pribadi sih, aku tidak memiliki kemampuan apapun untuk melihat hantu, sama sekali. Aku tidak pernah berpikir aku akan berada di sini dan menulis sesuatu seperti ini, tetapi aku ingin memberi tahu kalian tentang sesuatu yang terjadi padaku sebulan yang lalu. Aku memiliki izin dari semua yang terlibat untuk menceritakan kisah ini, hanya untuk berjaga-jaga. Aku pikir orang-orang di sini lebih mungkin untuk percaya akan apa yang akan kukatakan, jadi tolong dengarkan ceritaku ini.

Tokoh utama dari cerita ini adalah salah satu temanku yang memiliki kemampuan yang sangat kuat untuk merasakan hal-hal gaib. Kami sudah berteman sejak SMP dan kami masih sering pergi nongkrong bersama, meski usia kami sudah hampir menginjak 30 tahun.

Keluarganya telah bekerja sebagai pendeta Shinto di sebuah kuil selama beberapa generasi sekarang. Sebenarnya mereka memiliki pekerjaan kantoran, tetapi pada saat-saat seperti Tahun Baru atau musim pernikahan, mereka akan bekerja sebagai pendeta Shinto sebagai semacam pekerjaan sampingan (atau mungkin malah itu pekerjaan utama mereka).

Suatu hari kami memutuskan untuk pergi minum dan bertemu di rumahku dulu. Temanku itu dan pacarnya tiba lebih dulu. Kami bermain video game sembari menunggu teman kami yang lain muncul; seorang wanita (yah, anggap saja ini semacam double date) Aku akan memanggil temanku dari kuil itu sebagai “M”, pacarnya “K”, gadis yang datang terlambat “S", dan aku sendiri adalah “A”.

Saat kami bermain game, aku mendapat telepon dari S-chan.

S-chan: “Maaf, aku akan sedikit terlambat. Aku menemukan sesuatu yang menarik di gudang, kurasa ini milik keluargaku. Kau pandai memecahkan kuis dan teka-teki, bukan? Aku akan ke sana sebentar lagi membawanya!”

Sekitar 40 menit kemudian, S-chan tiba. Lalu, pada saat itu … atau lebih tepatnya saat mobil S-chan berhenti di halaman rumahku, M tiba-tiba terlihat panik dan berkata, “Tidak mungkin, ini tidak mungkin! Tidak mungkin ... apa yang harus aku lakukan ... ayahku sedang keluar kota hari ini.”

Aku: “Ada apa? Apa ini indra keenammu lagi?”

Namun temanku itu seakan sama sekali tak mendengar pertanyaanku.

M: “Astaga … ini tidak bagus. S-chan… serius kamu membawa benda semacam ini ke sini?”

M bisa melihat hantu, tapi dia biasanya tidak suka membicarakan apa yang ia lihat ataupun pekerjaan keluarganya di kuil (aku tahu mereka mengusir hantu). Namun baru kali dia sampai gemetaran seperti ini.

S-chan masuk dan wajah M-pun menjadi pucat.

M: “S-chan… apa yang kamu bawa? Tunjukkan kepadaku…"

S: “Hah? Darimana kau tahu? Aku menemukan ini saat sedang besrih-bersih di gudang dan kuambil saja karena gudangnya akan dihancurkan minggu depan.” Ia menjawab sambil tertawa-tawa karena ia belum sadar betapa seriusnya situasi ini.

Kemudian, S-chan mengeluarkan sebuah kotak kayu. Sebuah kubus dengan sisi sekitar 20 cm. Jadi inilah yang dia maksud di telepon ketika dia menyebutkan tentang teka-teki. Benda itu terbuat dari balok kayu kecil, seperti potongan tetris.

M: “Jangan sentuh! Jangan menyentuhnya!”

Saat itu, M langsung lari ke toilet. Kami bisa mendengarnya muntah. K mengikutinya dan menggosok punggungnya saat dia membungkuk di atas toilet. Setelah selesai, M kembali dan dengan gemetar mengeluarkan ponselnya untuk menelepon seseorang.

M: “Ayah… itu kotoribako. Temanku membawa sebuah kotoribako… Aku takut. Aku tidak seperti sekuat kakek … aku tidak bisa melakukannya seperti dia…”

M mulai menangis. Apa yang S-chan bawa pasti sangatlah mengerikan hingga membuat pria berusia 29 tahun menelepon ayahnya sambil menangis.

M: “Ya, itu tidak ada. Aku tidak bisa melihat apapun selain kotak itu. Ada buktinya di sana, tapi sepertinya sudah hilang sekarang… Ya, ada sesuatu di sana, di dalam perut temanku. Aku pikir itu shippou. Shippou, kan? Ada segitiga di dalamnya… Itu shippou, tidak diragukan lagi… Aku sudah bilang aku tidak tahu! Aku tidak seperti itu!"

Aku mendengar banyak istilah teknis yang tidak aku mengerti, tetapi yang paling menonjol adalah kata “kotoribako” dan “shippou”.

M: “Baiklah, aku akan melakukannya. Aku akan melakukannya. Jika terjadi kesalahan, Ayah yang harus menyelesaikannya. Aku mengandalkan Ayah."

M menutup telepon, lalu menangis tersedu-sedu selama beberapa menit berikutnya. Dengan dada naik turun karena isak tangisnya, dia bersila dengan gaya semedi dan berkata, “Oke, ayo lakukan ini,” dan menampar lututnya sendiri. Dia tidak lagi menangis. Dia siap melakukan apapun yang perlu dia lakukan.

M: “A… Ambilkan aku pisau, ya?”

Aku: "A-apa yang akan kamu lakukan?"

M: “Aku tidak akan membunuh siapa pun. Aku perlu membersihkan S-chan. S-chan, lihat aku. Mungkin sia-sia untuk memberitahumu agar tidak takut, tapi jangan takut, ok!. K dan A, kalian juga harus kuat! Tidak ada yang perlu ditakuti! Aku tidak akan kalah! Kau pikir aku akan kalah, hah?! Jangan takut! Jangan takut! Jangan remehkan aku! Aku akan melakukannya! Kakek, aku akan melakukannya! Tontonlah di surga! Dasar sialan!!!”

M berteriak keras, mencoba menghilangkan ketakutannya sendiri. S-chan hampir menangis... Dia ketakutan setengah mati. Baik aku dan K hampir menangis. Sejujurnya, aku hampir terkencing-kencing mendengarnya.

S: “Oke… oke! Aku akan melakukan yang terbaik."

Kami tidak tahu apa yang terjadi, tetapi M terus mengatakan berulang kali bahwa dia tahu apa yang harus ia lakukan.

M: “A, mana pisaunya?”

Aku menyerahkan sebilah pisau kepada M dengan gemetar.

M: “K, aku ingin kamu mencubit bagian dalam pahaku sekeras mungkin! Sekeras yang kamu bisa. oke!”

Aku tidak tahu apa yang sedang terjadi, yang bisa kulakukan hanyalah menuruti apa yang dikatakan M. Aku mencubit bagian dalam pahanya, dan saat aku melakukan ini, M menyayat ujung jari dan telapak tangannya dengan pisau. Dia mungkin menyuruhku mencubitnya untuk mencoba menutupi rasa sakit itu.

M: “S-chan! Buka mulutmu!"

M memasukkan jarinya yang berlumuran darah ke dalam mulutnya.

M: “S-chan, minum! Bahkan jika rasanya tidak enak, kau harus meminumnya! ”

S: “Ah… ku…”

S-chan menangis. Dia tidak bisa berbicara.

M: “…notenjou, norio, shinmeiiwato akemashita, ka shikomikanshikomimomamousu…”

Kedengarannya seperti semacam doa atau mantra, tapi dia mengulanginya lima atau enam kali. Sehingga terdengar lebih seperti bacaan kitab suci ketimbang mantra.

S: “Aaaaaaaaaaaaa!”

Begitu M menarik jarinya keluar dari mulut S-chan, dia memuntahkan sesuatu yang berlumuran darah.

M: “Sudah keluar! Sudah keluar! Baik, kau akan baik-baik saja, S-chan! Kau akan baik-baik saja! A … aku akan melanjutkannya …!"

M meletakkan tangannya yang berlumuran darah di atas kotak yang dibawa S-chan.

M: “Kotoribako kotoribako… Ini sama sekali tidak bagus… Tidak bagus… Seharusnya ini dilakukan dengan benar.”

M tampak seperti akan menangis lagi.

M: “A! Panggil ayahku untukku.”

Aku meraih teleponnya dan menelepon ayahnya seperti yang dia minta, lalu menempelkan telepon itu ke telinganya.

M: “Ayah, maaf, aku lupa. Maukah kamu merapalkan mantra denganku?”

Dengan telepon di dekat telinganya dia meletakkan tangan kanannya di samping kotak, dan empat atau lima kali dia mengucapkan mantra lagi. Terdengar seperti dia sedang membacakan puisi atau semacamnya. M mengulangi semuanya dengan perlahan, seperti sedang diinstruksikan. Akhirnya dia berkata, “Sudah selesai. Selesai. Semuanya sudah berakhir.”

M menangis tersedu-sedu. K mencoba menghiburnya, tetapi selama 20 menit dia menangis. Kami berempat akhirnya menangis bersama, tetapi sepanjang waktu M memastikan agar kami tidak melakukan kontak dengan kotak itu, seperti menyentuh atau bahkan menatapnya.

Setelah semua orang tenang, M bertanya apakah aku punya handuk atau sesuatu yang bisa dia gunakan untuk mengikat kotak itu ke tangannya. Aku memberinya handuk mandi tipis, dan dia membungkusnya di sekitar kotak.

M: “Oke. Jadi kita mau minum dimana?”

Semua orang: “Apa?”

M: “Aku bercanda. Sebaiknya kita semua pulang. A, bisakah kamu mengantarku pulang?”

(Wow, seberapa kuat orang ini? Dia benar-benar memiliki keberanian seperti baja)

Semua orang kelelahan, jadi aku membawa mereka pulang dan kamipun berpisah untuk malam itu.

Kemudian, sekitar delapan hari kemudian M rupanya mengambil cuti kerja. Aku bertemu dengannya kemarin dan kami membicarakan tentang apa yang terjadi saat itu.

M: “Uhh, mari kita lihat. Keluarga S-chan mungkin tidak akan menyukai apa yang aku katakan, tapi ada desa di atas Gunung O (nama disamarkan). Mereka memiliki kotak seperti itu di atas sana. Ayahku pernah membawanya kesana untuk mengurusnya. Cukup itu saja yang perlu kamu ketahui.”

Sepertinya dia tidak ingin membicarakannya lagi. Tidak peduli berapa banyak aku bertanya kepadanya tentang hal itu, dia tidak mau memberi tahu aku lebih jauh dari itu.

Dia hanya mengatakan satu hal terakhir.

M: “Di dalam kotak itu ada kebencian. Tapi ya, ada beberapa hal lain di sana, seperti ujung jari dan tali pusar. Dendam adalah hal yang menakutkan. Aku tak habis pikir, bagaimana mereka bisa membuat sesuatu seperti itu. Setiap kali kotak seperti itu muncul, kakekku yang menanganinya. Dia berurusan dengan banyak hal seperti itu selama dia masih hidup, tetapi aku tidak pernah berpikir bahwa suatu saat aku harus melakukannya juga. Aku memang tahu beberapa hal, tapi aku tidak pernah benar-benar mengambil bagian dalam pekerjaan keluargaku sebagai pendeta, jadi aku ketakutan. Aku benar-benar perlu belajar lebih banyak. Dan ya, aku menyebutkan desa dan semacamnya... tapi S-chan baik-baik saja sekarang. Kita tak perlu lagi membicarakannya, kan kita tidak hidup di zaman itu lagi. Betapa bodohnya.”

Aku: “Tentu saja! Tapi apakah kamu keberatan jika aku menceritakan kisah ini kepada orang lain?”

M: “Kamu sangat suka cerita seperti ini ya? Meskipun kamu sendiri tidak bisa melihat hantu, haha. ”

Aku: “Karena aku tidak bisa melihat hantu, makanya aku suka cerita seperti ini.”

M: “Ya, aku tidak keberatan. Ini nggak akan cerita kutukan dimana seperti orang-orang akan dihantui hanya karena kamu membicarakannya. Lagipula, kurasa tidak ada yang akan mempercayaimu.”

Jadi, itulah akhir dari pengalaman aneh yang kualami.

[Setelah diposting, cerita di atas tersebut menjadi sangat populer, jadi sang penulis menambahkan kelanjutan ke ceritanya]


BERSAMBUNG

 


SUPER THANKS BUAT KARYAKARSA'ERS YANG SANGAT SPECIAL INI:

Junwesdy Sinaga 

K Margaretha 

Radinda dan Ananda Nur Fathur Rohman Prast 

JUGA UCAPAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA KARYAKARSA-ERS UNTUK DUKUNGANNYA DI BULAN DESEMBER INI:

Rahmayanisma, Sean Noyoucannot, Noval Fadil, Muhammad Aidil Fajri, Dyah Ayu Andita Kumala, Sharnila Ilha, Dinda Laraswati Kharismariyadi, Rose, Victria Tan, Maulii Za, Syahfitri, Cacing Caripit, Rio Ali Adithia, Sekar Tandjoeng, Steven Alexandro, Yoonji Min, Dennis Bramasta, Popy Saputri, Rio Ali Adithia 


2 comments: