“Kotoribako” merupakan urban legend Jepang pertama yang akan gue hadirkan di blog ini (urban legend lainnya akan menyusul). Karena panjangnya cerita ini, kisahnya akan gue bagi menjadi 3 bagian. “Kotoribako” menceritakan tentang sebuah kotak yang mengandung kutukan yang melegenda di Jepang. Seperti apakah asal-usulnya dan kutukan apa yang bisa diakibatkannya?
Mari kita ikuti kisahnya bersama.
Aku tipe pria yang suka membaca blog
horor di waktu luangku. Secara pribadi sih, aku tidak memiliki kemampuan apapun
untuk melihat hantu, sama sekali. Aku tidak pernah berpikir aku akan berada di
sini dan menulis sesuatu seperti ini, tetapi aku ingin memberi tahu kalian tentang
sesuatu yang terjadi padaku sebulan yang lalu. Aku memiliki izin dari semua
yang terlibat untuk menceritakan kisah ini, hanya untuk berjaga-jaga. Aku pikir
orang-orang di sini lebih mungkin untuk percaya akan apa yang akan kukatakan,
jadi tolong dengarkan ceritaku ini.
Tokoh utama dari cerita ini adalah
salah satu temanku yang memiliki kemampuan yang sangat kuat untuk merasakan
hal-hal gaib. Kami sudah berteman sejak SMP dan kami masih sering pergi nongkrong
bersama, meski usia kami sudah hampir menginjak 30 tahun.
Keluarganya telah bekerja sebagai
pendeta Shinto di sebuah kuil selama beberapa generasi sekarang. Sebenarnya
mereka memiliki pekerjaan kantoran, tetapi pada saat-saat seperti Tahun Baru
atau musim pernikahan, mereka akan bekerja sebagai pendeta Shinto sebagai
semacam pekerjaan sampingan (atau mungkin malah itu pekerjaan utama mereka).
Suatu hari kami memutuskan untuk
pergi minum dan bertemu di rumahku dulu. Temanku itu dan pacarnya tiba lebih
dulu. Kami bermain video game sembari menunggu teman kami yang lain muncul;
seorang wanita (yah, anggap saja ini semacam double date) Aku akan memanggil
temanku dari kuil itu sebagai “M”, pacarnya “K”, gadis yang datang terlambat “S",
dan aku sendiri adalah “A”.
Saat kami bermain game, aku mendapat
telepon dari S-chan.
S-chan: “Maaf, aku akan sedikit
terlambat. Aku menemukan sesuatu yang menarik di gudang, kurasa ini milik
keluargaku. Kau pandai memecahkan kuis dan teka-teki, bukan? Aku akan ke sana
sebentar lagi membawanya!”
Sekitar 40 menit kemudian, S-chan
tiba. Lalu, pada saat itu … atau lebih tepatnya saat mobil S-chan berhenti di
halaman rumahku, M tiba-tiba terlihat panik dan berkata, “Tidak mungkin, ini
tidak mungkin! Tidak mungkin ... apa yang harus aku lakukan ... ayahku sedang
keluar kota hari ini.”
Aku: “Ada apa? Apa ini indra
keenammu lagi?”
Namun temanku itu seakan sama sekali
tak mendengar pertanyaanku.
M: “Astaga … ini tidak bagus.
S-chan… serius kamu membawa benda semacam ini ke sini?”
M bisa melihat hantu, tapi dia
biasanya tidak suka membicarakan apa yang ia lihat ataupun pekerjaan keluarganya
di kuil (aku tahu mereka mengusir hantu). Namun baru kali dia sampai gemetaran
seperti ini.
S-chan masuk dan wajah M-pun menjadi
pucat.
M: “S-chan… apa yang kamu bawa?
Tunjukkan kepadaku…"
S: “Hah? Darimana kau tahu? Aku
menemukan ini saat sedang besrih-bersih di gudang dan kuambil saja karena
gudangnya akan dihancurkan minggu depan.” Ia menjawab sambil tertawa-tawa
karena ia belum sadar betapa seriusnya situasi ini.
Kemudian, S-chan mengeluarkan sebuah
kotak kayu. Sebuah kubus dengan sisi sekitar 20 cm. Jadi inilah yang dia maksud
di telepon ketika dia menyebutkan tentang teka-teki. Benda itu terbuat dari
balok kayu kecil, seperti potongan tetris.
M: “Jangan sentuh! Jangan
menyentuhnya!”
Saat itu, M langsung lari ke toilet.
Kami bisa mendengarnya muntah. K mengikutinya dan menggosok punggungnya saat
dia membungkuk di atas toilet. Setelah selesai, M kembali dan dengan gemetar
mengeluarkan ponselnya untuk menelepon seseorang.
M: “Ayah… itu kotoribako. Temanku
membawa sebuah kotoribako… Aku takut. Aku tidak seperti sekuat kakek … aku
tidak bisa melakukannya seperti dia…”
M mulai menangis. Apa yang S-chan
bawa pasti sangatlah mengerikan hingga membuat pria berusia 29 tahun menelepon
ayahnya sambil menangis.
M: “Ya, itu tidak ada. Aku tidak
bisa melihat apapun selain kotak itu. Ada buktinya di sana, tapi sepertinya
sudah hilang sekarang… Ya, ada sesuatu di sana, di dalam perut temanku. Aku
pikir itu shippou. Shippou, kan? Ada segitiga di dalamnya… Itu shippou, tidak
diragukan lagi… Aku sudah bilang aku tidak tahu! Aku tidak seperti itu!"
Aku mendengar banyak istilah teknis
yang tidak aku mengerti, tetapi yang paling menonjol adalah kata “kotoribako”
dan “shippou”.
M: “Baiklah, aku akan melakukannya.
Aku akan melakukannya. Jika terjadi kesalahan, Ayah yang harus menyelesaikannya.
Aku mengandalkan Ayah."
M menutup telepon, lalu menangis
tersedu-sedu selama beberapa menit berikutnya. Dengan dada naik turun karena
isak tangisnya, dia bersila dengan gaya semedi dan berkata, “Oke, ayo lakukan
ini,” dan menampar lututnya sendiri. Dia tidak lagi menangis. Dia siap
melakukan apapun yang perlu dia lakukan.
M: “A… Ambilkan aku pisau, ya?”
Aku: "A-apa yang akan kamu
lakukan?"
M: “Aku tidak akan membunuh siapa
pun. Aku perlu membersihkan S-chan. S-chan, lihat aku. Mungkin sia-sia untuk
memberitahumu agar tidak takut, tapi jangan takut, ok!. K dan A, kalian juga
harus kuat! Tidak ada yang perlu ditakuti! Aku tidak akan kalah! Kau pikir aku
akan kalah, hah?! Jangan takut! Jangan takut! Jangan remehkan aku! Aku akan
melakukannya! Kakek, aku akan melakukannya! Tontonlah di surga! Dasar
sialan!!!”
M berteriak keras, mencoba
menghilangkan ketakutannya sendiri. S-chan hampir menangis... Dia ketakutan
setengah mati. Baik aku dan K hampir menangis. Sejujurnya, aku hampir terkencing-kencing
mendengarnya.
S: “Oke… oke! Aku akan melakukan
yang terbaik."
Kami tidak tahu apa yang terjadi,
tetapi M terus mengatakan berulang kali bahwa dia tahu apa yang harus ia
lakukan.
M: “A, mana pisaunya?”
Aku menyerahkan sebilah pisau kepada
M dengan gemetar.
M: “K, aku ingin kamu mencubit
bagian dalam pahaku sekeras mungkin! Sekeras yang kamu bisa. oke!”
Aku tidak tahu apa yang sedang
terjadi, yang bisa kulakukan hanyalah menuruti apa yang dikatakan M. Aku
mencubit bagian dalam pahanya, dan saat aku melakukan ini, M menyayat ujung jari
dan telapak tangannya dengan pisau. Dia mungkin menyuruhku mencubitnya untuk
mencoba menutupi rasa sakit itu.
M: “S-chan! Buka mulutmu!"
M memasukkan jarinya yang berlumuran
darah ke dalam mulutnya.
M: “S-chan, minum! Bahkan jika
rasanya tidak enak, kau harus meminumnya! ”
S: “Ah… ku…”
S-chan menangis. Dia tidak bisa
berbicara.
M: “…notenjou, norio, shinmeiiwato
akemashita, ka shikomikanshikomimomamousu…”
Kedengarannya seperti semacam doa
atau mantra, tapi dia mengulanginya lima atau enam kali. Sehingga terdengar
lebih seperti bacaan kitab suci ketimbang mantra.
S: “Aaaaaaaaaaaaa!”
Begitu M menarik jarinya keluar dari
mulut S-chan, dia memuntahkan sesuatu yang berlumuran darah.
M: “Sudah keluar! Sudah keluar!
Baik, kau akan baik-baik saja, S-chan! Kau akan baik-baik saja! A … aku akan
melanjutkannya …!"
M meletakkan tangannya yang
berlumuran darah di atas kotak yang dibawa S-chan.
M: “Kotoribako kotoribako… Ini sama
sekali tidak bagus… Tidak bagus… Seharusnya ini dilakukan dengan benar.”
M tampak seperti akan menangis lagi.
M: “A! Panggil ayahku untukku.”
Aku meraih teleponnya dan menelepon
ayahnya seperti yang dia minta, lalu menempelkan telepon itu ke telinganya.
M: “Ayah, maaf, aku lupa. Maukah
kamu merapalkan mantra denganku?”
Dengan telepon di dekat telinganya
dia meletakkan tangan kanannya di samping kotak, dan empat atau lima kali dia
mengucapkan mantra lagi. Terdengar seperti dia sedang membacakan puisi atau
semacamnya. M mengulangi semuanya dengan perlahan, seperti sedang
diinstruksikan. Akhirnya dia berkata, “Sudah selesai. Selesai. Semuanya sudah
berakhir.”
M menangis tersedu-sedu. K mencoba
menghiburnya, tetapi selama 20 menit dia menangis. Kami berempat akhirnya
menangis bersama, tetapi sepanjang waktu M memastikan agar kami tidak melakukan
kontak dengan kotak itu, seperti menyentuh atau bahkan menatapnya.
Setelah semua orang tenang, M
bertanya apakah aku punya handuk atau sesuatu yang bisa dia gunakan untuk
mengikat kotak itu ke tangannya. Aku memberinya handuk mandi tipis, dan dia
membungkusnya di sekitar kotak.
M: “Oke. Jadi kita mau minum
dimana?”
Semua orang: “Apa?”
M: “Aku bercanda. Sebaiknya kita
semua pulang. A, bisakah kamu mengantarku pulang?”
(Wow, seberapa kuat orang ini? Dia benar-benar
memiliki keberanian seperti baja)
Semua orang kelelahan, jadi aku
membawa mereka pulang dan kamipun berpisah untuk malam itu.
Kemudian, sekitar delapan hari
kemudian M rupanya mengambil cuti kerja. Aku bertemu dengannya kemarin dan kami
membicarakan tentang apa yang terjadi saat itu.
M: “Uhh, mari kita lihat. Keluarga
S-chan mungkin tidak akan menyukai apa yang aku katakan, tapi ada desa di atas
Gunung O (nama disamarkan). Mereka memiliki kotak seperti itu di atas sana.
Ayahku pernah membawanya kesana untuk mengurusnya. Cukup itu saja yang perlu
kamu ketahui.”
Sepertinya dia tidak ingin
membicarakannya lagi. Tidak peduli berapa banyak aku bertanya kepadanya tentang
hal itu, dia tidak mau memberi tahu aku lebih jauh dari itu.
Dia hanya mengatakan satu hal
terakhir.
M: “Di dalam kotak itu ada
kebencian. Tapi ya, ada beberapa hal lain di sana, seperti ujung jari dan tali
pusar. Dendam adalah hal yang menakutkan. Aku tak habis pikir, bagaimana mereka
bisa membuat sesuatu seperti itu. Setiap kali kotak seperti itu muncul, kakekku
yang menanganinya. Dia berurusan dengan banyak hal seperti itu selama dia masih
hidup, tetapi aku tidak pernah berpikir bahwa suatu saat aku harus melakukannya
juga. Aku memang tahu beberapa hal, tapi aku tidak pernah benar-benar mengambil
bagian dalam pekerjaan keluargaku sebagai pendeta, jadi aku ketakutan. Aku
benar-benar perlu belajar lebih banyak. Dan ya, aku menyebutkan desa dan
semacamnya... tapi S-chan baik-baik saja sekarang. Kita tak perlu lagi
membicarakannya, kan kita tidak hidup di zaman itu lagi. Betapa bodohnya.”
Aku: “Tentu saja! Tapi apakah kamu
keberatan jika aku menceritakan kisah ini kepada orang lain?”
M: “Kamu sangat suka cerita seperti
ini ya? Meskipun kamu sendiri tidak bisa melihat hantu, haha. ”
Aku: “Karena aku tidak bisa melihat
hantu, makanya aku suka cerita seperti ini.”
M: “Ya, aku tidak keberatan. Ini nggak
akan cerita kutukan dimana seperti orang-orang akan dihantui hanya karena kamu
membicarakannya. Lagipula, kurasa tidak ada yang akan mempercayaimu.”
Jadi, itulah akhir dari pengalaman
aneh yang kualami.
[Setelah diposting, cerita di atas
tersebut menjadi sangat populer, jadi sang penulis menambahkan kelanjutan ke
ceritanya]
BERSAMBUNG
SUPER THANKS BUAT KARYAKARSA'ERS YANG SANGAT SPECIAL INI:
Junwesdy Sinaga
K Margaretha
Radinda dan Ananda Nur Fathur Rohman Prast
JUGA UCAPAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA KARYAKARSA-ERS UNTUK DUKUNGANNYA DI BULAN DESEMBER INI:
Rahmayanisma, Sean Noyoucannot, Noval Fadil, Muhammad Aidil Fajri, Dyah Ayu Andita Kumala, Sharnila Ilha, Dinda Laraswati Kharismariyadi, Rose, Victria Tan, Maulii Za, Syahfitri, Cacing Caripit, Rio Ali Adithia, Sekar Tandjoeng, Steven Alexandro, Yoonji Min, Dennis Bramasta, Popy Saputri, Rio Ali Adithia
seru banget ikutan tegang
ReplyDeleteNamaku tercantum di situ 🤧🤧🤧🤧🤧🤧
ReplyDelete