Saturday, December 25, 2021

JAPANESE DARK URBAN LEGEND #9: PANDEMI

SUMBER GAMBAR: UNSPLASH

Kita semua tahu tentang pandemi virus yang kita hadapi saat ini. Namun bagaimana dengan pandemi supranatural? Aku mendengar cerita ini dari kakekku ketika aku masih duduk di bangku SMP. Kakekku mendengarnya dari ayah beliau, dengan kata lain, kakek buyutku.

Di kampung halamanku, ada sebuah kuil tua di pegunungan yang tidak memiliki pendeta. Kami (dewa) yang dihormati di sana adalah apa yang disebut tatarigami, sejenis roh jahat, dan ada banyak legenda yang diturunkan selama bertahun-tahun tentangnya. Kebanyakan dari cerita itu adalah tentang bagaimana dia menyebabkan bencana jika tidak diperlakukan dengan benar. Di antaranya adalah kisah berikut.

Selama Periode Sengoku, ada putra bangsawan feodal yang percaya bahwa cerita kutukan hanyalah takhyul. Untuk membuktikannya, dia memasuki sebuah kuil, memindahkan goshintai (benda yang dipuja di dalam kuil), dan dalam keadaan mabuk, mengencinginya.

Segera setelah ini tidak ada yang terjadi, tetapi kemudian beberapa tahun kemudian, hal-hal aneh mulai terjadi. Menurut tradisi lisan yang diturunkan sejak saat itu, peristiwa-peristiwa yang tidak dapat dijelaskan dengan akal sehat mulai terjadi dimana-mana. Banyak penduduk desa menghilang tanpa jejak. Wajah sang bangsawan membengkak karena penyakit yang tidak diketahui dan ketika dia sembuh, dia kehilangan penglihatannya. Ketiga putranya yang lain semuanya kehilangan nyawa dalam pertempuran atau karena penyakit serius, sementara anaknya yang menyebabkan semua ini menjadi gila dan lari ke pegunungan, tidak pernah kembali lagi.

Pada akhirnya, penduduk desa mencoba segala cara untuk menenangkan roh yang marah itu, tetapi tidak ada yang berhasil. Satu demi satu mereka semua pindah dan desa itu akhirnya ditinggalkan.

Kisah itu adalah cerita lama, hampir seperti sebuah dongeng, dan tidak ada catatan resmi tentang kisah itu di manapun yang mampu membuktikan kebenarannya. Kisah itu berakhir tanpa ada yang tahu bagaimana akhirnya dan karena diturunkan secara lisan, dan bisa dibilang semua penduduk asli desa tersebut sudah pindah, bisa dibilang itu hanya rumor yang diturunkan dari generasi ke generasi.

Waktu berlalu dan Restorasi Meiji terjadi. Kakekku lahir beberapa tahun setelah itu. Pada saat itu tidak ada pendeta di kuil tersebut dan penduduk desa menggunakan kuil untuk pertemuan. Mereka juga membantu membersihkan dan merawatnya dan kadang-kadang mengundang pendeta dari daerah lain untuk melakukan pekerjaan di sana juga.

Ada pepatah untuk membiarkan anjing tidur, jadi tidak ada yang pernah menyentuh goshintai karena cerita turun-temurun itu. Jadi benda itu dibiarkan begitu saja.

Setelah insiden selama Periode Sengoku, goshintai tersebut ditinggalkan sendirian dan hari-hari berlalu dengan tenang. Kemudian pada suatu tahun, sesuatu terjadi.

Sekelompok anak muda dari desa berkumpul pada suatu hari dan mengobrol tentang kisah tersebut di atas. Kemudian beberapa dari mereka mengusulkan sesuatu.

“Tidak ada yang namanya kutukan. Kita kan sudah menjadi modern semenjak Jepang terbuka, jadi berpegang teguh pada takhyul lama seperti itu tidak baik.”

Karena itu, mereka memutuskan untuk melepaskan diri dari takhyul dengan pergi mencari goshintai itu. Kakekku mengatakan bahwa mereka mengganggap masalah ini dengan enteng, tak lebih seperti ujian keberanian ala “uka uka”.

Tetapi tidak semua orang setuju dengan rencana ini karena masih banyak yang takut akan kutukan itu. Hanya 10 orang yang berkumpul untuk melihatnya. Sebagai ujian keberanian, mereka semua berkumpul di malam hari dan kemudian berjalan menuju kuil.

Mereka memasuki halaman kuil, membuka pintu ke aula ibadah, lalu masuk ke dalam. Mereka menemukan sebuah altar kecil, dan di belakangnya sebuah kotak kayu tua diikat dengan tali. Jelas, goshintai itu ada di dalamnya.

Setelah sampai sejauh ini, mereka tiba-tiba diliputi ketakutan dan tidak berani menyentuh kotak itu. Kemudian orang pertama yang mengklaim itu semua takhyul akhirnya memutuskan sendiri untuk meraihnya, menarik tali yang mengikat kotak itu agar tetap tertutup, lalu membukanya.

Di dalamnya, mereka menemukan tiga batu magatama yang indah (magatama adalah batu berbentuk koma, seperti separuh yin dan yang). Hanya itu. Ketegangan di ruangan itu pecah dan mereka menjadi berani sekali lagi. Mereka meletakkan kembali goshintai itu dan minum-minum di aula pemujaan sampai pagi.

Keesokan paginya, para pemuda yang telah membuka kotak dan mabuk di aula ibadah sampai pagi ditegur oleh para tetua desa, tetapi tidak ada bencana yang menimpa mereka atau desa, jadi mereka membiarkannya begitu saja. Rupanya yang dilakukan kepala desa hanyalah menyeret mereka kembali ke kuil untuk meminta maaf.

Tapi kemudian tiga tahun kemudian, hal-hal aneh mulai terjadi. Babi hutan, rusa, dan monyet ditemukan mati, tertancap di pohon di pinggiran desa. Beberapa orang mendengar suara-suara di malam hari yang tidak terdengar seperti suara manusia atau hewan. Yang lain menemukan rumah mereka dilempari batu-batu kecil dan anjing-anjing menggonggong gila-gilaan, menyalak ke arah ketiadaan.

Rupanya kakek buyutku melihat sederetan sosok bayangan gelap berjalan di luar ketika dia bangun untuk pergi ke toilet pada suatu malam. Tetapi tidak ada satupun yang pernah terluka, walaupun insiden itu jelas amat menyeramkan.

Karena peristiwa aneh ini terus terjadi, orang-orang tentu mulai bergosip bahwa itu pasti karena apa yang terjadi tiga tahun sebelumnya. Dengan kedok keamanan publik, penduduk desa pergi menemui petugas polisi setempat untuk mendiskusikan apa yang sedang terjadi. Dia meminta dukungan dari kantor polisi tetangga dan penduduk desa juga membentuk kelompok ronda untuk berpatroli di malam hari. Mereka juga membuat para pemuda yang mengunjungi kuil malam itu tiga tahun sebelumnya kembali dan meminta maaf sekali lagi.

Namun terlepas dari berbagai tindakan yang mereka ambil, tidak ada yang berhasil. Sebaliknya, kini korban justru mulai bermunculan. Awalnya mereka menemukan mayat seorang penduduk desa yang memasuki pegunungan dan diserang oleh sesuatu. Kemudian anak-anak yang pergi bermain mulai hilang. Tak hanya itu, bahkan anggota ronda juga ikut menghilang saat menjaga keamanan pada malam hari.

Peristiwa ini diikuti oleh seorang wanita yang terbangun oleh teriakan di luar rumahnya pada malam hari. Dia berlari keluar dan kemudian dengan panik berlari kembali ke rumahnya, seolah dikejar oleh sesuatu. Begitu masuk, dia mengambil pisau dan menggorok lehernya sendiri.

Peristiwa aneh ini berlanjut selama sebulan berturut-turut dan penduduk desa tidak dapat melakukan apa pun untuk menghentikan mereka. Mereka berkumpul untuk bermusyawarah jika ada yang bisa mereka lakukan untuk menghentikannya. Kemudian salah satu tetua desa menyarankan sesuatu.

“Ada seorang pendeta di kuil di luar gunung yang telah bekerja dengan kami beberapa kali. Dia memiliki ikatan dengan kuil kita, jadi mungkin kita harus pergi dan meminta bantuannya.”

Tidak ada orang lain yang punya ide lebih bagus dan mereka juga tidak akan rugi apa-apa, jadi musyawarah berakhir dengan kesepakatan bahwa mereka akan pergi menemui pendeta.

Pelaku yang telah membuka kotak itu tiga tahun sebelumnya pergi ke kuil keesokan harinya dan mencoba menyampaikan pesan itu kepada sang pendeta. Pendeta itu menenangkannya dan mendengarkan dengan baik semua yang dia katakan. Tapi di tengah cerita pemuda itu, pendeta itu tiba-tiba bergumam, “Aneh.”

Rupanya goshintai di dalam kotak di atas altar itu sebenarnya adalah cermin datar, bukan batu magatama yang mereka temukan. Rupanya, para pendahulu pendeta tersebut telah lama melakukan upacara di kuil gunung desa itu dan sama sekali tidak tahu bahwa ada magatama di dalam kotak kayu itu. Sejujurnya, dia terkejut mendengarnya dan pertama kali dia mengetahuinya.

Namun pendeta itu mengklaim bahwa ini bukan pekerjaan roh jahat atau tatarigami, melainkan sesuatu yang lain sama sekali. Dia tidak akan tahu kecuali dia melihat mereka secara langsung, tapi mungkin saja pendeta yang berada di kuil itu sebenarnya mencoba untuk sesuatu yang berada di dalam kotak itu dengan batu magatama.

Pendeta itu berkata bahwa dia akan memeriksa buku-buku yang mereka miliki dan melihat apakah dia dapat menemukan sesuatu tentang batu-batu itu. Kemudian setuju untuk mengunjungi pemuda itu di rumahnya dua hari kemudian.

Dua hari kemudian, ketika semua orang sedang menunggu sang pendeta tiba, petugas polisi residen muncul untuk memberi tahu mereka bahwa peristiwa aneh sedang menyebar. Tidak hanya ke desa mereka, tetapi hingga ke desa-desa sekitarnya dan bahkan ke garnisun (pangkalan militer) terdekat. Orang-orang mulai menghilang dan desa mereka menjadi pusat pandemi yang tengah menyebar itu. Meskipun hanya rumor, orang-orang mulai melacaknya kembali ke desa mereka, jadi mereka perlu melakukan sesuatu untuk menyelesaikan masalah itu dengan cepat. Jika tidak, mereka akan berhadapan dengan penduduk desa lain yang marah.

Sementara penduduk desa sedang bermusyawarah, sang pendeta datang. Diputuskan mereka akan mengunjungi kuil terlebih dahulu sehingga beliau bisa melihat magatama itu dengan matanya sendiri. Saat mereka mencapai ujung jalan pegunungan yang menuju ke kuil, pendeta itu berhenti untuk menjelaskan semua yang telah dia teliti.

Menurutnya, dulu pernah terjadi sesuatu yang mengerikan di daerah tersebut. Benda ini telah merenggut banyak orang. Penduduk setempat berdoa kepada sang Kami (dewa) pribumi untuk memusnahkan makhluk itu, Tetapi makhluk itu terlalu kuat dan semakin banyak orang yang direnggutnya, semakin kuat ia tumbuh. Pada akhirnya sang Kami mampu menyegel makhluk itu, meskipun tidak bisa menghancurkannya.

Singkatnya, bencana itu hilang bukan karena makhluk itu lenyap, melainkan karena bersembunyi di pinggiran desa, dan karena Kami menggunakan kekuatannya untuk menyegelnya, ia tidak dapat melakukan apa-apa. Karena para pemuda itu telah membuka kotak itu, kekuatannya kembali dan ia membunuhi orang-orang sekali lagi.

Pendeta itu lebih lanjut menjelaskan bahwa apa yang terjadi di desa selama Periode Sengoku tidak diragukan lagi adalah pekerjaan tatarigami, tetapi kali ini berbeda. Sosok bayangan hitam yang dilihat orang-orang di sekitar desa adalah mereka yang telah direnggut oleh makhluk itu, dan membebaskan mereka darinya kemungkinan besar tidaklah mungkin.

Meskipun makhluk itu telah memperoleh kekuatan kembali, mereka seharusnya masih bisa menggunakan kekuatan Kami untuk menyegelnya lagi, tapi hanya jika mereka bisa melakukannya tepat waktu. Karena telah terikat pada magatama begitu lama, kemungkinan besar makhluk itu tidak dapat bergerak terlalu jauh dari mereka. Artinya, itu harus bersembunyi di suatu tempat di dekatnya.

Lebih jauh lagi, para pemuda yang telah merusak segel itu kemungkinan besar dirasuki oleh makhluk itu dan ada kemungkinan besar ia menggunakannya untuk tujuan jahatnya sendiri. Bahkan jika mereka berhasil menyegelnya, mereka masih belum bisa aman. Setelah pekerjaan selesai, mereka perlu dimurnikan, dan jika itu masih tidak berhasil, mereka perlu mengunjungi kepala Kuil Myojin untuk menerima pembersihan di sana.

Ada juga kemungkinan makhluk itu akan mencoba menggunakan para pemuda untuk mengganggu ritual begitu mereka memanggil Kami untuk menyegelnya, jadi dia merasa lebih baik jika semua orang yang hadir pada saat itu berkumpul di sana, di kuil itu.

Sang pendeta meminta alat-alat yang biasa digunakan selama ritual untuk dibawa kepadanya, serta berbagai barang yang telah beliau tulis di selembar kertas. Beliau kemudian meminta semua orang dari desa berkumpul di kuil untuk mengawasi para pemuda itu. Jika mereka mencoba melakukan sesuatu, mereka sama sekali tidak diizinkan meninggalkan halaman kuil. Beliau kemudian masuk ke dalam kuil untuk membuka kotak dan memeriksa magatama itu sendiri.

Menurut sang pendeta, magatama memiliki kekuatan untuk menyegel sesuatu, tetapi sekarang, dia tidak dapat merasakan apapun darinya. Seperti yang dikatakan literatur, tidak diragukan lagi batu ini adalah bagian dari makhluk itu sekarang dan beliau bisa merasakan kehadiran sosok  itu melalui batu tersebut.

Beberapa jam kemudian, para penduduk desa kembali dengan anak-anak muda tersebut dan barang-barang yang dibutuhkan pendeta untuk dikerjakan. Dia memulai persiapan ritual untuk meminjam kekuatan Kami sesegera mungkin. Dia mengikat para pemuda itu dengan seutas tali, semacam jimat pembatas, dan membacakan doa Shinto saat dia mulai.

Segalanya berjalan lancar pada awalnya, tetapi tak lama kemudian daerah itu mulai berbau seperti binatang buas, dan pendeta itu bisa merasakan beberapa orang berkeliaran di sekitar halaman kuil. Semua orang di kuil diminta masuk ke dalam aula pemujaan dan penduduk desa yang tersisa diberitahu untuk tidak meninggalkan rumah mereka, apa pun yang terjadi. Tak seorang pun diperbolehkan berada di luar atau hal buruk akan menimpa mereka.

Dengan kata lain, makhluk itu, pada saat itu, berada di suatu tempat di luar kuil.

“Di bagian bawah kotak itu terdapat cermin perunggu,” kata sang pendeta, “Jadi makhluk itu tidak akan bisa masuk ke dalam aula pemujaan. Apa pun yang terjadi, kalian akan aman selama kalian tidak pergi ke luar. ” Dia tidak tahu berapa lama waktu yang dibutuhkan, tetapi semua orang harus menunggunya sampai ritual itu selesai.

Ritual berlanjut sampai pagi dan sepanjang waktu mereka mendengar suara-suara di luar yang jelas bukan suara manusia ataupun binatang. Ada banyak suara meraung-raung di luar. Dari balik dinding dan pintu dari kertas, tampak bayangan-bayangan tengah berjalan di sekeliling kuil, menggaruk dan memukul-mukul dinding.

Setelah ritual selesai, semua orang kelelahan karena mereka ketakutan sepanjang malam dan hanya ingin pulang secepat mungkin untuk tidur. Sang pendeta kemudian membuka pintu aula agar mereka bisa keluar.

Begitu pintu terbuka, mereka tercengang melihatnya

Kondisi luar kuil berantakan, dengan pohon-pohon tumbang di mana-mana dan jejak kaki berlumpur yang tampaknya berasal dari lusinan, bahkan ratusan orang yang berbeda. Sesuatu yang besar telah menggores dinding kuil, meninggalkan retakan yang dalam, Mereka juga menemukan sisa-sisa bangkai berbagai burung dan tanuki (rakun) yang telah dimakan juga.

Menurut sang pendeta, karena desa itu telah lama ditinggalkan, tidak ada yang tersisa untuk mewariskan tradisi orang-orang yang tinggal di sana sebelumnya, termasuk peran kuil dan legenda makhluk itu sendiri. Bahkan pendeta itu hanya tahu dari apa yang dia temukan dalam literatur. Sebelumnya, beliau tidak tahu apa-apa tentang itu

Namun meski begitu, tidak ada yang tertulis dalam literatur tentang apa makhluk itu sebenarnya, atau apa hubungannya dengan kuil. Sang pendeta juga seakan tak mau mengatakan apa yang dilihatnya malam itu.

Adapun mengapa aku menulis semua ini sekarang, karena kira-kira dua tahun yang lalu ada perampokan di kuil tersebut dan semuanya diambil, bahkan goshintai itu. Hal seperti ini banyak terjadi akhir-akhir ini, ya? Masalahnya ini juga berarti takkan ada lagi magatama yang mengurung makhluk itu dan makhluk itu, apapun itu, akan menyerang lagi, dan segala sesuatu dalam radius beberapa kilometer akan berada dalam bahaya.

“Tidak ada yang bisa kita lakukan sekarang,” kata kakek ku. “ Tidak sampai kita tahu lokasi magatama itu.”

SUMBER: KOWABANA


SUPER THANKS BUAT KARYAKARSA'ERS YANG SANGAT SPECIAL INI:

Junwesdy Sinaga 

K Margaretha 

Radinda dan Ananda Nur Fathur Rohman Prast 

JUGA UCAPAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA KARYAKARSA-ERS UNTUK DUKUNGANNYA DI BULAN DESEMBER INI:

Rahmayanisma, Sean Noyoucannot, Noval Fadil, Muhammad Aidil Fajri, Dyah Ayu Andita Kumala, Sharnila Ilha, Dinda Laraswati Kharismariyadi, Rose, Victria Tan, Maulii Za, Syahfitri, Cacing Caripit, Rio Ali Adithia, Sekar Tandjoeng, Steven Alexandro, Yoonji Min, Dennis Bramasta, Popy Saputri, Rio Ali Adithia 

5 comments:

  1. Sek aku kurang sedikit paham di bagian cermin datar, jd magatama yang mrk liat itu pantulan dr atas atau emang dia tiba2 ada di dlm goshintai ?


    *Tim membaca cepat

    ReplyDelete
    Replies
    1. Jd tiba2 dia ada di dalam goshintai? Duh

      Delete
    2. tim membaca cepat? lebih mirip seperti tim males baca

      Delete
  2. Pendeta kuil : Ah sh*t, here we go again..

    ReplyDelete