Saturday, December 25, 2021

JAPANESE DARK URBAN LEGEND #10: SHIMANAO-SAMA

SUMBER GAMBAR: UNSPLASH

Ini terjadi sekitar delapan tahun yang lalu, selama liburan musim panas ketika aku masih seorang siswa SMP.

"Kita akan menemui kakek-nenekmu," kata ayahku. Mereka tinggal jauh dan itu adalah pertama kalinya bagi kami untuk melihat mereka dalam waktu yang lama. Liburan musim panas akan segera berakhir dan aku hampir menghabiskan semua uang sakuku, jadi kupikir itu cara yang baik untuk menghabiskan waktu. Ditambah kakek-nenekku sudah cukup tua, jadi aku pikir itu mungkin terakhir kalinya aku melihat mereka. Jadi, aku mencoba untuk menjadi cucu yang berbakti.

Mereka tinggal di sebuah pulau kecil, di tengah lautan antah berantah. Tempat itu seperti benar-benar terisolasi dari peradaban. Ada kuil-kuil kecil di sekitar pulau, tetapi yang aneh dari mereka adalah apa yang mereka sembah. Biasanya kalian akan melihat hal-hal seperti patung Oinari-san atau Komainu, kan? Tapi di pulau ini, mereka memuja “anak bermata satu”.

Apa kalian pernah mendengar tentang hal-hal seperti Hitosume-kozo atau Cyclops? Aku kira itu adalah dewa tradisional pulau itu, jadi aku tidak terlalu mengkhawatirkannya. Setelah satu jam perjalanan dari pelabuhan, kami sampai di rumah kakek-nenekku. Aku pikir tempat itu akan kumuh, tetapi ternyata tidak jauh berbeda dengan rumah kami sendiri. Di dalamnya juga ternyata nyaman.

"Wah, ternyata kamu sudah besar!" kakekku menyambutku dengan gembira. Ketika aku memasuki ruang tamu, aku merasa deja vu. Ada gulungan digantung di dinding, dan ada gambar anak bermata satu yang sama dengan yang kulihat saat masuk ke pulau ini. Aku bertanya pada kakekku itu apa sebenarnya.

"Ini adalah simbol sial," katanya.

"Sial? Lalu mengapa kakek menggantungnya di dinding?” Aku bertanya.

“Dia dipanggil Shimanao-sama. Kami penduduk pulau yang bodoh melahirkannya… ”

Ekspresi ayahku menjadi murung, jadi aku berhenti bertanya.

Tidak ada yang bisa dilakukan di rumah, jadi aku pergi ke luar. Ada sebuah bukit kecil di belakang, jadi aku mendakinya. Pemandangan dari atas sangat menakjubkan, bahkan aku bisa berdiri di sana sepanjang hari dan tidak akan pernah merasa bosan. Merasa sedikit mengantuk, aku berbaring dan segera tertidur.

Ketika aku bangun, matahari sudah terbenam. Orang tuaku mungkin mengkhawatirkanku, jadi aku bangun dan mulai berjalan kembali ke rumah.

“Iiiiiiiiiiii!!!”

Tiba-tiba sesuatu berteriak di sebelah kanan aku, seperti monyet, wanita, atau anak kecil; pokoknya suara jeritan aneh. Aku melompat kaget, tetapi aku pikir itu mungkin hanya beberapa anak-anak yang tinggal di desa. Saat aku turun, aku mendengarnya lagi, kali ini datang dari belakangku.

Itu adalah suara anak-anak.

Ketika aku berbalik, seorang anak berusia 2 atau 3 tahun berdiri di belakangku. Aku tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas dalam kegelapan, tapi ia tampak mengenakan mantel bertudung berwarna cokelat, seperti yang dikenakan di festival.

"Membuka! Membuka!" Aku tidak tahu apa yang ia katakan, dan suaranya juga terdengar aneh, seperti agak sengau.

Anak itu mengulurkan tangan kepada aku, seolah-olah ia akan memberi aku sesuatu, jadi aku mengulurkan tangan tanpa berpikir. Anak itu menjatuhkan sesuatu di tanganku dan kemudian wuush, menghilang. Aku berdiri di sana dengan kaget dan ketika aku sadar kembali, aku bergegas pulang.

Lampu menyala di pintu masuk, jadi aku akhirnya bisa melihat apa yang diberikan anak itu kepadaku. Benda itu adalah sebuah kalung. Sesuatu yang halus dan bulat tergantung di sebuah tali. Benda itu kotor jadi aku membuangnya ke tempat sampah. Aku berpikir untuk memberi tahu ayah dan kakekku tentang apa yang baru saja terjadi, tetapi memutuskan untuk tidak melakukannya.

Saat malam berlalu, aku naik ke tempat tidur. Tetapi mungkin karena aku sudah tidur siang di siang hari, aku jadi tidak bisa tidur. Biasanya ini tidak masalah dan aku bisa tidur kapan saja, di manapun, tapi tidak kali ini.

“Kenapa… ”

Aku mendengar suara di luar jendela kamar tidur.

“Kenapa… Kenapa… Buang… ”

Suara serak dan sengau itu, tak salah lagi. Aku segera meringkuk ketakutan di bawah selimut. Namun suara itu sepertinya semakin dekat.

Ah… sial.

Seseorang tiba-tiba meraih pergelangan kakiku.

"AH!!!" Aku berteriak. Cahaya bulan menyinari wajahnya. Aku mengalami deja vu lagi. Itu adalah wajah yang sama seperti yang ada di gulungan kakekku, Shimanao-sama. Dia memiliki bibir sumbing, tidak ada hidung, dan satu mata besar di wajahnya. Sejumput rambut tumbuh di atas kepalanya.

Aku pikir aku akan mati di sana hingga aku menjadi sangat takut. Tapi kemudian dia mencengkeram tanganku seperti yang dia lakukan sebelumnya hari itu dan menghilang lagi.

Orang tua dan kakek-nenek aku yang sedang tidur di kamar sebelah dengan cepat berlari masuk.

"Apa yang salah?" kakekku bertanya.

“Aku baru saja melihat Shimanao-sama!” hanya itu yang bisa kukeluarkan. Kakek dan nenekku tampak terkejut.

"Betulkah?! Kamu melihat Shimanao-sama?! Apakah dia mengutukmu?! ”

Kakek aku tampak kesal, tetapi orang tuaku terlihat tampak khawatir.

Aku tidak bisa berkata apa-apa. Aku pergi mencari kalung itu di tempat sampah, tapi sudah tidak ada.

Aku terbangun dengan perasaan tertekan. Aku bersandar di teras luar dan kakekku datang dan duduk di sebelahku.

“Sekitar 70 tahun yang lalu, ada saudara laki-laki dan perempuan.”

“Apa yang kakek bicarakan?' aku ingin bertanya, tetapi aku tetap diam dan mendengarkan.

“Kakak dan adik ini sangat dekat. Tapi cinta mereka … bukan hanya cinta kakak adik biasa. Cinta mereka sangatlah tabu. Hingga suatu hari, gadis itu hamil dengan anak kakak laki-lakinya sendiri. Menurut hukum di pulau ini, orang-orang berdarah sama dilarang untuk berhubungan badan seperti itu. Bahkan, aturan itu dipegang amat ketat dan hukumannya adalah hukuman mati. Jadi, saudara laki-laki dan perempuan itu harus dieksekusi.”

“Namun mereka menolak untuk dihukum mati dan melarikan diri. Penduduk pulau melarang kapal apapun untuk pergi dari pulau itu agar mereka tidak kabur. Kemudian mereka menemukan mereka di sebuah gubuk tua jauh di pegunungan. Kakak itu menggendong bayi. Adiknya yang telah melahirkan. Penduduk desa yang menemukannya meraih bayi itu untuk pergi membunuhnya. Tapi dia malah berteriak dan menjatuhkannya.”

“Anak itu hanya memiliki satu mata.”

“Kedua saudara dan anak itu dibawa ke gedung pengadilan pulau itu. Kakak beradik itu dieksekusi, tetapi penduduk pulau takut jika mereka membunuh bayi itu, mereka akan dikutuk. Namun jika dibiarkan hidup, mereka takut malapetaka yang lebih buruk akan menimpa mereka, sehingga pada akhirnya mereka membunuhnya juga. Untuk menghancurkan jiwanya, mereka menghancurkan kepalanya dengan batu, memotong tubuhnya, dan kemudian melemparkannya ke laut. Itu adalah pembunuhan yang kejam.”

“Beberapa hari kemudian, tiga hakim yang mengesahkan eksekusi kedua bersaudara itu meninggal. Kemudian, 30 orang yang ikut serta dalam pencarian dan kematian bayi tersebut juga meninggal dunia. Penduduk pulau mengira itu adalah kutukan anak itu. Itu adalah kutukan anak bermata satu, jadi mereka membangun kuil untuknya.”

“Anak itu jarang muncul di hadapan kami, tetapi ketika dia muncul, dia menyerahkan kalung dengan matanya sebagai bandulnya. Apa alasannya, kami tidak tahu… ”

“Ma-mata …?” ucapku tercekat.

Kakekku berdiri ketika dia selesai berbicara dan kembali ke kamarnya. Mendengar ceritanya, setelah rasa ngeriku perlahan lenyap, yang tertinggal adalah perasaan sedih. Tak hanya bagi sang anak bermata satu, aku juga merasa sedih bagi penduduk pulau ini, yang terpenjara di sini. Akupun paham mengapa begitu ayahku keluar dari pulau ini, ia tak pernah mau kembali lagi, hingga saat ini.

Jika kau memiliki agama, bayangkan saja, bukankah Tuhan ataupun dewa yang kau sembah adalah Tuhan yang kau cintai?

Bayangkan terpaksa menyembah sesuatu yang kau benci, hanya agar dia tidak membunuh atau menyakitimu.

SUMBER: KOWABANA


SUPER THANKS BUAT KARYAKARSA'ERS YANG SANGAT SPECIAL INI:

Junwesdy Sinaga 

K Margaretha 

Radinda dan Ananda Nur Fathur Rohman Prast 

JUGA UCAPAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA KARYAKARSA-ERS UNTUK DUKUNGANNYA DI BULAN DESEMBER INI:

Rahmayanisma, Sean Noyoucannot, Noval Fadil, Muhammad Aidil Fajri, Dyah Ayu Andita Kumala, Sharnila Ilha, Dinda Laraswati Kharismariyadi, Rose, Victria Tan, Maulii Za, Syahfitri, Cacing Caripit, Rio Ali Adithia, Sekar Tandjoeng, Steven Alexandro, Yoonji Min, Dennis Bramasta, Popy Saputri, Rio Ali Adithia 

4 comments:

  1. Yang dosa kan yang berzina, bayi nya gak dosa, kenapa bayi nya juga dibunuh? 🤧🤧🤧🤧🤧🤧

    ReplyDelete
    Replies
    1. HooH, tp warga desa sudah terlanjur takut bahwa apa yg mrk lakukan akan membawa azab (??) bagi penduduk desa, ya meskipun bayi dengan cyclops kebanyakan g bisa bertahan hidup

      •bebec•

      Delete
  2. sama seperti kisah Dajjal. Bermata satu, dan lahir dari hubungan sedarah.
    .
    -Bulz_

    ReplyDelete