SUMBER GAMBAR: UNSPLASH |
"Kita akan menemui
kakek-nenekmu," kata ayahku. Mereka tinggal jauh dan itu adalah pertama
kalinya bagi kami untuk melihat mereka dalam waktu yang lama. Liburan musim
panas akan segera berakhir dan aku hampir menghabiskan semua uang sakuku, jadi kupikir
itu cara yang baik untuk menghabiskan waktu. Ditambah kakek-nenekku sudah cukup
tua, jadi aku pikir itu mungkin terakhir kalinya aku melihat mereka. Jadi, aku mencoba
untuk menjadi cucu yang berbakti.
Mereka tinggal di sebuah pulau
kecil, di tengah lautan antah berantah. Tempat itu seperti benar-benar
terisolasi dari peradaban. Ada kuil-kuil kecil di sekitar pulau, tetapi yang
aneh dari mereka adalah apa yang mereka sembah. Biasanya kalian akan melihat
hal-hal seperti patung Oinari-san atau Komainu, kan? Tapi di pulau ini, mereka
memuja “anak bermata satu”.
Apa kalian pernah mendengar tentang
hal-hal seperti Hitosume-kozo atau Cyclops? Aku kira itu adalah dewa
tradisional pulau itu, jadi aku tidak terlalu mengkhawatirkannya. Setelah satu
jam perjalanan dari pelabuhan, kami sampai di rumah kakek-nenekku. Aku pikir
tempat itu akan kumuh, tetapi ternyata tidak jauh berbeda dengan rumah kami
sendiri. Di dalamnya juga ternyata nyaman.
"Wah, ternyata kamu sudah
besar!" kakekku menyambutku dengan gembira. Ketika aku memasuki ruang
tamu, aku merasa deja vu. Ada gulungan digantung di dinding, dan ada gambar
anak bermata satu yang sama dengan yang kulihat saat masuk ke pulau ini. Aku
bertanya pada kakekku itu apa sebenarnya.
"Ini adalah simbol sial,"
katanya.
"Sial? Lalu mengapa kakek menggantungnya
di dinding?” Aku bertanya.
“Dia dipanggil Shimanao-sama. Kami
penduduk pulau yang bodoh melahirkannya… ”
Ekspresi ayahku menjadi murung, jadi
aku berhenti bertanya.
Tidak ada yang bisa dilakukan di
rumah, jadi aku pergi ke luar. Ada sebuah bukit kecil di belakang, jadi aku
mendakinya. Pemandangan dari atas sangat menakjubkan, bahkan aku bisa berdiri
di sana sepanjang hari dan tidak akan pernah merasa bosan. Merasa sedikit
mengantuk, aku berbaring dan segera tertidur.
Ketika aku bangun, matahari sudah
terbenam. Orang tuaku mungkin mengkhawatirkanku, jadi aku bangun dan mulai
berjalan kembali ke rumah.
“Iiiiiiiiiiii!!!”
Tiba-tiba sesuatu berteriak di
sebelah kanan aku, seperti monyet, wanita, atau anak kecil; pokoknya suara
jeritan aneh. Aku melompat kaget, tetapi aku pikir itu mungkin hanya beberapa
anak-anak yang tinggal di desa. Saat aku turun, aku mendengarnya lagi, kali ini
datang dari belakangku.
Itu adalah suara anak-anak.
Ketika aku berbalik, seorang anak
berusia 2 atau 3 tahun berdiri di belakangku. Aku tidak bisa melihat wajahnya dengan
jelas dalam kegelapan, tapi ia tampak mengenakan mantel bertudung berwarna
cokelat, seperti yang dikenakan di festival.
"Membuka! Membuka!" Aku
tidak tahu apa yang ia katakan, dan suaranya juga terdengar aneh, seperti agak
sengau.
Anak itu mengulurkan tangan kepada aku,
seolah-olah ia akan memberi aku sesuatu, jadi aku mengulurkan tangan tanpa
berpikir. Anak itu menjatuhkan sesuatu di tanganku dan kemudian wuush,
menghilang. Aku berdiri di sana dengan kaget dan ketika aku sadar kembali, aku
bergegas pulang.
Lampu menyala di pintu masuk, jadi aku
akhirnya bisa melihat apa yang diberikan anak itu kepadaku. Benda itu adalah
sebuah kalung. Sesuatu yang halus dan bulat tergantung di sebuah tali. Benda itu
kotor jadi aku membuangnya ke tempat sampah. Aku berpikir untuk memberi tahu
ayah dan kakekku tentang apa yang baru saja terjadi, tetapi memutuskan untuk
tidak melakukannya.
Saat malam berlalu, aku naik ke
tempat tidur. Tetapi mungkin karena aku sudah tidur siang di siang hari, aku jadi
tidak bisa tidur. Biasanya ini tidak masalah dan aku bisa tidur kapan saja, di
manapun, tapi tidak kali ini.
“Kenapa… ”
Aku mendengar suara di luar jendela
kamar tidur.
“Kenapa… Kenapa… Buang… ”
Suara serak dan sengau itu, tak
salah lagi. Aku segera meringkuk ketakutan di bawah selimut. Namun suara itu
sepertinya semakin dekat.
Ah… sial.
Seseorang tiba-tiba meraih
pergelangan kakiku.
"AH!!!" Aku berteriak.
Cahaya bulan menyinari wajahnya. Aku mengalami deja vu lagi. Itu adalah wajah
yang sama seperti yang ada di gulungan kakekku, Shimanao-sama. Dia memiliki
bibir sumbing, tidak ada hidung, dan satu mata besar di wajahnya. Sejumput
rambut tumbuh di atas kepalanya.
Aku pikir aku akan mati di sana hingga
aku menjadi sangat takut. Tapi kemudian dia mencengkeram tanganku seperti yang
dia lakukan sebelumnya hari itu dan menghilang lagi.
Orang tua dan kakek-nenek aku yang
sedang tidur di kamar sebelah dengan cepat berlari masuk.
"Apa yang salah?" kakekku
bertanya.
“Aku baru saja melihat
Shimanao-sama!” hanya itu yang bisa kukeluarkan. Kakek dan nenekku tampak
terkejut.
"Betulkah?! Kamu melihat Shimanao-sama?!
Apakah dia mengutukmu?! ”
Kakek aku tampak kesal, tetapi orang
tuaku terlihat tampak khawatir.
Aku tidak bisa berkata apa-apa. Aku
pergi mencari kalung itu di tempat sampah, tapi sudah tidak ada.
Aku terbangun dengan perasaan tertekan.
Aku bersandar di teras luar dan kakekku datang dan duduk di sebelahku.
“Sekitar 70 tahun yang lalu, ada
saudara laki-laki dan perempuan.”
“Apa yang kakek bicarakan?' aku ingin
bertanya, tetapi aku tetap diam dan mendengarkan.
“Kakak dan adik ini sangat dekat. Tapi
cinta mereka … bukan hanya cinta kakak adik biasa. Cinta mereka sangatlah tabu.
Hingga suatu hari, gadis itu hamil dengan anak kakak laki-lakinya sendiri.
Menurut hukum di pulau ini, orang-orang berdarah sama dilarang untuk
berhubungan badan seperti itu. Bahkan, aturan itu dipegang amat ketat dan hukumannya
adalah hukuman mati. Jadi, saudara laki-laki dan perempuan itu harus
dieksekusi.”
“Namun mereka menolak untuk dihukum
mati dan melarikan diri. Penduduk pulau melarang kapal apapun untuk pergi dari
pulau itu agar mereka tidak kabur. Kemudian mereka menemukan mereka di sebuah gubuk
tua jauh di pegunungan. Kakak itu menggendong bayi. Adiknya yang telah
melahirkan. Penduduk desa yang menemukannya meraih bayi itu untuk pergi
membunuhnya. Tapi dia malah berteriak dan menjatuhkannya.”
“Anak itu hanya memiliki satu mata.”
“Kedua saudara dan anak itu dibawa
ke gedung pengadilan pulau itu. Kakak beradik itu dieksekusi, tetapi penduduk
pulau takut jika mereka membunuh bayi itu, mereka akan dikutuk. Namun jika
dibiarkan hidup, mereka takut malapetaka yang lebih buruk akan menimpa mereka,
sehingga pada akhirnya mereka membunuhnya juga. Untuk menghancurkan jiwanya,
mereka menghancurkan kepalanya dengan batu, memotong tubuhnya, dan kemudian
melemparkannya ke laut. Itu adalah pembunuhan yang kejam.”
“Beberapa hari kemudian, tiga hakim
yang mengesahkan eksekusi kedua bersaudara itu meninggal. Kemudian, 30 orang
yang ikut serta dalam pencarian dan kematian bayi tersebut juga meninggal
dunia. Penduduk pulau mengira itu adalah kutukan anak itu. Itu adalah kutukan
anak bermata satu, jadi mereka membangun kuil untuknya.”
“Anak itu jarang muncul di hadapan kami,
tetapi ketika dia muncul, dia menyerahkan kalung dengan matanya sebagai
bandulnya. Apa alasannya, kami tidak tahu… ”
“Ma-mata …?” ucapku tercekat.
Kakekku berdiri ketika dia selesai
berbicara dan kembali ke kamarnya. Mendengar ceritanya, setelah rasa ngeriku
perlahan lenyap, yang tertinggal adalah perasaan sedih. Tak hanya bagi sang
anak bermata satu, aku juga merasa sedih bagi penduduk pulau ini, yang
terpenjara di sini. Akupun paham mengapa begitu ayahku keluar dari pulau ini,
ia tak pernah mau kembali lagi, hingga saat ini.
Jika kau memiliki agama, bayangkan
saja, bukankah Tuhan ataupun dewa yang kau sembah adalah Tuhan yang kau cintai?
Bayangkan terpaksa menyembah sesuatu
yang kau benci, hanya agar dia tidak membunuh atau menyakitimu.
SUMBER: KOWABANA
SUPER THANKS BUAT KARYAKARSA'ERS YANG SANGAT SPECIAL INI:
Junwesdy Sinaga
K Margaretha
Radinda dan Ananda Nur Fathur Rohman Prast
JUGA UCAPAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA KARYAKARSA-ERS UNTUK DUKUNGANNYA DI BULAN DESEMBER INI:
Rahmayanisma, Sean Noyoucannot, Noval Fadil, Muhammad Aidil Fajri, Dyah Ayu Andita Kumala, Sharnila Ilha, Dinda Laraswati Kharismariyadi, Rose, Victria Tan, Maulii Za, Syahfitri, Cacing Caripit, Rio Ali Adithia, Sekar Tandjoeng, Steven Alexandro, Yoonji Min, Dennis Bramasta, Popy Saputri, Rio Ali Adithia
Mengsedih
ReplyDeleteYang dosa kan yang berzina, bayi nya gak dosa, kenapa bayi nya juga dibunuh? 🤧🤧🤧🤧🤧🤧
ReplyDeleteHooH, tp warga desa sudah terlanjur takut bahwa apa yg mrk lakukan akan membawa azab (??) bagi penduduk desa, ya meskipun bayi dengan cyclops kebanyakan g bisa bertahan hidup
Delete•bebec•
sama seperti kisah Dajjal. Bermata satu, dan lahir dari hubungan sedarah.
ReplyDelete.
-Bulz_