Saturday, December 25, 2021

JAPANESE DARK URBAN LEGEND #4: MANTRA YANG DIAJARKAN NENEKKU

Judul Asli: “The Charm My Grandmother Taught Me”

Sumber Gambar: Unsplash

Ini semua dimulai sekitar 10 tahun yang lalu. Ketika aku masih kecil, ibuku bercerai dan membawaku kembali ke rumah keluarganya di pedesaan. Tempat itu adalah sebuah desa kecil yang dikelilingi oleh pegunungan dan tentu saja persawahan.

Hanya sedikit orang yang tinggal di sana sehingga semua orang saling mengenal. Tempat itu juga sangat kecil hingga bahkan tidak ada supermarket, hanya toko kecil yang menjual barang-barang kebutuhan sehari-hari

Ada dua anak laki-laki dan satu anak perempuan seumuran denganku di sana. Akupun dengan cepat berteman dengan gadis itu, Kii-chan. Kedua anak laki-laki itu tukang bully jadi aku mencoba sebisa mungkin menghindari mereka. Kii-chan dan aku sering bermain di sungai dan sawah terdekat.

Suatu hari, Kii-chan datang dan menyarankan agar kami pergi untuk mencari stroberi liar di pegunungan. Namun aku takut akan hewan liar seperti babi hutan, beruang, dan ular. Aku juga khawatir jika kami jatuh ke rawa atau air terjun. Ditambah lagi, nenekku sering bercerita setiap malam bahwa hutan di pegunungan itu dihantui tengu dan jenis yokai (hantu) lainnya, jadi aku ragu-ragu.

Tapi Kii-chan lahir dan besar di desa, jadi dia sudah terbiasa dengan cerita seperti itu. Dia bilang kami tak akan lama di sana, jadi pada akhirnya kami memutuskan akan naik ke pegunungan.

Awalnya aku tidak terlalu ingin, tapi kami Kii-chan memberitahuku semua tentang berbagai pohon, jamur, buah liar, dan bahkan kepiting air tawar yang tinggal di sungai selama perjalanan, jadi aku segera merasa tertarik. Aku ingin larut dalam petualangan besar pertamaku itu..

Selama perjalanan ke atas, kami melewati sebuah kuil kecil di samping sebuah batu besar. Tak lama, kami juga berpapasan dengan seorang penduduk desa. Ia mengatakan sesuatu, namun aku tak terlalu memperhatikannya, sebab aku terlalu sibuk dengan petualanganku ini.

Kami segera tiba di tempat yang ditumbuhi stroberi liar. Kami sangat senang sehingga kami dengan cepat memetikinya. Konyol memang, namun buah merah kecil itu tampak seperti permata berharga di mataku.

Saat aku mendaki lereng untuk mengambil beberapa buah stroberi di sana, Kii-chan tiba-tiba terpeleset hingga lutut dan sikunya terluka. Melihatnya berdarah (walaupun itu hanya goresan kecil) dan merasa bersalah karena membohongi nenek dan memasuki gunung melawan kata-katanya, aku tiba-tiba menjadi takut dan memberi tahu Kii-chan bahwa aku ingin pulang.

“Aku baik-baik saja, lagian ada lebih banyak stroberi di sana, kita hanya perlu berjalan sedikit lebih jauh.” kata Kii-chan, tapi aku menangis dan kamipun kembali menuruni gunung bersama.

Malam itu, saat mandi dengan nenek, aku bercerita tentang hari yang kulalui dan secara tidak sengaja menyebutkan tentang memasuki gunung itu. Aku pikir dia akan marah kepadaku, tetapi dia hanya mengangguk dan mendengarkan aku sampai ceritaku selesai. Kemudian setelah berpikir sejenak, dia memberitahuku sebuah mantra yang dia tahu akan membantu menyembuhkan luka, seandainya Kii-chan ataupun aku jatuh kembali.

Mantra itu adalah sesuatu yang belum pernah aku dengar sebelumnya, tetapi di telingaku arti mantra itu seperti terdengar "hal-hal buruk pergi, kembali ke tempat asalmu." Kata nenek, aku harus mengucapkannya dari lubuk hatku serta menempatkan semua energi dan kekuatanku ke dalam pusarku, jika tidak maka tidak akan berhasil. Mantra itu adalah mantra khusus, jadi aku hanya bisa menggunakannya sesekali, katanya.

Aku mengulanginya berulang-ulang sampai aku mengingatnya, dan mengikutinya gerakan nenek saat mengucapkannya. Kemudian dia membuatku berjanji untuk tidak naik ke gunung lagi, karena semua orang akan sedih jika sesuatu terjadi padaku di sana.

Keesokan harinya, aku langsung memamerkan mantra keberuntunganku di hadapan Kii-chan. Aku meletakkan tanganku di atas luka-lukanya dan mendoakannya. Aku berusaha agar tidak melihat wajahnya saat aku melantunkannya (nenek mengatakan bahwa akan lebih baik untuk melihat ke bawah leher orang itu). Aku sangat fokus pada mantra itu untuk membuat Kii-chan lebih baik sehingga aku sedikit berkeringat.

Ketika aku selesai dan menatapnya, dia tampak mengerutkan kening ke arahku. Tetapi kemudian dia dengan cepat tersenyum dan mengucapkan terima kasih. Dia tertawa lagi saat melihat keringat di dahiku.

Dia memintaku untuk naik ke gunung bersamanya berkali-kali setelah itu, tetapi aku selalu mengatakan tidak. Aku melihat betapa sulitnya perceraian itu pada ibuku, jadi aku tidak ingin melakukan apa pun yang mungkin membuatnya khawatir seperti itu lagi.

Kami tinggal di desa itu untuk sementara waktu, tetapi tak lama kemudian tiba saatnya untuk pindah lagi. Kii-chan kesal tentang itu dan akupun juga tidak ingin meninggalkannya, jadi kami berdua menangis tersedu-sedu. Kami berjanji untuk berkumpul dan mengumpulkan stroberi liar bersama lagi kapan-kapan.

Saat kami meninggalkan desa, aku melihat Kii-chan di dekat pegunungan dari dalam mobil. Aku melambai padanya sekeras yang aku bisa, tapi dia sepertinya tidak melihatku.

Aku pikir saat itu bahwa tidak akan terlalu lama lagi sampai aku bisa melihat Kii-chan lagi. Tetapi tidak lama setelah pindah, ibuku menikah lagi dan kakekku sakit-sakitan, sehingga kakek nenek pindah untuk tinggal bersama kami supaya ibuku bisa merawat mereka. Kemudian ibuku hamil, kakekku meninggal, ibu aku melahirkan, nenek sakit dan meninggal, kami pindah lagi ... hal-hal terus terjadi hingga kami tidak pernah kembali ke desa itu lagi. Tak terasa, aku semakin dewasa hingga mulai kuliah dan mulai hidup sendiri untuk pertama kalinya.

Selama kelas tentang cerita rakyat, aku ingat mantra yang diajarkan nenek, jadi aku pergi untuk bertanya kepada profesorku tentang hal itu. Mantra itu membuatnya penasaran, jadi dia menuliskannya dan berkata bahwa dia akan menyelidiki maknanya untukku. Aku senang bahwa mantra super istimewa nenekku telah menarik minatnya.

Beberapa minggu kemudian, dia memanggil aku dan memberi tahu aku semua yang dia pelajari tentang mantra itu.

Kata-kata yang digunakan dalam mantra adalah kombinasi dari dua dialek yang berbeda bahkan menggunakan bahasa kuno juga. Mantra itu diterjemahkan menjadi, "Aku tahu bentuk aslimu, menjauhlah dariku, jangan dekati aku, kembali dari mana kamu datang, jika tidak, aku akan mengutukmu dengan semua kekuatan keluargaku!"

Dia bingung apakah jimat itu benar-benar dimaksudkan untuk membantu menyembuhkan luka, sebab ekspresi dan kata-kata yang digunakan terlalu kasar. Mantra itu bahkan lebih terdengar seperti kutukan.

Aku juga bingung, tetapi aku mengatakan kepadanya bahwa aku yakin itulah yang dikatakan nenek. Bagi otak kecilku saat itu, kata-kata itu hanya bermaksud seperti: "Sakit, sakit, pergi!" Aku pikir itu tidak lebih dari mantra biasa, jadi aku telah menggunakannya pada banyak orang selama bertahun-tahun (Kii-chan bukan satu-satunya, aku juga melakukannya pada teman dan adik laki-lakiku ketika mereka terluka).

“Jadi itu bukan mantra penyembuh? Itu kutukan?” Aku bertanya kepadanya, tetapi dia mengatakan bahwa kutukan tidak begitu mudah dilakukan. Ditambah kata-kata dalam jimat itu sulit, jadi mengingatnya dengan benar hampir tidak mungkin. Bahkan jika kamu melakukannya, jika tidak dilakukan dengan sekuat tenaga, maka tidak ada yang perlu dikhawatirkan, katanya. Aku agak lega.

Aku ingin tahu mengapa nenek mengajariku mantra seperti itu untuk digunakan pada temanku, tetapi beliau sudah meninggal, jadi aku tak bisa menanyakannya. Setelah melahirkan saudara laki-lakiku, ibuku sering jatuh sakit, jadi aku mengajarinya mantra yang sama. Hal ini membuat aku khawatir, sehingga malam itu aku menelepon ke rumah dan menanyakan berbagai pertanyaan kepada ibuku.

Aku bertanya apakah dia tahu tentang mantra itu. Ibuku selama ini berpikir bahwa mantra itu hanya sesuatu yang pernah kulihat di TV dan sama sekali tak tahu menahu bahwa nenek-lah yang mengajarkannya. Dia juga mengatakan dialek dalam mantra itu memang dialek lokal darimana nenek berasal.

Namun hal berikutnya-lah yang membuatku amat terkejut.

Ibuku juga mengaku tidak tahu apa-apa tentang Kii-chan dan bersikeras tidak ada gadis seumuranku di desa itu.

Lalu aku teringat salah satu cerita rakyat tentang desa kami yang nenek pernah ceritakan kepada ku.

Cerita itu berkisah tentang seseorang yang telah meninggal di pegunungan dan berubah menjadi yokai (hantu) yang kesepian dan turun ke desa untuk menculik anak. Ada pula kisah tentang seorang Kiyo, seorang bocah perempuan yang dikorbankan ke gunung. Kuil kecil yang kulihat di pegunungan itu didedikasikan untuknya, supaya arwahnya tak menganggu para penduduk desa. Ada lagi cerita lain tentang kitsune, siluman rubah yang terkenal cerdik, namun kupikir cerita tentang mereka memang selalu ada di setiap desa di tempat terpencil.

Orang yang kami papasi dalam perjalanan untuk memetik stroberi, rasanya seperti dia memperingatkan kami bahwa anak-anak tidak boleh naik ke gunung sendirian, tetapi itu semua hanyalah ingatan buram di kepalaku.

Apakah Kii-chan adalah arwah Kiyo? Apa dia rubah? Apa dia yokai?

Aku semakin bingung dan tidak bisa tidur sepanjang malam.

Aku pikir aku mengerti alasan mengapa nenek mengajariku mantra itu. Beliau bisa saja menyuruhku berhenti bermain dengan Kii-chan, tapi karena orang tuaku baru saja bercerai dan kepindahan kami mengubah segalanya secara tiba-tiba (belum lagi aku tak memiliki teman selain Kii-chan), jadi beliau mungkin merasa tak adil bagiku jika beliau melarangku.

Sebaliknya, nenek mengajariku mantra untuk melindungiku. Nenek menjagaku saat bekerja di ladang, dia memasak untukku, dan mandi bersamaku, dan tidur di kamar yang sama, bahkan menggosok punggungku ketika aku bangun menangis karena mengompol. Aku benar-benar berterima kasih atas semua yang beliau lakukan.

Dan dimana Kii-chan sekarang, aku tak tahu. Apa dia masih ada di desa itu? Di gunung itu? Apa dia sudah memiliki teman?

Perlukah aku kembali ke sana untuk menemuinya?


SUMBER: KOWABANA

 

 SUPER THANKS BUAT KARYAKARSA'ERS YANG SANGAT SPECIAL INI:

Junwesdy Sinaga 

K Margaretha 

Radinda dan Ananda Nur Fathur Rohman Prast 

JUGA UCAPAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA KARYAKARSA-ERS UNTUK DUKUNGANNYA DI BULAN DESEMBER INI:

Rahmayanisma, Sean Noyoucannot, Noval Fadil, Muhammad Aidil Fajri, Dyah Ayu Andita Kumala, Sharnila Ilha, Dinda Laraswati Kharismariyadi, Rose, Victria Tan, Maulii Za, Syahfitri, Cacing Caripit, Rio Ali Adithia, Sekar Tandjoeng, Steven Alexandro, Yoonji Min, Dennis Bramasta, Popy Saputri, Rio Ali Adithia 

 

8 comments: