Monday, October 26, 2020

KASUS JOHN LIST DAN JEAN CLAUDE ROMAND: PARA AYAH YANG TEGA MEMBUNUH KELUARGA MEREKA DEMI GENSI

Kasus Xavier Dupont de Ligonnes merupakan salah satu kasus paling menarik (buat gue pribadi) yang pernah gue bahas. Bukan hanya karena teori konspirasi yang melingkupinya, namun juga dugaan bahwa sang ayah bertanggung jawab atas kematian keluarganya sendiri. Hal ini membuat gue bertanya-tanya, apakah memang ada laki-laki, terutama seorang ayah, yang tega berbuat sesadis ini pada keluarganya sendiri. Tentu saja, kasus serupa yang menimpa Chris Watts tak perlu dipertanyakan lagi. Namun gue rasa, kasus Chris agak berbeda karena melibatkan sebuah skandal perselingkuhan dan orang ketiga.

Setelah gue telusuri, gue cukup terkejut bahwa sebelum kasus Count Dupont de Ligonnes mengemuka, rupanya sudah ada dua kasus serupa yang pernah terjadi. Ketiganya sama, melibatkan seorang ayah yang tega menghabisi nyawa keluarganya sendiri. Kesamaan lain, semuanya melibatkan kebohongan dan juga kebangkrutan, sebagai motif utama perbuatan kejam tersebut. Kasus-kasus tersebut menimpa John List di Amerika dan Jean-Claude Romand di Prancis.

Dear readers, inilah Dark Case kali ini.

KISAH PELARIAN JOHN LIST


John List (paling kiri) dan keluarganya

Bayangkan kau seorang perempuan dan bahagia menikah dengan lelaki pilihanmu. Suamimu itu adalah seorang pria biasa-biasa yang santun. Kemudian, tiba-tiba tetanggamu mengetuk pintumu dan mengungkapkan suatu rahasia yang mengejutkan. Ia mengatakan bahwa pasangan hidupmu itu bukanlah pria yang kamu kenal. Ia adalah orang lain dengan identitas palsu. Bahkan, ia terlibat sebuah tindak kejahatan yang teramat sadis di masa lalunya. Kemudian, polisipun datang dan menangkap suamimu. Terungkapkaplah sudah, bahwa suamimu itu adalah buronan yang sudah dalam pelarian selama 14 tahun.

Parahnya lagi, kejahatan yang menjeratnya 14 tahun yang lalu itu adalah kala ia membunuh seluruh keluarga dan kemudian menghilang begitu.

Kenyataannya, ini benar-benar terjadi pada seorang Delores Miller di Denver Colorado. Kehidupannya yang bahagia selama 4 tahun pernikahannya dengan pria bernama Bob Clark hancurlah sudah. Pria yang ia kenal pertama kali di gereja itu ternyata menyimpan sebuah rahasia yang teramat mengerikan. Namanya ternyata bukanlah Bob Clark, sesungguhnya ia adalah buronan bernama John List yang diuber polisi dan bersembunyi selama 14 tahun, mengambil identitas baru, karena ia dulu membunuh seluruh keluarganya dengan darah dingin.

Jika ini beneran terjadi padamu, mungkin kau akan bertanya, benarkah kau benar-benar bisa mempercayai orang yang kau cintai? Bagaimana kau bisa menjamin ia tak menyimpan sebuah rahasia kelam di masa lalunya?


Nope, bukan adegan rumah angker Amytiville Horror, melainkan ini adalah kediaman keluarga John List dimana malapetaka tersebut berlangsung

Kisah awal ini berawal di Michigan, dimana pada tahun 1925, seorang pria bernama John List lahir dari keluarga imigran Jerman. Semenjak kecil, ia dikenal sebagai penganut Kristen yang taat. Ia menikah dengan seorang wanita bernama Helen pada 1951 dan menjadi akuntan untuk menghidupi keluarganya. Pada 1965, keluarga itu pindah ke New Jersey karena John menerima sebuah pekerjaan di sana sebagai akuntan di sebuah bank.

Namun pada 1971, hanya 6 tahun setelah kepindahannya, keluarganya yang tadinya sempurna kini berujung pada tragedi malapetaka.

Pada 9 November, John membunuh seluruh anggota keluarganya menggunakan senjata api. Pertama, ia mencabut nyawa istrinya, Helen dan ibunya, Alma, dengan menembak kepala mereka. Ketika putrinya Patricia dan putranya Frederick pulang dari sekolah, iapun menjadikan mereka korban berikutnya. Setelah makan siang, ia pergi ke sekolah anaknya yang terakhir, John, kala itu masih berusia 15 tahun, dan menyaksikan pertandingan bola anaknya. Ia menjemputnya dan kemudian, sama seperti saudara-saudaranya, iapun menembaknya hingga tewas.

Tak ada satupun yang mengetahui kasus pembunuhan sadis itu hingga sebulan berlalu. Para tetangga hanya mengamati lampu di rumah mereka menyala siang dan malam tanpa henti. Begitu bohlam lampu mereka satu demi satu akhirnya mati, maka kecurigaan para tetanggapun memuncak dan merekapun menelepon polisi. Ketika polisi datang, mereka menemukan pelatih drama Patricia (putri John) berteriak-teriak memanggil muridnya itu di depan teras. Rupanya ia-pun curiga akan lenyapnya muridnya itu secara misterius. Mereka kemudian masuk ke dalam rumah dan menemukan mayat seluruh anggota keluarga itu tergeletak di sana.

Semuanya, terkecuali John.


Melalui peluru-peluru inilah keluarga John List menemui ajal mereka di tangan sang pemimpin rumah tangga yang seharusnya mengayomi mereka

Namun apa alasan yang mendasari John melakukan perbuatan keji tersebut? Sebagai “surat perpisahan”, Jon meninggalkan lima halaman kertas kepada pendetanya, mengatakan bahwa ia “telah melihat banyak kejahatan” dan ia membunuh keluarganya “untuk menyelamatkan jiwa mereka” dan “agar mereka masuk ke surga”.

Namun, apa benar motif fanatisme religius menjadi alasan utamanya? Sayang, tak ada yang bisa benar-benar menjawabnya terkecuali John sendiri, yang kini telah menghilang.

Lalu dimana John berada sekarang?

Kita akan melompat 14 tahun kemudian. Pada Mei 1989, kasus misterius yang menimpa John List, yang kala itu dianggap sebagai “kasus beku” atau “cold case” (sebutan bagi kasus lawas yang tak terpecahkan) ditayangkan di sebuah acara televisi bernama “America's Most Wanted”. Segmen serial dokumenter tersebut menayangkan sebuah patung buatan artis bernama Frank Bender. Frank bukanlah pematung biasa; ia juga adalah ahli forensik. Ia memperkirakan bagaimana John akan terlihat setelah 14 tahun berlalu dan membuat patungnya serinci mungkin dengan dugaannya tersebut. Tak diayal, seorang pemirsanya mengenali wajah itu.

Anehnya, wajah di patung itu amat mirip dengan tetangganya, pria bernama Bob Clark, yang kini tinggal di Dencer Colorado, ratusan kilometer jauhnya dari New Jersey, dimana John List terakhir menghilang. Namun kemiripan itu bukanlah kebetulan semata. Setelah polisi menggerebek rumahnya, mereka memastikan bahwa Bob Clark adalah nama samaran. Identitas aslinya adalah John List, pria yang 14 tahun lalu dengan keji menghabisi seluruh keluarganya. Butki tak terbantahkan adalah sidik mereka yang persis sama.

Kini setelah John tertangkap, iapun bisa membeberkan alasan sesungguhnya mengapa ia tega menghabisi nyawa keluarganya.

Alasannya sungguh mengejutkan.

Alasan finansial ternyata merupakan alasan John List melakukan perbuatan biadabnya itu pada keluarganya sendiri

Ia mengungkapkan bahwa pada 1971, John sesungguhnya dipecat dari pekerjaannya di New Jersey. Merasa malu, ia tak mampu mengungkapkannya kepada keluarganya. Alih-alih, ia pura-pura berangkat kerja setiap pagi, kemudian duduk-duduk di stasiun kereta sembari menghabiskan waktu dengan membaca koran, kemudian kembali ketika saatnya pulang kantor. Untuk bertahan hidup, John menggunakan uang tabungan ibunya sendiri. Namun lama-kelamaan, satu-satunya sumber penghidupannya itupun habis. John kemudian menghadapi dua pilihan. Pilihan pertama, ia menerima “welfare” atau dana bantuan dari pemerintah. Namun jika ia melakukannya, seluruh keluarganya akan tahu akan kebohongannya selama ini. Tak hanya itu, tetangga-tetangganya pun akan melabeli mereka sebagai “keluarga miskin”. John, yang tak hanya seorang suami dan ayah, melainkan kepala keluarga dan tulang punggung keluarga tersebut, merasa malu tak mampu menghidupi keluarganya sendiri.

Maka iapun memilih opsi kedua: membunuh seluruh keluarganya agar mereka tak perlu menderita.

Di pengadilan, pengacara John berkilah bahwa PTSD atau trauma yang diterimanya selama perang, menjadikannya pembunuh berdarah dingin. Namun hakim menolak alasan itu dan pada tahun 1990, menjatuhinya dengan lima kali hukuman seumur, sesuai dengan jumlah nyawa yang dicabutnya. Namun, keadilan rupanya datang lebih cepat. Pada tahun 2008, karena usia tua, John akhirnya meninggal dalam penjara karena pneumonia. Keadilan kini tak hanya datang bagi mendiang keluarga John, namun juga istri barunya, yang selama bertahun-tahun hidup dalam kebohongan dan tak pernah tahu, bahwa pria yang dinikahinya selama ini adalah pembunuh berdarah dingin.

Anehnya, kasus ayah yang terlalu “gengsi” hingga tega membunuh keluarganya ini rupanya bukan satu-satunya.


PANGGUNG SANDIWARA JEAN-CLAUDE ROMAND


Kasus serupa terjadi di Prancis pada tahun 1993, kali ini menimpa seorang pria bernama Jean-Claude Romand. Semenjak muda, pria ini memiliki cita-cita mulia, menjadi seorang dokter. Tentu saja karena tak hanya ingin menolong orang, status seorang dokter (bahkan di Indonesiapun) dianggap tinggi dan berkelas. Iapun masuk ke sebuah universitas di Lyon, Prancis pada 1971 demi mewujudkan mimpunya itu.

Selepas dewasa, Jean-Claude kemudian hidup dalam status yang terhormat. Di desa keluarganya , ia dikenal sebagai dokter sukses sekaligus peneliti yang bekerja untuk WHO di Jenewa, Swiss. Bahkan, ia sering terbang wara-wiri dari Prancis ke Swiss demi pekerjaannya itu. Kepada keluarga dan teman-temannya, ia mengaku sebagai kardiologi (dokter ahli jantung) dan karena pekerjaannya itu, memiliki koneksi dengan petinggi-petinggi terkenal. Salah satunya Bernard Kouchner, menteri kesehatan Prancis kala itu.

Namun kehidupan nan sempurna yang digembar-gemborkan Jean-Claude kala itu lenyap dalam semalam. Pada 11 Januari 1993, truk pemadam kebakaran bergegas meluncur ke Prévessin-Moëns, kota kecil di perbatasan Prancis-Austria, dimana Jean-Claude tinggal. Kala itu, mereka menemukan rumah Jean-Claude terlalap si jago merah. Mereka berhasil menyelamatkan Jean-Claude dari kebakaran itu. Namun sayang, keluarganya mengalami nasib naas. Istri dan kedua anaknya ditemukan tak lagi bernyawa di rumah itu, terbakar oleh ganasnya bara api.

Di gedung WHO yang teramat prestise di Jenewa inilah Jean-Claude mengaku menapaki karirnya yang sukses

SUMBER GAMBAR

Di sana, para polisi segera menemukan hal yang aneh. Ada luka-luka yang tak bisa dijelaskan di tubuh istrinya, yakni luka lebam hasil pukulan. Sementara itu, kedua anaknya justru tidaklah tewas karena terbakar, melainkan tertembak. Ya, ada bekas luka tembakan di kepala kedua bocah malang itu. Namun tak hanya itu saja, ketika para sanak saudara hendak mengabarkan tentang kebakaran itu ke orang tua Jean-Claude, mereka malah menemukan tubuh keduanya sudah terbujur kaku tak bernyawa di kediaman mereka. Lagi-lagi, ditemukan luka tembak di kepala mereka.

Para polisipun mengambil kesimpulan tak terbayangkan, bahkan keluarga Jean-Claude tewas sebelum kebakaran itu memangsa tubuh itu. Tak hanya itu, kini hanya tersisa satu tersangka, yakni Jean-Claude sendiri, sang kepala keluarga tersebut.

Namun apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa keluarga dengan hidup sempurna itu dalam semalam berubah menjadi bencana? Mengapa sang ayah yang begitu sukses itu tiba-tiba menjadi gelap mata hingga secara beringas menghabisi nyawa seluruh keluarganya?

Mengapa dengan kehidupan sempurnanya sebagai dokter yang kerap ia banggakan, Jean-Claude akhirnya mengakhiri kehidupan keluarganya dengan teramat tragis?

Setelah penyelidikan mendalam, para polisi akhirnya menemukan sebabnya. Ternyata selama ini, hidup ternyata berkalang dusta. Semua yang ia ceritakan pada semua orang tentang pekerjannya, ternyata hanyalah kebohongan dan sandiwara belaka.

Selama 18 tahun terakhir, Jean-Claude mengaku kepada keluarga dan teman-temannya bahwa ia adalah seorang dokter sukses sekaligus peneliti yang bekerja di WHO. Padahal pada kenyataannya, ketika ia masuk ke sebuah kampus kedokteran di Lyon untuk menimba ilmu, ia langsung drop out pada semester pertama.

Ya, Jean-Claude sesungguhnya tak pernah memiliki pendidikan sekaligus ketrampilan sebagai dokter. Ia bahkan adalah seorang pengangguran. Bukannya bekerja di WHO, sehari-hari ia menghabiskan waktunya berkeliaran tak jelas di Bandara Internasional Jenewa. Berbekal dengan lembar-lembar informasi gratis yang ia peroleh di kantor WHO, ia memiliki kertas-kertas berlogo simbol WHO yang ia pamerkan sebagai bukti bahwa ia bekerja di sana. Ia mengaku bahwa pekerjaaannya di WHO membuatnya harus rutin berpergian ke luar negeri. Padahal kenyataannya, ia menginap di hotel dekat bandara mempelajari jurnal medis dan juga travel guide supaya ia juga bisa berbohong dengan lancar tentang negara-negara yang dikunjunginya.

Namun jika ia tak pernah bekerja sebagai dokter, bagaimana ia bisa mencukupi kehidupannya dan keluargaya? Nah, di sinilah letak celakanya. Selama ini, karena percaya akan kesuksesannya, keluarga dan teman-teman Jean-Claude mempercayakan uang mereka kepadanya. Jean-Claude mengaku bahwa dengan posisinya yang memiliki kedekatan dengan orang-orang penting, ia memiliki akses ke investasi mumpuni yang bisa mengembalikan modal mereka hingga untung hampir 20%, sebuah nominal yang tentu menggiurkan. Namun bukannya benar-benar menginvestasikan uang-uang yang sudah dipercayakannya tersebut, ia malah menggunakannya untuk kepentingan pribadinya. Berkat kebohongan itu, ia berhasil mengumpulkan uang hingga 2,5 juta franc, yang kini setara dengan 40 miliar rupiah. Uang sebesar itu tak disia-siakannya untuk menampilkan kehidupan mewah, mulai dari membeli rumah megah hingga mobil BMW.


Mobil BMW seperti yang diilustrasikan di gambar di atas menjadi bukti kasat mata yang tak terbantahkan tentang kesuksesan Jean-Claude yang senantiasa ia klaim

Hingga akhirnya pada 9 Januari 1993, semua kebohongan itu mengalami puncaknya.

Semua diawali dengan mertua Jean-Claude yang ingin mengambil semua uang yang diinvestasikannya, termasuk segala keuntungannya. Mertuanya yang sudah memasuki usia senja tentu ingin menggunakannya untuk membiayai pensiunnya. Jean-Claude harus bertindak cepat untuk menutupi kebohongannya itu.

Sang mertua-pun kemudian tewas, terjatuh dari tangga. Satu-satunya saksi akan “kecelakaan” itu hanya satu, yakni Jean-Claude sendiri.

Namun kini tak hanya mertuanya yang kini berhasil disingkirkannya, teman-temannya yang lain mulai curiga dan ingin uang mereka kembali. Sementara itu, uang miliaran yang digunakannya untuk berfoya-foya sudah mengering di rekening banknya. Tercatat, sebelum pembunuhan itu terjadi, uangnya di bank hanya tinggal 500 franc atau sekitar 8 juta rupiah.

Karena alasan itulah, Jean-Claude kemudian berniat menghabisi nyawanya beserta keluarganya, karena tak mampu lagi menyembunyikan kebohongan itu.

Beginilah cara Jean-Claude hendak mengakhiri hidupnya sendiri sekaligus menyembunyikan kematian keluarganya, dengan cara membakar kediaman mereka

Pada pagi itu, Jean-Claude meminjam sebuah senapan dari ayahnya, kemudian begitu pulang malam harinya, memukuli istrinya hingga tewas. Iapun tidur dengan nyenyak seolah-olah tak terjadi apa-apa dan keesokan harinya membangunkan anak-anaknya. Ia menghabiskan hari itu dengan normal dengan makan dan menonton kartun bersama anak-anaknya. Kemudian, secara tak terbayangkan, ia menembak anak-anaknya di kepala begitu mereka tertidur malam harinya.

Seolah masih belum puas, keesokan harinya ia kembali melanjutkan aksi sadisnya. Ia kemudian pergi ke rumah kedua orang tuanya, kemudian setelah makan bersama mereka, menembak mereka hingga mati.

Sebagai klimaks aksinya itu, ia kembali ke rumahnya, membanjirinya dengan bensin, kemudian menyulutnya dengan api. Kala itu, sebagai peristirahatan terakhirnya, Jean-Claude meminum obat tidur hinga overdosis, sehingga iapun tak sadarkan diri kala kebakaran itu melalap rumahnya. Namun di luar perhitungannya, pemadam kebakaran justru malah berhasil menyelamatkan nyawanya.

Semua kebohongan dan perbuatan keji Jean-Claude pun terbongkar. Pada Juli 1996, pria itu dihukum seumur hidup. Hasil analisis para ahli kejiwaan saat persidangan menyebut Jean-Claude mengalami kelainan yang disebut “narcissistic personality disorder” dimana mungkin saja, kepribadian narsis-nya itulah yang membuatnya tega berbohong selama bertahun-tahun, bahkan lebih memilih mati ketika semua kebohongan itu mulai terbongkar.

Akan tetapi yang paling menggelitik adalah, ketika Jean Claude akhirnya dipenjara, ia malah justru mengaku lega. Di balik jeruji penjara, ia justru merasa “bebas” karena telah lepas dari kebohongannya yang menjeratnya selama hampir 20 tahun.

SUMBER: WIKIPEDIA (JOHN LIST), WIKIPEDIA (JEAN-CLAUDE ROMAND)



4 comments:

  1. Parah parah parah
    Makanya kita sering dengar pepatah, sesekali berbohong maka kita akan melanjutkan dan menutupinya dengan kebohongan2 yang lain

    ReplyDelete
  2. Kaya film flower of evil...uhuk...

    ReplyDelete
  3. Yaiyailah 20th berbohong gimana gak capek, gw ngebayanginnya aja udah pusing duluan, bisa tidur malem aja udah untung

    ReplyDelete