Kalian semua pasti sudah tahu tentang Medusa. Jika membayangkan tentang Medusa, pasti yang terbayang adalah sosok wanita dengan wajah monster dan berambut ular yang tatapannya bisa mengubah manusia menjadi batu. But Medusa ain't Malin Kundang-nya Yunani. Cerita dibaliknya jauh lebih tragis dan menurut gue nggak adil. Medusa dikisahkan sebagai wanita dengan wajah yang teramat cantik. Tapi di mitologi Yunani kuno, wajah cantik bisa jadi justru menjadi kutukan. Sang dewa laut, Poseidon kemudian berusaha memperkosa Medusa karena parasnya yang rupawan. Medusa kemudian berusaha melarikan diri ke kuil Athena, merasa bahwa Poseidon nggak akan berani melancarkan aksi bejatnya di tempat sesuci itu, ditambah lagi Athena adalah dewi keadilan dan juga sesama perempuan, sehingga Medusa berharap Athena akan menyelamatkannya.
Tapi rupanya langkah itu tak menyurutkan niat biadab Poseidon untuk memperkosanya. Bahkan selesai diperkosa, Athena malah justru murka pada Medusa karena aksi tersebut terjadi di kuilnya yang teramat suci. Dia beranggapan bahwa seandainya Medusa tidak membawa Poseidon ke sana, maka peristiwa nista itu takkan mengotori kesucian kuilnya. Akibatnya, Athena-pun mengutuk Medusa menjadi monster. Konon wajahnya begitu buruk rupa sehingga setiap pria yang melihatnya akan berubah menjadi batu. Well, kesialan Medusa tak berhenti di sana karena kemudian seorang anak dewa bernama Perseus datang dan memenggal kepalanya. Perseus pun dielu-elukan sebagai pahlawan bagi masyarakat Yunani karena berhasil membantai monster tersebut.
Patung Perseus yang memenggal kepala Medusa |
Ok, there's clearly something wrong in this story. Kenapa Medusa yang menjadi korban perkosaan, justru dianggap sebagai monster? Apa yang dialaminya sungguh tidak adil, tapi kenapa justru ia yang mendapat hukuman? Inilah cerminan pandangan masyarakat Yunani kala itu terhafap wanita, lebih khususnya lagi korban pelecehan seksual, yang tragisnya masih berlaku di kaca mata masyarakat kita, ribuan tahun setelah dongeng ini didengungkan.
Di masyarakat kitapun, justru wanita yang menjadi korban perkosaan yang seringkali mendapat penghakiman, bukan pelakunya. Malah wanita-lah yang disalahkan, biasanya dengan mempertanyakan perilaku perempuan tersebut hingga ia bisa diperkosa. Semisal pakaian apa yang ia kenakan, atau kenapa ia berpergian ke luar rumah malam-malam, atau kenapa dia tidak melawan atau melapor, dsb. Sama pula seperti sang dewa Poseidon, sang pelaku kejahatan justru bisa melenggang pergi dengan bebas, bahkan bisa tetap mempertahankan status sosialnya yang tinggi dalam masyarakat. Sementara kehidupan sang korban, dalam hal ini Medusa, justru hancur.
Satu analogi lagi gue tarik dari sebuah film slasher berjudul “Cannibal Holocaust” (yang karena saking sadisnya nggak pernah gue tonton, tapi gue pernah baca sinopsisnya). Di sana diceritakan salah satu tokohnya (orang kulit putih yang datang ke Amazon) memperkosa seorang wanita penduduk suku asli di sana. Tapi bukannya ditolong, begitu tahu sang wanita tak suci lagi, ia justru dihakimi dan dibunuh oleh sukunya sendiri (dengan cara tubuhnya ditusukkan ke sebuah pancang). Hal ini pulalah yang seringkali dihadapi oleh korban perkosaan (walau jelas nggak seekstrim ini caranya) di masyarakat modern yang mengaku “beradab” sekalipun.
Satu hal lagi yang menarik adalah bagaimana perlakuan Dewi Athena kepada Medusa. Jelas-jelas mereka sama-sama perempuan, tapi bukannya memahami posisi Medusa, ia malah memperparah keadaan dengan mengutuknya dan membuat hidupnya semakin menderita. Inipun juga fakta, sebab di masyarakat kitapun seringkali keadaan wanita korban perkosaan justru diperparah dengan “hukuman” berupa penghakiman dan pergunjingan dari sesama perempuan.
Namun sisi yang paling mengerikan dari dongeng Medusa adalah bagaimana ia berakhir. Medusa dipandang sebagai sosok monster yang harus dibasmi, sehingga ketika Perseus berhasil menghabisinya, iapun dielu-elukan sebagai pahlawan. Apa arti adegan itu? Kita perlu ingat bahwa di masa kuno (bahkan mungkin masih ada yang berpandangan demikian di zaman modern ini), wanita senantiasa dipandang sebagai warga kelas dua. Wanita dituntut untuk selalu tunduk pada lelaki. Maka dari itu, dari sudut pandang mitologi Yunani kuno, keberadaan Medusa amatlah “mengancam” karena ia berani melawan pemerkosanya. Ia terbukti melarikan diri ke kuil Athena sebagai bentuk perlawanan itu. Oleh sebab itu, dalam mitologi Yunani kuno, ia digambarkan sebagai “monster yang perlu dibasmi” karena tentu, wanita yang berani melawan adalah ancaman bagi dunia patriarkis yang berlaku pada masa itu.
Maka bisa disimpulkan, pada masa itu, feminisme dianggap sebagai sebuah cerita horor.
Gerakan #MeToo merupakan gerakan feminisme yang bertujuan memberikan keadilan bagi "medusa-medusa" masa kini |
Kita mungkin ngeri dengan bagaimana masyarakat Yunani kuno memperlakukan Medusa, tapi jangan lupa, apa yang dialami Medusa masihlah berlaku di zaman sekarang. Pada masa Orde Baru pada 1970, terjadi peristiwa menghebohkan yang diberi nama kasus “Sum Kuning” (gue nggak akan banyak panjang lebar soal kasus ini soalnya sudah banyak dibahas di artikel lain). Kasus lain yang menonjol baru-baru ini tentu saja adalah kasus Agni di salah satu perguruan tinggi bergengsi di Indonesia (not to mention kasus bungkus, ew). Yang jelas, ini bukan lagi masanya menyalahkan korban, bahkan mengutuknya, seperti legenda Medusa yang sudah terlalu usang untuk zaman modern seperti ini.
SUMBER ARTIKEL: WIKIPEDIA
nice kak
ReplyDeletesad but true dijaman yang udah canggih ini sebagian dari kita masih punya pikiran kayak manusia barbar
ReplyDeleteBeberapa waktu yang lalu Nemu postingan tentang Medusa menggal kepala Poseidon sebagai bentuk perlawanan, ntar ane cari deh artikelnya
ReplyDeleteIronisnya Athena juga merupakan dewi kebijaksanaan. Memang ada banyak versi tentang Medusa, tapi versi inilah yang paling mencerminkan kekejaman Athena. Not to mention kelakuan Athena dalam kisah kesombongan Arachne (tergantung versi yang mana, tapi semuanya mencerminkan hal yang sama).
ReplyDeleteJadi inget kasus di aceh yang belum lama ini, yang putranya di bunuh si pelaku.
ReplyDeleteBanyak postingan di facebook yang miris banget waktu baca komen2nya, ada yang nyalahin suami korban yang gak ada di tempat pada waktu kejadian (padahal suaminya lagi cari nafkah).
Yang lebih miris lagi banyak orang yang gak punya otak yang malah minta link!! Gak ngerti kayak gini di jadiin hal sebecanda itu.
Dan pas banget tadi malem ada temen dari pilipina yg juga marah2 krena hal yang sama, jadi ada korban pemerkosaan di pilipina trus vidionya kesebar atau gimana, dia jadi depresi trus bunuh diri. Dan mirisnya di akun facebooknya si korban ini banyak orang gak ngotak yang minta link!!! Sampah banget manusia jaman sekarang
Yg doyan minta link dan ngelawak pada keadaan duka pasti kaum syiprot yg ngaku fantadnya paling tebel
DeleteLiterally dewi "kebijaksanaan".
ReplyDeleteMungkin tata krama belum ditemukan pada waktu itu
Bang Dave, aku juga pernah jadi korban pelecehan seksual, dan sedihnya itu kejadian beberapa kali. Aku emang ngasih perlawanan ketika pelecehan itu terjadi, tapi tetep dalam hati ngerasa diri sendiri hina karena beberapa kali jadi korban pelecehan seksual. Seolah diri sendiri bilang, " bego banget sih lu bisa2nya keulang lagi jadi korban pelecehan seksual!😡".
ReplyDeleteDan tumbuh rasa gak percaya diri ke lawan jenis 😢
😢
DeleteI'm sorry to hear that tapi itu bukan salah kamu. Kalo bisa hubungi aja psikolog atau konseling biar km ga sendirian hadapinnya. Itu aja sih sih bisa gw saranin😢
Ribuan tahun lalu seorang lelaki mengajarkan cara menghormati wanita dengan terhormat dan cara bagis seorang wanita untuk mengajarkan kehormatannya, kini dia dianggap sebagai lelucon.
ReplyDeleteMemang terkadang sebuah kejadian ada "kesalahan" kita sendiri.
Anehnya dimasyarakat kita pemerkosa kadang disuruh nikahin cweknya
ReplyDeleteSuruh tanggung jawab wkwkw, error emang, bahkan meski berzina hubungan suka sama suka (kalau dlm hukum Islam) juga g boleh dinikahkan
DeleteYang baru2 ini seperti yang kita tau, kasus UNSRI dan Novia, Randi Bagus memang yang hanya "oknum" kini telah ditahan dengan dugaan aborsi, seandainya tidak viral, mungkin kasus Novia tidak akan tersentuh
ReplyDeleteSelamat jalan Novia, kau telah memilih jalanmu