Saturday, December 5, 2020

MISTERI KEMATIAN GLORIA RAMIREZ: SANG “TOXIC WOMAN”

 

Pada 19 Februari 1994, sebuah kejadian misterius terjadi di sebuah rumah sakit di California, Amerika Serikat. Kala itu, seorang wanita bernama Gloria Ramirez dibawa ke UGD rumah sakit itu karena mengalami gagal jantung. Gloria sendiri adalah penderita kanker stadium lanjut yang tentu memiliki kondisi kesehatan yang amat ringkih. Namun kasus ini amat berbeda, sebab semenjak kedatangannya, semua perawat ataupun staf rumah sakit yang menanganinya, ataupun sekedar berpapasan dengannya, tiba-tiba menjadi sakit, bahkan jatuh pingsan. Penyebabnya tentu bukan kanker yang diderita Gloria, namun apa?

Misteri yang menyelimuti Gloria tersebut tak ayal membuatnya disebut sebagai “The Toxic Woman” karena keberadaannya yang seolah membawa maut bagi semua yang berada di sekitarnya. Kita pernah membahas tentang sosok sejarah bernama “Typhoid Mary” yang memiliki aura kematian karena kemampuannya sebagai “carrier” penyakit mematikan. Apakah itu pula yang terjadi pada Gloria Ramirez?

Kita akan membahasnya di Dark Case kali ini.

Sekitar 5 hari setelah perayaan Valentine tahun 1994, sebuah rumah sakit di Riverside, California, dikejutkan dengan kedatangan seorang wanita dengan gejala “ tachycardia”, yakni jantung berdenyut dengan jumlah detak di atas normal. Wanita itu bernama Gloria Ramirez yang sebelumnya didiagnosis menderita kanker serviks stadium lanjut, sehingga tak diragukan disritmia jantung yang dialaminya merupakan akibat penyakitnya tersebut.

Staf medis segera mencekokinya dengan obat-obatan penenang untuk menurunkan laju denyut jantungnya, antara lain dengan diazepam, midazolam, dan lorazepam. Namun, tubuh Gloria sama sekali tak meresponnya sehingga mereka tak punya pilihan lain selain menggunakan “defibrilator” (alat setrum dada yang biasa kalian di film-film) untuk menstabilkan kembali detak jantungnya. Kala itu, para perawat mengamati sesuatu yang aneh, yakni ada lapisan bening yang mengkilat di permukaan kulit Gloria dan aroma seperti bawang putih tercium dari tubuh pasien itu.


Ilustrasi kondisi di sebuah UGD

Seorang perawat bernama Susan Kane kemudian mencoba mengambil sampel darah Gloria dengan jarum suntik. Namun saat melakukannya, ia mencium aroma seperti amonia keluar dari tubuh pasien tersebut. Ia kemudian memberikan tabung suntik berisi darah Gloria tersebut pada suster lain bernama Julie Gorchynski. Julie kemudian mengamati hal aneh lain, yakni partikel berwarna kecoklatan yang mengapung di sampel darah tersebut.

Segera setelah Susan memberikan sampel darah itu, tiba-tiba saja ia pingsan di dalam UGD. Tak hanya itu, tak lama kemudian Julie juga mengaku pusing sehingga mencoba duduk untuk beristirahat. Namun ketika seorang perawat lain yang mengkhawatirkan kondisinya kemudian memeriksa keadaannya, ia malah menemukan Julie telah tergeletak tak sadarkan diri. Kemudian, perawat lain bernama Maureen Welch yang juga berada di UGD untuk menangani Gloria, juga ambruk tanpa sebab.

Menyadari gentingnya situasi dan mencegah jatuhnya korban lagi, pihak rumah sakit segera mengevakuasi semua orang ke lapangan parkir. Kala itu, sekitar 23 orang petugas rumah sakit menjadi sakit. Lima di antaranya bahkan kondisinya cukup serius hingga harus mondok di rumah sakit. Akhirnya, Gloria kemudian dinyatakan meninggal setelah paramedis tak berhasil menyelamatkan nyawanya.


Tak harus bersentuhan, bahkan mereka yang berinteraksi dengan tabung berisi darah Gloria-pun menjadi sakit 

Departemen Kesehatan California kemudian mengirimkan dua ahlinya, yakni Ana Maria Osorio and Kirsten Waller untuk menyelidiki kasus misterius tersebut. Mereka mewawancarai para korban dan akhirnya menemukan satu kesamaan. Mereka yang sakit kala itu, semuanya pernah berada dalam jarak paling tidak 1 meter dengan Gloria Ramirez. Tak harus menjadi perawat yang menanganinya di UGD, bahkan mereka yang kebetulan berpapasan dengannya juga menunjukkan gejala sakit. Bahkan, dalam kasus Julie, ia sama sekali tak pernah bertemu dengan Gloria, namun sekedar memegang tabung berisi darahnya. Mereka semua memiliki gejala yang sama, yakni sesak napas, kejang-kejang, hingga kemudian tak sadarkan diri.

Kedua peneliti itu kemudian berkesimpulan bahwa tragedi itu disebabkan karena histeria massal semata. Namun para dokter yang bekerja di tempat itu menolak teori tersebut mentah-mentah. Pasalnya, Julie, yang kondisinya paling parah di antara mereka, sampai harus dirawat selama 2 minggu di ICU karena masalah penapasan. Gejala karena histeria massal biasanya akan segera berlalu karena sifatnya psikologis dan takkan mambuat seseorang mengalami sakit berkepanjangan seperti itu.

Tak mampu memecahkan masalah tersebut, kantor koroner Riverside kemudian mengontak seorang ahli bernama Patrick M. Grant dari Lawrence Livermore National Laboratory untuk menyelidiki insiden tersebut. Perlu diketahui bahwa Livermore bukanlah laboratorium abal-abal. Mereka adalah laboratorium yang amat bergengsi, bahkan pernah menemukan elemen baru dalam tabel periodik unsur yang kemudian diberi nama “Livermorium” untuk mengabadikan jasa mereka.


Menakjubkan bagaimana sains yang sering dianggap membosankan ternyata bisa dipergunakan untuk memecahkan misteri seperti pada kasus Gloria

Hasil penyelidikan lab tersebut kemudian mempostulatkan bahwa Gloria kemungkinan besar menggunakan senyawa bernama “dimethyl sulfoxide” atau DMSO yang biasanya digunakan sebagai obat alternatif untuk pereda rasa sakit bagi penderita kanker. DMSO dijual bebas dalam bentuk salep, menjelaskan lapisan bening mengkilat yang menyelimuti tubuh Gloria kala itu. Tak hanya itu, pengguna DMSO juga menjelaskan bahwa bau senyawa itu mirip bawang putih, kembali menjelaskan aroma yang dicium para perawat di UGD kala itu.

Teori lebih lanjut mengatakan bahwa DMSO kemudian meresap masuk ke dalam tubuh Gloria. Biasanya, senyawa kimia tersebut apabila masuk ke dalam tubuh orang sehat, akan dikeluarkan secara alami oleh ginjal. Namun karena kondisi kesehatan Gloria yang dicekam penyakit kanker, ginjalnya tak lagi berfungsi semestinya sehingga DMSO itu menumpuk dalam tubuhnya. Namun DMSO bukanlah senyawa kimia yang berbahaya, lalu apa kaitannya dengan gejala sakit yang dialami oleh mereka yang berpapasan dengan Gloria?

Kala Gloria didatangkan ke rumah sakit karena gejala penyakit jantung, tentu hal pertama yang dilakukan paramedis adalah memberikannya oksigen untuk meningkatkan peredaran udara di darahnya. Oksigen ini ternyata mampu berikatan dengan DMSO menjadi senyawa lain bernama “dimethyl sulfone” atau DMSO2. Senyawa ini dikenal berbentuk kristal kecoklatan ketika berada di suhu ruang, dibuktikan dengan pengakuan Julie yang melihat substansi berwarna sama mengapung di darah Gloria kala itu.

Tak hanya itu, kejutan listrik yang diberikan para paramedis kala menggunakan defibrilator akan mengubah DMSO2 menjadi senyawa lain bernama “dimethyl sulfate” atau DMSO4 yang ternyata amat beracun. Diduga, eksposure terhadap senyawa inilah yang membuat para staf rumah sakit menjadi sakit. Tak hanya listrik, perubahan suhu yang mendadak yang terjadi ketika sampel darah Gloria diambil juga mempercepat reaksi ini. Di dalam tubuh Gloria, suhu darah mencapai sekitar 37°C. Ketika dikeluarkan, suhu itu anjlok ke suhu ruangan rumah sakit, yakni 18°C (karena menggunakan AC) sehingga mempercepat konversi DMSO2 menjadis DMSO4. Inilah yang menyebabkan darah Gloria juga menjadi “beracun” dan membuat semua yang mengalami kontak dengannya menjadi sakit.


Namun penjelasan Livermore Laboratory ini, walaupun amat memuaskan, tak bisa menjelaskan aroma amonia yang tercium kala darah Gloria diambil. Sebuah teori baru kemudian muncul di koran “New Times LA” pada 1995 yang mengaitkan rumah sakit tersebut sesungguhnya punya andil dalam insiden tersebut. Kala itu, kota Riverside dikenal sebagai salah satu tempat pemasok methamphetamine (sejenis narkoba) terbesar, tak hanya di California, namun juga di seluruh AS.

Karena bahan kimia untuk prekursor (bahan awal) untuk pembuatan obat terlarang itu biasanya didapatkan dari rumah sakit, tak jarang banyak staf rumah sakit yang kongkalikong dengan pengedar obat bius untuk mencuri bahan prekursor tersebut dari rumah sakit. Kemungkinan, mereka menyembunyikannya dalam kantong infus untuk kemudian diselundupkan ke luar. Kala itu, diduga salah satu kantong infus itu tak sengaja digunakan pada Gloria saat ia tiba di UGD. Salah satu ciri khas prekursor methamphetamine adalah baunya yang mirip amonia. Bila hal ini benar, maka bukan tak mungkin hal ini juga ikut berkontribusi atas kematian wanita malang tersebut.

Kasus ini amat menarik bagi gue karena di sini terbukti bahwa pekerjaan para ilmuwan bukanlah melulu tentang sains yang bisa dianggap membosankan. Namun dalam pekerjaan mereka kali ini, merkea mencoba menggunakan ilmu yang mereka miliki untuk memecahkan sebuah kasus misteri, bak seorang detektif.





2 comments: