Saturday, December 5, 2020

NEVER LOVE A SPY: KISAH TIGA KEMATIAN MISTERIUS YANG DIKAITKAN DENGAN DUNIA SPIONASE


Pasti tahu dong ama James Bond alias Agent 007 yang berkisah tentang dunia spionase? Ternyata walaupun James Bond adalah tokoh rekaan, namun dunia mata-mata memanglah benar-benar ada. “Spy” atau “mata-mata” adalah sosok intelejen terlatih yang biasanya diutus ke negara tertentu untuk mematai-matai dan membongkar rahasia negara tersebut. Seperti filmnya pun, dunia mata-mata bisa dipastikan penuh intrik dan juga sangat berbahaya. Sebab jika ketahuan oleh negara musuh, para mata-mata itu tentu akan dibunuh.

Tiga kasus yang sampai sekarang belum terpecahkan ini dikaitkan dengan dunia mata-mata saking misteriusnya. Ketiga kasus itu melibatkan kematian sang “Wanita Isdal”, kasus “Wanita dari Oslo” dan kasus “Tamam Shud” di Australia. Kematian ketiganya sampai sekarang masihlah diselubungi tanda tanya. Jangankan siapa pelakunya, identitas ketiga korbannya pun masih menjadi misteri. Namun satu kesamaan dari ketiga kematian tersebut menyiratkan bahwa ketiganya merupakan mata-mata (atau bahkan pembunuh bayaran) yang “disingkirkan” begitu misi mereka selesai. Namun benarkah demikian?

Silakan simpulkan sendiri setelah ulasan gue di Dark Case kali ini.


MISTERI SANG WANITA ISDAL

Pada 29 November 1970, seorang pria tengah berjalan-jalan bersama dua putrinya di utara kota Ulriken, Norwegia, tepatnya di sebuah lokasi bernama Isdalen (dalam bahasa lokal berarti “Lembah Es”). Tentu jika kita membayangkan lanskap Norwegia, maka pastilah yang terngiang adalah sebuah “winter wonderland” alias pegunungan berpemandangan indah yang senantiasa tertutup salju. Namun ketika menikmati panorama, ketiganya justru menemukan sesuatu yang amat mengerikan, yakni mayat seorang wanita yang hangus terbakar api.

Polisi segera turun tangan. Mayat wanita itu sudah tak bisa dikenali dan di sekitarnya tergeletak barang-barang pribadinya. Namun anehnya, tak satupun dari peninggalannya itu bisa digunakan untuk mengidentifikasi sang wanita. Sebagai contoh, di sekitarnya tergeletak jam tangan, payung, stoking, botol air, syal, dompet, sepatu boot, dan sebotol minuman keras. Namun anehnya, semua merk dan label pada semua barang itu telah dihapus atau sengaja dirusak.


Barang-barang pribadi milik sang wanita misterius, seluruh labelnya telah dihilangkan sehingga sulit melacak asalnya, apalagi identitas sang wanita

Tiga hari kemudian, mulai muncul titik terang. Di stasiun kereta terdekat, ditemukan sebuah koper tanpa pemilik. Polisi segera curiga bahwa tas tersebut adalah milik sang wanita. Karena tak ada satupun warga lokal yang mengaku sanak keluarganya hilang, itu artinya sang wanita berasal dari luar kota. Anehnya, barang-barang di dalam koper tersebut justru semakin banyak menimbulkan tanda tanya, alih-alih memberikan jawaban. Di dalamnya mereka menemukan pakaian, wig, sepatu, make up, uang, kaca mata, dan kaca mata hitam. Seperti sebelumnya, semua merk atau label dari semua barang tersebut telah sengaja dihilangkan.

Namun keanehan terbesar adalah ini. Dalam barang bawaan wanita itu, polisi menemukan 8 paspor palsu dimana wanita itu tercatat dengan nama berbeda-beda dan tanggal lahir yang berbeda-beda pula. Dengan paspor-paspor palsu itu ia berpergian ke penjuru Eropa, mencakup beberapa kota di Norwegia (antara lain Oslo dan Stavanger) hingga Paris, Prancis.

Pemeriksaan otopsi menyebutkan bahwa sang wanita meninggal karena kombinasi phenobarbital (sejenis obat bius) dan keracunan karbon monoksida. Ada memar di lehernya, kemungkinan bekas terjauh atau pukulan. Lebih aneh lagi, ditemukan 50-70 butir pil obat tidur ...

Di dalam perutnya.

Polisi segera menyimpulkan bahwa sang wanita sengaja bunuh diri dengan menenggak obat-obatan tersebut. Namun muncul satu keganjilan. Jika benar ia bunuh diri, lalu siapa yang membakar mayatnya?


Paspor tentu diperlukan untuk bisa keluar masuk sebuah negara, namun jika memiliki lebih dari satu, bahkan banyak, tentu akan mencurigakan

Polisi segera melakukan pencarian untuk menemukan identitasnya. Berdasarkan hasil penyelidikan, mereka menemukan bahwa sang wanita misterius itu check in di Hotel Hordaheimen di kamar nomor 407. Anehnya, selama menginap, ia hanya diam di dalam kamarnya. Kemudian dia check out dan memesan sebuah taksi. Para pegawai hotel bahkan bersaksi bahwa mereka pernah melihat sang wanita bercakap-cakap dengan seorang pria dengan bahasa Jerman.

Meskipun sudah bekerja sama dengan Interpol, polisi tetap tak bisa mengungkap siapa sebenarnya sang “Wanita Isdal” yang misterius itu. Pada 1971, karena kunjung tak ada jawaban, jenazah sang wanita pun akhirnya dikuburkan dalam nisan tanpa nama. Hanya para polisi yang menangani kasusnya yang menghadiri upacara pemakaman tersebut.

Walaupun masih menyimpan sejuta misteri, namun ada satu dugaan menggelitik yang tentulah pernah terbersit di benak para polisi itu. Mungkinkah sang wanita sesungguhnya mata-mata? Ada berbagai bukti yang meyakinkan pendapat itu, semisal adanya paspor-paspor palsu serta kenyataan bahwa wanita itu memiliki wig, yang biasanya digunakan untuk menyamar. Opini tentulah beralasan. Kala itu, dunia tengah terlibat dalam Perang Dingin. Apalagi, di salah satu lokasi yang dikunjungi sang “Wanita Isdal”, yakni Stavanger, terdapat sebuah markas militer. Dugaan muncul, bahwa ia mata-mata Jerman atau bahkan agen rahasia kiriman Mossad, badan intelejen Israel. Namun siapa yang membunuhnya, kita mungkin takkan pernah tahu.

SUMBER ARTIKEL: WIKIPEDIA

SUMBER GAMBAR: YOUTUBE


WANITA DARI OSLO

Kasus kedua ini cukup mendapat perhatian akhir-akhir ini karena muncul di salah satu episode “Unsolved Mysteries”. Pada 31 Maret 1995, seorang wanita yang mengaku bernama Jennifer Fairgate, check in di hotel Oslo Plaza, Norwegia. Tiga hari kemudian, terdengar suara letusan senjata api dari arah kamarnya dan wanita itupun ditemukan tak bernyawa dengan luka tembakan di pelipis kepalanya, sementara senjata api masihlah tergenggam di tangannya.

Tentu, dugaan semua orang kala itu adalah bunuh diri. Namun nyatanya tak sesederhana itu. Ada banyak fakta membingungkan yang membuat orang-orang menjadi berpikir dua kali, bahkan meragukan bahwa sang wanita sesungguhnya benar-benar merupakan Jennifer Fairgate.

Pertama, dari bukti yang ada, para ahli senjata tak sepenuhnya percaya bahwa ia bunuh diri. Pistol yang ia pegang adalah pistol semi otomatis 9mm bermerk Browning, dimana pistol itu diketahui amat kuat. Logikanya, ketika ditembakkan, maka hantaman balik dari pistol itu akan membuatnya terlempar dari tangan sang penembak. Apalagi jika melibatkan kasus bunuh diri, sang penembak akan langsung kehilangan nyawanya dan takkan kuat menahan pistol itu. Namun, pistol itu malah ditemukan di tangan Jennifer, yang memberikan dugaan bahwa seseorang sengaja meletakkannya di sana.

Mayat sang wanita misterius kala ditemukan

Tak hanya itu, pada saat terdengar suara tembakan dan saat mayat Jennifer ditemukan, sesungguhnya ada jeda 15 menit (karena petugas keamanan kala itu harus turun untuk memberitahukan teman-temannya). Maka bukanlah mustahil jika pada jeda 15 menit, sang pelaku melarikan diri. Anehnya, sama seperti “Wanita Isdal”, para kru hotel juga menyaksikannya sempat datang dan bercakap-cakap dengan seorang pria misterius.

Barang-barang pribadi milik Jennifer ditemukan di dalam kamarnya di nomor 2805 dan kembali menyulut pertanyaan. Pertama, semua pakaiannya berwarna monokromatis (alias kebanyakan hitam), sebuah mode yang tentu tak lazim bagi wanita yang biasanya menyukai warna-warna cerah. Kedua, semua label dari pakaian-pakaiannya telah dipotong atau dihilangkan, mirip dengan apa yang dialami “Wanita Isdal”. Ketiga, ia membawa beberapa baju atasan, namun tak satupun bawahan (hanya satu yang tengah ia kenakan). Hal inipun cukup mengundang tanda tanya.

Dan keempat, yang paling mencurigakan, ia memiliki amunisi sebanyak 25 butir peluru. Jika benar ia ingin bunuh diri, bukankah mestinya ia hanya cukup membawa 1 peluru saja? 25 peluru membuktikan bahwa ia memerlukannya untuk membela diri atau menyerang seseorang. Senjata yang ditemukan di tangan Jennifer Fairgate-pun merupakan senjata “kelas berat” yang hanya digunakan untuk penyerangan dan membunuh.

Maka tak heran jika banyak yang menyimpulkan jika ia sesungguhnya adalah mata-mata atau bahkan pembunuh bayaran.

Pilihan fashion sang wanita sangat mencurigakan. Perhatikan pula, pada sepatunya tertulis "made in Italy", tapi merek di atasnya telah dihapus

Satu hal lagi yang seakan mengukuhkan dugaan itu adalah alamat yang ia berikan pada pihak hotel saat ia check in. Kala itu, ia menuliskan sebuah alamat di kota kecil bernama Verlaine, Belgia. Para kru “Unsolved Mysteries” sudah membuktikannya dengan datang ke kota Verlaine, namun alamat itu ternyata palsu (sayangnya tidak diiringi soundtrack lagunya Ayu Ting Ting). Tak hanya itu, warga kota terpencil itu juga sama sekali tak mengenali Jennifer ketika ditunjukkan sketsanya.

Namun ini yang menarik. Jennifer pasti tak serta merta menulis nama Verlaine kala itu. Ia pasti tahu benar bahwa kota itu benar-benar ada (bahkan nama jalannya juga benar, hanya nomornya yang ternyata tak ada). Ini membuktikan bahwa Jennifer mengenal dengan baik kota itu, bahkan mungkin pernah ke sana. Entah kebetulan atau bukan, tak jauh dari kota Verlaine, terdapat sebuah kota bernama Mons yang merupakan markas militer NATO yang bernama “Supreme Headquarters Allied Powers Europe” atau “SHAPE” (aduh berasa “Agents of SHIELD” ya).

Tak hanya itu, hotel Oslo Plaza dimana Jennifer menginap sering digunakan untuk event-event internasional yang dihadiri petinggi-petinggi penting dari negara lain. Apakah sesungguhnya Jennifer adalah mata-mata yang dilatih NATO atau bahkan pembunuh bayaran yang dikirim untuk misi tertentu, namun identitasnya keburu ketahuan? Atau malah ia mata-mata yang membelot yang harus segera disingkirkan untuk menutupi rahasia siapapun organisasi misterius yang mengirimnya?

Yang jelas, ada kasus yang jauh lebih aneh lagi ketimbang misteri konspirasi yang menyelimuti kematian Jennifer Fairgate, kali ini terjadi di Australia.

SUMBER ARTIKEL: SCREENRANT

SUMBER GAMBAR: YOUTUBE


KASUS TAMAM SHUD

Kasus “Tamam Shud” atau sering pula disebut “Misteri Pria Somerton” dimulai pada 1 Desember 1948 di pantai Somerton, di kota Adelaide, Australia. Kasus ini masihlah menggentayangi publik Australia karena hingga kini tetap tak terpecahkan. Kala itu, para warga menemukan mayat seorang pria tanpa identitas tergeletak di atas pasir. Sekilas, tak terlihat ada yang aneh terhadapnya, bahkan warga sampai mengira ia tengah tertidur. Secara fisik, ia juga terlihat sebagai pria yang sehat, bahkan atletis.

Namun begitu diotopsi, petugas forensik langsung menyadari apa yang salah. Terdapat darah di dalam lambungnya, ginjal dan hatinya mengalami pembengkakan pembuluh darah, bahkan limpanya membesar sampai 3 kali ukuran normal. Jelas bahwa ia mengalami keracunan. Namun para dokter yang memeriksa hasil forensiknya pun tak bisa memutuskan jenis racun apa yang telah membunuhnya.

Pada 14 Januari 1949, penemuan lain seakan menyibak misteri baru dalam kasus tersebut. Petugas kereta api menemukan sebuah koper tanpa label di stasiun Adelaide. Polisi segera menduga bahwa tas tersebut adalah milik sang pria misterius. Pakaian-pakaian yang cukup stylish dan modis ditemukan di dalam koper itu. Namun ada satu keanehan yang membuat gue akhirnya menghubungkan kasus ini dengan “Wanita Isdal” dan Jennifer Fairgate.

Semua labelnya telah dipotong atau dihilangkan.

Namun walaupun demikian, polisi berhasil mengidentifikasi salah satunya, yakni sebuah jaket mewah yang diduga bermerk Barbour yang berhasil mereka ketahui lewat ciri khas dari benangnya yang berkualitas tinggi. Tapi masalahnya, merk tersebut tidak dijual bebas di Australia kala itu, sehingga menyiratkan sang pria misterius itu berasal dari luar negeri.

Penyelidikan lebih lanjut menghasilkan kesimpulan yang lebih mengejutkan. Ketika ditilik, sepatu yang dikenakan sang pria saat tewas sangatlah bersih, bahkan dipoles dengan kinclong. Hal ini sangat tak sesuai fakta dengan dimana ia ditemukan. Seharusnya, jika benar ia meninggal di pantai kala itu, sepatunyapun semestinya kotor dan berbalut dengan pasir. Maka tak heran, polisi menduga bahwa ada yang sengaja memindahkan mayatnya.

Itu hanya berarti satu hal, bahwa ia sengaja dibunuh di tempat lain lalu mayatnya dibuang ke situ.


Kata ini menjadi satu-satunya petunjuk akan siapa sang pria sebenarnya

Namun misteri terbesar bukanlah apa yang menyebabkan kematiannya, melainkan petunjuk yang ditemukan di saku celananya, yakni sobekan halaman terakhir dari buku kumpulan puisi “The Rubaiyat of Omar Khayyam” terbitan New Zealand yang amat langka. Di kertas itu tertulis kalimat "Tamám Shud" yang artinya “selesai”. Polisi mempublikasi penemuan itu dengan luas, berharap agar mereka menemukan buku darimana sobekan itu berasal. Sebab saat itu, itulah satu-satunya petunjuk yang mereka miliki untuk mengungkap misteri kematian pria tersebut.

Walaupun tugas itu terlihat mustahil, namun nyatanya mereka berhasil. Kala itu, seorang pria menemukan sebuah mobil yang terparkir selama berhari-hari dalam keadaan pintu tak terkunci di Glenelg, sebuah pantai lain yang ada di Adelaide. Di kursi belakang mobil itu tergeletak sebuah buku “The Rubaiyat of Omar Khayyam” yang halaman terakhirnya sobek. Robekannya pun amat pas dengan robekan yang mereka temukan, bak potongan puzzle yang berhasil disatukan.


Buku dimana sobekan tersebut berasal. Di baliknya terdapat sebuah "riddle" yang sama misteriusnya dengan identitas sang pria yang sesungguhnya

Namun penemuan ini justru menimbulkan misteri lain. Pasalnya, di halaman terakhir buku yang sobek itu, tertulis ini:

WRGOABABD

MLIAOI

WTBIMPANETP

x

MLIABOAIAQC

ITTMTSAMSTGAB

Inilah riddle yang sampai sekarang, tak ada siapapun yang berhasil memecahkan

Kumpulan huruf kapital itu terlihat tak bermakna apa-apa dan jelas membingungkan polisi. Yang lebih aneh lagi, ada huruf “x” terpampang di atas huruf “O” di baris keempat “riddle” tersebut. Polisi yakin, ini adalah semacam kode rahasia.

Polisi tahu penemuan kode ini takkan membawa mereka kemana-mana, maka merekapun berusaha melacak siapa pemilik buku tersebut. Di bagian belakang buku tersebut tercatat sebuah nomor telepon yang begitu diselidiki, ternyata milik seorang perawat bernama Jessica Thompson.

Anehnya, Jessica tinggal hanya 400 meter dari lokasi dimana mayat sang pria ditemukan.

Polisipun segera menginterogasinya, namun mereka tak berhasil memperoleh apapun. Jessica mengaku tak mengenali pria tersebut. Ketika ditanya apa hubungan buku tersebut dengan dirinya, Jessica mengatakan bahwa ketika ia bekerja sebagai perawat pada masa perang, tepatnya pada 1945, ia pernah bertemu dengan seorang letnan militer bernama Alf Boxall. Sebagai kenang-kenangan, ia memberikan buku tersebut kepadanya. Pengakuan tersebut tentu saja membuat polisi menduga bahwa pria yang terbunuh di pantai itu adalah Alf, namun dugaan tersebut ternyata salah. Alf ditemukan masih hidup dan tinggal di Sidney.

Anehnya, ketika ia disuruh menunjukkan buku Rubaiyat yang diberikan Jessica kepadanya, buku itu ternyata masih ada di tangannya dan masih utuh.


Buku puisi asal sastrawan Arab yang menambah kemelut misteri kematian sang pria dari Sommerton

Hingga kini misteri kematian sang “Tamam Shud”, julukan yang disematkan pada pria tak dikenal itu, masihlah belum terpecahkan. Ada yang menduga, karena penampilannya yang mirip “James Bond”, ia sesungguhnya adalah mata-mata yang dikirim ke Australia. Kebetulan, tahun dimana mayat itu bertepatan dengan pembentukan “Australian Security Intelligence Organisation” (ASIO), sejenis CIA-nya Amerika. Kala itu terungkap pula bahwa Uni Soviet berusaha memata-matai, bahkan menggagalkan pembentukan badan intelejen tersebut.

Namun apa kaitan sang pria dengan Jessica, sang perawat tersebut? Ada yang menduga bahwa Alf sesungguhnya juga adalah mata-mata, mengingat background militernya. Mungkin saja, Alf dan Jessica terlibat kisah asmara ketika mereka berkenalan. Kemudian setelah mereka berpisah, ada yang mengetahui kisah asmara tersebut dan memanfaatkannya. Mungkin saja sang pria “Tamam Shud” menyamar menjadi Alf untuk mendekati Jessica, dengan berbekal buku “The Rubaiyat of Omar Khayyam” yang dulu pernah diberikan sebagai bukti cintanya.

Pada 1949, karena semua petunjuk yang mengarah ke jalan buntu, akhirnya polisi menyerah dan menguburkan jenazah pria itu. Anehnya, setelah bertahun-tahun kematian pria yang tak pernah berhasil diidentifikasi itu, bunga terus saja bermunculan di makamnya, pertanda mungkin saja ada yang mengetahui siapa sesungguhnya pria itu dan berduka atas kematiannya.

Hal yang jauh lebih ganjil lagi muncul dari hasil penyelidikan seorang profesor dari University Adelaide bernama Derek Abbott. Kala itu ia berusaha menyelidiki “cold case” itu menggunakan teknologi genetika yang amat maju. Ia mengamati bahwa telinga sang pria “Tamam Shud” memiliki karakteristik yang amat langka. Bagian “cymba” (lengkungan atas) daun telinganya lebih besar ketimbang “cavum” (lengkungan bawah) daun telinganya, sebuah ciri fisik langka yang amat langka dan hanya dimiliki 1-2% populasi Caucasian (kulit putih) di dunia ini. Tak hanya itu, sang pria misterius itu juga memiliki kelainan genetik yang disebut “hypodontia” pada gigi seri atasnya, ciri yang juga sangat langka karena hanya dimiliki dari 2% populasi.

Secara mengejutkan, Prof. Abbott membandingkan ciri fisik itu dengan Robin, putra tertua dari Jessica dan mendapatkan bahwa Robin, tak hanya memiliki “cymba” yang lebih besar ketimbang “cavum”, tapi juga menderita “hypodontia”. Apakah ini berarti sang pria “Tamam Shud” yang misterius itu ... adalah ayahnya?


Jessica, sang wanita yang diduga memiliki keterkaitan dengan sang pria "Tamam Shud". Walaupun ia menampiknya, namun benarkah ia sesungguhnya memiliki hubungan yang amat dekat dengan sang pria misterius tersebut?

Tak hanya itu, pada 2004, seorang detektif yang sudah pensiun bernama Gerry Feltus berusaha memecahkan kode misterius yang ditinggalkan korban, dimana pada baris terakhirnya: "ITTMTSAMS" ia menduga artinya adalah: "It's Time To Move To South Australia Moseley Street”. Moseley Street, adalah nama jalan dimana Jessica tinggal.

Apakah ini berarti Jessica sesungguhnya mengenal siapa sesungguhnya sang “Tamam Shud” itu? Apakah mungkin pria itu adalah agen rahasia yang pada akhirnya, bak sebuah skenario film “James Bond”, benar-benar jatuh cinta pada Jessica, targetnya? Apakah karena itu ia kemudian dibunuh, karena tak bisa menyelesaikan, atau bahkan membelot, dari misi rahasianya?

Entahlah, kita mungkin takkan pernah tahu. Yang jelas, ketiga kasus ini semakin membuktikan bahwa intrik spionase tak hanya merupakan bumbu di film-film aksi saja, melainkan dunia sungguhan yang amat berbahaya.

SUMBER ARTIKEL: WIKIPEDIA


SUMBER GAMBAR: YOUTUBE

2 comments:

  1. Bang Dave, itu ASIO maksudnya CIA nya Australia kali ya, bukan CIA nya Amerika 🤭

    ReplyDelete
  2. seru seru kisahnya. jadi saya bookmark. gk nyangka 3 jam audah sampai halaman ini

    ReplyDelete