Saturday, April 18, 2020

WOULD YOU HELP HER? KASUS KITTY GENOVESE DAN FENOMENA “BYSTANDER EFFECT”



Pada 13 Maret 1964, sebuah kasus pembunuhan mengguncang Amerika Serikat dan mengubah sejarah negara itu. Seorang wanita berusia 28 tahun bernama Kitty Genovese ditusuk tepat di depan pintu apartemennya di New York. Kala itu, sekitar 38 orang tetangganya menjadi saksi pembunuhan itu, bahkan mendengar teriakannya meminta tolong selama setengah jam.

Namun naasnya, tak ada satupun dari mereka yang menolongnya.

Kasus Kitty Genovese membuktikan fenomena apati warga kota besar. Sebuah istilah baru-pun muncul di buku teks psikologi, yakni “bystander effect”. Selanjutnya, kasus kematian gadis ini memicu munculnya apa yang kini disebut sebagai ....

911

Dear readers, welcome to the Dark Case.


Foto Kitty Genovese selama hidup

Catherine Genovese atau yang bisa dipanggil dengan nama “Kitty” lahir di New York pada 1935 dari keluarga imigran Italia. Tempatnya tinggal, yakni di Brooklyn, dikenal sebagai tempat dengan angka kriminalitas tinggi. Ibu Kitty bahkan kemudian memindahkan keluarganya, termasuk adik-adik Kitty, ke negara bagian Connecticut karena ia sendiri pernah menyaksikan sebuah aksi pembunuhan. Namun Kitty, yang kala itu baru saja lulus SMA memutuskan tetap tinggal di New York dan mencari pekerjaan di sana. Tentu saja, kota New York dengan gemerlapnya lebih menarik hati seorang gadis remaja, apalagi ada begitu banyak kesempatan kerja yang ia peroleh di sana.

Namun selain itu, Kitty ternyata juga menyimpan sebuah rahasia kelam yang disembunyikannya dari keluarganya. Kitty sebenarnya adalah penyuka sesama jenis dan beruntung, ia bisa menemukan tambatan hatinya, seorang wanita bernama Mary Ann Zielonko di New York. Itulah salah satu alasan ia tetap tinggal di New York, walaupun angka kriminalitas di sana yang mencemaskan. Gaya hidup bebasnya ini mungkin lebih bisa diterima di kota metropolitan seperti New York, dimana para tetangganya saling “cuek”, namun tentu saja takkan direstui oleh keluarga berdarah Italia-nya yang dikenal sebagai penganut Katolik yang amat taat.

Sayang, keinginan Kitty untuk tinggal di wilayah dengan para tetangganya mengurusi diri mereka sendiri ketimbang urusan orang lain akan berbalik kepadanya bak bumerang.

Kitty tak menyangka, di kota tercintanya New York, dirinya akan meregang nyawa 

Kitty bekerja sebagai bartender dan bekerja amat giat untuk modalnya membuka sebuah restoran Italia, hingga ia-pun bekerja dua shift hingga larut malam. Tentu saja yang namanya bar tak mengenal kata tutup, bahkan ramai-ramainya justru pada malam hingga dini hari. Pada 13 Maret 1964, pukul setengah tiga pagi, Kitty pulang dari bar tempatnya bekerja. Ia kala itu tak tahu, seorang pria tengah mengawasinya dan mengikutinya.

Kitty tiba di depan apartemennya, namun siapa sangka, pria dengan sebilah pisau itu mendekati Kitty ...

Lalu menusuknya.

Kitty berteriak minta tolong, namun pria itu kembali menusuk Kitty, bahkan memperkosanya. Serangan itu berlangsung selama setengah jam dan setelah puas, pria itu mengambil uang sebanyak kurang dari 50 dolar (sekitar 500-an ribu rupiah) dari dompetnya lalu melenggang pergi dengan mobilnya. Kala itu, hanya satu orang tetangganya, yakni wanita Sophia Farrar, yang berani keluar setelah kejadian itu dan menemukan tubuh Kitty yang berlumuran darah di depan pintunya.

Kittypun menghembuskan napas terakhirnya di pangkuan tetangganya itu.

Polisi dan ambulans segera berdatangan, namun sayang, nyawanya tak terselamatkan. Pada 16 Maret 1964, Kitty dimakamkan di Connecticut, di dekat kediaman ibunya.

Walaupun di foto ini ia tampak dekat dengan seorang pria, namun Kitty adalah lesbian dan mungkin inilah penyebab polisi tak serius menangani kasusnya

Penyelidikan pun berlangsung. Namun sayang, polisi tak begitu “bersemangat” menangani kasus itu karena gaya hidup Kitty yang dianggap melenceng. Malahan, kekasihnya, Mary Ann, justru dianggap sebagai pelakunya, walaupun jelas-jelas Kitty diserang dan diperkosa oleh seorang pria. Identitas Kitty sebagai LGBT membuat kasusnya diabaikan dan tak dianggap serius. Namun justru sebuah kebetulan-lah yang akhirnya memecahkan kasusnya dan membawanya kepada kebenaran.

Enam hari setelah penusukan itu, seorang pria berkulit hitam bernama Winston Moseley tertangkap basah tengah merampok warga lain. Seorang detektif mengenali mobil Winston sebagai mobil sang pembunuh Kitty sesuai deskripsi para tetangga kala itu. Yang mengejutkan, setelah ditangkap, pria itu tak hanya mengaku membunuh Kitty, namun ia juga telah mencabut nyawa dua gadis lainnya, Anny Mae Johnson dan Barbara Kralik. Bahkan Kitty bisa dianggap yang paling “beruntung” diantara semua korbannya. Annie Mae ditembak dan dibakar hingga tewas, sedangkan Barbara, korban lainnya, masihlah berusia 15 tahun. Sang pelakupun diadili dan kasus itupun rampung dengan mudah.

Wajah Winston Moseley, sang pembunuh Kitty


Namun bukan misteri pembunuhan Kitty, yang dengan mudah terpecahkan, yang mengguncang masyarakat kala itu. Kasus itu bahkan awalnya tak mendapat perhatian masyarakat karena dianggap sebagai kasus kriminalitas biasa yang kala itu kerap terjadi di kota New York. Namun semuanya berubah begitu seorang wartawan bernama Martin Gansberg mengangkat kisah Kitty ke dalam koran New York Times.

Ketika menanyai para tetangga yang menjadi saksi kasus pembunuhan Kitty, sang reporter menemukan sebuah fakta mengejutkan yang sulit untuk ia percayai. Ada sekitar 38 orang di apartemen tempat tinggal Kitty yang yang mengetahui bahwa Kitty tengah diserang. Mereka juga mendengar teriakannya meminta tolong selama setengah jam serangan itu berlangsung. Namun tak ada satupun dari mereka tergerak untuk menolong gadis malang itu. Semuanya diam di dalam kamar mereka, menutup telinga dan nurani mereka, seakan tak sudi untuk terlibat.

Bahkan dalam salah satu wawancaranya, ia mendapati bahwa salah satu tetangga Kitty bahkan buru-buru menyalakan volume radionya dengan keras supaya ia tak mendengar suara jeritan gadis itu.

Naas sekali, padahal para tetangga Kitty yang berjumlah 38 orang kala itu dengan mudah pasti bisa mengalahkan, atau paling tidak menakut-nakuti Winston sehingga nyawa gadis malang itu bisa terselamatkan. Sayang, mereka lebih memilih jalan lain, terkungkung dalam egoisme mereka di dalam rumah mereka.

Lalu apa yang sebenarnya terjadi? Apakah peristiwa yang menimpa Kitty merupakan bukti lunturnya rasa kemanusiaan para penghuni kota? Benarkah warga kota besar lebih apatis terhadap penderitaan sesamanya dan lebih mementingkan dirinya sendiri?

Kematian Kitty di depan apartemennya sendiri bukan hanya akibat aksi kriminalitas, namun juga karena keacuhan tetangganya, didaulat sebagai dampak "bystander effect"

Keunikan kasus ini memicu perbincangan akademis di penjuru negeri, terutama di kalangan psikolog dan pemerhati ilmu sosial. Dua orang sosiolog bernama John M. Darley and Bibb Latané menyebut fenomena ini sebagai “bystander effect” dimana semakin banyak orang di sekitar korban, maka akan semakin kecil kemungkinan seseorang akan menolong korban tersebut. Hal ini terjadi karena setiap orang berpikir bahwa orang lain akan menyelamatkannya. Namun pada kenyataannya, tak ada seorangpun yang berani bergerak, sebelum orang lain melakukannya. Inilah naluri manusia, terutama mereka yang telah terkikis hatinya oleh paham individualisme, yang sayangnya memang dengan nyata terjadi.

Akibat kematian Kitty Genovese, pemerintah Amerika Serikat kemudian mencanangkan program 911, yakni nomor darurat yang bisa dihubungi apabila seseorang memerlukan pertolongan atau untuk melaporkan sebuah tindak kejahatan. Adanya 911 ini diharapkan mampu mencegah kasus Kitty Genovese terulang kembali. Paling tidak, jika warga terlalu takut untuk menolong, mereka bisa dengan cepat meminta bantuan pihak berwajib.

Namun fenomena “bystander effect” seolah menjadi penyakit masyarakat yang sukar untuk disembuhkan. Fenomena yang sama terus saja terjadi, bahkan bertahun-tahun kemudian. Pada 28 Desember 1975, sepuluh tahun setelah kematian Kitty, seorang wanita bernama Sandra Zahler juga diserang hingga tewas di depan apartemennya. Para tetangganya pun mendengar kejadian itu, namun memutuskan diam dan tidak menolong. Naasnya, lokasi penyerangan itu berada tepat di depan bekas apartemen Kitty sehingga seolah, sejarah terulang kembali.

Kasus sama juga terjadi pada 2010, bahkan terekam kamera. Sebuah rekaman CCTV menunjukkan seorang pria tunawisma terlihat tengah meregang nyawa dengan kesakitan. Namun orang-orang di sekitarnya hanya berjalan berlalu lalang tanpa satupun yang menolongnya. Pria inipun tewas setelah lama tak mendapatkan pertolongan. Naasnya, peristiwa itu terjadi di New York dan pria itu tewas ditikam karena berusaha menolong seorang wanita yang dirampok.

Rekaman tragedi memilukan dimana seorang pria tunawisma tengah sekarat di jalan namun tak ada seorangpun datang menolongnya, hingga semua terlambat

Akhirnya semua kembali ke pribadi kita masing-masing. Akankah kita akan datang menolong apabila melihat seeorang memerlukan bantuan? Ataukah kita akan menjaga jarak aman karena lebih mementingkan drii kita sendiri? Pilihan tersebut sepenuhnya ada di tangan kita.

Namun jangan buru-buru menghakimi. Bagaimana dengan kalian sendiri? Jika kala itu kalian mendengar teriakan Kitty malam itu, akankah kalian menolongnya?


Sumber artikel: Wikipedia



9 comments:

  1. Mungkin Joker terinspirasi sama kejadian ini

    ReplyDelete
  2. Nah wanita yang ditolong tunawisma masak g cari pertolongan :(( kejamnya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mungkin syok ato sudah langsung kabur pas si perampok peehatiannya teralihkan?

      Delete
  3. Ga heran banyak orang di bunuh gtu aja bahkan di siksa, lah waktu ada orang yg minta tolong mereka diem aja
    Hmm

    ReplyDelete
  4. bukannya nggak mau nolongin sih, tapi masalahnya di sana kan kriminalitasnya tinggi. kalo kita asal bantuin bisa jadi kita yang jadi korban selanjutnya...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Di kasus si Kitty sih mungkin iya. Tapi habis itu kan udah ada program emergency call. Masa telp 911 aja ga bisa?
      Jujur sih, ane juga pasti bakalan ragu buat nolong langsung, malah kemungkinan besar nggak berani. Tapi paling nggak kalo diem2 telpon 911 kan udah sedikit membantu dan aman.

      Delete
  5. Ini aku baca dari website Notalwaysright, web buat share pengalaman pembaca, mulai dari yang aneh sampe inspirasional secara anonim.
    Kejadiannya di deli di USA. Salah satu karyawannya lagi kejang di lantai, kepala berdarah. Manajer sama karyawan lain pada sibuk ngebantuin, ngebuka pakaiannya biar biar ngga kecekik, manggil ambulans, nekan luka di kepalanya biar darahnya berhenti, dsb.
    Nah, pas itu dateng ibu-ibu yang rada tua mau belanja. Ngeliat pegawai pada panik, bukannya nawarin batuan ato apa, malah marah-marah ke managernya soalnya dia mau beli ham dan kaga ada yang ngelayanin.
    Bahkan habis managernya nunjukin kalo, itu lagi ada yang sakit, mungkin sekarat di lantai, si ibu tetep aja ngotot minta dilayanin, sambil maki-maki pegawai yang "kerjanya ga becus, bisanya cuma males2an".
    Sampe ambulans dateng dan EMT ambulansnya ikitan ngusir si ibu, dia masih keukeuh minta dilayanin soalnya dia itu customer dan customer itu raja.
    Akhirnya si manager sampe ikutan naik darah juga dan ngambil ham yang masih bongkahan terus dilempar ke itu ibu-ibu gila.
    Si ibu ngambil hamnya nd akhirnya pergi masih sambil ngomel kalo pegawai di deli itu kasar, ga tau sopan santun, dll.

    Yang lebih miris, si pegawai yang kejang itu akhirnya ga tertolong, meninggal di ambulans karena serangan jantung. Dan pas pihak toko ngecek CCTV, dia udah kejang di lantai lebih dari 5 menit sebelum managermya ngeliat, dan nolongin, dan selama itu ada 3 orang yang lewat dan cuek aja! Salah satu malah ngelangkahin soalnya badannya pas jatuh ngehalangin jalan

    ReplyDelete
  6. kalau di indonesia. cma diliatin sama foto2 trus gak ditolongin

    ReplyDelete
  7. Pernah dengar, makannya di Amrik kalo ada kejadian seperti ini, pas kita minta tolong, kita nunjuk orang, bukan "seseorang tolong hubungi 911" tapi "kamu" tunjuk orang, "tolong hubungi 911"

    Cz kalo kita gak minta tolong dengan menunjukkan, para penonton cuma akan udur2an (OPO ya istilahnya dlm bhs Indonesia, lupa hamba)

    ReplyDelete