Wednesday, May 20, 2020

GILANYA DUNIA QUANTUM: PART 2 – TEORI “ELEKTRON YANG ESA”, KESADARAN KOSMIS TUNGGAL, HINGGA GANASNYA ANTI-MATERI

Benarkah segala sesuatu yang ada di alam semesta ini sesungguhnya hanyalah satu?

Di episode sebelumnya (yang gue bagi jadi dua part gara-gara saking banyaknya), kita sudah mempelajari aspek metafisika dari teori “Mekanika Kuantum”. Partikel, unsur penyusun terkecil segala sesuatu yang ada di jagad raya ini, diduga memiliki kesadaran dan melakukan perjalanan ke masa lalu. Namun ada teori yang lebih ekstrim lagi, diproposalkan oleh John Archibal Wheeler tentang teori “Semesta dengan Elektron yang Esa” atau teori “One Electron Universe”. Teori ini sangat erat kaitannya dengan penemuan “anti-materi” sebuah unsur yang bisa memusnahkan jagad raya ini.

Selama datang ke perjalanan roller coaster dunia kuantum yang akan membuat kalian mabuk kepayang.


ANTI-MATERI ITU BERNAMA “POSITRON”

Guratan jejak ion di plat timbal merupakan bukti pertama keberadaan partikel anti-materi bernama positron

Pada 2 Agustus 1932, seorang ilmuwan Amerika Serikat bernama Carl David Anderson diganjar hadiah Nobel yang bergengsi berkat jasanya menemukan positron yang merupakan anti-materi dari elektron. Keberadaan anti-materi sudah lama dicurigai seorang ilmuwan bernama Paul Dirac pada 1928 dimana ia menyebut bahwa semua “partikel” pasti memiliki “anti-partikel” yang memiliki muatan listrik berlawanan. Awalnya diduga anti-materi itu hanya sekedar berupa elektron vs proton. Masuk akal, sebab elektron bermuatan negatif dan proton bermuatan positif. Namun ternyata tak segampang itu. Anti-materi itu haruslah berupa “kembaran jahat” dari partikel tersebut. Dipostulatkan bahwa anti-materi dari elektron bernama "anti-elektron" dan anti-materi dari proton disebut "anti-proton".

Namun ide itu masihlah awang-awang kala itu, hingga akhirnya berhasil dibuktikan dengan penemuan positron pada tahun 1932. Kala itu Anderson menggunakan alat bernama Wilson Cloud Chamber yang disinari sinar kosmis (pancaran energi yang berasal dari alam semesta, kemungkinan besar dari sisa ledakan supernova) yang menghasilkan sebuah partikel eksotis yang belum pernah ditemukan sebelumnya. Partikel itulah yang dinamakan “positron”.

Positron memiliki massa yang sama persis dengan elektron, sehingga dianggap kembarannya, memenuhi syarat sebagai anti-materi dari elektron. Namun bedanya, sama seperti ramalan Paul Dirac, positron memiliki muatan positif (hence namanya), berlawanan dengan muatan negatif dari elektron.

Nah, apa yang membuatnya begitu spesial? Kita akan mulai membahas teori “Semesta dengan Elektron yang Esa” seperti yang gue janjikan.


ONE ELECTRON UNIVERSE” THEORY


Salah satu teka-teki yang menggelitik para fisikawan adalah mengapa seluruh elektron di jagad raya ini serupa. Massanya selalu 9,1x10-31 kg dimanapun ia berada, bahkan sampai dijadikan konstanta (nilai tetapan) fisika yang penting. Energi yang dihasilkannya pun selalu sama, yakni 8,1x10-14 Joule.

Nah, kita andaikan saja begini. Kalian bikin onde-onde, semisal 10 biji. Nah bisa nggak kesepuluh onde-onde yang kalian bikin itu semuanya memiliki berat yang sama persis (nggak boleh ada selisih 0,00000001 gram sekalipun), terus diameternya juga sama, tebalnya juga sama, hingga jumlah dan posisi biji wijen di permukaannya juga harus sama. Susah kan?

Mungkin kalian menjawab, lah Bang kan onde-onde bikinan manusia yang penuh salah dan khilaf (gue juga minta maaf dulu, mumpung mau Lebaran), sedangkan elektron kan buatan Tuhan yang selalu sempurna, yekan yekan? Namun jawaban dari para fisikawan (yang harusnya lebih mengandalkan dunia material dan fisik) justru lebih “mistis” dari jawaban kalian itu.

Pada musim semi 1940, bayangkan cuaca di luar amat cerah, dengan bunga-bunga bermekaran dan burung-burung berkicau. Seorang fisikawan bernama Richard Feynman (yang juga nantinya bekerja di Manhattan Project dan membantu menciptakan bom atom), menerima telepon dari dosennya, Profesor John Wheeler. Mungkin isi percakapan mereka kala itu:
John: “Cad, Richard, tau nggak kenapa elektron semuanya punya massa dan muatan yang sama?” 
Richard: “Nggak Prof, emang kenapa?” 
John: “Karena semua elektron itu satu!”

Semua elektron itu satu? Tapi itu tidak masuk akal kan? Tubuh kita tersusun atas trilyunan atom, dimana tiap atom terdiri atas elektron yang mengorbit di inti atom (proton + neutron). Artinya, dalam tubuh kita saja ada trilyunan elektron. Belum elektron dari manusia lain, ditambah elektron dari hewan, tumbuhan, dan benda mati (pensil, meja, lemari, rumah, gunung). Tambahkan seluruh elektron itu dengan seluruh elektron yang menyusun jagad raya (planet, asteroid, bintang) maka jumlahnya pasti tak terbatas kan?

Tapi bagaimana jika seluruh elektron dalam jumlah tak terbatas itu aslinya hanya satu elektron? Bagaimana caranya elektron yang cuma satu itu mengganda menjadi tak terbatas? Jawabannya dengan menggunakan kemampuan yang tiap partikel miliki, sesuai yang gue jelaskan dari postingan terdahulu: "time traveling".

Agar memahaminya, kita harus membuka lagi postingan ini tentang Dimensi III dan IV dan membayangkannya terjadi di dunia kita. Bagi kita yang ada di Dimensi III, waktu (yang merupakan penyusun dimensi IV) tampak seperti potongan-potongan saja. Semisal gue, jika bercermin, hanya bisa melihat “potongan” gue saat itu, yakni wajah gue di umur gue yang saat ini. Jika gue bercermin di saat umur gue masih 15 tahun, pastilah gue hanya bisa melihat gue di umur 15 tahun. Gue nggak akan bisa melihat gue di umur 21. 30, bahkan 60 tahun. Gue harus menunggu jika ingin melihatnya.

Bayangkan potongan ini berlaku untuk elektron. Elektron, menurut teori Wheeler, sesungguhnya hanya ada satu (gue akan menyebutnya “esa” sekarang). Namun elektron itu bisa maju dan mundur ke waktu yang ia inginkan. Ia bisa ada di sekarang, ia bisa ada di masa depan, ia bisa ada di masa lalu, semau dia (jika kalian percaya partikel punya kesadaran). Bayangkan jika wujud elektron sesungguhnya menyerupai ular yang memanjang, ketika ia memutuskan berada di masa kini, yang kita lihat hanyalah “potongannya” yakni elektron yang sedari SMA kita pelajari berbentuk bola.

Apabila elektron memutuskan pergi ke masa depan, ia akan bermuatan negatif. Jika elektron memutuskan pergi ke masa lalu, ia akan menjadi bermuatan positif, yang tadi di awal kita sebut sebagai “positron”. Nah, elektron kan di masa kini bermuatan negatif, maka pastilah semua elektron yang ada di masa kini adalah “potongan” elektron yang di masa lalu, yang memutuskan pergi ke masa depan.

Dengan kata lain, kita hanya perlu “satu” elektron tunggal saja yang tercipta oleh Big Bang di penciptaan alam semesta, kemudian elektron itu pergi ke masa depan, membentuk elektron-elektron yang tak terhingga jumlahnya. Namun, sang elektron yang “esa” itu juga perlu kembali ke masa lalu (setelah Big Bang tentunya, sebab dia tak bisa pergi ke sebelum Big Bang) untuk menyeimbangkannya, sehingga terciptalah positron.


Cara mudah memahaminya (sebab gue yakin kalian pasti puyeng) adalah dengan mengandaikan elektron sebagai sebuah sungai yang memanjang. Kalian pasti tahu sungai nggak mungkin cuman lurus-lurus aja, pada suatu saat ia pasti meliuk-liuk, seperti gambar di bawah ini. Perhatikan pula arah aliran sungai (yang gue kasih dalam bentuk panah).


Anggap saja gambar sungai di atas adalah bentuk elektron di Dimensi IV. Karena kita ada di Dimensi III, maka yang bisa kita lihat hanya potongannya, seperti ini.


Nah, apa masih terlihat seperti satu sungai? Nggak kan? Sungai yang tadinya “satu” kini berubah menjadi “tiga”, bukan karena sungainya ada 3, tapi karena keterbatasan pemahaman kita di dimensi ini. Sekarang perhatikan pula arahnya. Akan ada sungai yang menuju ke bawah dan atas, sama seperti muatan elektron, ada yang negatif dan ada positif (yakni anti-materinya: positron).

Apa implikasi dari teori John Wheeler ini? Seluruh materi yang ada di alam semesta ini terbuat dari atom, yang kemudian tersusun lagi atas proton, elektron, dan neutron. Jika semua elektron pada hakikatnya “esa”, maka elektron yang ada di atom tubuh kita, tubuh orang lain, hewan, tumbuhan, batu, sungai, gunung, planet, bintang, dan apapun di alam semesta ini (mungkin tubuh alien yang hidup di galaksi lain), sesungguhnya tersusun atas materi yang sama, yakni elektron yang “esa” tersebut.

Dan jika benar partikel memiliki kesadaran, maka elektron yang “esa” itu juga memiliki kesadaran. Berarti tiap elektron di seluruh jagad raya ini terhubung dalam sebuah “kesadaran kosmis yang tunggal”.


Mengherankan, ilmu fisika yang begitu mengedepankan logika kini berubah filosofis seperti ini?


DILEMA “ANTI-MATERI”

Mungkinkah di ujung jagad raya sana terdapat kumpulan anti-materi yang mengejawantah membentuk anti-atom, bahkan kehidupan?

Namun ada satu masalah dalam pemahaman metafisik ini. Disebutkan tadi jika elektron pergi ke masa depan, ia jadi bermuatan negatif dan jika ia pergi ke masa lalu, ia jadi bermuatan positif (jadi positron). Elektron harus bergerak maju-mundur (dalam dimensi waktu) untuk memperbanyak diri. Jika begitu, maka jumlah elektron di alam semesta harusnya sama dengan positron dong? Kan harusnya “balance” kayak kata Thanos yang agung?

Di sinilah masalahnya, positron amatlah langka. Anderson, yang kita singgung meraih Nobel di awal artikel ini saja sampai harus mati-matian untuk bisa menemukannya. Kebalikannya dengan elektron yang amat berlimpah, bahkan kita bisa mengamati elektron kapan saja, semisal melalui aliran listrik. Lalu, dimanakah positron?

Wheeler juga dibikin kebingungan oleh pertanyaan itu. Namun ada satu jawaban yang mungkin. Alam semesta ini amatlah luas dan kita tak bisa menemukan positron karena kita mencarinya di sini, yakni di Bumi dan sekitarnya. Mungkin saja, di sisi lain alam semesta, justru kebalikannya. Ada berlimpah positron, namun sangat sedikit elektron.

Jawaban ini cukup memuaskan. Mengapa? Sebab jika kita bertemu dengan positron, kehidupan kita akan lenyap. Lho kok serem amat? Sebab ketika sebuah materi bertemu dengan anti-materinya, maka mereka akan saling menghancurkan dalam suatu bentuk ledakan.

Proses itu disebut dengan nama “annihilation”.

Diagram peristiwa "annihilation" antara positron dan elektron menurut Feynman

Ya, bisa dibilang materi dan anti-materi adalah pasangan kembar yang saling membenci satu sama lain dan akan berusaha saling membunuh jika mereka bertemu. Gue saja di depan menyebut anti-materi sebagai “kembaran jahat” dari materi. Jika materi sudah berbaik hati menyusun kita (atom membentuk sel, dan sel membentuk makhluk hidup), maka kehadiran anti-materi hanya memiliki satu tujuan: menghancurkannya. Kita, yang tersusun atas materi, akan musnah jika bertemu anti-materi.

Inilah yang menjadi plot novel Dan Brown “Angels and Demons”. Ia mengisahkan sebuah organisasi teroris yang menggunakan bom anti-materi, yang jika dilepaskan, akan menghancurkan materi yang ada (di dunia ini) dalam sebuah ledakan. Namun anti-materi hanya bisa menghancurkan materi sesuai dengan jumlahnya. Jika dilepaskan 1 juta positron, semisal, maka yang akan hancur juga 1 juta elektron.

Reaksi "annihilation" atau "saling menghancurkan" antara partikel elektron and anti-materinya, positron, mungkin akan berbentuk ledakan seperti ini, sebab melepaskan foton

Jawaban itu cukup memuaskan bagi kita. Siapapun yang menciptakan elektron dan memberinya kemampuan “time traveling” tahu konsekuensinya bahwa akan tercipta positron dan dengan begitu berusaha menjauhkannya sejauh mungkin dari kita.

Tapi itu berarti bahwa apa yang dilakukan ilmuwan sekarang serem dong, Bang? Anderson aja udah berhasil menghadirkan positron ke lab (yang kala itu langsung hancur karena berinteraksi dengan elektron). Jika fasilitas supercanggih semisal CERN yang terkenal bisa menghasilkan partikel-partikel yang seharusnya nggak ada di sisi jagad raya ini (contohnya, “god's particle” atau “Partikel Tuhan”), gampang dong buat mereka nyiptain anti-materi? Bisa dong mereka ngancurin dunia ini?

Well, gue rasa mereka adalah ilmuwan yang udah mempelajari teknologi ini dengan matang serta memahami apa konsekuensinya. Yang lebih berbahaya adalah jika pihak militer, atau lebih parah lagi, para investor alias penanam modal, mulai melirik potensi anti-materi. Mungkin nasibnya akan menjadi energi nuklir, digunakan entah sebagai senjata seperti di Hiroshima dan Nagasaki ataupun PLTN yang nantinya berujung pada insiden Chernobyl.

Tujuan gue di episode hanyalah ingin memperjelas tentang konsep “kesadaran” partikel dari episode sebelumnya dan implikasi metafisiknya. Di episode berikutnya kita akan kembali membahas percobaan “celah ganda”, namun dengan teori-teori yang berusaha menjelaskan fenomena teresebut. Salah satunya mungkin pernah kalian dengar, yakni percobaan “kucing Schrodinger”.

7 comments:

  1. Yg setuju bang Dave Cahyo admin mengaku backpacker di undang Dedy Corbuzier angkat

    Hehe, serius gaes, cerdas bgt :((

    ReplyDelete
  2. Entah kenapa aku teringat satu kalimat. Kira-kira seperti ini: "Tuhan adalah diriku".

    Oh ya, pernah baca cerita "The Egg" belum? Ceritanya somewhat relevan dengan ini. http://www.galactanet.com/oneoff/theegg_mod.html (maaf, nanam link)

    ReplyDelete
    Replies
    1. "Manunggaling kawulo lan Gusti" bukan?

      Delete
    2. astaga saya udah nyari dari lama the egg ini, dulu pernah baca di kaskus tapi lupa judul

      terimakasih gan digaRW

      Delete
  3. Oke sampe sini gue paham, keren lah penyederhanaan bahasa dan analogi yg masuk akal... Mudah dimengerti, nanti lanjut baca part berikutnya

    ReplyDelete
  4. Antimateri itu kyaknya bsalah bang dbikin cerbung baru ala ilmuwan gituuu. Ditunggu yaa bang

    ReplyDelete