Thursday, May 21, 2020

GILANYA DUNIA QUANTUM: PART 5B – BERBAGAI PARADOKS YANG MENGHANTUI PERJALANAN WAKTU



Mungkin setelah membaca artikel di atas kalian berpikir, “Wah berarti susah ya Bang bikin mesin waktu. Yaaaa menurut loe??? Tapi jikapun kita berhasil menciptakan mesin waktu, ada berbagai dilema filosofis dan implikasi moral yang harus kita pikirkan. Salah satunya dirangkum dengan cantik dalam “Grandfather Paradox” atau “Paradoks Kakek”.


PARADOKS KAKEK

Sebenarnya gue pengen pajang kakek "you-know-who" tapi yang ini ajalah


Anggap saja lu adalah ilmuwan kelas kakap dengan masa lalu yang muram. Saat kecil lu tinggal sama kakek lu (inget ya kakek kandung, bukan papa angkat) yang suka menyiksa lu semenjak kecil. Akhirnya karena kecerdasan tingkat tinggi lu, lu menciptakan sebuah mesin waktu dan pergi ke masa lalu dengan tujuan membunuh kakek lu untuk membalaskan sakit hati lu. Lu berusaha membunuh kakek lu dengan tujuan agar lu terhindar dari siksaan-siksaan dia waktu kecil. Lu tahu kakek lu jago karate semenjak SMP, jadi lu nggak pede bisa ngalahin dia. Karena itu, lu kembali ke masa lalu dimana kakek lu masih SD.

Akhirnya lu tiba di masa lalu, berhadapan langsung dengan kakek lu dan bilang, “Kake'! Kake' kau begitu jahat! Tega-teganya Kake' menyiksa aku semasa kecil. Kini rasakan pembalasan aku huahahaha!”

Lu pun menembak kakek lu hingga tersungkur. Namun di sinilah letak paradoksnya. Gue tadi sudah mengatakan, kakek lu itu kakek kandung, bukan sekedar kakek angkat ketemu gede terus lu porotin. Karena lu sudah membunuh kakek angkat lu, akibatnya ayah lu nggak pernah ada. Kalo ayah lu nggak pernah ada, maka lu nggak pernah ada juga. Kalo lu nggak pernah ada, maka mesin waktu ciptaan lu juga nggak akan pernah ada dan lu nggak pernah pergi masa lalu. Kalo lu nggak pernah ada, apalagi pergi ke masa lalu, maka kakek lu harusnya nggak ketembak dan hidup. Kalo kakek lu masih hidup, ayah lu dan elu-pun ada, tapi lagi-lagi masa kecil lu tersiksa dan menginspirasi lu untuk menciptakan mesin waktu. Setelah tercipta, elu-pun menggunakannya untuk kembali ke masa lalu dan membunuh kakek lu. Begitu aja terus ampe kiamat.

Wow, bisa dibilang “Paradoks Kakek” ini merupakan “sesuatu” yang membingungkan banget ya? Lalu apakah ada pemecahan yang cerdas akan paradoks yang begitu “cetar membahana” ini? Well, ada dua penjelasan yang mengambil sudut pandang yang amat berbeda.

PARADOKS PREDESTINASI

Also known as ... timeloop!

Nama asli teori ini adalah “Nonikov Self-Consistency Principle” atau “Law of Conservation of History”. Karena namanya yang panjang, gue singkat aja dengan nama yang lebih populer: “Teori Predestinasi”. Intinya begini: menurut konsep ini, sejarah itu hanya satu dan takkan bisa diperbaiki. Apa yang lu lakukan di masa lalu dengan mesin waktu, justru bagian dari sejarah tersebut dan udah diprediksi oleh sang “Penulis Takdir”. Bisa saja, jika lu pergi ke masa lalu untuk memperbaiki sejarah (semisal menghentikan sebuah perang nuklir), maka yang lu lakukan di masa lalu itu justru membantu terjadinya perang nuklir itu.

Kita ambil contoh bagaimana teori ini menjelaskan tentang Paradoks Kakek. Anggap aja elu kembali ke masa lalu dan membunuh kakek lu. Kemudian lu kembali ke masa depan dan terkejut karena keadaannya sama sekali nggak berubah. Memar-memar di tubuh lu bekas penyiksaan kakek lu masih ada. Apa yang salah? Ternyata walaupun lu sudah menembak kakek lu tapi ternyata kakek lu nggak wafat. Dia berhasil diselamatkan dan semenjak itu menaruh dendam pada orang yang tiba-tiba menembaknya. Ketika lu lahir dan tumbuh besar, kakek lu melihat bahwa lu semakin mirip dengan orang yang dulu menembaknya. Karena itu, tiap kali melihat lu, kakek lu menjadi kesal dan akhirnya menyiksa lu. Jadi, bukannya memperbaiki keadaan, lu justru menyebabkan apa yang sejak awal ingin lu hindari (yaitu disiksa kakek lu).

Dengan kata lain, Teori Predestinasi ini menyebabkan apa yang disebut sebagai “timeloop” yang biasanya jadi plot film-film bertema time travel.

Walaupun penjelasan ini masuk akal, Teori Predestinasi ini justru menimbulkan paradoks lain yang disebut dengan “Bootstrap Paradox” atau “Paradoks Tali Sepatu”. Kenapa dinamakan seperti itu? Bayangkan saja elu sedang membungkuk untuk mengikat tali sepatu lu. Tapi lu menariknya terlalu kuat sehingga lu terjungkal, masih memegang tali sepatu lu. Posisi lu itu mirip dengan apa yang disebut “ouroboros” atau ular yang menggigit ekornya sendiri.


Bootstrap Paradox” ini erat kaitannya dengan “causal loop”, yakni peristiwa A menyebabkan B, yang selanjutnya menyebabkan A karena adanya time travel.

Sekarang bayangkan skenario seperti ini. Lu adalah seorang mahasiswa yang berhasil menciptakan sebuah mesin waktu berkat sebuah sketsa yang dibuat oleh seorang profesor yang hidup 100 tahun lalu. Terkesima dengan kecerdasan profesor itu, lu memutuskan menggunakan mesin waktu itu kembali ke masa lalu untuk bertemu profesor itu kala masih muda untuk bertanya apa yang bisa menginspirasinya membuat desain mesin waktu itu.

Namun apa yang terjadi? Begitu lu sampai ke masa lalu, profesor itu malah kebingungan mendengar cerita lu. Akhirnya untuk menjelaskannya, lu memberikan kertas sketsa desain mesin waktu itu. Profesor itu menyimpannya untuk mempelajarinya dan elu-pun kembali ke masa depan. Namun lu shock begitu sadar lu telah menciptakan sebuah paradoks. Berarti siapa dong yang menciptakan desain itu sejak semula? Darimana ia berasal? Nggak mungkin kan sketsa itu nggak ada penciptanya?

Perjalanan waktu memang bisa menciptakan paradoks semacam itu. Contoh kasus lain, bayangkan ada sebuah bola biliard yang tadinya diam di atas meja biliard. Tiba-tiba sebuah bola biliard yang meluncur dari masa depan dan menabrak bola itu, hingga bola itu menggelinding dan masuk ke dalam mesin waktu. Kemudian bola itu meluncur keluar dari mesin waktu dan menabrak dirinya di masa lalu. Berarti ketiga bola itu sama dong, cuman mereka maju mundur cantik (Bang, plis stop!)? Lalu apa yang menyebabkan bola itu menggelinding untuk pertama kalinya?

Bisakah kalian memecahkan paradoks ini?

Inilah yang menyebabkan banyak fisikawan tak bisa menerima logika Predestinasi ini dengan mudah dan berbondong-bondong lebih memilih opsi kedua: dunia paralel.

Many Worlds Interpretation (MWI)


Kalo ngomongin dunia paralel pasti kalian semua udah paling jago ya, kan udah dibahas di artikel gue sebelumnya tentang “String Theory”. Bagaimana jika kita menggunakan pemahaman kita tentang Multiverse ini, yang dirangkum dalam teori “Many Worlds Interpretation”, untuk menjelaskan “Paradoks Kakek”?

Anggap saja lu udah berhasil membunuh kakek lu. Lu ternyata nggak tiba-tiba lenyap karena lu berasal dari dunia paralel dimana kakek lu masih hidup. Dunia tempat asal lu itu masih ada, namun minus elu (karena lu masih berada di masa lalu). Elu kemudian memutuskan kembali ke masa depan. Apa yang terjadi? Lu sekarang ada di percabangan (dunia paralel lain) dimana kakek lu terbunuh. Akibatnya, lu di dunia itu nggak pernah ada. Nggak ada catatan tentang keberadaan ayah lu, apalagi lu, di dunia itu, karena lu dan ayah lu nggak pernah tercipta. Semua teman-teman lu tiba-tiba nggak mengenali elu. Akte kelahiran lu tiba-tiba lenyap. Bahkan istri lu nggak kenal sama lu dan malah menikah dengan orang lain. Jika lu punya anak, maka anak itupun terhapus keberadaannya.

Namun jika mempercayai teori ini, maka akan ada implikasi yang jauh, jauh, lebih mengerikan ketimbang keberadaanmu terhapus, yakni “The Butterfly Effect”.


THE BUTTERFLY EFFECT” & “CHAOS THEORY”


The Butterfly Effect” atau “Efek Kupu-Kupu” merupakan bagian dari cabang matematika yang disebut “Chaos Theory” (“Teori Kekacauan”). “Efek Kupu-Kupu” menyebutkan bahwa perubahan sekecil apapun pada kondisi inisial (awal) amatlah sensitif sehingga bisa menyebabkan perubahan ekstrim pada output akhirnya. Penemunya, yakni Edward Lorenz (ketemu lagi ama nama ini, kenapa ya), seorang ahli meteorologis yang menyatakan secara metaforis bahwa “kepak sayap seekor kupu-kupu di hutan Amazon bisa menimbulkan badai tornado di Amerika Serikat”.

Intinya, sesuatu yang sekecil apapun, tanpa kita duga, bisa menyebabkan konsekuensi yang sebegitu dahsyat.

Sekarang anggap saja begini, begitu lu membunuh kakek lu dan tiba di masa depan, lu sadar bahwa nggak hanya lu nggak pernah ada, tapi negara lu kini nggak lagi demoratis dan dikuasai oleh pemerintahan militer yang totaliter. Waduh buset, kok bisa? Kan elu cuma membuat perubahan yang “kecil” dalam sejarah, yakni membunuh kakek lu sendiri?

Ternyata begini yang terjadi. Gue tadi sebutin bahwa kakek lu jago beladiri (karate lebih tepatnya). Karena lu udah telanjur bunuh kakek lu pas SD, akibatnya dia nggak pernah belajar karate pas SMP (ya iyalah orang udah mati). Ternyata saat SMA, kakek lu pernah menolong seorang anak yang lagi dirampok dengan ilmu karatenya. Jika ditolong, anak itu kemudian menjadi seorang pengacara dan hidup bahagia. Namun karena lu sudah membunuh kakek lu, nggak ada yang menolong anak ini. Anak ini kemudian ditusuk oleh perampok karena melawan dan mati kehabisan darah. Kebetulan kasus itu viral dan merembet kemana-mana hingga terjadi kerusuhan karena polisi tak segera menangkap pelakunya. Kondisi negarapun menjadi rawan hingga terjadilah kudeta militer.

Terlalu mengada-ada? Tapi hal ini mungkin terjadi karena kita takkan bisa menebak apa yang akan terjadi apabila kita melakukan perubahan sekecil apapun di masa lalu. Inilah yang menyebabkan perjalanan waktu, secara moral sebaiknya tak dilakukan. Implikasinya terlalu dahsyat untuk kita bayangkan.

Lah kalo tujuannya baik Bang, semacam membunuh Hitler? Kalo nggak ada Perang Dunia (PD) II kan nggak akan Holocaust. Nggak ada Holocaust, orang Yahudi nggak akan pindah ke Israel, jadi Palestina bisa merdeka dan nggak dijajah? Jutaan orang juga diselamatkan karena perang nggak terjadi, iya kan?

Tapi perlu kalian ingat, apa penyebab PD II sebenarnya? Jika dirunut, PD II disebabkan karena ketidakpuasan rakyat Jerman karena negara mereka kalah di PD I, sehingga mereka memilih Hitler menjadi pemimpin mereka. PD I sendiri disebabkan oleh kematian satu orang saja, Franz Ferdinand. Jadi, kematiannya berujung pada “Butterfly Effect” yang menyebabkan terjadinya PD I yang menewaskan 22 juta orang dan berlanjut ke PD II yang menewaskan 75 juta orang (sekitar 3% dari penduduk dunia kala itu). Bahkan, kita bisa ikut menghitung 50 juta penduduk dunia yang meninggal akibat wabah “Spanish Flu” pada 1918 kala PD berkecamuk. Jika saja negara-negara di dunia kala itu tidak sibuk berperang, pastilah wabah “Spanish Flu” bisa ditangani dengan baik dan korbannya nggak akan sebanyak itu.

Jadi, kematian satu pria saja, bisa menyebabkan hampir 150 juta penduduk dunia tewas.

Franz Ferdinand bersiap-siap untuk masuk ke iring-iringan di Sarajevo, Bosnia, dimana dalam perjalannnya ini ia akan tertembak dan kematiannya memicu perang mahadhasyat dan memusnahkan ratusan juta manusia. Kematiannya merupakan bukti Butterfly Effect

Kejadian ini, sebenarnya cukup random, karena Franz Ferdinand berasal dari Austria, sebuah negara kecil di Eropa Barat. Bahkan pembunuhan terhadap John F. Kennedy, presiden negara seadidaya Amerika Serikat saja, tak sampai menyebabkan perang mahabesar. Inilah inti dari “Chaos Theory”, bahwa semua kemungkinan itu tampak kacau dan hasilnya sungguh tak terduga. Sebuah peristiwa “kecil” saja dampaknya bisa luar biasa besar dan tak bisa diramalkan.

Ingat saja, jika benar kita kembali ke masa lalu dan menyelamatkan Franz Ferdinand semisal, apakah kalian bisa menebak apa akibatnya bagi negara kita? Yang jelas, Indonesia takkan merdeka pada 17 Agustus 1945 sebab tak ada peristiwa bom atom di Hiroshima dan Nagasaki yang mengkatalisis peristiwa itu (sebab PD I dan PD II tak pernah ada). Mungkin saja Indonesia merdeka lebih cepat (mungkin sudah merdeka tahun 20-an), mungkin saja Indonesia membutuhkan waktu yang lebih lama untuk merdeka (mungkin baru merdeka tahun 80-an), atau malah kita nggak pernah merdeka, justru menjadi negara boneka jajahan Belanda selamanya?

Apa implikasinya dengan perjalanan waktu yang tadi kita omongin? Adanya “Butterfly Effect” ini menyebabkan perjalanan waktu menjadi teramat tabu. Kita tak boleh mengusik masa lalu, sesedikit apapun, sebab itu akan menyebabkan efek yang takkan bisa kita duga.


A GUIDE FOR TIME-TRAVELING?

Baca panduannya dulu sebelum lu time traveling

Perlukah kita sebuah aturan untuk para time traveler? Sama seperti traveling biasa semisal, ada aturan “leave nothing but footprints, take nothing but picture”?

Kita misalkan lagi elu yang masih dalam misi membunuh kakek lu. Kali ini lu ganti rencana dan mau bilang gini pas ketemu kakek lu biar lebih dramatis:

Lu: “You took everything from me!”

Supaya nanti kakek lu bales:

Kakek: “I don't even know who you are?”

Lu akhirnya tiba di masa lalu tapi begitu lihat kakek lu yang masih imut-imut, lu akhirnya nggak tega dan akhirnya membatalkan niat lu buat nge-dor si kakek (yang masih SD). Akan tetapi ketika lu mau balik ke masa depan, lu tanpa sengaja menginjak seekor semut merah. Dalam hati lu berpikir, “Cuman semut khaaaan? Nggak bakal bikin Perang Dunia III khaaaan?”

Akhirnya lu kembali ke masa depan, namun lu langsung shock begitu membaca berita bahwa sebuah virus mematikan telah memusnahkan separuh penduduk dunia sementara negara-negara yang tersisa sekarang menjadi kolaps perekonomiannya serta terjadi wabah kelaparan dan kerusuhan dimana-mana. Lu berkata: “Laaaaaah kan cuma semut doang???”


Namun siapa tahu, seandainya nggak lu injak, semut itu akan masuk ke sebuah sistem rantai makanan yang rumit (semut dimakan serangga lain, serangga dimakan laba-laba, dst) yang nantinya akan berujung pada seekor kelelawar yang bisa menyebarkan penyakit mematikan. Karena nggak mendapat makanan (rantai makanannya berantakan karena semutnya lu bunuh), kelelawar itupun terbang ke pemukiman penduduk untuk mencari makan dan menyebarkan penyakit yang kini berkecamuk di masa depan.

Masih ada kemungkinan-kemungkinan tak terbatas dari “hanya” seekor semut yang elu bunuh. Semut itu bisa saja seharusnya memberi tahu teman-temannya tentang remahan Oreo yang ia temukan. Karena semut itu sudah mati, semut-semut lain tak bisa menggotong remahan Oreo itu sehingga masih tergeletak di tengah jalan. Seekor burung lalu melihatnya dan memakannya. Seekor kucing melihatnya sehingga berusaha menerkamnya. Seorang gadis cilik pemilik kucing itu berusaha mengejar kucing itu ke tengah jalan, namun naas, ia tertabrak.

Ada lagi kemungkinan lain, semisal semut merah itu seharusnya jika masih hidup (dan menuntaskan misi “Oreo”-nya) kemudian melanjutkan mencari makanan di atas sebuah kursi taman. Gara-gara melihat semut itu, seorang pria yang tadinya mau duduk di kursi itu akhirnya tidak jadi duduk dan memutuskan untuk langsung pulang. Namun kini karena lu sudah membunuh semut itu, akhirnya sang pria itu memutuskan duduk dan membaca buku. Seorang gadis juga duduk di situ untuk mendengarkan musik, semisal. Mereka berdua lalu berkenalan dan ternyata cocok, sehingga akhirnya berpacaran dan menikah setahun kemudian. Namun jika tadi si semut tidak mati, ia mungkin malah menikah dengan orang lain, karena nggak pernah ketemu cewek itu.

Dari sini bisa kita lihat, kita takkan bisa menebak apa yang akan disebabkan dari kematian seekor semut. Bisa saja akibatnya amat besar dan global (virus pandemi), bisa saja tragis tapi tidak berskala global (gadis tertabrak), atau mungkin malah berakhir bahagia (sang cowok ketemu calon istrinya). Semuanya “random” dan “chaotic” sesuai “Chaos Theory”.

Lu bisa saja menulis pedoman time traveling dan berusaha keras menaatinya tanpa melanggar aturan apapun. Bisa saja lu super berhati-hati sehingga nggak membunuh seekor semutpun. Ngobrol aja nggak, sebab lu tahu setiap omongan lu bisa saja merubah masa depan dengan drastis. Tapi tanpa sengaja lu kentut di masa lalu! “BROOOOT!!!” begitu bunyinya. Lu pikir, ah cuma kentut apa bahayanya? Tapi ketika kembali, ternyata masa depan sudah dikuasai oleh monyet-monyet berintelegensi tinggi yang memperbudak manusia dan menyuruh mereka membangun monumen berupa Piramid raksasa dan mengawasi mereka menggunakan UFO dan senapan laser. Who knows?

Anjir ... kentut aja bisa menyebabkan The Rise of The Planet of The Apes???

Mungkin lu menambah aturan baru, “JANGAN KENTUT!” di buku pedoman time traveling lu. Namun apakah lu yakin bisa 100% menghindari “Butterfly Effect”? Lu bernapas aja udah mengubah struktur udara di sekitar lu. Bahkan keberadaan lu saja di masa lalu sudah mengubah semisal lintasan partikel debu yang terbawa angin karena terhalang oleh tubuh lu, mengubah gerakan nyamuk, terus siapa tau lu nginjek bakteri. Semua itu bisa saja memiliki outcome yang sama sekali nggak lu duga.


KESIMPULAN

Lalu kesimpulannya, Bang? Seperti kita lihat tadi, ada dua pandangan yang amat berbeda tentang implikasi time traveling, yakni “Predestinasi” dan “MWI”. Namun kedua-duanya seolah-olah mengisyaratkan: JANGAN MELAKUKAN PERJALANAN WAKTU!

Time traveling, dilihat dari sisi Teori Predestinasi, adalah sesuatu yang sia-sia, karena lu nggak akan bisa merubah masa lalu, sekeras apapun berusaha. Bahkan yang ada, nggak cuman kena zonk, lu juga malah membantu menciptakan masa depan yang ingin lu hindari itu.

Sedangkan dari teori yang berlawanan, yakni MWI, perjalanan waktu akan menyebabkan efek tak terduga yang terangkum dalam teori “Butterfly Effect”. Perubahan sekecil apapun di masa lalu bisa saja menimbulkan kehancuran hebat di masa depan.

Maka memang, keputusan paling bijak adalah membiarkan semua berjalan apa adanya. Mungkin saja, apa yang kita alami saat ini adalah yang terbaik dan tak ada gunanya menyesali, bahkan memutar kembali waktu.







20 comments:

  1. gilaaa , keren banget sih bang inii...makasih udah mau ngebahas hal-hal berat dengan bahasa yg sederhana kek gini... arigato

    ReplyDelete
  2. pedoman melakukan perjalanan waktu
    -kamu boleh melakukan perjalanan waktu kalo kalo ada lah makhluk dari dimensi ke 9 seperti dr manhattan contohnya,karena bahkan seorang dr manhattan terpaksa memperbaiki masa depan yang dirusak flash dengan flas paradox dia membutuhkan memajukan 10 tahun dan semua tokoh di DC ga kenal lagi dan jadi DC rebirth heheheh dan konsep perjalanan waktu ini memakan korban di manga jepang RAVE di mana si penyihir terkuat di dunia yang tertinggal di masa lalu tidak melakukan apapun sampai mati agar tidak menciptak paradoks waktu dan konsep yg dunia paralel itu mirip steins gate juga hehehe, juga jadi ingat tamat cerita doraemon palsu" ketika perjalanan waktu doraemon membuat masa depan ternyata diciptakan oleh nobita yang jadi profesor jenius dan cerita salah satu komik DORAEMON ketika semua temen2 nobita menanti komin baru manusia singa dan ternyata manganya udah muncul diambil dr masa dean tapi ternyata pengarang nya sakit keras dan ternyata doraemon yg buat berdasarkan komik dari masa depan jd ga tau siapa pengarangnya heheh

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ah itu mah cuma akal2annya penulis DC aja biar bisa ngereset DC universe wkwkwkwk

      Delete
  3. Mungkin suatu saat, alat pelintas waktu bisa ditemukan, cuma kita gak bisa ngerubah apapun, kita cuma bisa ngeliat
    Masa lalu, kaya kita ngeliat rekaman,

    Mungkin di masa depan, alat kek gini lumrah di gunakan untuk menguat kasus kejahatan, sebagai alat bukti persidangan yang tak terbantahkan

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah idenya menarik banget tuh 😀

      Delete
    2. Kemungkinan yang sangat brilian, mirip kemampuan detektif Thomas Moore di game Curious Cases (kalau gak salah), bedanya bukan dari alat tapi flashback masa lalu. Juga mengingatkan saya pada kemampuan "rekonstruksi tkp" nya Connor si android untuk bisa mengetahui apa yang sebenarnya terjadi beberapa saat yang lalu di tkp tersebut.

      Delete
  4. Singkatnya apapun itu selama berhubungan dengan waktu ga akan berakhir baik makanya gua masih kesel ama series zi o karna ga bikin MC nya broken...

    Time is cruel

    ReplyDelete
  5. Saya jadi inget waktu semester 6 dibuka kelas mekanika kuantum yang ngambil gaada, akhirnya gajadi dibuka wkwk. Keren bang dave, bang boleh join grupnya ga, saya mahasiswa fisika jadi kalo ada komunitas yang suka sains gini enak buat diskusi hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sayangnya, image groupnya aja yg keren, isinya random bgt, mulai dr mie lemonilo sampe ungkapan duka MM yg ala kadarnya buat Duke of Edinburgh

      Delete
  6. Aku sebenarnya tidak suka dengan hal berbau perjalanan waktu, apalagi yang bertujuan "memperbaiki masa lalu".

    ReplyDelete
  7. Ga bikin video youtube lagi dav?

    ReplyDelete
  8. Dan saya cuma fokus sama kakek su-know-who

    ReplyDelete
    Replies
    1. Gagal muncul di blog mbp deh si kakek... -_-

      Delete
  9. Padahal pengen ke masa lalu trus pergi ke Eropa ngambil lukisan 2 klasik mata uang perangko helm pedang dll dan balik lagi ke masa depan buat dijual, biar hd miliader

    ReplyDelete
    Replies
    1. Eitss ingat kemungkinan yang akan terjadi kalau 2 lukisan klasik (atau apapun) itu ilang. Sejagat eropa bakalan geger, dan who knows?

      Delete
  10. Anjayyy, paradoxnya amazing beud. Secanggih apapun teknologi gue yakin bang gak alan pernah bsa membuat time machine buat balik ke masa lalu atau pergi ke masa depan. Berlawanan dengan god law.

    ReplyDelete
  11. Jadi, salah satu contoh butterfly effect adalah kasus roy kimochi yg diangkat media gossip bisa membuat pembaca blog ini memperluas wawasannya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bener banget, kalau misalnya gak ada kasus roy kimochi, mungkin postingan ini gak bakal eksis... 😂

      Delete
  12. Austria sekarang emang negara kecil, Bang, tapi dulu Austria juga salah satu kekaisaran yang disegani di dunia dan tentunya kematian Franz Ferdinand bukan sekadar masalah 'kecil' saat itu, terlebih lagi Franz Ferdinand adalah putra mahkota Austria saat itu.

    ReplyDelete
  13. mungkin solusinya adalah time travel cuma digunakan untuk mengetahui peristiwa masa lalu yg gak diketahui dimasa sekarang, bukan untuk merubah
    dan si penjelajah pun akan berbentuk semacam hologram yg gak terlihat. Jd si penjelajah cuma bisa melihat peristiwa tanpa bisa menyentuh benda apapun

    ReplyDelete