Wednesday, May 20, 2020

GILANYA DUNIA QUANTUM: PART 4 – DARI “QUANTUM TUNNELING” HINGGA “QUANTUM TELEPORTATION”

Bayangkan, suatu saat nanti kita bisa berteleportasi dari Bandung, Paris van Java, ke kota Paris yang sesungguhnya hanya dalam hitungan menit, bahkan detik. Namun ternyata teknologi teleportasi tak seindah yang kita duga


Tujuan gue membahas teori Kuantum sebenarnya untuk menjelaskan tentang mungkin tidaknya perjalanan waktu. Tapi gue jadikan tema itu pamungkas saja di episode 5. Sekarang gue akan bahas lagi dua keanehan sifat partikel (selain bisa ngeramal kayak Roy Kiyoshi dan baca pikiran kita). Dua sifat itu gue rangkum dengan istilah “Quantum Tunneling” dan “Quantum Teleportation”. Bahasa kerennya, dia bisa menembus benda padat dan teleportasi. Uniknya salah satu “kekuatan super” partikel ini sudah biasa kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari lho!


THE GHOST OF YOU 


Sama seperti isi episode sebelumnya, sifat partikel yang disebut “quantum tunneling” ini hanya bisa berlaku bagi benda dengan panjang gelombang de Broglie besar, jadi nggak akan bisa kita lakukan sebagai manusia biasa. Tapi seandainya kita bisa melakukannya, mungkin hasilnya begini. Anggap saja lu bangun kesiangan dan telat ke sekolah. Alhasil lu lari-lari dan begitu sampai di gerbang, ternyata sudah ditutup dan digembok. Lu nggak bisa lewat kan? Lalu apa jadinya jika lu bisa ilmu tenaga dalam yang dinamakan “quantum tunneling” ini? Lu mengambil aji-aji jurus tersebut kemudian voila, lu berhasil menembus gerbang tersebut. Tapi hasilnya bukan seperti Kitty Pryde di X-Men seperti gif di bawah ini.



Nggak. Jika lu bisa “quantum tunneling” maka yang terjadi lu bakal lebih mirip Ghost, villain di Ant Man 2. Hanya “hantu” lu yang bisa masuk ke gerbang dan ikut sekolah, sementara sisa badan lu yang lain kembali balik ke rumah, tiduran. What???

Fenomena ini sudah diketahui ilmuwan sejak tahun 1900-an dan bikin mereka geleng-geleng kepala. Ketika sebuah elektron dihadapkan pada “barrier” atau penghalang, maka partikel tersebut akan berubah menjadi gelombang untuk menebus barrier tersebut. Tapi tak hanya semua, namun hanya “kemungkinannya” yang berbentuk seperti “hantu” yang bisa menembusnya. Jika kalian sulit membayangkannya, maka gambar di bawah ini mungkin akan memberi kalian bayangan seberapa “gilanya” kemampuan elektron ini.


Namun bagaimana “quantum tunelling” terjadi? Apakah benar elektron sebenarnya memiliki “roh”? Eits ... kalo itu sih terlalu metasifik ya. Ternyata penjelasannya tak jauh-jauh dari Interpetrasi Copenhagen yang sudah kita pelajari di episode lalu.

Inti dari Interpretasi Copenhagen hanyalah satu, yakni kemungkinan (probabilitas). Ada sebuah hukum alam yang mungkin kita tak tahu, namun bisa kita pelajari lewat Mekanika Kuantum, bahwa tak ada yang namanya “probabilitas nol”. Tidak ada yang namanya “tidak mungkin”. Segala hal mungkin, hanya saja probabilitasnya teramat kecil. Jika elu terlahir dari keluarga miskin yang amat susah dan lu punya cita-cita menjadi dokter, mungkin orang lain akan bilang, “Ih, nggak mungkin! Makan aja lu susah, gimana mau jadi dokter?”. Namun di masa depan tetap saja ada kemungkinan, walaupun amat kecil. Kemungkinan lu mungkin nggak sebesar teman lu yang pinter dan tajir, tapi tetap, tak ada yang namanya “probabilitas nol”. Jika lu bekerja dengan keras (seperti kisahnya “Laskar Pelangi”) lu mungkin bisa mencapai cita-cita itu.

Hal inilah yang terjadi pada “quantum tunneling”. Katakanlah ada sebuah elektron yang lagi jalan-jalan santai (nggak takut Corona soalnya dia) tapi di depannya ada dinding. Dia mau lewat, tapi kita mungkin mengatakan “Ah nggak mungkin lu lewat, tron. Kan dindingnya tebel.”. Elektron balas menjawab, “Eits, kan nggak ada yang namanya probabilitas nol. Jadi walaupun kecil, tetap ada kemungkinan gue bisa lewat menembus dinding ini!”

Quantum tunneling lebih mudah kita pahami jika menganggap partikel berbentuk gelombang

Dan benar, si elektron maju dan “probabilitas”-nya untuk menembus dinding itu, walaupun kecil, benar-benar bisa melewati dinding itu. Sementara probabilitas-nya untuk tidak bisa menembus dinding itu (yang lebih besar) nggak bisa melewati dinding itu, lalu kembali.

Tapi tetap, kemampuan super si elektron ini nggak akan bisa berlaku bagi kita, karena panjang gelombang de Broglie kita yang terlalu rendah. Namun, hukum tak adanya “probabilitas nol” tetap bisa berlaku untuk semua hal di seluruh jagad raya ini, nggak cuma partikel kecil doang.

Ternyata kemampuan “quantum tunneling” ini amatlah penting bagi keberlangsungan kehidupan di planet kita. Tanpanya matahari takkan bisa bersinar, fotosintesis takkan pernah terjadi, bahkan manusia takkan bisa melakukan pernapasan (respirasi). Ilmuwan kemudian menerapkan proses “quantum tunneling” untuk menciptakan transistor yang amat penting bagi teknologi kita (penciptanya saja sampai diberi hadiah Nobel). Tanpa adanya transistor, semua alat elektronik yang kita gunakan saat ini takkan bisa berfungsi.

Aplikasi yang lebih fenomenal lagi? Peristiwa “quantum tunneling” (dan “quantum teleportation” yang akan gue bahas) diduga terjadi lebih cepat daripada kecepatan cahaya, sehingga memunculkan kemungkinan bagi kita untuk melakukan perjalanan waktu.


TELEPORTASI KUANTUM

Prinsip "teleportasi kuantum" sangatlah bergantung pada fenomena "quantum entanglement" yang dapat diibaratkan dua anak kembar yang mampu melakukan telepati

Jika kalian masih ingat, di Episode 1B tentang eksperimen “Delayed Choice” gue memperkenalkan sebuah istilah baru yang disebut “quantum entaglement”, ketika sebuah partikel dipecah menjadi dua partikel kembar. Kalian mungkin masih ingat si Anna dan Anny atau Budi dan Bono? Baik Anna dan Anny adalah pasangan partikel yang mengalami “entaglement”. Dan teorinya, pasangan partikel yang mengalami “entaglement” bisa berteleportasi satu sama lain.

Untuk membahas konsep ini, kita harus membuang jauh-jauh bayangan kita tentang teleportasi fisik, sebab kita akan membahas teleportasi informasi.

Jika sebuah partikel dipecah dua, semisal partikel A menjadi Anny dan Anna, keduanya mengalami “entaglement”. Artinya dua partikel kembar itu memiliki karakter yang sama persis, bahkan bisa bertukar informasi satu sama lain. Kalian mungkin masih ingat, Anny bisa memberitahu kembarannya, Anna, dari masa depan untuk berperilaku seperti partikel/gelombang dari hasil eksperimen “delayed choice”.

Anggap saja pasangan partikel yang mengalami “entaglement” ini seperti sepasang anak kembar yang punya kekuatan super (kita namai mereka juga Anna dan Anny). Anna bisa membaca pikiran Anny, begitu pula sebaliknya, walaupun mereka dipisahkan jarak ribuan kilometer. Anggap saja ortu mereka bercerai dan ayah mereka membawa Anna ke Paris sementara Anny masih ikut ibunya di Jakarta. Namun sejauh apapun mereka berada, mereka masih “terhubung”.

Jika Anny tiba-tiba pengen empek-empek, maka Anna yang ada di Paris juga tiba-tiba ingin empek-empek. Jika Anna tiba-tiba terjatuh karena tersandung dan kakinya sakit, maka tiba-tiba saja Anny yang ada di Jakarta terjatuh tanpa sebab dan merasa kakinya juga ikut sakit. Jika Anna membaca novel, semisal “Game of Thrones”, maka tiba-tiba Anny tahu jalan cerita dan semua plot twistnya. Jika Anny belajar tentang Mekanika Kuantum lewat blog ini, semisal, maka Anna juga tiba-tiba paham Mekanika Kuantum.

Itulah yang disebut “entaglement” atau gue menyebutnya, “terkait”. Kemampuan kedua partikel tersebut untuk tetap "entangled" sama sekali takkan berkurang, walaupun keduanya dipisahkan jutaan galaksi sekalipun. 



Sekarang katakanlah partikel B kita pecah jadi Budi dan Bono (biar nggak bosen ama Anna-Anny terus). Budi tetap berada di Bumi, tapi Bono kita luncurkan ke luar angkasa. Katakanlah kita di masa depan memiliki koloni yang akan dikirim ke rasi bintang Sagitarius untuk menghuni eksoplanet di sana. Katakanlah nama planet itu adalah “Terra”. Bono ikut di Terra, sementara Budi masih di Bumi. Jarak Bumi dan Terra sendiri sekitar 60 ribu tahun cahaya.

Jika kita ingin mengirim informasi dari Bumi ke Terra, maka yang kita lakukan adalah: “memberitahukan” informasi itu ke Budi sehingga Budi mengetahuinya. Otomatis, jika Budi mengetahuinya, maka Bono di rasi bintang Sagitarius nun jauh di sana juga mengetahuinya.

Mungkin kalian bilang, “Lah susah banget Bang, kenapa nggak pake WhatsApp ya?”. Yakali WhatsApp. Emang sekilas WhatsApp cepet, tapi tetap, kecepatannya takkan bisa melebihi kecepatan cahaya (karena teknologi kita belum bisa menciptakan apapun yang lebih cepat daripada cahaya). Bahkan bila kita bisa mengirim informasi dengan kecepatan cahaya sekalipun, tahu berapa lama informasi yang dikirim Bumi untuk sampai ke Terra? 60 ribu tahun! Karena jarak Bumi dan Terra adalah 60 ribu tahun cahaya.

Proses “quantum entaglement” dapat merevolusi cara kita mengirim informasi. Saking cepatnya, proses pengiriman informasi itu disebut “teleportasi”. Mungkin nggak akan begitu terasa efeknya di Bumi ini. Tapi jika kita udah menaklukkan bintang-bintang dengan jarak ratusan bahkan jutaan tahun cahaya, teknologi itu akan terasa manfaatnya.

Kita akan masih tetap bisa "berteleportasi" asalkan kita memiliki partikel yang mengalami "quantum entaglement", tak peduli jika pasangannya berada di ujung galaksi sekalipun

Mungkin kalian protes lagi, lah Bang, itu kan teleportasinya beda kayak yang di Star Trek? Berarti nggak bisa dong kita teleportasi orang?

Mekanika Kuantum memang tak bisa menteleportasikan partikel, apalagi orang. Hanya informasi yang bisa diteleportasikan. Namun jika kita memaksa, mungkin bisa. Akan tetapi, siap-siap saja, akan ada konsekuensi yang tak sedap bagi kita.

Mekanika Kuantum memiliki batasan dalam mengirimkan informasi dari satu tempat ke tempat lain menggunakan teleportasi. Batasan itu disebut “Teorema No-Cloning”. Inti dari teorema ini adalah kita nggak bisa “copy paste” di dunia kuantum, kita bisanya “cut paste”.

Kita harus membuat pengandaian agar bisa memahami teorema ini. Anggap saja di Bumi ada cewek bernama Christina yang kangen banget ama pacarnya, bernama Dodit, yang menjadi kapten kapal luar angkasa yang mengirim koloni ke Terra. Kini Dodit berada di Terra, 60 ribu tahun cahaya jauhnya dari Bumi. Suatu hari Christina berpikir, “Akutu kangen banget ama Bang Dodit. Akutu khawatir kalo Bang Dodit selingkuh ama alien yang ada di sana.”

Akhirnya Christina memutuskan berteleportasi ke planet Terra untuk bertemu Dodit. Tapi dia males naek pesawat luar angkasa (mabok katanya), apalagi harus pake cryosleep segala, ah ribet. Dia memutuskan pakai alat teleportasi aja. Kebetulan di Bumi ada partikel Budi yang bisa bantu dia teleportasi ke sana dan mengirimkannya partikel Bono yang ada di Terra. Tapi seperti bunyi teorema “No-Cloning”, kita nggak bisa “copy paste”, karena jika begitu, akan ada dua Christina, satu masih di Bumi, satu ada di Terra. Yang bisa dilakukan adalah “cut paste”,

Tapi bagaimana caranya? Bukannya tadi Budi dan Bono hanya bisa berkirim informasi?

Caranya adalah menguraikan terlebih dahulu Christina di Bumi menjadi informasi. Informasi itu bisa berisi DNA sel-selnya, memorinya, dan lain-lain. Untuk bisa mengaksesnya, tubuh Christina benar-benar harus dilebur hingga ke partikel-partikel terkecilnya. Barulah, informasi itu dikirim Budi ke Bono. Kemudian, informasi yang didapat Bono di Terra kemudian digunakan untuk “merakit” kembali Christina menggunakan partikel-partikel yang sudah ada di Terra. Hasilnya, “terciptalah” Christina baru di Terra yang memiliki fisik dan ingatan sama persis dengan Christina di Bumi. Sementara di Bumi, Christina yang asli, sudah hancur lebur.

Ilustrasi sederhana bagaimana kita bisa berteleportasi

Nah sekarang, bagaimana jika Dodit bertemu dengan Christina di Terra? Apa dia masih mau dengannya? Christina di Terra memanglah sama persis dengan Christina yang ia kenal. Wajahnya masih sama, suaranya masih sama, ingatannya juga masih sama. Namun mungkin bagi Dodit, Christina di depannya tetap bukanlah Christina yang ia kenal di Bumi.

Katakanlah semasa mereka masih pacaran di Bumi, Dodit ama Christina pernah sepedaan bareng di pinggir sawah sambil pegangan tangan (gimana caranya ya?). Kenangan indah itu masih ada di dalam pikiran Christina di Terra. Namun ketika Dodit memegang tangan Christina, bukan tangan itu yang dulu ia pegang kala mereka pacaran di Bumi. Tangan Christina yang ini dibuat oleh partikel-partikel yang ada di Terra. Lalu mengetahui itu, apakah Dodit masih mau menerima Christina yang ini? Ataukah dia berpaling ke Sandra, seorang alien cantik yang ditemuinya di Terra (ini kenapa malah jadi sinetron sih?).

Jawabannya tergantung pada sudut pandang Dodit. Jika Dodit menganggap Christina yang ini sama aja dengan Christina yang dulu ia kenal, ya mungkin nggak masalah bagi dia. Namun jika Dodit menganggapnya sebagai Christina yang berbeda dan Christina yang asli sudah “hancur lebur” di Bumi, ya ia akan kecewa dan takkan mau menerimanya.

Lalu bagaimana dengan konsep jiwa?

Jiwa” atau “roh” adalah konsep spiritualis yang dipegang teguh oleh mereka yang memiliki agama dan kepercayaan spiritual. Jika seseorang diteleportasi, bagaimana dengan jiwa-nya? Apakah jiwa-nya ikut lenyap dari dunia ini dan kembali ke “surga” ketika Christina, semisal, tubuhnya diurai di Bumi? Apakah jiwa-nya ikut berpindah ke Terra (yang sepertinya mustahil kecuali ilmu fisika kuantum tahu caranya “menginformasikan” jiwa yang berkonsep abstrak). Lalu apakah Christina yang terbentuk di Terra masih memiliki jiwa? Walaupun jelas ia masih hidup, bisa bernapas, dan otaknya masih berfungsi, namun masihkah ia memiliki roh? Jika memang tanpa roh, lalu apakah Christina di Terra sebenarnya? Semacam robot?

Maka jelas, bagi yang memegang teguh sisi spiritual, konsep teleportasi adalah hal yang tabu. Bagi yang tak terlalu percaya konsep “roh”, mungkin mereka bisa menerima baik-baik ide teleportasi. Tapi bagi yang lain, konsep teleportasi mungkin sama tabunya seperti konsep aborsi, semisal.

Bahkan, jika kita mau melihat lebih dalam, teleportasi memiliki sisi yang bahkan lebih kelam. Bayangkan jika di masa depan alat teleportasi dibuat dengan massal dan digunakan oleh orang-orang setiap hari untuk komuter, semisal orang-orang di Bekasi yang bekerja di Jakarta. Alat-alat teleportasi itu setiap harinya bakal seperti Stasiun MRT, dimana ribuan orang akan memanfaatkannya. Bagi yang peduli pada konsep “jiwa”, alat tersebut mereka bayangkan seperti sebuah mesin “genosida massal” yang “menguraikan” ribuan orang tiap harinya, kemudian merakitnya kembali di tempat lain. Apa proses “penguraian” itu sama saja dengan pembunuhan? Ataukah karena dibuat “duplikat” yang sama persis tanpa kurang suatu apapun, proses itu sebenarnya “fine-fine” aja?

Belum lagi situasi horor (yang pernah gue liat di film science-fiction) dimana alat yang seharusnya “merakit” tubuh kita di tempat lain tiba-tiba error, sehingga yang terbentuk adalah tubuh “duplikat” yang tidak sempurna, semisal mata kita kurang satu, usus kita malah ada di luar, atau malahan yang terbentuk cuman gumpalan daging. Padahal tubuh kita yang asli udah telanjur dihancurin buat mengekstrak “informasi” di dalamnya. Kacau dong?

Bagaimana menurut kalian? Gue pengen banget mendengar pendapat kalian tentang teleportasi ini, apakah sah-sah aja menurut kalian, atau tidak?

Jika teleportasi saja memiliki implikasi moral serumit ini, bagaimana dengan perjalanan waktu?




9 comments:

  1. Ada dua kemungkinan teleportasi sih bang menurut ane, satu yg di pecah jadi atom kyak yg bang Dave jelaskan,satu lagi kita 'ngelipet' ruang dan waktu,semacam wormhole. Jadi kita manipulasi dimensi ke 4 (bener kan?) Buat jadi terowongan kita ke lokasi di dimensi ke 3 :'v. Mungkin ane pernah denger ini dimana,tapi ide ane biar gak harus mecah tubuh kita sih gitu...

    ~Venzuu~

    ReplyDelete
  2. Hmm menarik untuk disimak, ditunggu update lanjutan artikel tentang perjalanan waktu nya (time travel), jangan lama lama ya, sebelum pemahaman teori mekanika kuantum (cahaya, gelombang, partikel, foton, elektron dan positron) yang sudah terbayang jelas di dalam otak gue menghilang 😂

    ReplyDelete
  3. Teleportasi sama perjalanan waktu mustahil sepertinya.
    Tapi jika pergerakan secepat yang kamu mau mungkin masih bisa.

    ReplyDelete
  4. kok jadi ingat anime MAGIC GIRLS bang?? itu loh 2 gadis kembar yang bisa berbicara hati ke hati dan bisa teleportasi bila mereka menyatukan jarinya heheh,kalo konsep bada sama tapi orang berbeda mirip DR MANHATTAN di DC dia bisa menciptkan kehidupan baru tapi ga bisa menghidupkan orang mati, biasanya superhero terhebat ga bisa menghidupkan orang mati tp bisa menciptakan kehidupan

    ReplyDelete
  5. Me yg masih baca sekilas2 : berat berat betat

    ReplyDelete
  6. Jiwa memang sesuatu yang abstrak, tetapi bukankah Mekanika Kuantum sendiri adalah sesuatu yang abstrak, walaupun dapat dijelaskan secara fisika?

    ReplyDelete
  7. Bahas dark case lagi dong bang :"""

    ReplyDelete
  8. Kok ada yg kontradiksi ya bang. Kmarin di delayed experiment kan si budi dan bono saling berkirim info untuk jadi partikel atau jadi gelombang. Brarti itu informasi nya ter-copy kan? Bukan ter cut? Atau gmn penjelasannya

    ReplyDelete