Thursday, May 21, 2020

GILANYA DUNIA QUANTUM: PART 5A – IT'S TIME FOR “TIME TRAVELING”



Hallo guys, akhirnya tiba juga di penghujung pentalogi Mekanika Kuantum dimana akhirnya gue akan membahas yang kalian tunggu-tunggu, yakni perjalanan waktu atau “time traveling” (karena panjang, gue bagi dua part lagi ya guys). Menurut Einstein, perjalanan waktu itu bisa dilakukan dan tidak bisa dilakukan. Lah kok bisa ambigu gitu? 

Menurut Teori Relativitas, kita bisa kok memutar kembali waktu, asalkan kita bisa bergerak lebih cepat dari cahaya, atau paling tidak, menemukan partikel yang bergerak lebih cepat dari cahaya. Kecepatan cahaya adalah 3x108 meter/detik (disimbolkan “c”) atau 300.000 kilometer per detik. Tapi menurut Teori Relativitas Einstein lagi, di alam semesta ini nggak ada yang bisa bergerak lebih cepat dari cahaya.

Berarti nggak bisa dong? Hmmmm ... nggak begitu juga. Soalnya jika kalian belajar “quantum tunneling” dan “quantum teleportation”, kalian pasti tahu bahwa informasi antara dua partikel yang mengalami “entanglement” bisa berpindah sangat instan, bahkan jauh cepat melebihi cahaya. Bahkan eksperimen “Delayed Choice” juga “membuktikan” bahwa informasi bisa dikirim dari masa depan ke masa lalu.

Wah, berarti bisa dong Bang? Hmmm .... nggak juga sih hehehe. Soalnya panjang gelombang de Broglie kita rendah sekali sehingga kita nggak bisa mengikuti Hukum Kuantum.

Astaganaga, terus gimana dong???

Ingat, nggak ada yang namanya “probabilitas nol”, jadi tetap saja ada kemungkinan (mungkin jauh di masa depan) kita bisa melakukan yang namanya “time traveling”. Masalahnya sebenarnya bukan bisa atau tidak, melainkan apa dampaknya apabila kita melakukan perjalanan waktu? Sama seperti mesin teleportasi di episode lalu, kita juga harus memikirkan implikasi moral serta dampaknya terhadap keberlangsungan dunia ini.


PERGI KE MASA DEPAN? GAMPANG!

Tanpa kita sadari, para astronot yang bekerja di stasiun luar angkasa ISS ini sebenarnya tengah melakukan "time traveling". Apabila mereka sampai ke Bumi, maka sebenarnya mereka tiba di sepersekian detik di masa depan, disebabkan karena efek "dilatasi waktu"


Yang biasa kita sebut “time traveling” biasanya meliputi dua arah, yakni pergi ke masa depan dan sebaliknya, pergi ke masa lalu. Uniknya, menurut Teori Relativitas Einstein, kita bisa kok melakukan perjalanan waktu ke masa depan tanpa menyalahi hukum alam. Bahkan sudah ada astronot yang membuktikannya. Hah yang bener?

Einstein menyatakan, semakin cepat suatu objek bergerak, maka waktu akan berjalan lebih lambat bagi objek itu. Namun bagi orang yang mengamati objek itu, waktu akan berjalan normal. Inilah yang disebut konsep “relativitas”, yakni waktu akan bergerak “relatif” lebih cepat atau lebih lambat tergantung pengamat.

Peristiwa ini akan menyebabkan apa yang disebut dengan “Twin Paradox” atau “Paradoks Kembar”. Begini ceritanya. Anggap aja ada dua saudara kembar yang amat mirip, bak pinang dibelah dua. Nama mereka adalah Tono dan Tino. Tono adalah seorang astronot dan saat mereka berusia 20 tahun, Tono dikirim ke sebuah misi luar angkasa. Tono akan mengendarai sebuah pesawat luar angkasa canggih berkecepatan 0,8 c (80% kecepatan cahaya) mengunjungi asteroid yang berjarak 4 tahun cahaya (30 trilyun kilometer). Dengan perhitungan, kita mendapat hasil Tono akan memerlukan waktu 10 tahun untuk menyelesaikan misinya.


Setelah Tono menyelesaikan misinya dan tiba kembali di Bumi, ia mengunjungi kembarannya, umur mereka harusnya sama-sama 30 tahun. Namun ternyata tidak. Menurut Einstein, ada yang dinamakan “time dilation” atau “dilatasi waktu”. Dilatasi waktu terjadi apabila kita bergerak lebih cepat daripada lingkungan sekitar kita (pengamat), akibatnya waktu (bagi kita) akan bergerak lebih lambat. Dilatasi waktu ini dilambangkan dengan Lorentz Factor atau Faktor Papa Lorentz.


Menggunakan rumus ini, kita bisa tahu bahwa dalam kasus Tono ϵ = 0,6 dan waktu yang dibutuhkan Tono adalah = 0,6 x 10 tahun = 6 tahun. Jadi, di dalam pesawat itu, Tono hanya menua 6 tahun, sementara di Bumi, Tino kembarannya menua 10 tahun. Jika Tono pulang dan bertemu kembali dengan saudaranya, Tino akan berumur 30 tahun sementara Tono akan jauh lebih muda dan masih berumur 26 tahun.

Lupakan perhitungan ruwetnya jika kalian tak paham. Pokoknya menurut konsep ini, bisa dikatakan bahwa Tono pergi ke masa depan, yakni ke 4 tahun yang akan datang. Dan itu kita baru bergerak 0,8 kali kecepatan cahaya lho.

Anehnya, konsep “dilatasi waktu” ini seakan bisa dimengerti oleh kebudayaan-kebudayaan kuno. Ada sebuah dongeng kuno dari Jepang berjudul “Urashima Taro” yang bercerita tentang seorang nelayan muda bernama Urashima Taro yang menolong seekor penyu kecil. Tak disangka, penyu itu adalah seorang putri cantik yang kemudian ingin menikahi sang nelayan dan mengajaknya pergi ke “dunia”-nya. Urashima-pun pergi dengannya dan tinggal bersamanya selama tiga hari. Namun setelah tiga hari, Urashima ingin kembali untuk menjenguk ibunya. Sang putri memenuhi permintaannya, namun begitu terkejutnya Urashima begitu kembali, ternyata 300 tahun telah berlalu dan tak seorangpun yang mengenalinya.
Dongeng Urashima Taro: seorang pria bertemu dengan wanita cantik yang mengajaknya ke "planet"-nya
Setelah tiga hari di sana, sang pria merasa kangen dengan ibunya dan meminta kembali. Setelah diantarkan oleh penyu raksasa (perlambang pesawat luar angkasa?), iapun sadar bahwa 300 tahun telah berlalu di Bumi

Kisah yang sama juga ada di India, tentang dongeng raja Kakudmi yang menemui Dewa Brahma di kahyangan. Namun begitu kembali, ternyata ribuan tahun telah berlalu di Bumi. Sama pula, di Irlandia terkenal pula dongeng Niamh, sang peri laut, yang sama persis dengan kisah Urashima Taro. Hmmm ... bagaimana ya mereka tahu? Apa ada hubungannya dengan teori “Ancient Aliens” atau hanya bukti kekreativitasan nenek moyang manusia dalam membuat science fiction purba? Entahlah.

Yang jelas, “dilatasi waktu” ini tak hanya teori gombal. Seorang astronot bernama Scott Kelly sudah membuktikannya. Ia tinggal selama 11 bulan di luar angkasa dan sudah lebih muda 0,013 detik dari saudara kembarnya di Bumi. Hmmmm ....

Mark dan Scott Kelly telah membuktikan "Twin Paradox" dimana Scott kembali dari luar angkasa dan lebih tua 0,013 detik ketimbang kembarannya di Bumi

Selain “time dilation”, cara termudah pergi ke masa depan ya membekukan diri kita sendiri dengan “cryosleep” kemudian bangun puluhan, bahkan ratusan tahun di masa depan, seperti kisah Steve Rogers sang Captain America.

Tapi baik “time dilation” dan “cryosleep” memiliki satu dilema, yakni kita tak bisa kembali ke masa lalu. Well, kabar baiknya, semoga aja di masa depan ketika kalian terbangun, sudah ada yang menemukan mesin waktu.


PERGI KE MASA LALU, HMMMM ... AGAK SULIT

Bayangin lu pergi ke masa lalu dan bilang ke ayahmu waktu muda, "Pah, jangan nikahin Mamah. Galak soalnya." gimana ya kekacauan yang akan terjadi?

Intinya, ada dua cara menurut Ilmu Fisika untuk pergi ke masa lalu. Cara pertama adalah dengan menemukan partikel yang bergerak lebih cepat daripada cahaya (membuat mesin waktu). But there's a catch. Walaupun kita sudah berhasil menemukan mesin waktu, kita hanya bisa kembali ke saat setelah mesin waktu itu diciptakan. Logikanya karena kita harus keluar dari mesin waktu itu juga.

Semisal, kita menemukan mesin waktu di tahun 2030, maka time traveler yang berasal dari tahun 2100 hanya bisa mundur maksimal ke tahun dimana mesin waktu itu diciptakan, yakni 2030 (ia bisa ke tahun 2050, 2090, pokoknya setelah 2030). Jika ia ingin menyaksikan Perang Dunia II atau lebih eksotis lagi, melihat dinosaurus, ia takkan bisa melakukannya.

Jika ia ingin pergi lebih jauh ke masa lalu, ia harus menemukan “gerbang waktu alami” yang berada entah dimana di alam semesta ini. Secara teori, berikut ini adalah beberapa konsep cara yang mungkin, menurut para ilmuwan fisika, untuk pergi ke masa lalu, antara lain CTC, Wormhole, Cosmis Strings, Tipler Cylinder, Alcubierre Drive, dan Tachyon Antitelephone.

1. CTC (Closed Timelike Curves)


Ilustrasi "Closed Timelike Curve" di alam semesta yang dibayangkan Kurt Godel

Pada 1948, seorang matematikawan bernama Kurt Godel konsep “CTC” kala ia tengah menyelesaikan persamaan “General Relativity” milik Einstein. Ia menemukan bahwa lintasan dari sebuah objek di luar angkasa melewati ruang dan waktu pada akhirnya akan membentuk “loop” dan kembali ke tempat yang sama. Artinya, voila! Mesin waktu.

Namun ada tiga kelemahan dari teori ini. Pertama, karena lintasannya tetap sama, walaupun kita kembali ke masa lalu, maka kita takkan bisa mengubahnya, sebab yang akan terjadi adalah “Paradoks Predestinasi” (akan gue jelaskan nanti). Kedua, jikapun kita menggunakan CTC ini untuk kembali ke masa lalu, kita hanya akan bisa menjadi diri kita sendiri di masa lalu. Alasannya karena setiap objek yang mengikuti CTC ke masa lalu hanya akan bisa merunut lintasannya sendiri. Semisal lu usia 28 tahun kembali ke 20 tahun lalu menggunakan CTC, lu akan menjadi diri lu sendiri saat usia 8 tahun. Ketiga, CTC tak berlaku di alam semesta ini. Ternyata ada “kekeliruan” atau kesalahpahaman di perumusan Godel ini sehingga konsep CTC hanya berlaku di dunia dimana tidak terjadi “Hubble expansion”.

Apa itu “Hubble expansion”?

Ketika Big Bang terjadi, maka alam semesta yang awalnya hanyalah satu titik mahakecil meledak dan mengembang menjadi alam semesta yang kita kenal saat ini. Jadi bayangkan saja alam semesta kita seperti sebuah balon yang ditiup sehingga yang awalnya kecil menjadi mengembang besar. Prinsip inilah yang dinamakan “Hubble Expansion”. Sayangnya, saat menemukan konsep CTC ini, Godel sama sekali tak mempertimbangkan adanya “Hubble Expansion” sehingga teorinya ini tak berlaku di alam semesta kita.

Timeline alam semesta kita semenjak Penciptaan (Big Bang). Jagad raya pada awalnya adalah sebuah titik di posisi paling kiri, kemudian meledak (cahaya terang) dan terus mengembang hingga posisi kita sekaang (di paling kanan). Sehingga timeline universe berbentuk seperti terompet

Namun uniknya, jika kalian memahami Dimensi VII-IX di penjelasan gue tentang “String Theory”, maka ada kemungkinan CTC benar-benar ada di alam semesta lain yang kondisi inisialnya bukanlah Big Bang, sehingga hukum fisika di sana benar-benar berbeda. Mungkin saja alam semesta mereka nggak mengembang atau mengalami “Hubble Expansion” seperti alam semesta kita. Nah, mungkin saja penghuni alam semesta itu sudah biasa melakukan time traveling memanfaatkan CTC. Menarik membayangkan apa implikasinya bagi kehidupan mereka jika “time traveling” sudah menjadi norma dan keseharian.


2. Wormhole

Nah, konsep “Wormhole” atau “Lubang Cacing” inilah yang biasanya banyak diciduk oleh cerita-cerita science-fiction untuk menjelaskan perjalanan waktu. “Wormhole” atau bahasa lebih kerennya “Einstein-Rosen Bridge” (Jembatan Einstein-Rosen, dinamai sesuai dua penemunya) gambarannya adalah seperti ini. Bayangkan alam semesta kita adalah sebuah kertas. Untuk sampai dari titik A ke B, manakah jarak paling dekat?


Mungkin kalian menjawab tinggal gambar aja garis lurus antara A ke B, beres kan? Ya kalo kalian cuma mau pergi dari Leuwipanjang ke Bojongsoang. Kalo kalian mau ke Galaksi Andromeda yang jaraknya 2,5 juta tahun, maka kita perlu 25 juta tahun untuk pergi ke sana (karena teknologi pesawat luar angkasa tercepat NASA saat ini hanya 10% kecepatan cahaya). Tentu saja kita membutuhkan cara yang lebih cepat. Caranya?


Jleb! Lengkungkan kertas dan tancapkan pulpen menembus poin A dan B. Inilah yang disebut Jembatan Einstein-Rosen alias “wormhole”.

Secara teori, jembatan ini bisa dibentuk menggunakan dua lubang hitam yang di-”entaglement” satu sama lain. Akan tetapi tentu kalian bisa melihat resiko perjalanan ruang dan waktu menggunakan jembatan ini. Bayangin aja tubuh kalian masuk ke dalam lubang hitam, ya ancur lah! Tentu sia-sia belaka nantinya perjalanan waktu kita jika kita sampai ke masa lalu dalam bentuk serpihan-serpihan mini kaya remahan Oreo.


3. Cosmic Strings


Oke, apalagi nih “benang-benang kosmis”? Jika kalian memperhatikan gambar timeline Big Bang di atas, maka kalian bisa melihat bahwa pada waktu tak lama setelah Penciptaan, alam semesta mengembang dengan sangat cepat, kemudian memelan setelah usia 375.000. Sekarang misalkan saja kalian memiliki sehelai kain dan dengan cepat kalian menariknya, apa yang terjadi? Akan robek kan? Apabila sesuatu mengembang terlalu cepat, maka akan terbentuk “robekan”. Nah “robekan” dalam fabrik alam semesta inilah yang disebut “cosmic string” dan usianya teramat purba, bahkan hampir seumuran dengan usia alam semesta ini.


Secara teoritis, robekan-robekan ini bentuknya menyerupai benang 1 dimensi yang disebut “benang kosmis”. Karena kekuatannya yang amat “mistis” (dia aja sudah ada sejak permulaan waktu), benang ini bisa kita gunakan untuk menyeberangi “wormhole” tadi dengan selamat. Caranya dengan “mengulurkan” benang kosmis dari ujung black hole satu ke ujung lainnya, kemudian kita menelusurinya. Yah, mirip lah apabila kita masuk ke terowongan dengan bantuan sebuah tali yang terjulur dari pintu masuk gua ke pintu keluar gua. Dengan tetap berpegangan pada tali itu, kita akan bisa keluar ke ujung satunya.

Sayangnya, keberadaan benang-benang kosmis ini barulah sebatas teori. Ditambah lagi, karena kekuatannya yang mahadahsyat, bisa-bisa tubuh kita keburu hancur saat mendekatinya, apalagi memegangnya dengan tangan.


4. Tipler Cylinder


Oke, jika kita nggak nemu wormhole atau benang kosmis, gimana kalo kita bikin sendiri? Pada 1974, kala menganalisis persamaan matematika yang dirumuskan Willem Jacob van Strockum empat dekade sebelumnya, seorang fisikawan bernama Frank Tipler menemukan apa yang ia sebut sebagai “Silinder Tipler”. 

Menurut teorinya, jika kita memutar sebuah silinder dengan panjang tak terbatas secara longitudinal, maka silinder tersebut akan menciptakan sebuah efek “frame dragging” yang akan menciptakan semacam gerbang waktu. Tapi Bang, ada kata “panjang tak terbatas”, terus gimana dong kita menciptakannya? Frank Tipler sendiri berpendapat bahwa itu bisa diakali dengan membuat silinder yang amat panjang (tak perlu “tak terbatas”) tapi memutarnya dengan kecepatan yang luar biasa tinggi.

Uniknya, Stephen Hawking berpendapat, bahwa diantara konsep mesin waktu-mesin waktu yang lain, konsep Silinder Tipler inilah yang paling memungkinkan untuk dibuat oleh teknologi manusia. Namun ada satu hal yang membuatnya tak bisa dibangun saat ini. Agar bisa bekerja, Silinder Tipler tersebut harus memiliki massa minimal 10 kali massa Matahari dengan ukuran setipis benang. Okeeee ... lewat.


5. Alcubierre Drive


Pada 1994, seorang ilmuwan bernama Miguel Alcubierre menawarkan sebuah cara untuk melintasi ruang dan waktu dengan sebuah alat yang bernama “Alcubierre Drive”. Alat ini bekerjanya hampir mirip dengan “warp drive” yang ada di “Star Trek”. Alat ini akan bekerja dengan “memadatkan” ruang dan waktu di depannya dan dalam waktu yang sama, “memulurkan” ruang dan waktu yang ada di belakangnya. Dengan demikian, alat drive ini akan bisa “meluncur” lebih cepat dari cahaya, istilahnya bisa melakukan “Superluminal Travel”. Kita semua tahu bahwa bergerak lebih cepat dari cahaya adalah “koentji” untuk melakukan perjalanan waktu.

Namun alat ini tidaklah praktis. Pertama, alat seperti ini akan membutuhkan energi yang luar biasa besar, bahkan mungkin lebih besar daripada energi seluruh alam semesta ini. Kedua, seluruh penumpang Alcubierre Drive ini bisa musnah karena dari perjalanan itu akan dihasilkan panas yang luar biasa tinggi yang akan membakar mereka hingga gosong. Tak hanya itu, tujuan mereka, yakni “masa depan/masa lalu”, bisa hancur karena tekanan kuat yang dihasilkan Alcubierre Drive ini. Ya, bayangin aja “drive” seperti ketapel yang melesatkan batu ke masa depan/masa lalu.


6. Tachyon Anti-Telephone



Tachyon” adalah sebuah partikel hipotetis yang diduga bisa bergerak lebih cepat ketimbang cahaya. Tachyon ini (bukan artis Korea lho ya) belum ditemukan, namun apabila sudah, bisa menjadi “bahan bakar” kita untuk melakukan time traveling. Nggak perlu bikin mesin waktu deh (yang selain sulit bikinnya, juga ada kemungkinan alat itu bikin kita jadi gumpalan daging gosong berasap di tujuan kita). Kalau kita sudah berhasil menemukan tachyon ini, kita bisa menciptakan apa yang disebut “tachyon anti-telephone”. Dengan kata lain, kita bisa membuat telepon yang bisa menghubungkan kita dengan masa depan dan masa lalu.

Jadi misal saja, elu sakit perut gara-gara makan gorengan kebanyakan cabe. Lu kemudian menggunakan anti-telepon ini buat menghubungi elu di masa lalu, “Halo, ini gue, elu. Heh jangan kebanyakan makan cabe nanti sakit perut!”. Itulah penggunaan praktis telepon berkekuatan tachyon ini.

Tapi tetap, nggak bisa dong kita semisal nelepon ke 20 April 1889 di rumah sakit di Braunau am Inn, Jerman, terus bilang ke perawatnya: “Kalo ada bayi lahir namanya Adolf Hitler langsung cekek aja, cekek!!!” (mungkin lu terinspirasi ya ama Rhodey di “Endgame”). Sayang, kita nggak bisa melakukannya. Kenapa? Karena lu hanya bisa menghubungi sesama tachyon anti-telephone. Dengan kata lain, diperlukan dua anti-telepon untuk saling berhubungan, satu di masa depan dan satu di masa lalu.

Tapi uniknya, konsep “anti-telepon” ini bisa kita pakai dalam Mekanika Kuantum. Masih ingat bahwa dua partikel yang mengalami “entanglement” bisa mengirimkan informasi hingga ke masa lalu? Bisa saja suatu saat kita menemukan teknologi untuk memanipulasi sebuah partikel untuk mengirimkan informasi dari masa depan ke partikel kembarannya yang berada di masa lalu. Jadi, konsep “time traveling” kini nggak hanya melibatkan orang, namun berupa penyampaian berita dari masa depan. Dan jika berita itu penting, mungkin bisa merubah masa depan.

Namun lagi-lagi, teknologi ini bukan tak mungkin akan menimbulkan implikasi yang tak ringan, yang akan gue bahas di episode berikutnya.



BERSAMBUNG KE EPISODE BERIKUTNYA




6 comments:

  1. Nunggu episode selanjutnya

    ReplyDelete
  2. Habis baca Berasa kya nonton interstellar njir

    ReplyDelete
  3. Aku dengar ditemukan pulsar bintang neutron yang lebih cepat dari cahaya.

    ReplyDelete
  4. Dari awal baca tono-tino udah mulai kepikiran sama yang lagi hot di kalangan artis tanah air, tapi mencoba mengabaikan. Eh trus muncul lagi istilah papa Lorentz , makin curiga Bang Dave ngikutin gosip terkini artis indo 😂😂😂😂

    ReplyDelete
  5. Abis baca serasa kayak nonton film wkwkwk

    http://introvertdatabase.com

    ReplyDelete
  6. Dilatasi waktu saya tau pertama kali setelah nonton Interstellar, dan kemudian nemu thread penjelasan bagus di Kaskus. Implikasi moral nya banyak banget kalo baca dari part 4 ya?

    ReplyDelete