Nb: Karena artikelnya panjang, akan gue bagi
jadi dua bagian
Otto Warmbier adalah
pemuda kulit putih asal Amerika Serikat yang berprestasi dan hobi traveling.
Namun namanya menjadi perbincangan publik di senatero negaranya ketika ia
melakukan satu kesalahan yang amat fatal: berkunjung ke Korea Utara. Mulai dari
beberapa tahun belakangan, Korea Utara memang membuka pintunya untuk
pariwisata. Beberapa vlogger yang sering gue ikutin videonya pun ada yang pernah
berkunjung ke Korea Utara, namun semuanya pulang selamat. Akan tetapi sayang,
Otto tak menemui nasib sebahagia itu.
Pada kunjungannya di
tahun baru 2016, Otto ditangkap oleh pihak berwajib di Korea Utara dan ditahan
karena dituduh melakukan kejahatan “tak termaafkan”. Proses diplomasi untuk
memulangkan pemuda itu ke negaranya berjalan alot karena baik Amerika Serikat
dan Korea Utara tak memiliki hubungan yang harmonis. Video persidangan Otto
yang “janggal” membuat kedua orang tua pemuda itu menjadi ketakutan. Hingga
ujungnya, ketakutan mereka mengejawantah menjadi nyata. Otto dipulangkan
setahun berikutnya dalam kondisi meregang nyawa.
Apakah yang sebenarnya
terjadi dengan Otto? Benarkah seperti dugaan banyak pihak ia disiksa selama di
penjara? Ataukah dia korban tak berdosa antara perang politik kedua negara?
Dear readers, inilah
Dark Case kali ini.
Foto Otto Warmbier
(SUMBER GAMBAR)
Pemuda bernama lengkap
Otto Frederick Warmbier ini lahir pada 1994 dari keluarga Yahudi yang bertempat
tinggal di Cincinnati, Ohio. Semenjak remaja, ia dikenal sebagai figur yang
populer, tampan, dan disukai banyak orang. Tak heran, ia dianugerahi sebagai
“prom king” pada pesta kelulusan SMA-nya. Masa depannya pun terbilang cerah,
mengingat pribadinya yang dikenal cerdas. Ia mengambil double degree di
University of Virginia, mengambil dua jurusan sekaligus, yakni Perdagangan dan
Ekonomi. Untuk memenuhi hobi berpetualangnya, ia gemar berpergian ke luar
negeri, antara lain hingga ke Eropa serta Kuba dan Ekuador di Amerika Latin.
Pada penghujung 2016,
Otto sedang melaksanakan studi ke Hong Kong dan terpaksa menghabiskan tahun
baru jauh dari orang tuanya. Hasrat petualang pemuda itu kemudian membuatnya
memutuskannya untuk menghabiskan liburan itu dengan melakukan sesuatu yang amat
ekstrim. Berwisata ke Korea Utara.
Entah apa yang
mendorong Otto melakukan tindakan tersebut. Negaranya kala itu, Amerika Serikat
tengah berseteru dengan Korea Utara karena tuduhan pengembangan senjata nuklir
hingga pelanggaran HAM yang kerap dilakukan pemimpinnya, Kim Jong-Un. Mungkin
keterisolasian Korea Utara dari segala pengaruh dari luar membuat Otto
penasaran untuk melihat kehidupan semacam apakah yang akan ia temui di balik
segala ketertutupan tersebut. Yang jelas, reputasi Korea Utara yang kelam sama
sekali tidak membuat Otto gentar ketika ia akhirnya mem-booking paket
perjalanan dari Young Pioneer Tour dari Hong Kong untuk perjalanan selama 5
hari di Korea Utara. Apalagi, operator tur tersebut meyakinkan Otto bahwa
perjalanan ini akan sepenuhnya aman.
Pada 5 Desember 2015,
Otto besama 10 warga negara Amerika Serikat lain terbang menuju ke Pyongyang.
Kala itu ia sama sekali
belum tahu, bahwa ia takkan pernah pulang dalam keadaan selamat.
Tur itu awalnya
berjalan sesuai rencana. Grup itu berpartisipasi di pesta tahun baru yang
meriah bersama para penduduk Pyongyang di Alun-Alun Kim Il-Sung sambil melihat
kembang api. Kemudian grup itu memutuskan untuk melanjutkan pesta di hotel
mereka, Yanggakdo International Hotel, sambil minum minuman keras.
Dan di sinilah bencana
dimulai.
Selama dua jam,
teman-teman Otto dalam grup itu tak tahu dimana keberadaan pemuda itu.
Sebelumnya mereka tengah berpesta di bar, namun detik berikutnya, pemuda itu
tiba-tiba lenyap. Para anggota grup tur itu tak begitu ambil pusing. Mungkin
saja pemuda itu memutuskan jalan-jalan sendiri di dalam hotel. Apalagi ketika
teman sekamarnya kembali ke kamar, ia menemukan Otto telah tertidur lelap,
mabuk, di atas ranjangnya sendiri.
Hingga kini, apa yang
sebenarnya dilakukan Otto selama dua jam ia menghilang di hotel kala itu,
hanyalah sebatas spekulasi.
Hotel dimana Otto dan rekan-rekan seperjalanannya menginap
Keesokan harinya,
ketika grup itu telah tiba di bandara dan hendak boarding ke pesawat yang akan
mengantar mereka pulang, dua orang penjaga berseragam militer mendatangi mereka
dan membawa Otto pergi. Pemuda itu sama sekali tak terlihat takut, bahkan
terlihat setengah tersenyum, seolah ia baru saja melakukan perbuatan yang
nakal.
Itulah kali terakhir
teman-teman seperjalanannya melihat Otto.
Kita kembali lagi ke
malam itu, dimana Otto lenyap. Seperti gue sebutkan di awal, Otto bukanlah
turis Amerika (atau paling nggak bule) yang pertama kali berkunjung ke Korea
Utara. Beberapa di antaranya bahkan adalah vlogger yang merekam perjalanan
mereka dan membagikannya ke subsciber mereka di YouTube. Jadi boleh dibilang,
tak ada lagi kerahasiaan di sini.
Salah satu video
mengungkapkan sebuah urban legend mengenai hotel tempat mereka menginap. Hotel
itu memiliki lantai nomor 5 yang amat misterius. Lantai itu tertutup hanya
untuk staff dan tamu sama sekali tak diperbolehkan masuk ke dalamnya. Bahkan,
angka “5”-pun dihilangkan dari tombol lift. Urban legend yang berkembang di
kalangan turis Amerika berprasangka bahwa ada rahasia kelam yang disembunyikan
di lantai itu.
Merasa penasaran, ada
beberapa YouTuber yang nekad masuk ke sana. Di antaranya adalah Calvin Sun dan
teman-temannya yang berhasil menyusup ke sana dan merekam kondisi “creepy” di
dalamnya. Bukannya angker, ruangan itu (walaupun perlu gue akuin cukup
menyeramkan) malah dipenuhi oleh poster-poster propaganda.
Otto kemungkinan besar
pernah mendengar urban legend ini dan menurut spekulasi gue, turun sendirian ke
sana untuk mengeksplorasinya pada dua jam misterius dimana ia menghilang.
Namun perlu kita ingat
juga, para YouTuber yang nekad menggentayangi lantai rahasia ini semuanya
selamat dan kembali ke negara mereka hidup-hidup. Tak ada yang mengalami nasib
senaas Otto. Lalu apa yang terjadi malam itu?
Pemerintah Korea Utara
menuduh Otto sengaja merobek sebuah poster propaganda dari dinding lantai 5
tersebut, lalu membuangnya. Otto kemudian “mengaku” bahwa ia memang berniat
membawa poster itu sebagai suvenir ke Amerika, namun karena ukurannya yang
terlalu besar, iapun akhirnya meninggalkannya begitu saja.
Apa yang dilakukan Otto
ini, walaupun terbilang sepele, dianggap sebagai kejahatan tak terampuni di
Korea Utara. Pasalnya, poster yang dirobek itu memuat foto diktator Korea Utara
(entah Kim Jon-Un atau mungkin ayahnya) dan perbuatan tersebut bisa dianggap
sebagai penghinaan kepada pemimpin yang amat mereka agungkan (bahkan mereka
tuhankan) tersebut.
Kurang lebih dua bulan
kemudian, Otto kembali muncul di depan publik, kali ini di press conference
persidangannya sendiri pada 29 Februari 2016. Di sana, dengan memakai jas dan
dasi, ia membacakan pengakuannya dimana ia mengaku bersalah dan memohon ampun
dari pemerintah Korea Utara.
Video persidangan Otto Warmbier di depan otoritas militer Korea Utara. Ekspresinya terlihat amat ketakutan, terutama saat penghujung konferensi pers.
Dari ekspresi wajah dan
bahasa tubuhnya, bisa terlihat bahwa Otto terlihat amat ketakutan, seolah ia
tahu ia takkan keluar dari tempat itu hidup-hidup.
Yang mengejutkan, Otto
di kesempatan itu juga mengaku bahwa ia disuruh oleh gerejanya yang bekerja
sama dengan CIA, untuk mencuri poster itu. Banyak pihak yang meragukan
pengakuan ini dan curiga bahwa surat pengakuan itu dibuat oleh pihak Korea
Utara untuk menuduhnya terlibat spionase. Apa kalian melihat kejanggalan dari
pernyataan itu?
Tak hanya keterkaitan
Otto dengan pihak intelejen Amerika Serikat terlihat terlalu berlebihan namun
juga karena kenyataan lain. Ingat bahwa Otto seorang Yahudi? Jadi tidak mungkin
ia disuruh oleh gereja untuk mencuri poster itu.
Namun Korea Utara
mengajukan sebuah bukti bahwa tuduhan mereka terhadap pemuda Amerika itu
bukanlah tidak beralasan. Ada sebuah rekaman CCTV yang menunjukkan seorang pria
yang diduga Otto, tengah melepas sebuah poster dari lantai 5 yang terlarang
itu.
Sosok dalam video yang terlihat buram ini diyakini adalah Otto Warmbier
yang tengah melepas poster dari lokasi terlarang di hotel yang diinapinya, "kejahatan" yang kemudian meminta tumbal nyawanya
Bukti itu sebenarnya
bukanlah bukti yang tak terbantahkan. Toh, gambarnya terlalu buram bagi kita
untuk mengenali apakah sosok itu benar Otto atau bukan. Yang jelas, bukti itu
lebih dari cukup bagi mereka. Alhasil, pinta pengampunan dari Otto sama sekali
tak didengar pemerintah Korea Utara. Mereka menghukumnya dengan 15 tahun kerja
paksa. Pemerintah Amerika Serikat tentu memprotes dengan keras keputusan sepihak
itu. Namun apa boleh buat, mereka tak memiliki kekuatan diplomasi apapun akibat
ketegangan politik kedua negara.
Namun ternyata ini
bukan akhir cerita. Sedihnya, hal yang lebih tragis justru terjadi.
BERSAMBUNG ...
Kasian :((
ReplyDeleteDia dibawah ancaman dan tekanan saat membaca surat permohonan maaf itu, nyesel saya lihat huhuhuhuh wajahnya :((
Bau-bau konspirasi di sini 😥
ReplyDelete