Kita telah membicarakan
separuh dari kasus Otto Warmbier, seorang mahasiswa asal Amerika Serikat yang
ditangkap saat berkunjung ke Korea Utara. Bagaimana akhir nasibnya setelah ia
diadili secara sepihak oleh pemerintahan diktator itu? Tentu, kalian bisa
menebak dari berbagai foreshadowing yang gue berikan di artikel sebelumnya,
bahwa kisah ini takkan berakhir indah.
Setelah 17 bulan
mendekam di tahanan, Otto akhirnya dipulangkan ke Amerika Serikat. Namun bukan
karena pemerintah Korea Utara berbaik hati membebaskannya begitu saja.
Pemerintah Korea Utara mengklaim bahwa sejak April 2016, Otto mengalami koma.
Alasan mereka, Otto mengalami keracunan akibat botulisme. Tak hanya itu, kondisinya
memburuk hingga koma setelah menelan obat tidur. Pada 13 Juni 2017, ia akhirnya
dipulangkan ke tanah airnya.
Enam hari setelah
kepulangannya, orang tua Otto akhirnya melepaskan kepergian anak mereka untuk
selama-lamanya. Setelah tahu bahwa ia takkan pernah siuman lagi, mereka rela
untuk meng-euthanasia anak sulung mereka itu agar ia bisa pergi dalam keadaan
damai.
Kematian pemuda berusia
22 tahun itu membuat shock seantero Amerika. Tak ada satupun yang meragukan
klaim bahwa Otto disiksa di dalam penjara dan merekapun menyalahkan kebrutalan
rezim Korea Utara. Penyelidikan melalui otopsi jenazah Otto-pun ambigu. Tak ada
bukti bahwa Otto pernah mengalami botulisme. Namun perlu diingat juga, Otto
dalam kondisi koma hampir setahun, sehingga jejak-jejak racun itu, jikapun ada,
pasti telah menghilang.
Namun tak semuanya
menyalahkan rezim pimpinan Kim Jong-Un itu. Tak sedikit pula yang
mempertanyakan keputusan Otto yang sengaja “mencari masalah” dengan berkunjung
ke Korea Utara. Padahal, pemerintah Amerika Serikat jelas-jelas memberikan
“travel warning” kepada seluruh warganya untuk tidak memgunjungi negara komunis
tersebut. Mereka, yang umumnya menyalahkan keputusan Otto, juga menganggap
operator tur juga ikut menanggung beban kematian pemuda itu. Mungkin karena
itulah, Young Pioneer Tour yang begitu membanggakan itinerari wisatanya ke
Korea Utara akhirnya membuat kebijakan untuk tidak lagi menerima tamu dari
Amerika Serikat.
Lalu bagaimana pendapat
kalian akan kematian Otto? Apakah benar dia meninggal karena disiksa ataukah
karena alasan lain? Lalu percayakah kalian akan klaim bahwa Otto melakukan
pencurian poster tersebut?
Gue akan mencoba
memberikan teori gue sendiri, dimulai dari malam naas di Hotel Yanggakdo tempat
Otto dan teman-temannya menginap. Kala itu, seperti gue sebutkan tadi ada
selang waktu dua jam dimana teman-temannya tak mengetahui keberadaan Otto. Apa
benar di selang waktu tersebut ia menyusup ke lantai terlarang tersebut, hendak
mencuri sebuah poster propaganda?
Uniknya, di sini, gue
sama sekali nggak meragukan klaim itu. Buktinya di rekaman CCTV kala itu. Wajah
sang pelaku memang tak terlihat dengan jelas karena buramnya video itu. Namun
dengan membandingkan tingginya dengan tinggi langit-langit di video itu,
terlihat jelas bahwa pria itu adalah seorang pria dengan tubuh tinggi tegap,
ciri khas yang umumnya dimiliki kaum kulit putih. Gue nggak tahu ada berapa
tamu bule di hotel itu kala itu, tapi yang jelas, pelakunya jelas bukan dari
grup tur Otto sendiri. Sebab kala itu, semuanya tengah berpesta dan dengan
demikian, ada saksi mata (baik di antara mereka sendiri maupun staf hotel) yang
memberikan mereka alibi. Hanya Otto-lah yang kala itu tak bersama dengan
mereka.
Perbandingan tinggi Otto dengan penduduk lokal dan video dimana ia dituduh mencuri poster propaganda. Perhatikan tinggi Otto kurang lebih sama dengan pintu di lantai tersebut.
Namun mengapa ia
melakukannya? Apakah ia tak tahu bahwa dengan mencuri poster itu, ia melakukan
kejahatan yang teramat berat di mata pemerintahan diktator Korea Utara?
Bukankah sebagai warga asing, seharusnya ia lebih berhati-hati tidak
membangkitkan amarah pemerintah komunis yang dikenal kejam? Gue akan memberikan
satu alasan yang sebenarnya sudah cukup jelas.
Karena saat itu dia
mabuk.
Gue akan ulang lagi,
pada saat pesta tahun baru itu, tak diragukan lagi sesuai budaya Barat, semua
anggota tur tersebut larut dalam pesta minuman keras. Mungkin karena itulah
Otto, karena berada di bawah alkohol, tak memikirkan dampak dari perbuatannya.
Lalu bagaimana dengan
kematiannya yang diselubungi misteri? Apakah ia benar disiksa hingga meregang
nyawa? Ataukah kalian lebih menerima penjelasan pemerintahan Korea Utara bahwa
semua ini hanya kecelakaan?
Di sini, gue akan
kembali mengejutkan kalian dengan mengatakan bahwa gue lebih percaya versi
Korea Utara. Kenapa? Jangan salah, gue nggak meragukan bahwa Otto mungkin
disiksa dengan berat di dalam penjara, mengingat ia berasal dari negara musuh.
Namun gue sendiri yakin, Korea Utara takkan berani hingga membunuh Otto secara
terang-terangan. Korea Utara sendiri tengah berusaha keras memperbaiki citra
mereka di hadapan dunia, salah satunya dengan membuka bisnis pariwisata agar
masyarakat dunia bisa berkunjung dan melihat “kesempurnaan” negara mereka.
Membunuh Otto, seorang turis asal Amerika, justru akan meruntuhkan citra
tersebut.
Lalu benarkah botulisme
penyebabnya? Justru penyakit botulisme menunjukkan betapa tak manusiawinya
perlakuan pemerintah Korea Utara terhadap tahanannya. Botulisme disebabkan oleh
bakteri Clostridium botulinum yang
biasanya berasal dari makanan kaleng yang kurang steril. Dengan kata lain,
mereka kemungkinan besar memberi makan para narapidananya dengan makanan yang
jelas tak memenuhi standar, sehingga Otto akhirnya keracunan.
Botulisme biasanya berasal dari makanan kaleng yang terkontaminasi
sehingga bisa ditebak, Otto mengalami kondisi yang memprihatinkan dalam penjara
Namun Otto meninggal
bukan karena botulisme, namun karena koma akibat obat tidur. Nah pertanyaannya,
darimana narapidana seperti Otto bisa memperoleh akses terhadap obat tidur?
Jawabannya, di rumah sakit. Seperti gue singgung tadi, pemerintahan Kim Jong-Un
tak ingin Otto mati, sehingga setelah kasus keracunan tersebut, mereka lalu
merawat Otto di rumah sakit. Dan di sinilah gue akan mengungkapkan teori gue
yang paling mengejutkan.
Di rumah sakit inilah,
Otto menemukan obat tidur dan kemudian menelannya.
Untuk bunuh diri.
Ya, gue sama sekali
tidak menyalahkan Otto apabila setelah penyiksaan yang ia alami (dan juga
kenyataan bahwa ia akan mengalaminya selama 15 tahun mendatang dan ada pula
kemungkinan ia takkan pernah berkumpul lagi dengan keluarganya) memutuskan
untuk mengakhiri hidupnya sendiri. Sayang, dosis obat tidur tersebut hanya
cukup untuk membuatnya terlelap dalam koma.
Tentu teori gue ini
hanya sebatas dugaan semata karena hingga kini belum ada bukti yang valid. Yang
jelas, kematian Otto kala itu mengguncang publik Amerika Serikat, bahkan tak
pelak mengundang teori konspirasi. Rasanya mustahil, sebuah negara se-adidaya
Amerika Serikat diam saja membiarkan salah seorang warganya, disiksa di depan
mata mereka. Ingat bahwa ini adalah negara yang dengan sesumbarnya mengaku
telah menghabisi seorang jenderal Iran dengan persenjataan canggih mereka. Ada
yang menduga bahwa pemerintahan Amerika kala itu, di bawah Donald Trump (yang
jelas amat membenci Kim Jong-Un dan kroni-kroninya) sengaja tak berbuat apa-apa
untuk membiarkan Otto mati di sana.
Alasannya? Agar
kematian Otto menjadi alasan valid di mata dunia supaya Amerika Serikat bisa
menyerang Korea Utara dan memulai perang yang semakin menunjukkan kedigdayaan
mereka. Otto, di mata para politisi itu, adalah Franz Ferdinand abad ke-21.
Namun sayang, jikapun benar, rencana itu sedikit meleset karena Otto meninggal
bukan di Korea Utara, melainkan di tanah mereka sendiri. Itupun dengan sedikit
bukti bahwa Korea Utara memang benar terlibat atas kematiannya.
Dan reaksi Korea Utara
untuk menambah luka kekalahan Amerika Serikat? Mereka mengirimkan tagihan 2
juta dolar yang mereka keluarkan untuk merawat Otto di rumah sakit mereka
selama setahun ia koma. Hmmmm ....
Apa yang bisa kita
pelajari dari nasib tragis Otto Warmbuer? Pertama, jangan suka mencari masalah.
Gue nggak pengen blaming victim di sini, tapi come on ... ini udah jelas? Siapa
sih yang mau pelesiran ke Korea Utara? Itu sama aja dengan kalian mau wisata ke
Syria saat perang masih berkecamuk di sana. Atau mau berlibur ke gunung berapi
yang sedang meletus. Yang kedua, selalu hormati peraturan dari tempat yang kita
kunjungi. Ingat, Otto hanya melakukan satu kesalahan saja yang akhirnya
berdampak fatal bagi hidupnya.
But for
whatever reason, I hope he finally rests in peace.
Dang! Kayaknya gak jadi ke Pyongyang buat jabat tangan.
ReplyDeleteKeren bgt analisis dan opini bangdep, berharap bangdep diundan di acara Dedy Corbuzier
ReplyDeleteAndai saja dia tidak mabuk semua itu takkan pernah terjadi, jauhi lah alkohol kawan2.
ReplyDeleteKeren bang
ReplyDeleteBang tapi kenapa otto mau ke Korea Utara kayak janggal banget, awalnya di Hongkong tiba tiba pengen ke Korea Utara emang gak negara lain yg bagus apa kak ada China, Korsel, dan Jepang yg lebih aman.
ReplyDeleteMungkin karena korut itu dianggap sebagai destinasi yg eksotik dan nggak semua org bisa ke sana. Buktinya banyak kok youtubers2 yg jalan2 ke sana sana terus dibikin konten
DeleteBang Dave, korea utara ga seburuk itu kok
ReplyDeleteCoba deh search youtube : JAKA PARKER.
Ekspatriat indo bersama istrinya di korea utara. Suka jalan2 pyongyang, beli groceries, juga makan streetfood. Bahkan bawa 2 kamera foto2 konyol ada tentara padahal.
Aman aman aja.
Indonesia punya embassy disana dan saya liat ga terlalu buruk walau sepi bgt.
Otto aja emg suka buat ribut.