Friday, October 18, 2024

GUNDALA JAGAD GENI – CHAPTER 6

 


PERTEMPURAN PARA DEWA

 

NB: cerita ini adalah fan fiction Gundala dari komik yang pernah terkenal pada era 80-an. Saya tak memegang hak cipta atas tokoh ini.

 

Aku tak ingin menyakiti Minarti, tak pernah! Namun tubuhku ini serasa memiliki nyawanya sendiri. Seperti inikah rasanya kerasukan, saat tubuhmu dibajak untuk melakukan hal-hal yang tak kau inginkan?

Wajah Minarti berubah ngeri ketika ia melihatku mengacungkan pisau ke arahnya.

Tidak! Aku tak boleh menyakitinya!

Dengan sisa kesadaranku, aku menghujamkan pisau itu ke perutku.

Rasanya sakit sekali saat bilah tajam itu mengoyak kulit perutku. Namun ini lebih baik ketimbang rasa perih yang akan kutanggung jika aku sampai menyakiti Minarti. Aku langsung berlutut di tanah karena kesakitan.

“Pergi ...” bisikku dengan sisa kekuatanku sambil mendongak ke arah Minarti, “Cepat pergi!”

Dengan wajah ketakutan dan air mata yang mulai menetes di pipinya, Minarti berbalik dan melarikan diri.

“Kurang ajar!” suara wanita penyihir itu terdengar murka.

Aku menoleh ke arahnya dan meringis, menantangnya, menyatakan bahwa ia tak bisa menguasai pikiranku seutuhnya.

“Jika kau memang ingin mati,” Maya mengangkat tangannya ke arahku, “Maka dengan senang hati akan kukabulkan!”

Kekuatan yang merasukiku kali ini bertambah kuat. Tanganku terangkat ke udara, bersiap menghujamkan belati yang telah berlumuran darah itu ke jantungku. Aku hanya bisa menangis saat sadar aku takkan bisa menghentikannya.

“HENTIKAN!” jemari bercincin mengunci pergelangan tanganku, membuatku menjatuhkan belati itu ke tanah.

Aku tersenyum melihat Awang menyelamatkanku untuk yang kedua kalinya.

Dan akupun jatuh pingsan.

 

***

 

“Lebih bagus jika ia pingsan,” Awang membaringkan tubuh Sancaka di atas tanah, “Dengan begitu ia takkan terpengaruh hipnotismu.”

Pemuda itu kemudian menatap Maya dengan geram.

“Siapa lagi kau? Berani-beraninya menggangguku?” Maya mengangkat tangannya ke arahnya, “Ikutlah mati bersama pemuda ini!”

Mata Maya kembali membelalak. Sama seperti Minarti, hipnotisnya juga tak berfungsi terhadap pemuda itu.

Wanita itu akhirnya menyadari sebabnya ketika melihat cincin yang melingkar di jari pemuda itu.

“Kristal yang ketiga.” matanya berbinar dan bibirnya menyunggingkan senyum, “Tuan Ghazul pasti akan bangga kepadaku.”

“Jagad Geni!” Maya tiba-tiba berteriak, “Aku menemukan permata terakhir! Cepatlah ke sini!”

Insting Awang menyadari ada kekuatan yang dahsyat tengah mendekat. Ia segera meraih tubuh Sancaka, dan ...

“DUAAAAAR!!!”

Sebuah ledakan mengenai lokasi dimana mereka berdua berdiri. Semua orang berteriak dan kabur tunggang langgang. Beberapa tersungkur ke tanah dan memutuskan bersembunyi.

“Dimana cincin itu?” Jagad Geni tiba-tiba muncul di samping Maya.

“Kau terlalu berlebihan!” bisik wanita itu kesal, “Tak perlu sampai mengeluarkan kekuatan sebesar itu. Kini gara-gara kau aku harus mencari cincin itu di antara serpihan tubuh bocah-bocah itu.”

Namun ketika asap bekas serangan itu menipis, tampak seorang pemuda berjubah tengah melindungi tubuh Sancaka dari serangan itu.

“Mustahil masih ada yang bisa bertahan dari seranganku!” ucap Jagad Geni geram, “Jubah itu! Kau jugalah yang sudah menghalangiku membunuh presiden saat itu!”

Prajurit perkasa berjubah itu bangkit berdiri.

“Musuh bangsa seperti kalian harus dibasmi. Aku sudah bersumpah melindungi negara dan tanah air ini dari ketidakadilan dan kejahatan. Akulah Patriot yang akan membela kaum lemah dan melawan kaum penindas!”

Ia menatap kedua penjahat itu.

“AKULAH SANG GODAM!”

“Aku tak peduli siapa kau!” Jagad Geni segera mengerahkan kekuatan plasmanya lagi. Namun Godam segera menghindar membawa tubuh Sancaka. Iapun melesat, melayang ke atas permukaan sungai dan mengeluarkan senjata pamungkasnya.

Sebuah palu.

Ia menghantamkan palu itu ke sungai dan segera, air dalam volume besar menyembur keluar, menghujani segala yang ada di sekitarnya.

Ketika semburan air itu akhirnya reda, baik Godam maupun Sancaka telah menghilang. Tak ada jejak-jejak keberadaan mereka yang tersisa.

“Sial!” jerit Maya, “Padahal kita sudah begitu dekat!”

“Kita terlambat!” ucap Jagad Geni geram, “Pemuda itu pasti sudah mengetahui kekuatan cincin itu dan memanfaatkannya.”

Orang-orang yang ada di sekitar mereka berusaha bangkit setelah basah kuyub dihujani semburan air sungai itu.

“Kalian semua!” Maya mengangkat tangannya ke arah orang-orang itu. Segera mereka berlutut patuh di depannya.

“Cepat tangkap pemilik permata-permata itu, hidup atau mati!!!”

 

TO BE CONTINUED

 

No comments:

Post a Comment