REVELASI
NB: cerita ini adalah fan
fiction Gundala dari komik yang pernah terkenal pada era 80-an. Saya tak
memegang hak cipta atas tokoh ini.
Kilatan itu menyambar bagian luar kandang Faraday dimana kami berada sekarang. Suara sengatannya membuatku tersentak.
“Jangan
khawatir,” kata pria itu, Ghazul, “Kandang ini takkan membiarkan satu
partikelpun masuk ke dalamnya. Kita aman di dalam sini.”
“Apa
yang sebenarnya kau rencanakan?” aku mulai bangkit, masih mengkhawatirkan
Minarti. Namun aku harus tampil percaya diri. Jika tidak, mereka akan dengan
mudah melihat kelemahanku. “Tiga kristal itu, jika bergabung, akan ada bencana
yang muncul!”
“Satu-satunya
bencana bagi dunia ini adalah tidak mengenalku.” ia tertawa, “Kau salah,
Gundala. Kedatanganku bukanlah untuk menghancurkan, melainkan membangkitkan ...
ya, aku akan membangkitkan manusia dari keterpurukannya dan membawanya pada
masa kejayaan, seperti kaisar-kaisar ambisius di masa lalu.”
“Manusia
sudah terlalu dominan di planet ini ... apa lagi yang hendak kau capai?”
“Oh,
kau salah mengerti. Itu hanya ilusi, Sancaka. Kenyataannya, manusia sedang
menghancurkan diri mereka sendiri. Dengan sistem yang bernama ‘uang’ yang
mereka ciptakan, dengan kerusakan terhadap bumi dan langit yang mereka
tinggali, dan peperangan yang memakan mereka dari dalam ... itu semua pada
akhirnya akan memusnahkan umat manusia. Namun aku ...”
Ia
mengepalkan tangannya kuat-kuat.
“Di
bawah kepimpinanku, seluruh dunia akan bergabung dan mereka akan melihat masa
depan yang tiada duanya.”
“Bagaimana
mungkin mereka akan mendengarkan orang gila semacam kau?”
“Lancang!”
seru Jagad Geni sambil mengeluarkan semburan plasmanya. Aku segera memasang
perisai listrik, yang entah bagaimana caranya, bisa kukeluarkan mengikuti hentakan
tanganku.
“Tenanglah,
Jagad Geni.” Ghazul mengibaskan tangannya, “Ia masih ragu. Itu tidaklah
mengherankan. Ia belum melihat kekuatan kristal yang sesungguhnya.”
“Kami
berusaha memunculkan tuhan.” Maya tiba-tiba berjalan mendekatiku dan berbisik
di telingaku.
“Jangan
sentuh aku!” aku melecutkan listrikku, namun wanita itu sepertinya kebal. Dua
permata yang menempel pada dirinya seakan memberinya kekuatan tambahan. Ia
hanya tertawa menjauhiku
“Apa
kau percaya Tuhan, Sancaka?” tanya Ghazul sambil menyeringai.
“Tiga
permata ini berasal dari peradaban alien yang berbeda. Ketiganya, entah kapan
dan kenapa, mendarat di bumi ini ribuan tahun lalu.” kata Maya.
“Keberadaan
mereka tak terlacak. Namun aku berhasil menemukan mereka.” Ghazul tersenyum.
“Tuan
Ghazul adalah profesor sejarah yang juga adalah ahli fisika kuantum serta
kosmologi. Dan juga mentorku.” Maya menjelaskan, “Tuan menemukan kaitan antara
sejarah manusia dengan peradaban alien yang pernah mengunjungi planet kita
bermilenium yang lalu. Tuan berusaha merisalahnya dalam sebuah laporan ilmiah
yang sarat dengan logika. Namun apa akibatnya? Para elite sains justru
mengusirnya! Para akademisi kolot itu menganggapnya gila dan membuangnya! Hanya
aku yang masih setia.”
“Pseudo-sejarah.”
bisikku, “Pantas kau diusir, teorimu terlalu gila.”
“Tapi
benar!” bela Maya, “Batu-batu ini membuktikannya. Tak hanya itu, batu-batu ini
memiliki kekuatan yang akan membantu kita menyingkap teknologi mereka.”
“Dan
aku yang akan menjadi nabi mereka!” Ghazul mengangkat kedua tangannya ke udara,
seolah-olah sedang berdoa.
“Aku
mengerti sekarang! Kau ingin menciptakan agama baru ... agama yang menuhankan
teknologi alien ini. Lalu kau menyebarkan pahammu, mengumpulkan massa, lalu
memporakporandakan tatanan yang ada saat ini, menciptakan kekacauan ...”
“FITNAH!”
Ghazul kini terlihat marah, “Tatanan yang ada saat ini sudah hancur. Mereka
membutuhkan pembaharuan. Mereka membutuhkan agama baru sementara agama-agama
lain tengah berperang satu sama lain! Dan aku akan mengenalkan tuhan yang sesungguhnya
pada mereka!”
“Lepaskan
Minarti! Akan kulakukan apapun yang kau inginkan, tapi lepaskan dia!” aku
melirik Jagad Geni yang masih menahan Minarti yang masih tak sadarkan diri.
Ghazul
kembali tersenyum, “Kau mudah ditebak, Gundala. Kau benar-benar mengingatkanku
pada diri Jagad Geni yang polos dulu. Sebelum ia menyadari tak ada gunanya
berkorban demi orang lain. Silakan, Jagad Geni ... perkenalkan siapa dirimu
sesungguhnya.”
Aku
menatap Jagad Geni. Matanya seakan berubah, tak lagi keji seperti biasanya. Ia
lalu menjatuhkan Minarti ke lantai dan membuka topengnya.
Aku
tersentak melihat identitasnya yang asli.
BERSAMBUNG
No comments:
Post a Comment