By: Andieta Octaria
Aku terpekik, lalu lari secepatnya keluar dari rumah. Aku melihat dengan jelas giginya yang runcing besar-besar mencelat keluar dari bibirnya. Liur hitam pekatnya yang menetes-netes, dan berdesis saat jatuh ke lantai. Dua bolongan hidung yang bergerak-gerak membaui sekitarnya.
Seakan itu belum cukup, matanya membuatmu tak bisa lupa. Dua lubang besar yang seharusnya terisi bola mata digantikan dengan bulatan cermin. Di dalamnya, terdapat pantulan dirimu yang tengah berteriak ketakutan. Kau bisa melihat dirimu yang putus asa di dalam matanya.
Aku berlari tanpa berhenti. Hingga akhirnya, aku terbangun. Bagaimana mungkin ini mimpi! Ini terlalu nyata! Aku mengedarkan padangan ke sekitar. Tak yakin telah bangun dari tidurku. Suara kunyahan masih terngiang-ngiang dalam benakku.
Aku ingat hari ini ibu dan Haruka berangkat lebih awal. Berarti rumah kosong hari ini. Aku tak ingin sendirian di rumah. Mimpi barusan masih terngiang jelas. Aku terlalu takut untuk mengecek kamar orang tuaku atau dapur. Aku bahkan terlalu takut untuk ke kamar mandi. Akhirnya, aku buru-buru mengganti baju, lalu berlari ke sekolah.
Mukaku pasti kusut sekali hingga Harumi menanyakan keadaanku. Aku berbohong dan mengatakan kurang tidur karena kurang istirahat. Namun, aku meminta Harumi untuk menginap di rumahku malam ini.
“Wah! Kau menggantung dream catcher ini di kamarmu! Apa kau menggantungnya secara terbalik? Hal itu bisa berakibat buruk, Kei!”
“Lebih bagus bila di gantung terbalik. Lagipula aku menggantungnya karena menyukainya, bukan karena bisa menangkal mimpi buruk!” aku berbohong.
“Tapi…”
“Harumi, aku lelah. Bisakah kita membicarakan hal ini di lain waktu?”
Harumi manatapku, tampak jelas ia ingin membantahnya. Namun aku cepat-cepat menarik selimut, lalu memejamkan mata. Aku bisa mendengar Harumi menghela nafas berat sebelum masuk kedalam selimutnya. Tak berapa lama, kami tertidur. Aku kembali memimpikan hal yang sama. Aku terbangun, dan mendapati rumah yang kosong. Saat akan berjalan keluar, kali ini, makhluk tersebut berdiri di depan pintu. Keringat dingin membasahi wajahku.
Tanpa buang waktu, aku berlari keluar melewati pintu samping. Namun, kali ini makhluk ini mengejarku. Seberapapun cepat aku berlari, ia selalu bisa menyusul dengan kakinya yang panjang. Aku bisa merasakan lidahnya yang panjang menjilat punggungku. Aku bisa merasakan liurnya yang lengket menempel di bajuku. Cairan itu mendesis, dan menguarkan bau busuk. Aku merasa mual. Apakah ini nyata? Ataukah mimpi? Mengapa semua ini terasa begitu nyata?
KIK KIK KIK
Aku berusaha berlari lebih cepat. Lebih cepat! Lebih cepat! Jantungku memompa tanpa henti. Tiba-tiba, pinggangku dicengkram dengan kuat. Aku merasakan tanah tempatku berpijak menghilang. Sesak!
Aku berteriak.
Tiba-tiba Harumi mengguncang tubuhku keras-keras. Aku terbangun. Ia menatapku panik. Pasti aku berteriak sampai membangunkannya barusan. Aku menjelaskan padanya bahkan aku tidak apa-apa. Hanya sedikit mimpi buruk. Awalnya ia tak percaya, namun sebelum ia sempat berbicara, aku menjelaskan bahwa kemarin ibu marah besar karena ulanganku mendapat nilai buruk dan hal ini membuaku mendapatkan mimpi buruk. Harumi diam saja, mungkin merasa bersalah karena ia mendapat nilai bagus sementara aku mendapat nilai jelek hingga terbawa mimpi.
Ia mengajak untuk belajar bersama, namun aku menolaknya dengan halus. Aku tahu, hari ini Satou memintanya untuk belajar bersama di kedai teh dekat sekolah. Dan meskipun Harumi tak pernah membicarakan perasaannya terhadap Satou, wajahnya selalu memerah setiap Satou mengajaknya berbicara. Sejujurnya aku cemburu. Namun saat ini, aku memiliki masalah yang lebih besar dibanding hubungan Harumi dan Satou. Setelah ia pamit pulang aku buru-buru membuang dream catcher itu ke tempat sampah, lalu mengambil sepeda dan mengayuh ke tempatku membeli dream catcher.
Sepanjang jalan, aku merasa di ikuti. Pemandangan di sekitarku terasa nyata. Namun mimpiku juga sama nyatanya. Ah, aku mulai tidak bisa membedakan mana yang mimpi dan mana yang nyata. Akhirnya aku sampai di toko itu, lalu bergegas ke kasir. Toko ini masih sama. Masih menguarkan aroma dupa yang menyengat. Aku mengetuk meja kasir dengan tidak sabar, membuat nenek penjaga toko yang tengah menghitung uang di dalam mesin kasir menatap ku.
“Nek! Bagaimana cara membalik kutukan dari dream catcher itu?”
“Dream catcher apa…”
“Dream catcher yang aku beli beberapa hari yang lalu! Bagaimana cara menghilangkan kutukannya?”
“Tidak ada dream catcher di tempat ini… “
TO BE CONTINUED
Tambah ngeri aja nih cerita,,
ReplyDeleteditunggu lanjutannya bang..
merinding ngebayangin makhluk'y, , ,
ReplyDeleteditunggu kelanjutannya om,,
wew..mulai berasa horornya..gag sabar ni nunggu next chapter.. :)
ReplyDeleteNgeri.... ngeri....
ReplyDelete0_0 *membatu
ReplyDeletenggak ada dream chatcher katanya
waduh, trus itu dream catcher dari mana?
ReplyDeletesi nenek untung nih, ga jualan dream catcher tp dpt duitnya