Friday, October 5, 2018

MOVIES REVIEW #1


Hallo guys, admin MBP balik lagi nih dengan segudang review film, mulai dari film Indo sampai film Barat. Ada banyak banget yang akan gue review, jadi gue bagi menjadi beberapa post, I hope you enjoy it. Untuk post #1 gue akan membahas beberapa film baru, antara lain “Hereditary” sebuah film dari Amrik yang dapat banyak review bagus tahun ini, “Kafir: Bersekutu dengan Setan” dan “Sebelum Iblis Menjemput” dua-duanya film Indonesia, dan “Searched” sebuah film “desktop thriller” dengan plot twist keren.


HEREDITARY (2018)


Banyak yang mengatakan “Hereditary” yang dirilis 2018 ini sebagai salah satu film yang revolusioner. Kalo menurut gue kok biasa-biasa aja wkwkwk. Kalo menurut analisis gue sih (cailah), ini disebabkan karena dunia perfilman Barat mulai lelah dengan film-film horor yang gitu aja (ngandalin gore, jumpscare, dsb). Jangan salah, film ini juga adegan gore-nya kok. Tapi film ini juga ngadalin atmosfer seram, cerita yang tak kalah seram, juga penokohan yang kelam.

“Hereditary” diawali dengan meninggalnya seorang nenek yang kemudian memicu teror yang mencekam keluarga tersebut, terutama menimpa cucu-cucunya. Di film ini kita diajak berpikir, apakah “kegilaan” yang menimpa keluarga ini adalah akibat keturunan (atau “hereditary” seperti judulnya) ataukan ada sesuatu berbau supranatural yang terjadi di keluarga ini?

Film ini sih menurut gue biasa aja. Bahkan satu-satunya hal yang mendorong gue menuntaskan film ini sampai kelar adalah adanya adegan “tak terduga” (at least buat gue) di pertengahan film. Gue puas banget ama adegan itu soalnya it came from nowhere dan cukup membuat gue terkejut. Karakterisasinya juga bagus, gue sendiri juga bakal gila kali ya kalo mengalami apa yang keluarga ini alami. Endingnya nggak begitu spesial, gue pernah liat film dengan ending dan twist yang serupa.
Intinya, ini film yang menarik, cocok buat kalian lihat, apalagi yang penggemar film horor. Tapi film ini nggak semenakjubkan seperti yang biasa kalian baca di review-nya.



SEBELUM IBLIS MENJEMPUT (2018)


Gue bangga banget ama perfilman Indonesia yang mulai bangkit, khususnya di genre horor. Pada tahun-tahun pertama kemunculan kembalinya (pada masa 2000-an seperti “Jalangkung” dan “Bangsal 13”, inget banget tuh filmnya Luna Maya), film horor Indonesia memang cukup menjanjikan dalam hal cerita. Namun lama-kelamaan, kualitasnya mengalami penuruan drastis, hingga menjadi sebatas film soft-porn. Untunglah, kemunculan remake “Pengabdi Setan” sepertinya memberikan napas baru yang lebih segar terhadap perfilman horor Indonesia yang tengah collapse.

“Sebelum Iblis Menjemput” mengisahkan dua saudari tiri, yakni Alfie (diperankan Chelsea Islan) dan Maya (Pevita Pearce) yang kembali ke rumah tua milik ayah mereka hanya untuk menemukan teror supranatural yang mengancam keluarga mereka. Gue suka banget ama film ini, atau at least mulai dari awal hingga separuh film ini. Film ini cukup “wow” menurut gue, baik dari segi konsep (agak-agak mirip “Evil Dead”), tata rias, hingga jumpscare-jumpscare menegangkan. Adegan-adegan ngeri pertama semisal teror di rumah sakit dan adegan saat kedua saudari ini membuka pintu terlarang ke basement menurut gue amat brilian. Namun sayang, semua keunggulan itu nggak bisa menutup mata gue atas berbagai kekurangan yang gue temukan.

Pertama, karakter Maya di sini gue anggap nggak terlalu konsisten. Gue nggak paham ama karakter ini. Maunya dibikin dalam, tapi tetap aja janggal menurut gue. Sosok setannya juga terlalu sering muncul. Awal-awalnya sih serem. Tapi setelah kemunculan ketiga, keempat, dst gue mulai merasa nggak impressed.  Gue juga agak kecewa konsep “Evil Dead” di awal film nggak diteruskan.

Namun, terlepas dari beberapa ketidakpuasan di atas, gue tetap mengapresiasi banget karya anak bangsa ini. film horor ini emang layak mendapat pujian. One of the best Indonesian horror film I’ve seen so far, but just not the best.


KAFIR: BERSEKUTU DENGAN SETAN (2018)


Film ini dirilis hampir bersamaan dengan “Sebelum Iblis Menjemput” dan sama-sama film bikinan anak bangsa juga. Banyak sih yang membandingkan keduanya dan hampir semua berkesimpulan bahwa “Sebelum Iblis Menjemput” jauh lebih superior ketimbang film ini. Tapi kok pendapat gue beda ya?

“Kafir” berkisah tentang sebuah keluarga yang baru saja ditinggal mati sang ayah akibat ulah santet. Di tengah keterpurukan keluarga itu, sang ibu mulai merasa bahwa kematian suaminya bukanlah akhir dari tragedi yang menimpa keluarga mereka, melainkan barulah sebuah awal. Di tahun 2002, terdapat film dengan judul sama (dan sama-sama diperankan Sujiwo Tejo juga). Namun keduanya nggak ada hubungannya sama sekali.

Film ini mau nggak mau mengingatkan gue ama “Pengabdi Setan”. Mulai dari settingnya yang jadul (pada tahun 1980-an) hingga temanya yang hampir mirip (teror yang menimpa sebuah keluarga di rumah tua). Berbeda dengan “Sebelum Iblis Menjemput” dimana kita dihujani berbagai jumpscare dan penampakan seram di tiap adegannya, film ini kalo boleh gue bilang lebih softcore. Terornya ditampilkan secara halus, nggak “vulgar” sama sekali. Bahkan mungkin itulah yang membuat beberapa penonton merasa bosan terhadapnya.
Namun gue sendiri menikmati film ini. Mulai dari musiknya hingga sinematografinya, semuanya cukup mumpuni dan membuat gue terhibur. Plot twist-nya (walaupun udah bisa gue tebak) juga tetap gue apresiasi. Banyak juga yang mengkritik ending pada klimaksnya, namun menurut gue adegan tersebut cukup sah-sah aja (gue nggak mau spoiler ya di sini).

Bahkan, gue sendiri bahkan lebih puas menonton film ini ketimbang “Sebelum Iblis Menjemput”. Mungkin karena ekspetasi yang gue bawa sebelum menonton film ini ya? Gue menonton film ini dengan ekspetasi rendah karena setelah membaca berbagai review yang mengatakan film ini biasa-biasa aja. Tapi setelah menontonnya dan merasa puas, gue merasa film ini nggak seburuk yang di-review-kan banyak orang. I enjoy it very much dan sama sekali nggak keberatan jika dibikin sekuelnya.

Sebaliknya, gue menonton “Sebelum Iblis Menjemput” dengan ekspetasi sangat tinggi karena kata orang-orang filmnya bagus banget. Jadi, ketika ternyata filmnya nggak seperti harapan gue, gue merasa agak kecewa (walaupun gue akuin filmnya emang bagus, tapi nggak “seluar biasa bagus” seperti yang gue harapkan). Ini bisa jadi pelajaran buat gue guys (dan termasuk buat kalian juga) bahwa sebelum pergi ke bioskop, hilangkan semua ekspetasi kalian. It’s better to have zero expectation at all than to have a high one.

Satu hal yang membuat gue memberikan poin yang lebih tinggi pada film ini adalah adanya satu adegan yang bikin gue merinding (di klimaks mendekati akhir) yang juga membuat gue teringat pada salah satu adegan terseram (menurut gue) di film “Pengabdi Setan”. Adegan itu bukan adegan jumpscare yang bikin shock atau hantu bergigi tajam, tapi hanyalah sebuah adegan subtle sesosok hantu berjubah yang terlihat di kegelapan sebuah basement. Adegan itu bikin gue merinding puoool walaupun nggak ada unsur kejutan atau make up seram sama sekali. Dan hal itu yang sangat gue apresiasi dari film ini.


SEARCHING (2018)


Lupain “Crazy Rich Asian”, film inilah yang harusnya bikin orang Asia bangga! Sebab film ini merupakan film thriller pertama dalam sejarah perfilman Hollywood yang diperankan seorang Asia. Yup, buat “Crazy Rich Asian”, moves away b*tch! Coz here it comes, “Searching” by John Cho!

Gue emang sering liat akting John Cho sih di berbagai serial TV (terakhir gue lihat di “Exorcist”), tapi gue akuin emang, kemampuan aktingnya di Hollywood emang underused. Dia paling banter cuman dapet tokoh pemeran pembantu. Tapi kali ini John Cho mendapat porsi sebagai bintang utama di film yang mengisahkan perjuangan seorang ayah mencari anaknya yang hilang ini.

“Searching” emang bukan film pertama yang bergenre “desktop thriller”, soalnya udah keduluan “Unfriended”. Film ini nggak bisa masuk kategori “found footage” sih soalnya emang setiap adegannya direkam menggunakan layar laptop. “Searched” memiliki premis yang amat sederhana, yakni seorang ayah bernama David Kim yang mencari anaknya yang hilang. Hanya, yang bikin beda ama “Taken” semisal yang berkonsep cerita sama, semua pencarian itu terungkap di depan desktop komputernya.

Film ini ngandalin banget plot twist yang bertubi-tubi di sepanjang penyelidikan, dengan ending dimana identitas sang pelaku terungkap yang “wow” banget. Film ini juga diapresiasi karena “berani” memasang seorang aktor keturunan Asia untuk membintangi peran utamanya. Heck, sutradaranya juga keturunan India kok. Tapi ini kemajuan besar dalam industri perfilman Hollywood, sebab mereka mulai menyadari bahwa praktik “whitewashing” dengan memasang ras kulit putih sebagai peran utama mulai membuat penonton “lelah”. Mereka membutuhkan lebih banyak diversifikasi dan memasang bintang Asia (atau etnis minoritas lainnya) sebagai peran utama, sebenarnya memberikan angin segar bagi penonton yang menginginkan sesuatu yang berbeda. So, kudos for that!

Selain itu, kemampuannya mengekplorasi fenomena teknologi terkini juga patut diacungi jempol. Seperti "Unfriended" yang menyorot "cyberbullying", film ini juga hampir sama, namun menyorot rasa kesepian yang masih ada bahkan di tengah ramainya media sosial. Fenomena "tagar" oleh netizen yang judgemental di sini juga dieksplor. Dikisahkan, sang ayah yang berusaha keras menemukan ayahnya justru dituduh sebagai pelakunya dengan viralnya tagar #DadDidIt, padahal kebenarannya sama sekali belum terungkap. Well, hampir sama kayak di Indonesia ya. Kudos bagi pembuat film yang mau mengangkat tema-tema kekinian seperti ini.



3 comments:

  1. Bangdep itu mantanmu 2, pevita sama Chelsea kok tumben akur sih?

    Bangdep baitnya beneran gada ini?

    Karat

    ReplyDelete
  2. Baru tau kalo Searching genrenya Dekstop Thriller. Tapi emang petjaaah bgt sih nih film!!!

    ReplyDelete
  3. Mewakili Ika&chuu komen disini, untuk riset film Searching yg g4uL

    ReplyDelete