Friday, October 5, 2018

MOVIES REVIEW #6




Welcome back guys, kali ini gue punya review film “Session 9” dari Amrik, “Pyewacket” asal Kanada, “The Ritual” dari Inggris, dan “Ninth Passenger” filmnya Cinta Laura. Enjoy.

SESSION 9 (2009)


Gue udah lama kepengen nonton film ini karena dibintangi oleh salah satu aktor favorit gue, yakni Michael Caruso dari CSI Miami. Gue sempet mikir, “Horatio main film horor?”. Gue sempet sukar mempercayainya, tapi karena dia emang aktor yang baik, gue yakin dia bisa memerankannya dengan meyakinkan.

“Session 9” menceritakan tentang sebuah kru yang ditugaskan untuk membersihkan sebuah RSJ tua yang terbengkalai (arsitekturnya keren banget, kayak istana, padahal RSJ). Film ini bisa dibilang berjalan amat pelan. Dan horornya juga lebih ke psikologis. Sama sekali nggak ada adegan setan nongol di sini (bahkan kita juga nggak tau apakah setannya bener-bener apa atau tidak). Yang jelas, dari sejak awal kita sudah bisa merasakan ada yang bener-bener nggak beres dengan rumah sakit jiwa ini.

Gue sangat dihibur dengan arsitektur RSJ-nya yang megah banget (hampir sama dengan setting “Orphanage” di rumah tua yang indah banget). Tapi sebagai film horor, kalian harus sabar menikmatinya. Jawaban atas semua pertanyaan kalian baru bakal terjawab pada menit-menit terakhir film ini, dimana sebuah plot twist sudah disiapkan untuk kalian. Jadi, apakah bener ada setan atau ada alasan lain dibalik apa yang menimpa para kru ini di endingnya, juga nggak dijelaskan dengan gamblang. Kalian sendiri-lah yang harus menentukan.

Seperti yang gue bilang, film ini pace-nya pelan banget dan kalian harus sabar, so this film is not for everyone. Tapi kalo kalian suka horor yang atmosferik dan jalan cerita yang menduga-duga (di film ini kita akan dibuat menduga-duga siapa sebenarnya yang jahat dan siapa yang baik), kalian harus nonton film ini. Film ini jelas lebih mengandalkan suasana yang kelam dan depresif ketimbang jumpscare yang menakutkan. Dan setelah gue survey, ternyata film ini adalah film independen dengan budget minim, makanya kok nggak masuk akal settingnya di Amrik tapi tokoh utamanya punya aksen Inggris hehehe.


PYEWACKET (2017)


“Pyewacket” adalah salah satu film yang punya review yang bias banget. Banyak yang bilang filmnya jelek, tapi tak sedikit yang memuji film ini. Akhirnya setelah menonton film ini, gue paham kenapa ada yang menyukai film ini dan ada pula yang tidak.

“Pyewacket” menceritakan tentang Leah, seorang gadis yang mempelajari dunia supranatural sebagai pelariannya setelah ayahnya meninggal. Sayang, sang ibu kurang pengertian dan memilih larut dalam kesedihannya sendiri, sehingga banyak mengambil keputusan sendiri tanpa memperhatikan pendapat sang anak. Ditambah lagi, Leah masih remaja sehingga memiliki hormon pemberontak. Salah satu keputusan yang sulit diterima Leah adalah ketika sang ibu memutuskan pindah rumah ke sebuah hutan. Setelah pertengkaran dengan ibunya, Leah akhirnya kabur ke hutan dan memutuskan untuk memanggil Pyewacket, sesosok iblis untuk membalas dendam pada ibunya.

Film ini bukan bertipe “revenge”. Jelas, setelah kejadian itu, Leah merasa menyesal. Namun iblis itu sudah telanjur dipanggil dan kejadian-kejadian aneh-pun mulai terjadi di rumah mereka. Secara garis besar, film ini sangat slow, baik dalam penceritaannya maupun dalam membangun ketegangan. Mungkin karena inilah ada yang nggak menyukai film ini (mungkin terbiasa ama film yang temponya cepat ya).

Setan dalam film ini juga ditunjukkan secara “subtle” banget, nggak terang-terangan. Namun itu justru bagus, menurut gue. Hasilnya adalah, pada saat klimaks dimana sosok iblis ini akhirnya ditunjukkan, skala ngerinya langsung naik dari 1 ke 10, mungkin karena sejak awal sang sutradara amat pelit dalam menampakkan sosok asli iblis tersebut. Sejak awal, walaupun hanya dalam bentuk bayangan, pintu yang terbuka, ataupun suara di langit-langit, sosok misterius ini cukup membuat gue deg-degan.

Ada adegan yang menurut gue brilian banget, yakni saat teman Leah berkunjung. Gue nggak akan spoiler apa yang terjadi berikutnya. But damn guys, that’s how you make a great horror without any budget!

Sisi dramanya juga cukup kerasa. Hubungan ibu dan anak di sini nggak hitam putih seperti Snow White dimana sang ibu jahat dan sang anak baik hati, atau sebaliknya. Mereka berdua anak dan ibu yang “normal” dan mengalami tragedi kehilangan, jadi wajar banget mereka bersikap seperti itu. Dramanya emang real dan bisa terjadi di kehidupan sebenarnya (kecuali bagian manggil setan hihihi).

Dan yang gue suka juga, teman-teman Leah di sini digambarkan memiliki porsi dan peranan penting mereka sendiri-sendiri dalam jalan cerita. Nggak seperti “It Follows” dimana teman-temannya sang tokoh utama menurut gue cuman tempelan aja tanpa banyak makna, kecuali bantuin protagonisnya.
Gue siap memberikan skor sempurna pada film ini jika saja bukan karena ... endingnya. Yap, endingnya mengecewakan banget. Gue berharap endingnya bakal tentang si cewek ini melawan si iblis, tapi endingnya malah ... twist banget sih, tapi tetep gue merasa itu juga antiklimaks. But overall, gue suka banget ama film ini.

Gue nggak peduli komentar negatif tentang film ini (dan gue sendiri juga paham kenapa banyak yang nggak suka sama film ini), tapi menurut gue film ini udah dalam skala “hampir sempurna”. Gue berharap saja makin banyak film horor dibuat dengan tipe-tipe seperti ini, ketimbang mengandalkan jumpscare. Gue menikmati jumpscare sih, tapi gue berpendapat bahwa film horor selayaknya lebih bereksperimen pada sisi horor yang subtle dan yang nggak kelihatan, ketimbang jumpscare yang sudah jelas bakal menakuti pemirsanya.



THE RITUAL (2017)


Another great movie! “The Ritual” memiliki premis yang amat sederhana, yakni empat sahabat yang tersesat di hutan dan diburu oleh sosok monster misterius. namun ada banyak hal baru yang ditawarkan di cerita ini. Pertama, semua tokohnya cowok. Jarang-jarang kan ada film horor dengan tokoh utama cowok, apalagi ini semua karakternya cowok. Menurut gue, mirip-mirip sih ama film “The Descent” (yang semua tokohnya cewek), tapi gendernya dibalik. Kesasar di hutan sih udah biasa di film horor, tapi kali ini mereka kesasarnya di hutan Skandinavia. Alhasil, mereka bertemu sosok monster dari mitologi Viking. Hmmm ... keren ya?

Film ini sempurna dalam banyak hal. Konflik antara para tokohnya cukup masuk. Karakter mereka juga cukup dapet. Adegan-adegan surealnya juga menurut gue cukup memukau. Jalan ceritanya bagus. Atmosfernya serem (maklum, lokasinya saja di dalam hutan). Monsternya juga memiliki desain yang unik sekaligus disturbing. Film ini mengambil keputusan bagus dengan tidak menampakkan wujud asli sang monster hingga adegan klimaksnya. Di sepanjang film, cukup dengan adegan-adegan penampakan yang bikin merinding dan situasi-situasi aneh yang melingkupinya.

This movie is definitely worth to watch. Ada banyak adegan yang gue suka di sini, tapi gue nggak bisa cerita banyak (soalnya itu berarti gue bakalan ceritain keseluruhan filmnya hehehe). Kalian harus saksikan sendiri untuk membuktikan betapa kerennya film ini. Definitely, one of the best (but underrated) horror movie I’ve ever seen.


NINTH PASSENGER (2018)


From the good one to the sucks one. Gue nonton film ini cuman karena ada Cinta Laura di sini. Yup, film ini merupakan breakthrough pertama Cinta Laura di dunia perfilman Hollywood. Well, gue mengapresiasi usahanya untuk go international, sayang sekali gue nggak bisa memberikan pujian yang sama untuk film ini.

“Ninth Passenger” bercerita tentang delapan orang yang secara random berada di dalam sebuah kapal. Namun satu persatu mereka tewas di tangan sosok misterius. Film ini memiliki jalan cerita yang amat berbeda dengan sinopsisnya. Di sinopsis (serta di judulnya) tersirat bahwa ada penumpang kesembilan yang misterius yang membunuhi para penumpangnya. Alhasil, gue berkesimpulan bahwa film ini bergenre thriller kriminal atau bahkan detektif. Namun ternyata tidak. Film ini ternyata film monster. Dan monsternya pun tidak meyakinkan.

Ada banyak hal yang membuat film ini kacau banget. Pertama, editingnya aneh. Di adegan kedua aja gue udah ngerasa ini film editingnya asal-asalan. Kedua, jalan ceritanya cuman muter-muter dan nggak masuk akal. Ketiga, karakter utamanya ceweknya malah annoying banget. Bahkan, semua karakter di sini kayaknya nggak simpatetik, kecuali buat Jesse Metcalfe yang jadi peran utamanya. Keempat, klimaksnya sangat “eeeew” dan endingnya mengecewakan banget. Kelima (banyak banget yah), seperti kata gue tadi, monsternya sama sekali nggak meyakinkan dan lebih mirip “monster of the week” di Satria Baja Hitam atau tokusatsu lainnya. Bahkan, monster dari film-film pendek di youtube yang budgetnya super-minim aja malah lebih bagusan ketimbang monster di film layar lebar ini. Kan malu-maluin?

Secara keseluruhan, film ini berasa kayak B-movie dari tahun 70-an atau 80-an. Tapi ini udah tahun 2018 guys! Isn’t movie supposed to be much better? There’s nothing good about this movie, but if you want to see Cinta Laura in it, please go ahead. But let me remind you, this movie is a piece of  crap, not enjoyable at all. But kudos for Cinta Laura for her achievement. I only hope that she’ll get a better movie next time.



2 comments:

  1. Wah, tjinja dapat cd satoe

    ReplyDelete
  2. Aku suka banget sama Session 9 bang. Suasana horornya bener-bener mencekam banget dan aku belum pernah ngerasa setakut itu nonton film lain. Slow paced nya itu yg makin lama makin nambah kengerian penonton.

    ReplyDelete