Sekilas
jika kalian membaca tentang berita Sea Games 2019 di Filipina,
apalagi jika kalian mantengin hastag #SeaGamesFail di Twitter, kalian
akan membaca banyak yang menyamakan event dua tahunan ini dengan Fyre
Festival. Yup, Sea Games 2019 memang dijuluki “Fyre Festival of
Asia” gara-gara kacaunya penyelenggaraan [awal] acara tersebut,
meliputi ruang konferensi pers yang nggak layak, keterlambatan
penjemputan kontingen sepakbola, anggota tim terpaksa tidur di lantai
bahkan tak sengaja makan daging babi.
Namun sebagian dari kalian mungkin bertanya, apa itu Fyre Festival?
Namun sebagian dari kalian mungkin bertanya, apa itu Fyre Festival?
Fyre
Festival adalah sebuah acara festival musik mewah yang rencananya
diadakan di pulau tropis Bahama dengan bintang-bintang kece dan
fasilitas serba bintang 5. Tapi kenyataannya justru bertolak belakang
dengan segala kemewahan yang dijanjikan. Acara tersebut malah kacau
balau dan promotornya kini mendekam di penjara. Namun buat gue
sendiri, berita tentang Fyre Festival ini amat menghibur dan mungkin
bisa dijadikan pelajaran juga tentang bagaimana cara menangani sebuah
event (or how NOT to). Emang sih nggak seserius tema-tema yang pernah
gue angkat, tapi gue kepengen menyorot event scamming ini supaya
kalian bisa hati-hati juga.
Dear
readers, inilah Dark Case kali ini.
PS:
karena artikelnya cukup panjang, gue akan bagi menjadi dua postingan
Coba
sebutin nama-nama artis yang doyan pansos? Duh pasti langsung
kebayang dong wajah-wajah yang bikin eneg dan terlalu nista buat gue
sebutin di blog ini. Ternyata fenomena doyan pansos yang nggak
dialami orang-orang di Indonesia aja lho, bule-bule juga wajib pansos
(hah?). Salah satu kasus pansos tergila (dan terngakak) dalam sejarah
adalah Fyre Festival. Dua “dalang” di balik event ini adalah
seorang pengusaha [jadi-jadian] bernama Billy McFarland dan rapper
kondang Ja Rule. Buat kalian yang nggak tahu siapa Ja Rule, dia
rapper yang lumayan terkenal berkat single-nya berjudul “Always on
Time” bareng Ashanti (bukan yang itu lho ya) pada tahun 2000-an.
Bromance
Billy McFarland dan Ja Rule
Kala
itu Billy yang punya jiwa wirausaha tinggi berniat merilis sebuah app
“talent booking” bernama Fyre. Ketika ia berlibur ke sebuah pulau
pribadi di Kepulauan Bahama bernama Norman's Cay, Billy tertarik
begitu mengetahui bahwa pulau itu dulunya milik raja narkoba, Pablo
Escobar. Bersama “partner in crime”-nya, Ja Rule, ia berniat
menggelar sebuah event musik akbar yang dijulukinya “Fyre Festival”
di pulau eksotis tersebut sebagai bentuk promosi peluncuran aplikasi
tersebut. Sang pemilik pulau setuju dengan satu syarat, bahwa mereka
berdua tidak menyebutkan bahwa pulau ini milik Pablo Escobar dalam
proses marketingnya.
Billy
termasuk jenius dalam hal marketing. Untuk memasarkan Fyre Festival
agar viral, iapun menghubungi para influencer tenar di Instagram
dengan puluhan juta followers. Tak tanggung-tanggung, ia membayar
Kendall Jenner sebanyak 250 ribu dollar (3,5 M IDR!!!) hanya demi
satu post untuk meng-endorse acara tersebut. Bentuk endorse-nya cukup
unik, yakni kotak berwarna oranye terang (tanpa tulisan apapun) yang
membuat penasaran orang, yang apabila di-klik akan membawa para
foolowers-nya ke situs Fyre.
Billy
juga membuat video promosi yang memperlihatkan model-model cantik dan
sexy, mulai dari Bella Hadid hingga Hayley Baldwin (kini sudah
berganti nama menjadi Hayley Bieber), tengah berpesta di sebuah pulau
dengan laut sebening lazuardi. Tentu video promosi serta endorse dari
klan Kardhasian itu membuat siapapun tertarik. Belum lagi musisi yang
digadang-gadang akan datang untuk meramaikan Fyre Festival kala itu
adalah Blink 182, Major Lazer, serta didukung rapper-rapper dan DJ
papan atas Amerika.
Sayangnya,
video promosi itu melanggar janji untuk tidak menyebutkan pulau itu
sebagai milik Pablo Escobar. Akibatnya, pemilik Norman's Cay
membatalkan izinnya untuk memakai pulaunya sebagai lokasi Fyre
Festival. Kini tinggal 4 bulan sebelum pelaksaan, Billy dan Ja
Rule-pun kelimpungan mencari lokasi baru.
You
gotta do one thing. Just one thing!
Dua
bulan sebelum festival diselenggarakan, barulah para panitia
mendapatkan izin dari Pemerintah Bahama untuk mengadakan pesta
tersebut di pulau Great Exuma, tepatnya di sebuah lokasi bernama
Roker Point yang kala itu memang dekat dengan pesisir laut. Namun
lokasi ini tak seeksotis seperti dalam video promosinya. Pertama,
pulau ini bukanlah pulau pribadi, melainkan dihuni lebih dari 6.000
penduduk lokal. Belum lagi Roker Point kala itu bukanlah sebuah
pantai, melainkan lapangan parkir sebuah resort. Demi menutup “aib”
ini, Billy kemudian menyebut lokasi ini sebagai Pulau Fyre Cay.
Lalu
darimana sumber dananya? Tentu salah satu sumber dana utamanya
berasal dari hasil penjualan tiket. Awalnya sumber dana terlihat
mencukupi, bahkan melimpah. Dengan promosi yang gencar dan terlihat
meyakinkan, seluruh tiket Fyre Festival ludes terjual. Padahal
tiketnya sendiri tak murah, dibanderol antara 500 hingga 1.500 dollar
(sekitar 7 – 21 juta IDR). Tiket itu akan meliputi berbagai
fasilitas mumpuni seperti:
1.
Tinggal di vila pribadi dengan pelayanan bintang 5
2.
Hidangan yang dimasak langsung oleh celebrity chef dengan menu
“gourmet” yang teramat mewah, meliputi seafood dan sushi
Dipercaya
sekitar 5.000 tiket terjual dan jika kita ambil harga tengahnya,
yakni 1.000 dolar per tiket, maka penjualan tiket itu sendiri meraup
dana 5 juta dollar.
Seorang
investor bernama Carola Jain juga menginvestasikan 4 juta dolar untuk
proyek Fyre Festival ini. Sayang, uang ini kemudian digunakan kurang
bijak oleh Billy dan rekan-rekannya untuk menyewa kantor mewah di
lingkungan elit Tribeca di Manhattan, demi menaikkan prestise mereka.
Pihak
Comcast Ventures sebelumnya juga menjanjikan suntikan dana sebesar 25
juta dolar untuk aplikasi Fyre, yang Billy percaya akan lebih dari
cukup untuk membiayai festival kelas atas itu. Billy sendiri
sebelumnya membual bahwa aplikasinya itu sendiri bernilai 90 juta
dolar, sehingga pihak Comcast akan mendapat laba berlipat kali ganda.
Namun ketika Comcast meminta dokumen resmi yang membuktikan klaimnya
itu, Billy tak mampu memberikannya, sehingga merekapun membatalkan
perjanjian tersebut.
Dengan
dana makin menipis dan tanpa pengalaman sedikitpun tentang bagaimana
menyelenggarakan sebuah festival musik, apalagi seakbar Fyre
Festival, iapun mulai menghubungi EO yang pernah menyelenggakannya.
Ia tercengang setengah mati begitu mengetahui bahwa event berskala
besar seperti yang ia idam-idamkan akan menghabiskan dana 50 juta
dolar! Padahal dana yang berhasil mereka kumpulkan kala itu mungkin
berkisar 10 juta dollar. Tak hanya itu, perlu minimal setahun
perencanaan, sedangkan mereka hanya punya waktu dua bulan sebelum
pentas agung itu dilaksanakan. Billy kemudian memutuskan untuk
mengurusi semuanya sendiri karena percaya festival itu takkan
menghabiskan dana sebesar itu.
Tahu
bahwa ia kekurangan dana dalam waktu yang amat mepet, iapun terpaksa
meminta bantuan lintah darat. Dari investor bernama Ezra Birnbaum,
ia mendapatkan tambahan uang 7 juta dolar dengan syarat bahwa ia
mulai mencicil pinjaman itu dalam kurun waktu 16 hari. Untuk melunasi
cicilan tersebut (duh kayak orang susah aja), Billy memiliki ide
untuk melengkapi para tamu dengan smartwatch canggih dan membuat
event itu “cashless”. Para tamu bisa menggunakan smartwatch
mereka sebagai dompet yang dapat digunakan untuk membeli keperluan
mereka selama pesta berlangsung.
Ilustrasi
lintah dan darat
Billy
menyarankan kepada para undangan untuk mendepositkan uang minimal
300-500 dollar demi kenyamanan mereka. Uang 2 juta dolarpun langsung
mengalir ke kantung Billy dan dalam sekejap, dimana sebagian besar ia
gunakan untuk melunasi pinjaman dari lintah darat itu sebelum debt
collector beraksi. Keinginan Billy untuk melengkapi tamunya dengan
smartwatch canggih ini jelas merupakan scam atau penipuan sebab:
1.
Jam semacam itu akan berharga mahal dan menambah pengeluaran
2.
Sama sekali nggak ada wi-fi di sana, jadi jam itu (jikapun ada) sama
sekali nggak akan berfungsi
Demi
menghemat biaya, Billy terpaksa menyunat pengeluaran mereka. Begitu
mengetahui penyewaan vila pribadi untuk tamu sebanyak itu akan
menelan dana 10 juta dolar, iapun menggantinya dengan tenda. Telanjur
menjanjikan bahwa para tamu akan berlibur di sebuah pulau pribadi
milik Pablo Escobar, padahal kenyataannya mereka akan tidur di
lapangan parkir, para pekerja pun mulai menimbun tanah beraspal di
Roker Point dengan pasir agar terlihat seperti pantai. Mereka juga
membangun beberapa cabana (saung lah istilahnya, yang eksotis banget
buat bule), ayunan, dan segalanya yang bisa membuat tamu merasa
nyaman.
Namun
bencana demi bencana mulai bermunculan. Ketidakbecusan Billy dan para
panitianya mulai terendus. Tim paramedis dan pihak katering yang
dipesan dari Miami mulai membatalkan kerja sama mereka dua minggu
sebelum dimulai. Mereka terpaksa mencari katering baru, kali ini dari
lokal, dan menurunkan drastis budget kuliner mereka dari 6 juta
menjadi 1 juta dolar.
Banyak
pihak, terutama yang dekat dengan Billy menyarankan agar ia
membatalkan event itu atau paling tidak memundurkannya setahun agar
memiliki lebih banyak persiapan. Namun Billy menolak dan konon
mengatakan "Let's just do it and be legends, man,”
As he
wished, he truly became a legend.
TO BE CONTINUED ....
Penasaran ama lanjutannya 😱
ReplyDeleteIni mah seru abis, ga kalah ama novel fantasi...
Dariiiiii satu kesalahan itu loh xD Berakibat kek gt//
ReplyDeletegue juga awalnya mikir kek gitu, coba si billy ga marketingin pulaunya sbg milik pablo escobar. tapi coba deh liat dokumenter netflix-nya. di sana dijelasin, walaupun lokasinya tetep di norman cay, acaranya tetep bakalan gagal krn fasilitasnya ga memenuhi
DeleteThe real butterfly effect
DeleteKampret!! Kenapa lintah darat dikasih ilustrasi?? Ih bang Dave random juga ternyata orangnya!!
ReplyDeleteSama wkwkw ngakak bgt sama lintah dan darat🤣🤣🤣
DeleteNgakak sama lintah dan daratnya dong 😂
ReplyDelete