“Siapa kalian?” jerit
Fira.
“Tenang saja, anak
kecil. Kami tidak mengincarmu, tapi dia!” tunjuk Cicil.
Semua menatap ke arah yang
ditunjuknya.
Foo.
“A … apa? Apa kaitan
kalian dengan Oom Foo?” tanya Bagus kebingungan.
“Huh, apa kau tak curiga
siapa dia sebenarnya, Bagus? Kau sudah lama tinggal di sini kan? Di
lingkungan ini dia terkenal sebagai pria tua eksentrik dan anehnya,
setiap kali The Purge berlangsung, apartemen ini akan selalu aman.
Kenapa? Jawabannya hanya satu! Dia memiliki harta yang luar biasa
banyak dan dia melindungi apartemen ini dengan uangnya! Hanya orang
kaya yang bisa hidup senyaman ini saat The Purge berlangsung!”
“Katakan, dimana kau
sembunyikan hartamu!” Adit serta merta langsung menendang pria tua
renta itu.
“Jangan! Hentikan!”
seru Bagus di tengah lukanya, “Dia hanyalah kakek biasa …”
“Ti … tidak … kau
salah …” ucap Foo sambil meringkuk kesakitan, “Aku tak punya
apapun … semua harta yang kumiliki sudah kudermakan untuk amal …
aku tahu hidupku tak lama lagi jadi …”
“Jangan bohong!” Cicil
menendangnya lagi, “Aku sengaja datang menyamar ke sini untuk
menyelidiki tentangmu. Aku juga yang mengatur semua insiden malam ini
supaya aku bisa masuk ke dalam Panic Room-mu ini. katakan, apa yang
kau sembunyikan di sini!”
***
“Pak Yuga?” panggil
Sandi di tengah lorong. Sekolah itu amat sepi, walaupun jelas
mobil-mobil dan sepeda motor para guru terparkir di luar. Dimanakah
mereka berada?
Ia mendengar suara dari
arah UKS. Lampu juga tampak menyala dari dalam sana.
“Apa kita tanyakan pada
suster UKS saja?” usul Lia.
Sandi pun akhirnya
mendekat dan …
“Permisi suster ….
AAAAAAA!!!”
Sandi langsung berteriak
ngeri begitu melihat para perawat di UKS sedang memotong-motong tubuh
seorang siswa. Mereka berbalik menatapnya dengan seringai di balik
masker mereka. Baju operasi mereka berlumuran darah dan pisau skalpel
tajam yang masih belepotan dengan jaringan tubuh manusia masih
tergenggam di tangan mereka.
“Aulia, lari!” seru
Sandi. Mereka berdua segera kabur ke arah lapangan basket sekolah
mereka yang terletak di belakang. Di sana, ia melihat para guru.
Dengan lega, Sandi memanggil mereka.
“Pak Yuga! Syukurlah, di
sana ada …”
Namun langkahnya terhenti
begitu ia melihat mereka semua bergandengan tangan membentuk
lingkaran dan mulai melantunkan syair yang terdengar tak asing
baginya.
“Malam ini adalah malam
segala malam …”
Sementara itu di tengah
mereka, seorang siswa tengah terikat di pasak kayu tinggi,
dikelilingi oleh ranting-ranting kering. Dia berteriak minta tolong,
sementara bau bensin tercium menyengat dari tubuhnya.
Sandi langsung mengenali
siapa siswa itu. Dia adalah Adinda Rafifa alias Rafi, murid paling
bengal di sekolah itu.
“Terpujilah Republik
Sosialis Indonesia … Terpujilah para Founding Father kita!”
Pak Yuga langsung
melemparkan sebilah korek menyala ke atas ranting-ranting itu.
Segera, api membesar dan melalap tubuh Rafi, menenggelamkannya ke
dalam penderitaan yang tak terperikan.
“AAAAAAAAAA!!!”
teriaknya menjelang ajal.
“Pa … Pak Yuga … Kau
…” bisik Sandi tak percaya.
Pria itu menoleh sembari
menyeringai. Cahaya dari bara api menyinari wajahnya yang tertutup
oleh topeng.
“Hai, Sandi …”
***
“Siapa kau sebenarnya?”
tanya Bagus. Cicil menoleh ke arahnya.
“Aku adalah pemimpin
Geng Fluffy. Kami adalah Furry yang kerap dikucilkan oleh masyarakat.
Oleh karena itu, kami beraksi pada malam Purge, membalas dendam dan
merampok, menunjukkan eksistensi kami.”
“Oh, lihat!” tunjuk
Adit ke arah layar kamera keamanan, “Teman-teman kita sudah
datang!”
Tampak sebuah van berhenti
di depan rumah dan muncul orang-orang berkostum boneka karakter dari
Happy Tree Friends. Namun di balik penampilan mereka yang imut, Bagus
tahu di sana tersembunyi kekejian yang tak terperikan.
“Hen … hentikan semua
ini! ambil saja semua yang kau mau, tapi lepaskan kami.” Bagus
berusaha berdiri, “Apa kau tak kasihan pada gadis kecil yang buta
ini?”
“Oh, jangan sok suci,
Bagus. Aku tahu siapa kau. Saat melihatmu bersama teman-temanmu yang
berpenampilan bak karakter film horor itu aku langsung tahu siapa
kalian.” Cicil menudingnya, “Kau adalah Radnock, Son of Lucifer!
Kau adalah pemimpin geng terkejam yang pernah beraksi di The Purge!”
“Kau Radnock?” ucap
Foo tak percaya, “Son of Lucifer?”
Ia tak percaya pemuda
kalem yang ia anggap tak berdosa ternyata menyimpan masa lalu yang
teramat kelam.
“I … itu masa laluku
…” ujar Bagus terbata-bata, “Aku sudah berubah sekarang. Aku
bukan lagi Radnock!”
“Sekali pembunuh, tetap
pembunuh!” ujar Cicil, “Jika aku tak berhasil mendapatkan harta
dari si tua bangka ini, akan kujual organ tubuh kalian ke penadah
organ ilegal. Kalian akan memberikanku keuntungan yang besar,
HAHAHAHAHA!”
“Wa … wanita
terkutuk!” maki Bagus.
“Sudahlah, Cil!” Adit
melepas kepala bonekanya, “Kita bunuh saja mereka se …
AAAAAAA!!!”
“Tiba-tiba saja sosok
misterius muncul dari balik Adit dan segera menggorok lehernya. Darah
pun muncrat membasahi dinding dan pria itupun roboh tak bernyawa.
“ADIT!” jerit Cicil
terkejut.
Pria bertopeng Michael
Myers dari film “Halloween” itu kini menodongkan pisaunya ke arah
mereka. Dialah yang tadi menghabisi teman-teman Bagus dan kini, ia
hendak menuntaskan misinya.
“A … apa lagi ini?”
seru Bagus tak percaya.
***
“Mereka adalah
murid-murid yang nakal, Sandi.” ujar Pak Yuga tanpa penyesalan
sedikitpun, “Mereka pantas mendapatkannya.”
Ta … tapi, Pak …”
Sandi berjalan mundur, berusaha melindungi Aulia di belakangnya.
“Mereka murid kalian juga kan …”
“Mereka murid nakal!
Harus dihukum!” Pak Yuga mengacungkan pisaunya, “Kami para guru
benci dengan murid-murid nakal! Mereka tak pernah menghormati kami!
Dasar kids zaman now!!!”
Para guru lain mulai
mengikutinya.
“Kalian juga anak nakal!
Aku sudah memberikan kalian PR malam ini, namun kalian malah
berkeliaran di luar, di malam The Purge! Sudah kubilang jangan ikut
The Purge! Kenapa kalian tidak mengerjakan PR kalian!”
Seringai Pak Yuga
bertambah lebar.
“ANAK NAKAL HARUS
DIHUKUM!!!”
BERSAMBUNG
No comments:
Post a Comment