Apa yang
kalian bayangkan tentang Eropa pada abad pertengahan? Mungkin yang
terngiang di benak kalian adalah para raja, ratu, serta ksatria yang
saling berintrik dan berperang bak “Games of Thrones”. Atau
mungkin yang terbersit adalah sejarah gelap berupa wabah Black Death
yang menakutkan? Namun ada satu hal yang pasti tak pernah kalian
pikirkan, yakni “wabah menari”.
Yup,
“wabah menari” (“dance plague”) merupakan salah satu hal aneh
yang terjadi di Eropa kuno, tapi jarang sekali disinggung dalam buku
sejarah. Namun “wabah menari”, seaneh apapun kedengarannya,
benar-benar terjadi. Kala itu, siapapun yang terjangkit akan terus
menari, bahkan hingga mereka mati. Tak hanya satu dua orang, namun
seluruh desa bisa terjangkit wabah itu dan menari hingga mereka
terlelap dalam kematian. Apakah penyebabnya? Sebuah penyakit
misterius? Ataukah hal yang mistis? Bedah kasus kali ini akan
menguaknya.
Dear
readers, inilah Dark Case kali ini.
Di
antara abad ke-14 hingga ke-17, Eropa dicekam oleh penyakit menular
misterius yang disebut “dancing mania” atau “St. Vitus dance”.
Siapapun yang terjangkit oleh “virus” ini akan menari dan terus
menari tanpa bisa dihentikan, bahkan hingga mereka ambruk setelah
jantung mereka berhenti berdetak karena kelelahan. “Wabah menari”
ini bahkan bisa menjangkiti hingga ribuan orang dalam sebuah desa
atau kota. Penyakit aneh ini pertama tercatat di kota Aachen, Jerman
pada 1374 dan terus menyebar ke seluruh penjuru Eropa seperti
Belanda, Swiss, Luxembourg, hingga Prancis dan Italia. Pada abad
ke-17, penyakit ini diberi nama “Sydenham chorea” dan oleh para
dokter dianggap sebagai gejala epilepsi, walaupun dugaan ini kemudian
terbukti tidak benar.
Mereka
yang terjangkiti oleh “wabah menari” ini memiliki gejala-gejala
yang sama. Mereka tiba-tiba akan menari dalam kondisi hampir tidak
sadar (estatik), kadang sambil berteriak, tertawa, atau bahkan
menangis tanpa kendali. Beberapa kadang malah menyanyi sembari mereka
menari. Mereka benar-benar kehilangan kontrol akan tubuh mereka,
bahkan beberapa ada yang melompat-lompat seperti binatang, bahkan
melolong. Para “penari” ini juga akan mengalami sakit dada,
kejang-kejang, halusinasi, napas tersengal-sengal, beberapa juga akan
saling menyakiti satu sama lain ketika tubuh mereka berhantaman
dengan “penari” lain, atau bahkan terinjak-injak. Mereka tak bisa
dihentikan (bahkan setelah orang-orang lain berusaha memegangi dan
menghentikan mereka) dan terus menari hingga tulang-tulang mereka
patah atau akhirnya mati karena kelelahan.
Kasus
“wabah menari” paling terkenal terjadi pada Juli 1518 yang kala
itu menjangkiti penduduk di Strasbourg, Prancis. Wabah itu dimulai
dengan seorang wanita bernama Frau Troffea yang tiba-tiba menari di
jalanan selama 4 hari berturut-turut. Dalam seminggu, 34 penduduk
kemudian bergabung dengan dirinya. Dalam kurun waktu sebulan, jumlah
para “penari” ini melonjak hingga 400-an orang, sebagian besar
perempuan. Mereka terus menari dan menari tanpa berhenti,
beristirahat, ataupun makan dan minum.
Para
petinggi kota kemudian meminta saran pada para tabib yang kemudian
menyarankan agar mereka membangun sebuah panggung dan memainkan musik
untuk menemani para “penari” itu. Para tabib menyangka bahwa jika
keinginan mereka dituruti, pada akhirnya mereka akan berhenti karena
kelelahan. Namun saran itu justru membawa petaka ketika hal
sebaliknya justru terjadi. Lebih banyak orang malah bergabung ke
dalam kerumunan penari dan mereka tak pernah berhenti, terkecuali
jika ajal menjemput mereka. Diperkirakan dalam sehari sekitar 15
orang “penari” meninggal karena kelelahan, serangan jantung, dan
stroke.
Namun
apakah penyebab wabah aneh nan misterius ini? Pada masa dahulu dimana
dunia kedokteran belum berkembang seperti ini, tentu hal-hal
supranatural menjadi penjelasannya, seperti dirasuki oleh roh halus,
kutukan, atau bahkan hukuman oleh Tuhan. Namun para ilmuwan dan
psikiater pada masa ini menyebut kasus ini sebagai contoh “histeria
massal”.
Perlu
diingat bahwa wabah ini pertama muncul hanya satu dekade setelah
benua Eropa mengalami wabah “Black Death” yang menyapu habis
separuh penduduk Eropa. Stress akibat masa-masa penderitaan itu,
termasuk melihat orang-orang yang mereka sayangi meninggal di depan
mata mereka, belum lagi kehidupan yang teramat susah pada zaman
dengan teknologi tertinggal itu membuat mereka rentan mengalami
“histeria massal”. Bencana alam, peperangan, kelaparan, hingga
wabah penyakit senantiasa menghantui Eropa kala itu hingga membuat
hidup mereka teramat menderita. Tak heran, rasa stress berkepanjangan
inilah yang membuat mereka ingin melarikan diri dari kenyataan yang
ada. Salah satu kenikmatan yang jarang mereka rasakan pada saat itu
adalah pesta dengan musik, menari, dan menyanyi.
Hal
lain yang membuktikan bahwa “wabah menari” ini sesungguhnya
diakibatkan oleh epidemi stress adalah kenyataan bahwa sebagian besar
penderitanya adalah wanita. Kala itu bisa dibayangkan bahwa kaum
wanita menjadi penduduk kelas dua yang banyak mengalami diskriminasi.
Mereka harus bekerja dengan keras, belum lagi dalam usia belia mereka
dipaksa menikah atau bahkan dikirim ke biara untuk menjadi biarawati
untuk memperingan beban keluarga mereka. Stress itu menyebabkan
mereka lebih rentan secara psikologis untuk terjangkit “wabah
menari” tersebut.
Tanaman gandum yang terinfeksi ergot (jamur parasit beracun)
Namun
ada pula teori lain, yakni keracunan ergot, sejenis jamur parasit.
Selama musim-musim tertentu dimana hujan banyak turun, jamur ergot
tumbuh dan berkembang biak dengan leluasa, hingga menjangkiti
tanaman-tanaman budidaya di Eropa. Ketika tanaman-tanaman itu dipanen
dan dimakan, racun ergotamin dalam jamur yang tak sengaja termakan
itu menyebabkan halusinasi dan kejang-kejang. Namun penjelasan itu,
walaupun terdengar saintifik, tetap tidak menjelaskan keinginan yang
kuat bagi penderitanya untuk terus menari hingga mati.
Apapun
penyebabnya, “wabah penari” ini telah punah di Eropa, jelas
karena kehidupan di sana jauh lebih baik dan maju. Akan tetapi,
sejarah aneh itu perlu kita ingat sebab walaupun “wabah menari”
telah hilang, namun penyebabnya, yakni “histeria massal” tetap
bisa terjadi pada masa modern kini. Salah satunya adalah kesurupan
massal, yang mungkin akan gue bahas di kesempatan lain.
SUMBER:
Wikipedia
Ditunggu kesurupan masalnya๐๐๐๐
ReplyDelete"KKN di desa penari" yg sesungguhnya
ReplyDelete