Wabah
yang aneh terjadi di sebuah desa di Tanganyika (sekarang Tanzania),
Afrika. Kala itu seorang anak yang pulang dari sekolah asrama tertawa
terus-menerus tanpa bisa dihentikan. Wabah itu kemudian menular ke
teman-temannya dan segera, seluruh desa terjangkit oleh wabah tertawa
itu. Siang dan malam, hingga seribu orang tertawa tanpa henti.
Delapan belas bulan kemudian, barulah wabah misterius itu mereda.
Apakah penyebab wabah misterius itu?
Dear
readers, inilah Dark Case kali ini.
Wabah
dimulai di sebuah sekolah Katolik di Kashasa, Tanganyika, di
perbatasan Uganda, tepat di pesisir barat Danau Victoria, Afrika.
Kashasa sendiri adalah sebuah desa kecil di negara yang kini dikenal
dengan nama Tanzania tersebut. Pada 30 Januari 1962, tiga orang gadis
yang menjadi siswi sekolah itu tiba-tiba tertawa tanpa henti di dalam
kelas. “Virus” tertawa itu menyebar bak penyakit menular dan
menjangkiti 95 siswi dari 159 siswi yang bersekolah di sana. Beberapa
bahkan terus tertawa hingga 16 hari berturut-turut tanpa berhenti.
Anehnya, hanya anak-anak yang terjangkit, sementara para guru dan
staff yang bekerja di sana sama sekali tak terpengaruh. Karena
anak-anak sudah tak mampu lagi berkonsentrasi pada pelajaran, sekolah
akhirnya ditutup pada 18 Maret dan siswi-siswi yang berasrama di sana
dipulangkan ke desa mereka.
Celakanya,
keputusan ini malah menyebabkan wabah ini menyebar makin luas.
Para
siswi yang dipulangkan kemudian menularkan wabah tertawa ini kepada
penduduk desa lainnya. Tercatat pada bulan berikutnya, sekitar 217
warga, sebagian besar masih muda, sudah tertular oleh penyakit
misterius ini. Wabah ini bahkan sampai menulari sekolah lain di
Ramashenye dan menyebabkan 48 gadis terpuruk dalam kondisi sama.
Akibat wabah yang terus menyebar itu, 1000 penduduk akhirnya tertular
dan 14 sekolah terpaksa ditutup hingga bencana itu berakhir 18 bulan
kemudian. Wabah tertawa ini sama sekali tak memakan korban jiwa,
namun penderitanya dilaporkan mengalami masalah pernapasan. Tawa dari
beberapa korban kadang berubah menjadi histeria kala mereka tiba-tiba
menangis dan berteriak hingga pingsan.
Tapi
apakah yang menyebabkan peristiwa seganjil itu terjadi di wilayah
terpencil di Afrika? Apakah penyakit, virus, ataukah penjelasan
supranatural yang tak bisa diterima akal sehat? Mungkin jika ini
benar didiagnosis sebagai penyakit, mungkin gue akan menyebutnya
sebagai “virus joker” ya. Tapi ternyata, seorang ahli dari Purdue
University bernama Christian F. Hempelmann menyatakan bahwa
penjelasannya, walaupun berbau medis, ternyata bukan disebabkan oleh
penyakit fisik. Apa yang mereka alami adalah contoh histeria massal
yang disebut dengan MPI (Mass Pshychogenic Illness). Jadi, yap itu
memang benar penyakit, namun lebih ke masalah mental.
Letak Tanganyika (kini bernama Tanzania) di peta Afrika
Kondisi
mereka sesungguhnya terkait dengan situasi politik serta sosial yang
mereka alami kala itu. Pada 1962, Tanganyika baru saja meraih status
kemerdekaannya. Para murid yang mengalami MPI ini mengaku bahwa para
guru dan orang tua mereka memiliki harapan yang amat tinggi pada
mereka sebagai generasi penerus. Ahli sosiologi bernama Robert
Bartholomew dibantu psikiater bernama Simon Wessely juga menekankan
bahwa wabah itu dimulai di sekolah asrama, dimana aturannya tentu
saja ketat sehingga membuat anak-anak menjadi stress.
Tak
luput pelajaran yang mereka terima juga ternyata berpengaruh. Di
desa, mereka dibesarkan secara tradisional dengan mempercayai
hal-hal berbau supranatural, sementara di sekolah mereka justru
dididik secara Barat yang lebih menekankan cara berpikir yang modern
yang mengedepankan logika dan sains. Hal ini tentu berbenturan dengan
kepercayaan mereka, sehingga menyebabkan kebingungan. Hal itu
kemudian memicu histeria dan stress yang membebani pikiran mereka.
Tawa dilihat sebagai cara pelepasan stress bagi mereka. Karena tak
hanya satu siswa yang merasakan tekanan tersebut, wabah histeria
dengan mudahpun menular pada yang lain.
Bisakah
wabah seperti ini terjadi pada kita? Tentu saja bisa, bahkan mungkin
sudah.
Kita pasti mengenal fenomena yang kita namakan “kesurupan massal”. Masyarakat kita yang tradisional dan agamis tentu meyakini hal tersebut akibat ulah makhluk halus. Namun jangan salahkan akademisi Barat jika mereka berpikir bahwa fenomena tersebut adalah contoh lain dari MPI.
Kita pasti mengenal fenomena yang kita namakan “kesurupan massal”. Masyarakat kita yang tradisional dan agamis tentu meyakini hal tersebut akibat ulah makhluk halus. Namun jangan salahkan akademisi Barat jika mereka berpikir bahwa fenomena tersebut adalah contoh lain dari MPI.
Contohnya,
pada Agustus 2019 para siswi di sebuah sekolah di Kelantan, Malaysia
mengalami apa yang disebut kesurupan massal. Simon Wessely dan
Robert Bartholomew, dua profesor yang tadi gue sebutkan di atas
menyebut fenomena ini dimulai akibat seorang siswi yang stress karena
aturan ketat yang diterapkan di sekolah, lalu menular sebagai
“collective behaviour” atau “perilaku kolektif” yang kemudian
ditiru teman-temannya, yang juga merasakan depresi yang sama. Solusi
yang mereka tawarkan tentu saja konseling untuk meredam rasa stress
dan depresi mereka. Namun yang dilakukan pihak sekolah untuk
mengatasi hal tersebut adalah dengan memotong habis pepohonan di
sekitar sekolah karena dianggap sebagai sarang roh halus yang
merasuki para siswi tersebut.
Manakah yang lebih kalian percayai, itu terserah kalian.
SUMBER: Wikipedia
Manakah yang lebih kalian percayai, itu terserah kalian.
SUMBER: Wikipedia
Itu, yang kena wabah tertawa cuma cewek aja?
ReplyDeleteKalo beneran kesurupan masal juga pengaruh MPI, terjawab sudah kenapa itu cuma ada di Indonesia dan beberapa negara Asia lain. Sekarang, apakah ada penjelasan logis juga buat pemain-pemain Debus atau Kuda Lumping yang bisa makan kaca serta menari di atas kaca tanpa luka??
Salah satu familiku ada yang kerja sambilan jadi pemain kuda lumping, kaca yang mereka makan beneran kaca asli, bukan permen kaca kaya properti film film. Dan pamanku itu juga sama sekali ga ada kerusakan lambung akibat nelan tuh kaca (tiba-tiba jadi penasaran gimana pas ngeluarinnya, kan udah ga kesurupan lagi tuh 😂).
Wkwkkwk. Kamu gatau yah kalo sebenernya tuh kaca ga ditelan. Tapi dimuntahkan lagi. Kalau sudh terlatih fisik dan sugesti pasti bisa kebal kok. Tapi kenapa mereka kebalnya dengan alat yg digunakan pas atraksi doang? Coba kamu bawa pisau dapur dari rumah terus tusukkin ke pamanmu (monmaap) kebal ga
Deletebeda lah kasus antara anak2 sekolah ama pemain debus. emang anak2 sekolah kalo kesurupan bisa makan beling?
Deletekenapa cewek bisa lebih mudah kejangkit MPI udah gue jelasin di "wabah menari" krn secara psikologis mrk lebih banyak dpt tekanan di kehidupan sosial